Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA By. Ny. SH DENGAN IKTERUS


NEONATUS DI RUANG PERINATOLOGI
RSUD KABUPATEN KLUNGKUNG

OLEH :

PUTU KRISTI AYU UTAMI

NIM.19J10199

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
IKTERUS NEONATORUM

A. KONSEP DASAR IKTERUS NEONATUS


1. Pengertian
Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena
adanya bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin
dalam darah (Brooker, 2001).
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat
penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan
konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau
ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan ( Markum,
A.H 1991).
Ikterus adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke 2-3
setelah lahir, yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang
dengan sendirinya pada hari ke 10. ( Nursalam,2005).
Ikterus adalah gejala kuning pada sclera kulit dan mata akibat bilirubin yang
berlebihan di dalam darah dan jaringan. Normalnya bilirubin serum kurang
dari 9µmol/L (0,5 mg%). Ikterus nyata secara klinis jika kadar bilirubin
meningkat diatas 35 µmol/L (2 mg%) (Wim de Jong et al. 2005).

2. ETIOLOGI IKTERIK NEONATUS


Peningkatan produksi Billirubin dapat menyebabkan:

a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat


ketidaksesuaian golongan darah ibu dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d. Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta), diol (steroid).
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
h. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu
misalnya Sulfadiasine.
i. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah
seperti Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
j. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
k. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

3. PATOFISIOLOGI IKTERIK NEONATUS


Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari
pengrusakan sel darah merah /RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya
kan masuk sirkulasi, dimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin.
Globin (protein ) digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan
dirubah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Didalam liver bilirubin berikatan dengan protein plasma dan dengan bantuan
ensim glukoronil transferase dirubah menjadi bilirubin konjugata yang akan
dikeluarkan lewat saluran empedu ke saluran intestinal. Di Intestinal dengan
bantuan bakteri saluran intestinal akan ddirubah menjadi urobilinogen dan
starcobilin yang akan memberi warna pada faeces. Umumnya bilirubin akan
diekskresi lewat faeces dalam bentuk stakobilin dan sedikit melalui urine
dalam bentuk urobilinogen.
Pada BBL bilirubin direk dapat dirubah menjadi bilirubin indirek didalam
usus karena terdapat beta –glukoronidase yang berperan penting terhadap
perubahan tersebut. Bilirubin inddirek diserap lagi oleh usus kemudian masuk
kembali ke hati .
Keadaan ikterus di pengaruhi oleh :

a. Faktor produksi yng berlebihan melampaui pengeluaran : hemolitik yang


meningkat
b. Gangguan uptake dan konjugasi hepar karena imaturasi hepar.
c. Gangguan transportasi ikatan bilirubin + albumin menuju hepar , defiiensi
albumin menyebabkan semakin banyak bilirubin bebas ddalam darah yang
mudah melewati sawar otak sehingga terjadi kernicterus
d. Gangguan ekskresi akibat sumbatan ddalam hepar atau diluar hepar,
karena kelainan bawaan/infeksi atau kerusakan hepar karena penyakit lain

4. MANIFESTASI KLINIS IKTERIK NEONATUS


Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping
itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:

a. Dehidrasi: Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum,


muntah-muntah)
b. Pucat : Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan
golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah
ekstravaskular.
c. Trauma lahir: Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan
tertutup lainnya.
d. Pletorik (penumpukan darah): Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh
keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK
e. Letargik dan gejala sepsis lainnya
f. Petekiae (bintik merah di kulit) . Sering dikaitkan dengan infeksi
congenital, sepsis atau eritroblastosis
g. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) . Sering berkaitan
dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
h. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
i. Omfalitis (peradangan umbilikus)
j. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
k. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
l. Feses dempul disertai urin warna coklat Pikirkan ke arah ikterus
obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.

5. KLASIFIKASI IKTERIK NEONATUS


a. Ikterus dapat dibagi menjadi dua yaitu :
Ikterus fisiologi
 Ikterus muncul pada hari ke 2 atau ke 3, dan tampak jelas pada hari 5-
6 dan menghilang hari ke 10. Bayi tampak biasa , minum baik , BB
naik biasa. Kadar bilirubin pada bayi aterm tidak lebih dari 12 mg
/dl, pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari ke-14. Penyebab
ikterus fisiologis diantaranya karena kekurang protein Y dan , enzim
glukoronil transferase yang cukup jumlahnya
b. Ikterus Patologis
 Ikterus yang muncul dalam 24 jam kehidupan ,, serum bilirubin total
lebih dari 12 mg/dl.
 Peningkatan bilirubin 5 mg persen atau lebih dalam 24 jam
 Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg/dl pada bayi premature
atau 12 mg/dl pada bayi aterm.
 Ikterus yang disertai proses hemolisis
 Bilirubin Direk lebih dari mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum
mg/dl/jam atau 5 mg/dl/hari.
 Ikterus menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi aterm dan
14 hari pada BBLR.
Keadaan yang menyebabkan ikterus patologis adalah

 Penyakit hemolitik
 Kelainan sel darah merah
 Hemolisis : hematoma, Polisitemia, perdarahan karena trauma jalan lahir.
 Infeksi
 Kelainan metabolic : hipoglikemia, galaktosemia
 Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti :
sulfonaamida, salisilat, sodium bensoat, gentamisin,
 Pirau enterohepatik yang meninggi : obstruksi usus letak tinggi,
hirschsprung.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG IKTERIK NEONATUS


a. Kadar bilirubin serum (total)
b. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi
c. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi
d. Pemeriksaan kadar enzim G6PD
e. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin
terhadap galaktosemia.
f. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin,
IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).
7. PENATALAKSANAAN IKTERIK NEONATUS
a. Fototherapi
 Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan
neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of
fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan
menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar
Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan
mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut
Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah
melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan
dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian
bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk
dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan
Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar
mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
 Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan
Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
 Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek
4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000
gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl.
Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi
Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat
Badan Lahir Rendah.
b. Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
 Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
 Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
 Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
 Tes Coombs Positif
 Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
 Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
 Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
 Bayi dengan Hidrops saat lahir.
 Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
 Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
 Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
 Menghilangkan Serum Bilirubin
 Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
8. KOMPLIKASI IKTERIK NEONATUS

Komplikasi Terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan


bilirubin indirek pada otak dengan gambaran klinik:
a. Letargi/lemas
b. Kejang
c. Tak mau menghisap
d. Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus
e. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot,
epistotonus, kejang
f. Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATA
1. Pengkajia
a. Anamnese orang tua/keluarga
Ibu dengan rhesus ( - ) atau golongan darah O dan anak yang mengalami
neonatal ikterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis ( Rh,
ABO, incompatibilitas lain golongan darah). Ada sudara yang menderita
penyakit hemolitik bawaan atau ikterus, kemungkinan suspec
spherochytosis herediter kelainan enzim darah merah. Minum air susu ibu
, ikterus kemungkinan kaena pengaruh pregnanediol
b. Riwayat kelahiran:
Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi berlebihan
merupakn predisposisi terjadinya infeksi
c. Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan
akan mengakibatkan gangguan nafas (hypoksia) , acidosis yang akan
menghambat konjugasi bilirubn.

d. Bayi dengan apgar score rendah


memungkinkan terjadinya (hypoksia) , acidosis yang akan menghambat
konjugasi bilirubin.
e. Kelahiran Prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ tubuh
(hepar).

2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas menurun
b. Kepala leher
Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput / mukosa pada mulut.
Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan Tekanan langsung
pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih ( kuning)
c. Dapat juga dijumpai cianosis pada bayi yang hypoksia
d. Dada : Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda
peningkatan frekuensi nafas.
e. Status kardiologi menunjukkan adanya tachicardia, kususnya ikterus yang
disebabkan oleh adanya infeksi
f. Perut
 Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu dicermati. Hal
ni berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan photo terapi.
 Gangguan Peristaltik tidak diindikasikan photo terapi. Perut
membuncit, muntah , mencret merupakan akibat gangguan
metabolisme bilirubun enterohepatik
g. Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan Sepsis
bacterial, tixoplasmosis, rubella
h. Urogenital : Urine kuning dan pekat, adanya faeces yang pucat / acholis /
seperti dempul atau kapur merupakan akibat dari gangguan / atresia
saluran empedu
i. Ekstremitas: Menunjukkan tonus otot yang lemah
j. Kulit : Tanda dehidrasi titunjukkan dengan turgor tang jelek. Elastisitas
menurun, perdarahan baah kulit ditunjukkan dengan ptechia, echimosis.
k. Pemeriksaan Neurologis adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain –
lain menunjukkan adanya tanda – tanda kern – ikterus

3. Rencana Asuhan Keperawatan


a. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan intake tidak adekuat dan
kemapuan menghisap turun
Tujuan: Meningkatkan dan menjaga asupan kalori dan status gizi bayi
Kriteria hasil :
1) Menerima nutrisi yang adekuat untuk pertumbuhan sesuai dengan umur
dan kebutuhan
2) Mendemonstrasikan peningkatan ketrampilan dalam cara makan yang
sesuai dengan kemampuan perkembangannya

INTERVENSI RASIONAL
1. Mulai pemberian makan sementara dengan 1. Pemberian makan perselang mungkin perlu
menggunakan selang sesuai indikasi untuk memberikan nutrisi adekuat pada bayi
yang telah mengalami koordinasi, menghisap
yang buruk dan reflek menelan atau yang
menjadi lelah selama pemberian makan
2.

2. Masukkan ASI atau formula dengan perlahan Pemasukan makanan ke dalam lambung yang
selama 10 menit pada kecepatan 1 ml/mnt terlalu cepat dapat menyebabkan respons
balik cepat dengan regurgitasi peningkatan
resiko aspirasi dan distensi abdomen, semua
ini menurunkan status pernafasan
Pertahankan termonetral lingkungan dan 3. Stress dingin hypoxia, dan penanganan yang
oksigenasi jaringan dengan tepat.Gangguan berlebih meningkatkan laju metabolisme dan
pada bayi harus seminimal mungkin kebutuhan kalori bayi, kemungkinan
memperlambar pertumbuhan
dan peningkatan berat badan
4. Catat pertumbuhan dengan membuat 4. Pertumbuhan dan peningkatan BB adalah
pengukuran BB setiap hari dan setiap minggu kriteria untuk penentuan kebutuhan kalori
dari panjang badan dan lingkar kepala untuk menyesuaikan formula dan untuk
menentukan frekuensi pemberian
makan. Pertumbuhan
mendorong peningkatan kebutuhan kalori
dan kebutuhan energy
5.
5. Beri makan sesering mungkin sesuai indikasi Bayi kurang dari 1250 gr (2 bl 12 OZ) diberi
berdasarkan BB bayi dan perkiraan kapasitas makan setiap jam, bayi antara 1500 dan 1800
lambung (3 bulan OZ sampai 4 bl) diberi makan setiap
3 jam

b. Resiko infeksi berhubungan dengan defisiensi immunologi


Tujuan : pasien tidak menunjukan adanya tanda-tanda peradangan
Kriteria hasil:
1) Pasien bebas dari tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, rubor, tumor, fungsiolesa)
2) Orang tua akan mengidentifikasi faktor yang tepat

INTERVENSI RASIONAL
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat 1. Meminimalkan introduksi bakteri dan
bayi penyebaran infeksi
2. Observasi bayi terhadap abnormalitas kulit 2. Abnormaliotas ini mungkin merupakan tanda-
(misal : lepuh, pethiciae, pustule, pucat) tanda infeksi
3.
Pakai sarung tangan saat bersentuhan dengan3. Membantu mencegah kontaminasi silang
secret terhadap bayi
Jauhkan bayi dari sumber infeksi 4. Mencegah terjadi penularan infeksi pada bayi
5. Lakukan perawatan tali pusat secara aseptik 5. Menjaga tidak terjadi infeksi
dan mempertahankan tetap bersih dan kering

c. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan


bilirubin
Tujuan: Pertukaran gas kembali adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil :
1) bayi tidak sesak napas
2) Leukosit dalam batas normal.
3) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.

INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam. 1. Untuk mengetahui perubahan tanda-tanda
2. vital
Monitor kedalaman dan frekuensi pernapasan2. Untuk evaluasi derajat distress
3.
Observasi kulit dan membran mukosa 3. Untuk mengetahui sianosis perifer ( pada
kuku) dan sianosis sentral ( pada sekitar
bibir)
4. Atur posisi tidur semi fowler/ nyaman 4. Menurunkan tekanan diafragma dan
menurut pasien melancarkan O2
5. Kolaborasikan dengan dokter dalam 5. Memperbaiki / mencegah memburuknya
pemberian O2 hipoksia
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian 6. Mencegah perkembangbiakan dan mematikan
terapi TBC mikrobakterium tuberkulosis

d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake


cairan,
Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat.
Kriteria hasil :
1) Turgor kulit baik.
2) Mukosa lembab.
3) Mata tidak cekung
4) Tidak ada penurunan urine out put ( 1-3 cc/kg/BB/jam).
5) Penurunan BB dalam batas normal.
6) Tidak ada perubahan kadar elektrolit tubuh.

INTERVENSI RASIONAL
Pemberian cairan dan elektolit sesuai 1. Memenuhi kebutuhan cairan sehingga tubuh
protokol. akan terpenuhi untuk menjamin keadekuatan
Kaji status hidrasi, ubun-ubun, mata, turgor,2. Dapat menentukan tanda-tanda dehidrasi
membran mukosa. dengan tepat
3. Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan 3. Mengetahui keseimbangan antara masukan
dan pengeluaran
4. Monitor TTV 4. Mengetahui status perkembangan pasien
Kaji hasil test elektrolit 5. Perpindahan cairan atau elektrolit, penurunan
fungsi ginjal dapat meluas mempengaruhi
penyembuhan pasien

e. Risiko tinggi hipotermia dan hipertermia berhubungan dengan sistem


pengaturan suhu tubuh yang belum matang
Tujuan: Menjaga suhu tubuh dalam batas normal yaitu 36 – 37 5 o C
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan suhu tubuh normal 36 – 37 5 o C
2) Akral hangat
3) Tidak sianosis
4) Badan berwarna merah
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi suhu dengan sering, ulangi setiap 51. Hipotermia membuat bayi cenderung pada
menit selama penghatan ulang stress dingin, penggunaan simpanan lemak
coklat yang tidak dapat diperbaiki bila ada
dan penurunan sensitivitas untuk
meningaktkan kadarCO2 (hiperkapnea dan
penurunan kadar O2 (hipoksia)
Perhatikan adanya takipnea atau apnea, 2. Tanda-tanda ini menandakan stress dingin
cyanosis, umum, akrosianosi atau kulit yang meningkatkan O2dan kalori serta
belang, bradikardia, menangis buruk, letargi, membuat bayi cenderung pada asidosis
evaluasi derajat dan lokasi icterik berkenaan dengan metabolic anaerobic
3. 3.
Tempatkan bayi pada penghangat, isolette, Mempertahankan lingkungan termometral,
incubator, tempat tidur terbuka dengan membantu mencegah stress dingin
penyebar hangat, atau tempat tidur bayi
terbuka dengan pakaian tepat untuk bayi yang
lebih besar atau lebih tua
4.
4.

Gunakan lampu pemanas selama Menjaga suhu tubuh bayi dalam batas normal
prosedur. Tutup penyebar hangat atau bayi
dengan penutup plastic atau kersta aluminum
bila tepat. Objek panas berkontak dengan
tubuh bayi seperti stetoskop
5.
5.
Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila Menurunkan kehilangan panas melalui
basah. Pertahankan kepala bayi tetap tertutup evaporasi
DAFTAR PUSTAKA

Wong. 1999. Nursing Care of Infants Children. Mosby Year Boodc Philadelphia.

Markum, A.H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. JiliI. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI. Jakarta.

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik.


Terjemahan Tim PSIK Unpad. Jakarta: EGC.

Klaus and Forotaff. 1998. Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi 4. Jakarta:
EGC.

Wim de Jong et al. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi NANDA dan NIC-NOC:
Jilid 2. Yogyakarta : Media Action
WOC.

Hemoglobin

Hemo Globin

Feco Biliverdin

Peningkatan destruksi eritrosit Pemecahan bilirubin berlebih


(gangguan konjungsi
bilirubin/gangguan transport
bilirubun/peningkatan siklus
Suplai bilirubin melebihi
enteropetik) HB dan eritrosit
tampungan hepar
abnormal
Iterik neonatus
Peningkatan bilirubin unjogned Hepar tidak mampu melakukan
dalam darahpengeluaran konjugasi
Ikterus pada sclera leher dan meconium terlambat/obstruksi
badan, peningkatan bilirubin ususnya berwarna pucat
indirect > 12 mg/dl Sebagian masuk kembali ke
siklus emerohepatik

Kerusakan integritas kulit Indikasi fototerapi

Gangguan suhu tubuh Sinar dengan intensitas Resiko cedera


tinggi

Termogulasi
Kurangnya volume cairan
LEMBAR PENGESAHAN

Semarapura, 1 November 2019

Mahasiswa,

Putu Kristi Ayu Utami, S.Kep.


NIM.19J10199

Mengetahui,

Pembimbing Ruang Perinatologi


RSUD Kabupaten Klungkung Pembimbing Akademik

I Gusti Ayu Ary Laksmi P. Amd.Keb Ns. Gst K. Adi Widyas Pranata, S.Kep., MNS
NIP.197912212005012015 NIDN.801128703

Anda mungkin juga menyukai