Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN ANAK
HIPERBILIRUBIN

Dosen Pembimbing:
Lailatul Fadliyah, S.ST., M.Kes.

Disusun Oleh:
Adiguna Pranata
NIM. 15181913013

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020

Laporan Pendahuluan
1. Pengertian

Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang


kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek
0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa
dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2000).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat
menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002).
2. Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum
dapat dibagi :
a. Produksi yang berlebihan Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat
kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat
disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi
bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar).
Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan
penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin
kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam
darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam eksresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam
hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh

Laporan Pendahuluan
kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau
kerusakan hepar oleh penyebab lain.

3. Patofisiologi

Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi


dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain
seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan
hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian
mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan
memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang
disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin tak terkonjugasi,
indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin
untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan
melewati lobulus hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan
menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat
(bilirubin terkonjugasi, direk) (Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut
masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus,
bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat
diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian
urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta
membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya
diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi
sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan
sebagai senyawa larut air bersama urin (Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin 2mg/dl dan pada bayi yang baru
lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl. Hiperbilirubinemia dapat
disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal
untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati (karena rusak) untuk
mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya
kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan
hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah
dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2- 2,5mg/dl), senyawa

Laporan Pendahuluan
ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan
ini disebut ikterus atau jaundice.
4. Manifestasi klinis

Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin


serumnya kira-kira 6mg/dl.
Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit
mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga.
Sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna
kuningkehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada
ikterus yang berat.
Gambaran klinis ikterus fisiologis :
a. Tampak pada hari 3,4
b. Bayi tampak sehat (normal)
c. Kadar bilirubin total <12mg%
d. Menghilang paling lambat 10-14 hari
e. Tak ada faktor resiko
f. Sebab : proses fisiologis (berlangsung dalam kondisi fisiologis) (Sarwono
et al, 2005).
Gambaran klinik ikterus patologis :

a. Timbul pada umur <36 jam

b. Cepat berkembang

c. Bisa disertai anemia

d. Menghilang lebih dari 2 minggu

e. Ada faktor resiko

f. Dasar : proses patologis


Tampak ikterus pada sklera, kuku, dan sebagian besar kulit serta
membran mukosa. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama sejak bayi lahir
disebabkan oleh penyakit hemolitik, sepsis atau ibu dengan diabetik dan
infeksi. Jaundice yang tampak pada hari ke-2 atau ke-3 dan mencapai puncak
pada hari ke-3 sampaike-4 serta menurun pada hari ke-5 sapai hari ke-7

Laporan Pendahuluan
biasanya merupakan jaundice fisiologis.
Gejala kernikterus berupa kulit kuning kehijauan, muntah, anorexia,
fatique, warna urine gelap, warna tinja seperti dempul, letargi (lemas), kejang,
tak mau menetek, tonus otot meninggi dan akhirnya opistotonus. (Ngastiyah,
2005).

PATHWAY

Laporan Pendahuluan
5. Penatalakasanaan

Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan


Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari
Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :

1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin

Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi


Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.

a. Pemberian ASI
b. Foto terapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan
neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of
fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan
menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar
Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan
mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke
pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah
Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam
Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh
Hati.

Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan


kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan
dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum
Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl.
Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram
harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl.
Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi
Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat
Badan Lahir Rendah.
c. Tranfusi PenggantiTransfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan
adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24
jam pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu
pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam
pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :

1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible


(rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi
Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin

Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O


segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang
dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek.
setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus
diperiksa setiap hari sampai stabil.

d. Terapi Obat

Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim


yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat
ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai
beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital
pada post natal masih menja dipertentangan karena efek sampingnya
(letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan
mengeluarkannya lewat urinesehingga menurunkan siklus
Enterohepatika(Ngastiyah, 2009).

6. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi

Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan


diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
2. Ultrasonografi

Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan


ekstra hepatic
3. Biopsy hati

Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar


seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic
selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati,
hepatoma
Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
A. Pengumpulan Data
1. Riwayat Penyakit
Perlunya ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang
sama, apakah sebelumnya pernah mengkonsumsi obat-obat atau
jamu tertentu baik dari dokter maupun yang di beli sendiri, apakah
ada riwayat kontak denagn penderiata sakit kuning, adakah rwayat
operasi empedu, adakah riwayat mendapatkan suntikan atau
transfuse darah. Ditemukan adanya riwayat gangguan hemolissi
darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau darah ABO), polisitemia,
infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar, obstruksi saluran
pencernaan dan ASI, ibu menderita DM.
2. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO,
Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
3. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang
tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4. Pengetahuan Keluarga meliputi :
5. Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah
mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat
pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia .
B. Pola Kebutuhan sehari-hari.
Data dasar klien:
1. Aktivitas / istirahat : Latergi, malas
2. Sirkulasi : Mungkin pucat, menandakan anemia.
3. Eliminasi : Bising usus hipoaktif, Pasase mekonium mungkin
lambat, Feses lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin,Urine gelap pekat, hitam kecoklatan ( sindrom bayi
bronze )
4. Makanan/cairan : Riwayat perlambatan/makan oral buruk, ebih
mungkin disusui dari pada menyusu botol, Palpasi abdomen dapat
menunjukkan perbesaran limfa, hepar.
5. Neurosensori : Hepatosplenomegali, atau hidropsfetalis dengan
inkompatibilitas Rh berat. Opistetanus dengan kekakuan lengkung
punggung,menangislirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
6. Pernafasan : Riwayat afiksia
7. Keamanan : Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus , Tampak
ikterik pada awalnya di wajah dan berlanjut pada bagian distal
tubuh, kulit hitam kecoklatan sebagai efek fototerapi.
8. Penyuluhan/Pembelajaran : Faktor keluarga, misal: keturunan
etnik, riwayat
hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya,
penyakithepar,distrasias darah (defisit glukosa-6-fosfat
dehidrogenase (G-6-PD). Faktor ibu, mencerna obat-obat (misal:
salisilat), inkompatibilitas Rh/ABO. Faktor penunjang intrapartum,
misal: persalinan pratern.
C. Pemeriksaan Fisik :
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus, ikterus
terlihat pada sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu eritema
palmaris, jari tubuh (clubbing), ginekomastia (kuku putih) dan termasuk
pemeriksaan organ hati (tentang ukuran, tepid an permukaan);
ditemukan adanya pembesaran limpa (splenomegali), pelebaran
kandung empedu, dan masa abdominal, selaput lender, kulit nerwarna
merah tua, urine pekat warna teh, letargi, hipotonus, reflek menghisap
kurang/lemah, peka rangsang, tremor, kejang, dan tangisan melengking
D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Golongan darah bayi dan ibu, mengidentifikasi inkompatibilitas
ABO.
2. Bilirubin total: kadar direk bermakna jika melebihi 1,0 – 1,5 mg/dL
kadar indirek tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dL dalam 24
jam, atau tidak boleh lebih 20 mg/dL pada bayi cukup bulan atau
15 mg/dL pada bayi pratern.
3. Darah lengkap: Hb mungkin rendah (< 1 mg/dL) karena hemolisis.
4. Meter ikterik transkutan: mengidentifikasi bayi yang memerlukan
penentuan bilirubin serum.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit berhubungan dengan Efek
Samping Prosedur pemajanan sinar (panas) yang lama sekunder
foto terapi, belum matangnya sistem pencernaan bayi karena bayi
lahir berat rendah. (SDKI. D.0037, 88)
2. Termogulasi Tidak Efektif berhubungan dengan suhu lingkungan
ekstrem pemajanan panas yang lama sekunder foto terapi. (SDKI.
D.0148, 316)
3. Gangguan Integritas Kulit/ Jaringan (SDKI. D.0129, 282)
3. Intervensi Keperawatan
DX. TUJUAN INTERVENSI
KEP
D.0037 Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Cairan (SIKI. I.03098, 159)
diharapkan Keseimbangan Cairan Observasi :
Meningkat dengan kriteria Hasil : (SLKI. 1. Monitor status dehidrasi
L.05020, 41) 2. Monitor berat badan
1. Asupan cairan meningkat 3. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
2. Keluaran urine meningjat 4. Monitor status hemodinamik
3. Kelembaban membran mukosa Terapeutik
meningkat 1. Catat intake/output
4. Dehidrasi menurun 2. Berikan asupan cairan
5. Turgor kulit membaik 3. Berikan cairan intravena
6. Tekanan darah membaik Kolaborasi
7. Denyut nadi membaik 1. Kolaborasi pemberian diuretik
D.0148 Setalah dilakukan tindakan keperawatan Regulasi Temperatur (SIKI. I.14578, 388)
diharapkan Adaptasi Neonatus Membaik Observasi
dengan kriteria hasil : (SLKI. L.10098, 15) 1. Monitor suhu bayi sampai stabil (36.5-37.5℃)
5. Berat badan meningkat 2. Monitor warna dan suhu kulit
6. Kulit kuning menurun 3. Monitor dan catat tanda dan gejala hipertermia
7. Sklera kuning menurun 4. Terapeutik
8. Pengeluaras feses menurun 1. Bedong bayi segera setelah lahir untuk mencegah kehulangan
9. Aktivitas ekstermitas membaik panas
2. Masukka bayi BBLR ke dalam plastik segera setelah lahir
3. Gunakan topi bayi untuk mencegah kehilangan panas pada bayi
baru lahir
4. Tempatkan bayi baru lahir dibawah radient warmer
5. Pertahankan kelembaban inkubator 50% untuk mengurangi
kehilangan panas karena proses evaporasi
6. Hangatkan peralatan sebelum kontak dengan bayi
7. Hindari meletakkan bayi didekan jendela terbuka/ di area aliran
pendingin ruangan
Edukasi
1. Demonstasikan teknik perawatan metode kanguru (PMK) untuk
bayi baru lahir
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
Daftar Pustaka

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzane. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Suriadi, dan Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak.

Jakarta : Sagung Seto

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional

Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional

Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.

Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional

Indonesia.

Sacher, R. A., and McPherson, R. A., 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan

Laboratorium, 519, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai