Anda di halaman 1dari 17

Laporan Pendahuluan

Dengan Kejang Demam

Disusun dalam rangka memenuhi


tugas stase Keperawatan Anak

Di susun oleh:

TRISKA YUSTIKA NOOR PERMADANI,


S.Kep 14420202062

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM
INDONESIA
2021
A. Konsep Penyakit Kejang Demam
1. Definisi Kejang Demam
Kejang demam adalah perubahan aktivitas motorik atau behavior
dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas listrik abnormal di otak
yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh >390C (Canpolat et al., 2018).
Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak
tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik
atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan
syaraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau parsial (Kaya et
al., 2021).
2. Etiologi Kejang Demam
Adapun etiologi dari penyakit kejang demam adalah sebagai
berikut (Canpolat et al., 2018):
a. Demam
Kenaikan suhu tubuh >390C akibat infeksi ataupun respon alergik
memiliki risiko 10 kali lebih besar untuk menderita bangkitan kejang
demam.
b. Usia
Kejang demam biasanya menyerang anak dibawah umur 5 tahun,
dengan insiden puncak yang terjadi pada anak usia antara 14 dan 18
bulan. Kejang demam jarang terjadi pada anak dibawah 6 bulan dan di
atas 5 tahun.
c. Genetic
Terjadi peningkatan risiko pada anak yang memiliki riwayat kejang
demam pada keluarga.
1) Bila kedua orangtua tidak memiliki riwayat kejang, presentase
kejang demam 9%
2) Bila salah satu orangtua memiliki riwayat kejang, presentase
kejang demam 20% - 22%
3) Bila kedua orangtua memiliki riwayat kejang, presentase kejang
demam 59% - 64%
d. Factor perinatal dan pascanatal, berupa malformasi otak kongenital dan
BBLR
3. Patofisiologi Kejang Demam
Infeksi yang terjadi pada jaringan diluar kranial seperti tonsillitis,
otitis media akut, maupun bronchitis menjadi penyebab menjadi penyebab
penyebaran bakteri yang bersidat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh
mikroorganisme dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui hematogen
maupun limfogen. Penyebaran toksik ke seluruh tubuh selanjutnya akan
direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu tubuh di
hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik.
Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhuh
tubuh di bagian yang lain seperti otot, dan kulit sehingga terjadi
peningkatan kontraksi otot. Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan
jaringan tubuh yang lain akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti
efineprin dan prostaglandin. Pengeluaran mediator kimia ini dapat
merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan
potensial inilah yang merangsang perpindahan ion natrium dan kalium
dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang
diduga dapat menaikkan fase deplorasi neuron dengan cepat sehingga
timbul kejang (Kaya et al., 2021).
Kejang yang berlangsung lama biasanya disertai apnea (henti
nafas) yang dapat mengakibatkan terjadinya hipoksia (berkurangnya kadar
oksigen jaringan) sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul
edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Apabila anak
sering kejang, akan semakin banyak sel otak yang rusak dan mempunyai
risiko penyebab keterlambatan perkembangan, retardasi mental,
kelumpuhan dan juga 2-10% dapat berkembang menjadi epilepsy
(Canpolat et al., 2018).
“ PATOFISIOLOGI KEJANG DEMAM ”

Penyebaran KEJANG DEMAM Aktivitas otot meningkat Metabolism meningkat


mikroorganisme ke seluruh
HIPERTERMIA
tubuh melalui hematogen & Kenaikan suhu >390C
(Manaj. Hipertermi & Kejang)
limfogen
Hipotalamus berespon, suhu
tubuh naik
Infeksi di ekstrakranial Gang. Sistemik di otot Kejang <15 menit Tidak menimbulkan gejala sisa

Pelepasan mediator kimia Suplai darah ke otak menurun


B. >15 menit
Kejang Permeabilitas kapiler naik
epinephrine & prostaglandin

Menstimulus neuron  RISK. PERFUSI Sel neuron otak rusak Edema otak
deplorasi neuron naik SEREBRAL TIDAK
EFEKTIF
Mutasi gen pintu kanal voltasi (Manaj. Peningkatan TIK)
ion Na+ Risk. Kejang berulang Keluarga kurang informasi mengenai progrnosis, medikasi
dan terapi perawatan
Menstimulus membrane sel
Usia <5 tahun
C. Proses homeostatis membrane PENURUNAN KOPING KELUARGA
sel terganggu Perasaan tertekan keluarga
(Dukungan Koping Keluarga)

Mutasi gen pintu kanal voltasi ion Na+ sub unit alpha dan beta Gerakan kejut yang kuat

D.
Genetik Kehilangan kesadaran
Tanpa riw. 9% , 1 riw. 20%-22%, Inkoordinasi otot RISIKO CEDERA
dengan riw. 59%-64% ex: bola mata naik keatas, ekstremitas (Pencegahan Cedera)
kaku, kepala terkulai, mulut lidah tidak
Kehilangan keseimbangan terkontrol, gigi terkatup
Kelainan neuro
Malformasi otak / BBLR
Membran ATP ASE tidak
seimbang
Difusi Na & K
SUMBER :
1. Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017)
2. Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018)
3. Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019)
5. Manifestasi Klinik Kejang Demam
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada pasien dengan kejang
demam adalah sebagai berikut (Nishiyama et al., 2021):
a. Demam tinggi >390C
b. Bola mata naik ke atas
c. Gigi terkatup
d. Tubuh, termasuk tangan dan kaki menjadi kaku, kepala terkulai
kebelakang, disusul gerakan kejut yang kuat
e. Gerakan mulut dan lidah yang tidak terkontrol
f. Lidah dapat seketika tergigit
g. Lidah berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan
h. Saat periode kejang, terjadi kehilangan kesadaran
6. Komplikasi Kejang Demam
Komplikasi yang dapat muncul dari penyakit kejang demam ini adalah
sebagai berikut (Nishiyama et al., 2021):
a. Gangguan tingkah laku
b. Penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat akademik
c. Epilepsy
d. Kematian
7. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan
penyakit kejang demam adalah sebagai berikut (Kaya et al., 2021):
a. Laboratorium darah
Pemeriksaan laboratorium darah berupa darah lengkap, kultur darah,
glukosa darah, elektrolit, magnesium, kalsium dan fosfor dilakukan untuk
mencari etiologic kejang demam.
b. Urinalisis
Urinalisis direkomendasikan untuk pasien-pasien yang tidak ditemukan
focus infeksinya
c. Fungsi lumbal
Fungsi lumbal direkomendasikan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis
d. Radiologi
Neuroimaging dipertimbangkan jika terdapat gejala klinis gangguan
neurologis
e. Elektroensefalografi (EEG)
Elektroensefalografi (EEG) direkomendasikan untuk menyingkirkan
kemungkinan epilepsi
8. Penatalaksanaan Kejang Demam
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien dengan penyakit
kejang demam adalah sebagai berikut (Nishiyama et al., 2021):
a. Farmakologi: Anti konvulsan
b. Non farmakologi: pertahankan jalan napas, lindungi anak dari trauma dan
cedera, longgarkan pakaian atau lepas pakaian yang tidak perlu
9. Prognosis Kejang Demam
Prognosis kejang demam umumnya baik karena kelainan berada di
ekstra kranial. Kemungkinan terjadinya epilepsi sedikit meningkat
dibandingkan populasi pada umumnya. Kemungkinan mengalami kecatatan
atau kelainan neurologis. Perkembangan mental dan neurologis umumnya
tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kemungkinan mengalami
kejang demam berulang dengan factor risiko riwayat kejang demam dalam
keluarga (Canpolat et al., 2018).
B. Konsep Aspek Legal Etik Keperawatan
Prinsip-prinsip pengambilan keputusan etik inilah yang menjadi dasar
pengambilan keputusan oleh Perawat. Adapun prinsip-prinsip etik yang selalu
melandasi keputusan setiap Perawat ialah sebagai berikut (Potter, 2017):
1. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu
berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri.
2. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang
lain.
3. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.
4. Tidak merugikan (Non Malefecience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cedera fisik dan
psikologis pada klien.
5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap
klien untuk keyakinan bahwa klien sangat mengerti.
6. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain.
7. Kerahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien yang
harus dijaga privasinya.
8. Akutabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seseorang
professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa
terkecuali.
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan terdiri dari pengumpulan informasi
tentang pasien, baik secara subjektif maupun secara objektif misalnya
pengukuran tanda vital (anak mengalami peningkatan suhu tubuh >390C),
wawancara (riwayat kesehatan anak, riwayat kesehatan keluarga, riwayat
tumbuh kembang, riwayat imunisasi), pemeriksaan fisik (kesadaran
menurun, tubuh teraba panas, lidah flaksit kebelakang, gigi terkaup,
gerakan abnormalitas pada bagian ekstremitas, bola mata naik keatas,
kepala terkulai kebelakang, pengkajian terhadap pengetahuan keluarga
tentang penyakit yang diderita anak, dan peninjauan pada rekam medik
pasien (Herdman, 2017).
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan terdiri dari penilaian klinis tentang respon
pasien terhadap gangguan kesehatan yang dialaminya. Diagnosis
keperawatan pada pasien yang mengalami kejang demam meliputi (PPNI,
2017):
b. Hipertermi
c. Risiko perfusi serebral tidak efektif
d. Risiko jatuh
e. Risiko cedera
f. Penurunan koping keluarga
3. Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi keperawatan berisi rencana keperawatan yang runut
yang dilengkapi dengan rasional (PPNI, 2018) dan kriteria hasil untuk
setiap diagnosa keperawatan (PPNI, 2019).
a. Hipertermia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
diharapkan hipertermia membaik dengan kriteria hasil:
- Suhu tubuh membaik
- Kejang menurun
Intervensi Rasional
MANAJEMEN HIPERTERMIA MANAJEMEN HIPERTERMIA
Observasi 1. Peningkatan suhu tubuh >37,50C
1. Monitor suhu tubuh menggambarkan kondisi status
Terapeutik kesehatan secara umum dan mampu
2. Berikan cairan oral menjadi indikator hipertermia
3. Berikan kompres hangat 2. Memungkinkan mendukung kebutuhan
Edukasi cairan tubuh sehingga menurunkan
4. Anjurkan tirah baring kemungkinan terjadinya dehidrasi
Kolaborasi 3. Pemberian kompres hangat akan
5. Kolaborasi pemberian intravena membantu melebarkan (vasodilatasi)
pembuluh darah sehingga dapat terjadi
MANAJEMEN KEJANG
evaporasi dan menurunkan panas tubuh
Observasi
4. Tirah baring dapat membantu dalam
1. Monitor terjadinya kejang berulang
manajemen energy
2. Monitor karakteristik kejang
5. Menggantikan kehilangan cairan tubuh
3. Monitor status neurologis
dengan cepat
4. Monitor tanda vital
Terapeutik MANAJEMEN KEJANG
5. Berikan alas empuk dibawah kepala 1. Kejang berulang akan berisiko
6. Dampingi selama periode kejang menyebabkan kematian
7. Catat durasi kejang 2. Karakteristik kejang dapat berupa
Edukasi aktivitas motoric dan progresi kejang
8. Anjurkan keluarga menghindari 3. Status neurologis dapat berupa
memasukkan apapun kedalam mulut reaktifitas pupil, GCS, tingkat orientasi
pasien saat periode kejang 4. Peningkatan suhu tubuh >37,50C
9. Anjurkan keluarga tidak menggunakan menggambarkan kondisi status
kekerasan untuk menahan gerakan pasien kesehatan secara umum dan mampu
Kolaborasi menjadi indikator hipertermia
10. Kolaborasi pemberian medikasi 5. Menghindari terjadinya benturan akibat
antikonvulsan kejang demam
6. Mengurangi kepanikan keluarga pasien
7. Mempermudah pemberian terapi
medikasi dan perawatan
8. Mengurangi risiko penyumbatan jalan
napas
9. Menghindari terjadinya cedera saat
periode kejang
10. Antikonvulsan (anti kejang) merupakan
obat yang digunakan dalam mencegah
dan/atau mengatasi kejang

b. Risiko perfusi serebral tidak efektif


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
diharapkan perfusi jaringan serebral meningkat dengan kriteria hasil:
- Tingkat kesadaran meningkat
- Kesadaran membaik
Intervensi Rasional
MANAJEMEN PENINGKATAN TIK 1. Peningkatan TIK dapat dilihat dari
Observasi tekanan darah meningkat, pola napas
1. Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK irregular, kesadaran menurun
Terapeutik 2. Kontrol lingkungan seperti mengatur
2. Minimalkan stimulus dengan menyediakan suhu ruangan, mengurangi kebisingan,
lingkungan yang tenang dan pencahayaan dapat mengurangi
3. Cegah terjadinya kejang stimulus
4. Pertahankan suhu tubuh normal 3. Pantau suhu tubuh dan pertahankan
Edukasi – dalam batas normal untuk mencegah
Kolaboras terjadinya kejang
i 4. Penuhi asupan cairan dan pertahankan
5. Pemberian antikonvulsan suhu tubuh dalam batas normal
khususnya pada pasien dengan riwayat
kejang demam
5. Antikonvulsan (anti kejang) merupakan
obat yang digunakan dalam mencegah
dan/atau mengatasi kejang
c. Risiko jatuh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
diharapkan risiko jatuh menurun dengan kriteria hasil:
- Jatuh dari tempat tidur menurun
- Jatuh saat berdiri menurun
- Jatuh saat duduk menurun
- Jatuh saat berjalan menurun
Intervensi Rasional
PENCEGAHAN JATUH 1. Factor risiko jatuh dapat berupa
Observasi penurunan tingkat kesadaran, deficit
1. Identifikasi factor risiko jatuh kognitif dan gangguan keseimbangan
2. Identifikasi factor lingkungan yang 2. Factor lingkungan yang dapat
meningkatkan risiko jatuh meningkatkan risiko jatuh yakni berupa
Terapeutik lantai licin, penerangan kurang, penyakit
3. Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda khusus seperti kejang demam
terkunci 3. Mencegah terjadinya jatuh saat periode
4. Pasang handrail tempat tidur kejang berlangsung
5. Atur tempat tidur mekanis pada posisi 4. Mencegah terjadinya jatuh saat periode
terendah kejang berlangsung
Edukasi 5. Mencegah cedera parah saat periode
6. Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil kejang berlangsung
untuk memanggil perawat 6. Meminimalkan kemungkinan terburuk
Kolaborasi -

d. Risiko cedera
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
diharapkan risiko cedera menurun dengan kriteria hasil:
- Kejadian cedera menurun
- Luka lecet menurun
- Ketegangan otot menurun
Intervensi Rasional
PENCEGAHAN CEDERA 1. Lingkungan yang aman akan
Observasi meminimalkan terjadinya cedera
1. Identifikasi area lingkungan yang 2. Pencahayaan memadai akan
menyebabkan cedera meminimalkan terjadinya cedera
Terapeutik 3. Penggunaan lampu tidur akan
2. Sediakan pencahayaan yang memadai meminimalkan terjadinya cedera
3. Gunakan lampu tidur selama jam tidur 4. Observasi dan pengawasan pada pasien
4. Tingkatkan frekuensi observasi dan kejang perlu lebih intensif dikarenakan
pengawasan kejang demam sering terjadi secara
Edukasi mendadak
5. Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh 5. Intervensi pencegahan jatuh dilakukan
ke keluarga pasien untuk meminimalkan terjadinya risiko
Kolaborasi - cedera

e. Penurunan koping keluarga


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
diharapkan koping keluarga membaik dengan kriteria hasil:
- Keterpaparan informasi meningkat
- Kekhawatiran tentang anggota keluarga menurun
- Peraasaan tertekan menurun
Intervensi Rasional
DUKUNGAN KOPING KELUARGA 1. Prognosis penyakit dapat mempengaruhi
Observasi psikologis keluarga
1. Identifikasi beban prognosis secara 2. Membantu mengurangi perasaan cemas
psikologis terhadap masalah kesehatan anak
Terapeutik 3. Membantu meningkatkan koping
2. Dengarkan masalah, perasaan dan keluarga dengan berdiskusi mengenai
pertanyaan keluarga rencana medis dan perawatan
3. Diskusikan rencana medis dan perawatan 4. Pengungkapan perasaan akan
4. Fasilitasi pengungkapan perasaan keluarga menurunkan stress psikologis keluarga
Edukasi 5. Informasi kemajuan pasien secara
5. Informasikan kemajuan pasien secara berkala membantu keluarga
berkala meningkatkan koping
6. Informasikan fasilitas perawatan kesehatan 6. Informasi mengenai fasilitas perawatan
yang tersedia kesehatan akan mengurangi
Kolaborasi - kekhawatiran keluarga

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan yang dilakukan
berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) keperawatan (Herdman,
2017).
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah peninjauan/penilaian kembali terhadap
keberhasilan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan (Herdman,
2017).
“ MIND MAPPING & PATHWAY KEJANG DEMAM ”

Penyebaran KEJANG DEMAM Aktivitas otot meningkat Metabolism meningkat


mikroorganisme ke seluruh
HIPERTERMIA
tubuh melalui hematogen & Kenaikan suhu >390C
(Manaj. Hipertermi & Kejang)
limfogen
Hipotalamus berespon, suhu
tubuh naik
Kejang <15 menit Tidak menimbulkan gejala sisa
Infeksi di ekstrakranial Gang. Sistemik di otot
Pelepasan mediator kimia Kejang >15 menit Suplai darah ke otak menurun Permeabilitas kapiler naik
epinephrine & prostaglandin

Menstimulus neuron  RISK. PERFUSI SEREBRAL TIDAK EFEKTIF


Sel neuron otak rusak Edema otak
deplorasi neuron naik (Manaj. Peningkatan TIK)

Mutasi gen pintu kanal voltasi


ion Na+ Risk. Kejang berulang Keluarga kurang informasi mengenai progrnosis, medikasi
dan terapi perawatan
Menstimulus membrane sel
Usia <5 tahun
Proses homeostatis membrane PENURUNAN KOPING KELUARGA
sel terganggu Perasaan tertekan keluarga
(Dukungan Koping Keluarga)

Mutasi gen pintu kanal voltasi ion Na+ sub unit alpha dan beta Gerakan kejut yang kuat

Genetik Kehilangan kesadaran Inkoordinasi otot


Tanpa riw. 9% , 1 riw. 20%-22%, RISIKO CEDERA
dengan riw. 59%-64% ex: bola mata naik keatas, ekstremitas (Pencegahan Cedera)
kaku, kepala terkulai, mulut lidah tidak
Kehilangan keseimbangan terkontrol, gigi terkatup
Kelainan neuro
Malformasi otak / BBLR
Membran ATP ASE tidak
seimbang
Difusi Na & K
SUMBER :
4. Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017)
5. Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018)
6. Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019)
DAFTAR PUSTAKA

Canpolat, M., Per, H., Gumus, H., Elmali, F., & Kumandas, S. (2018).
Investigating the prevalence of febrile convulsion in Kayseri, Turkey: An
assessment of the risk factors for recurrence of febrile convulsion and for
development of epilepsy. Seizure, 55, 36–47.
https://doi.org/10.1016/j.seizure.2018.01.007
Herdman, T. H. (2017). NANDA International Inc. Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification (10th ed.; B. A. Keliat, ed.). Jakarta: EGC.
Kaya, M. A., Erin, N., Bozkurt, O., Erkek, N., Duman, O., & Haspolat, S. (2021).
Changes of HMGB-1 and sTLR4 levels in cerebrospinal fluid of patients
with febrile seizures. Epilepsy Research, 169, 1–5.
https://doi.org/10.1016/j.eplepsyres.2020.106516
Nishiyama, M., Ishida, Y., Tomioka, S., Hongo, H., Toyoshima, D., &
Maruyama, A. (2021). Prediction of AESD and neurological sequelae in
febrile status epilepticus. Brain and Development.
https://doi.org/10.1016/j.braindev.2021.01.004
Potter, P. and P. A. (2017). Fundamental of Nursing (9th ed.). Singapore:
Elsevier.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai