HIPERBILIRUBINEMIA
Disusun Oleh:
AYU RAHMADHANI
14420202178
A. Defenisi
Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum
setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum
bilirubin. Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin
serum total yang lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai
dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain. Dikemukakan bahwa angka
kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi
kurang bulan (Purnamasari, Dewi Rahayu, dan Nugraheni 2020)
B. Etiologi
Adapun penyebab dan faktor terjadinya hiperbilirubin menurut
(Cholifah, Djauharoh, dan Machfudloh 2017) antara lain :
1. Produksi bilirubin yang berlebihan.
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada
emolisis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO,
golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan
tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia
dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase (Sindrom
Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar
yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat
ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.
Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain.
Faktor resiko terjadinya hiperbilirubin antara lain:
1. Faktor Maternal
a. Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
b. Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
c. Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik
d. ASI
2. Faktor Perinatal
a. Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
b. Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
3. Faktor Neonatus
a. Prematuritas
b. Faktor genetic
c. Polisitemia
d. Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
e. Rendahnya asupan ASI
f. Hipoglikemia
g. Hipoalbuminemia
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi menurut (Wulandari dan Erawati 2016) antara lain:
1. Ikterus terjadi 24 jam.
2. Peningkatan kosentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
3. Kosentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan
dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
4. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompabilitas darah, defisiensi
enzim G-6-PD (Glukosa 6 Phosphat Dehydrogenase)
5. Ikterus yang disertai keadaan berikut :
1) Berat lahir kurang dari 2000 gram
2) Masa gestasi kurang dari 36 minggu
3) Infeksi
4) Gangguan pernafasan
D. Patofisiologi
Menurut (Wulandari dan Erawati 2016), Peningkatan kadar Bilirubin
tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering ditemukan
adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20
mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata
tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah
melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir
Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Wulandari dan Erawati 2016), Pemeriksaan serumbilirubin
(bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada neonatus yang mengalami
ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong
risiko tinggi terserang hiperbilirubinemi berat. Namun pada bayi yang
mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan
menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serum
bilirubin.
‘Transcutaneous bilirubin (TcB)’ dapat digunakan untuk menentukan
kadar serum bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat
ini hanya valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 µmol/L), dan
tidak ‘reliable’ pada kasus ikterus yang sedang mendapat terapi sinar.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi
menentukan penyebab ikterus antara lain :
1. Golongan darah dan ‘Coombs test’.
2. Darah lengkap dan hapusan darah.
3. Hitung retikulosit, skrining G-6-PD.
4. Bilirubin direk.
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam
tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga
perlu diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar.
F. Komplikasi
Menurut (Wulandari dan Erawati 2016), komplikasi yang dapat terjadi
pada hiperbilirubinemia antara lain :
1. Bilirubin ansefalopati
2. Kernikterus, kerusakan neurologis: cerebral palsy, retardasi mental,
hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang
melengking
3. Asfiksia
4. Hipotermi
5. hipoglikemi
H. Pencegahan
Menurut (Wulandari dan Erawati 2016), hiperbilirubinemia dapat
dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
1. Pengawasan antenatal yang baik
2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa
kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin
7. Pencegahan infeksi
I. PATHWAY
hiperbilirubinemia
Dalam jaringan
ekstraseluler (kulit,
konjungtiva, mukosa,
dan alat tubuh lain
ikterus
A. Pengkajian
1. Mengkaji identitas klien
2. Riwayat keluarga dan kehamilan
3. Status bayi saat kelairan
4. Pemeriksaan fisik meliputi: keadaan umum, TTV, pemeriksaan head toe
toe
5. Pemeriksaan diagnostik
6. Penatalaksanaan medis/terapi
B. Diagnosis Keperawatan
1. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan Fototherapi ditandai dengan
dehidrasi
2. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototherapi ditandai
dengan kulit kemerahan
(Tim Pokja SDKI PPNI 2017)
C. Intervensi Keperawatan
1. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan Fototherapi ditandai dengan
dehidrasi
Manajemen Hipovolemia
a) Observasi
1) Periksa tanda dan gejala hopovolemia (mis. frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan
nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering,
volume urine menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
2) Monitor intakedan output cairan
b) Terapeutik
1) Hitung kebutuhan cairan
2) Berikan asupan cairan oral
c) Edukasi
1) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
d) Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
2. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototherapi ditandai
dengan kulit kemerahan
Perawatan Integritas Kulit
a) Obeservasi
1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurnan kelemahan, suhu
lingkungan ekstrim, penurunan mobilitas)
b) Terapeutik
1) Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
2) Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit
sensitif
3) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
c) Edukasi
1) Anjurkan menggunakan pelembab
2) Anjurkan minum air yang cukup
3) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
(Tim Pokja SIKI PPNI 2018)
DAFTAR PUSTAKA
Purnamasari, Ika, Candra Dewi Rahayu, dan Ikhda Nugraheni. 2020. “Pengaruh
Baby Massage Terhadap Penurunan Kadar Bilirubin.” Jurnal Keperawatan
Karya Bhakti 6:56–66.
Tim Pokja SDKI PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. 1 ed.
Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 1 ed.
Jakarta: DPP PPNI.