Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBINEMIA

Nama :Enjelin Kurnia Fortuna

NIM : P05120221018

Dosen Pembimbing

Ns. Mercy Nafratilova, S. Kep,. M. Kep,.Sp.Kep.An

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIPLOMA TIGA

TAHUN AKADEMIK 2023/2024


A. KONSEP PENYAKIT

1. Pengertian
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana menguningnya sklera, kulit atau
jaringan lain akibat perlekatan bilirubuin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah
lebih dari 5mg/ml dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari liper,
sistem biliary, atau sistem hematologi (Atikah & Jaya, 2018)
Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi baru lahir. Pasien
dengan hiperbilirubinemia neonatal diberi perawatan dengan fototerapi dan
transfusi tukar (Kristianti,dkk, 2020)

2. Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang
sering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkopatibilitas golongan darah
ABO atau defisiensi enzim G6PDHemolisis ini dapat pula timbul karna adanya perdarahan
tertutup (hematoma cepal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompatibilitas golongan darah
Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia; keadaaan
ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Faktor lain yaitu hipoksia atau
asfiksia, dehidrasi dan asiosis, hipoglikemia, dan polisitemia (Atikah & Jaya, 2019)

3. Manifestasi Klinik
a. Sistem Eliminasi
Pada bayi normal, feses akan berwarna kuning kehijauan, sementara pada bayi dengan
hiperbilirubin biasanya akan berwarna pucat. Hai ini disebabkan oleh bilirubin tak larut
dalam lemak akibat dari kerja hepar yang mengalami gangguan.

b. Sistem Pencernaan
Bayi dengan hiperbilirubinemia mengalami gangguan pada nutrisi, karena biasanya bayi
akan lebih malas dan tampak letargi, dan juga reflek sucking yang kurang, sehingga nutrisi
yang akan dicerna hanya sedikit. Dengan nutrisi yang kurang, bayi bisa berisiko infeksi
karna daya tahan tubuh yang lemah

c. Sistem Integumen
Pada bayi normalkulit bayi akan tambah merah muda, akan tetapi pada bayi yang
mengaami hiperbilirubin, kulit bayi akan tampak berwarna kekuningan. Ini disebabkan
karna fungsi hepar yang belum sempurna, defisiensi protein "Y", dan juga tidak terdapat
bakteri pemecah bilirubin dalam usus akibat dari imaturitas usus, sehingga bilirubin
indirek terus bersirkulasi keseluruh tubuh

d. Sistem Kerja Hepar (ekskresi hepar)


Pada bayi yang mengalami hiperbilirubin biasanya disebabkan oleh sistem kerja hepar
yang imatur, akibat nya hepar mengalami gangguan dalam pemecahan bilirubin, sehingga
bilirubin tetap bersirkulasi dengan pembuluh darah untuk menyebar keseluruh tubuh.

e. Sistem Persyarafan
Bilirubin indirek yang berlebihan serta kurangnya penanganan akan terus menyebar
hingga ke jaringan otak dan syaraf, hal ini sangat membahayakan bagi bayi, dan akan
menyebabkan kern ikterus, dengan tanda dan gejala yaitu kejang-kejang, penurunan
kesadaran, hingga bisa menyebabkan kematian. (Widagdo, 2012 dalam, Ihsan2017)
4. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Penyakit
American Academic of Pediatric (AAP) mengelompokkan faktor resiko menjadi 3
kelompok:
a. Resiko Mayor
 Kadar TSB/TCB pada zona resiko tinggi Icterus pada 24 jam pertama
 Usia kehamilan 35-36 minggu
 Saudara sebelumnya mendapat terapi sama
 Sefalhematom/memar hebat
 ASI ekslusifterutama bila perawatan tak baik dan terjadi penurunan berat
badan
 Ras Asia Timur
b. Resiko Minor
 Bayi laki-laki
 Usia ibu >/ 25 thn
 Bayi macrosomia dari ibu DM
 Saudara sekandung sebelumnya icterus
 Usia kehamilan 37-38 minggu
 Kadar TSB/TCB pada "area high intermediate risk"
c. Faktor resiko yang rendah
 Kadar TSB/TCB pada tingkat arca zona low risk
 Kehamilan > 41 minggu
 PASI/formula
 Ras kulit hitam
 Pulang dari RS setelah usia 3 hari(Waluyo, 2015)

5. Komplikasi
a. Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius).
b. Kernicterus; kerusakan neurologis; cerebral palsy, retardasi mental, hyperaktif,bicara
lambat, tidak ada koordinasi ototdan tangisan yang melengking
c. Gangguan pendengaran dan penglihatan
d. Asfiksia
e. Hipotermi
f. Hipoglikemi
g. Kematian
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBIN
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana menguningnya sklera, kulit
atau jaringan lain akibat perlekatan bilirubuin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin
dalam darah lebih dari 5mg/ml dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya
gangguan fungsional dari liper, sistem biliary, atau sistem hematologi ( Atikah &
Jaya, 2016 )
Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi baru lahir.
Pasien dengan hiperbilirubinemia neonatal diberi perawatan dengan fototerapi dan
transfusi tukar (Kristianti ,dkk, 2015).
2. Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan.
Penyebab yang sering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat
inkopatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini
dapat pula timbul karna adanya perdarahan tertutup (hematoma cepal, perdarahan
subaponeurotik) atau inkompatibilitas golongan darah Rh. Infeksi juga memegang
peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia; keadaaan ini terutama terjadi
pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Faktor lain yaitu hipoksia atau asfiksia,
dehidrasi dan asiosis, hipoglikemia, dan polisitemia (Atikah & Jaya, 2016)
3. Manifestasi Klinik
a. Sistem Eliminasi
Pada bayi normal, feses akan berwarna kuning kehijauan, sementara pada bayi
dengan hiperbilirubin biasanya akan berwarna pucat. Hai ini disebabkan oleh
bilirubin tak larut dalam lemak akibat dari kerja hepar yang

6. Patofisiologi dan Pathway


Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk akhir dari
katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Karena sifat hidrofobiknya,
bilirubin tak terkonjugasi diangkut dalam plasma, terikat erat pada albumin. Ketika mencapai
hati, bilirubin diangkut ke dalam hepatosit, terikat dengan ligandin. Setelah diekskresikan ke
dalam usus melalui empedu, bilirubin direduksi menjadi tetrapirol tak berwarna oleh mikroba
di usus besar. Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat diserap kembali ke dalam sirkulasi,
sehingga meningkatkan bilirubin plasma total (Mathindas,dkk, 2019). Bilirubin mengalami
peningkatan pada beberapa keadaan. Kondisi yang sering ditemukan ialah meningkatnya
beban berlebih pada sel hepar, yang mana sering ditemukan bahwa sel hepar tersebut belum
berfungsi sempurna. Hal ini dapat ditemukan apabila terdapat peningkatan penghancuran
eritrosit, polisitemia, pendeknya umur eritrosit pada janin atau bayi, meningkatnya bilirubin
dari sumber lain, dan atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik (Atikah & Jaya,
2016). Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak.
Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan cara berikatan dengan
albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi) kemudian diekskresikan melalui traktus
gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang belum sempurna, karna belum terdapat bakteri
pemecah, sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang
kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi (Atikah &
Jaya, 2018)
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan bilirubin serum Bilirubin pada bayi cukup bulan mencapai puncak kira-
kira 6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Jika nilainya diatas 10 mg/dl yang berarti
tidak fisiologis, sedangkan bilirubin pada bayi prematur mencapai puncaknya 10-12
mg/dl, antara 5 dan 7 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl yaitu
tidak fisiologis. Ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan bilirubin indirek munculnya
ikterus 2 sampai 3 hari dan hilang pada hari ke 4 dan ke 5 dengan kadar bilirubin yang
mencapai puncak 10-12 mg/dl, sedangkan pada bayi dengan prematur bilirubin indirek
munculnya sampai 3 sampai 4 hari dan hilang 7 sampai 9 hari dengan kadar bilirubin
yang mencapai puncak 15 mg/dl/hari. Pada ikterus patologis meningkatnya bilirubin
lebih dari 5 mg/dl perhari.
b. Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
c. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dan atresia
biliary. (Ihsan,2017)

8. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara terapeutik:
a. Fototerapi
Dilakukan apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg% dan berfungsi untuk
menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urin dengan oksidasi foto pada
bilirubin dari biliverdin. Langkah-langkah pelaksanaan fototerapi yaitu :
• Membuka pakaian neonatus agar seluruh bagian tubuh neonatus kena sinar.
• Menutup kedua mata dan gonat dengan penutup yang memantulkan cahaya.
Jarak neonatus dengan lampu kurang lebih 40 cm
• Mengubah posisi neonatus setiap 6 jam sekali.
• Mengukur suhu setiap 6 jam sekali.
• Kemudian memeriksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya sekali
dalam 24 jam.
• Melakukan pemeriksaan HB secara berkala terutama pada penderita yang mengalami
hemolisis.
b. Fenoforbital
Dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan
sintesis hepatis glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan bilirubin konjugasi
dan clearance hepatik pada pigmen dalam empedu, sintesis protein dimana dapat
meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin. Fenobarbital tidak begitu sering
dianjurkan.
c. Transfusi Tukar
Apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi atau kadar bilirubin indirek
lebih dari 20 mg%. Langkah penatalaksanaan saat transfusi tukar adalah sebagai berikut:
 Sebaiknya neonatus dipuasakan 3-4 jam sebelum transfusi tukar
 Siapkan neonatus dikamar khusus.
 Pasang lampu pemanas dan arahkan kepada neonatus.
 Tidurkan neonatus dalam keadaan terlentang dan buka pakaian ada daerah perut.
 Lakukan transfusi tukar sesuai dengan protap.
 Lakukan observasi keadaan umum neonatus, catat jumlah darah yang keluar dan
masuk.
 Lakukan pengawasan adanya perdarahan pada tali pusat. Periksa kadar Hb dan
bilirubin setiap 12 jam.
(Suriadi dan Yulianni 2006 dalam Ihsan, 2017)

2. Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara alami


a. Bilirubin Indirek
Penatalaksanaanya dengan metode penjemuran dengan sinar ultraviolet ringan yaitu dari
jam 7.00 - 9.00 pagiKarena bilirubin fisioplogis jenis ini tidak larut dalam air.
b. Bilirubin Direk Penatalaksanaannya yaitu dengan pemberian intake ASI yang adekuat.
Hal ini disarankan karna bilirubin direk dapat larut dalam air, dan akan dikeluarkan
melalui sistem pencernaan(Atikah & Jaya, 2016; Widagdo. 2012, dalam Ihsan, 2017)

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia menurut Widagdo,
2017 meliputi:
1) Pemeriksaan Umum
a) Keadaan umum
Tingkat keparahan penyakit, kesadaran,statusnutrisi,postur/aktivitas anak, dan
temuan fisis sekilas yang prominen dari organ/sistem, seperti ikterus, sianosis,
anemi, dispneu, dehidrasi. dan lain-lain.
b) Tanda vital
Suhu tubuh, laju nadi, tekanan darah, dan laju nafas.
c) Data antropometri
Berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, tebal lapisan lemak bawah kulit, serta
lingkar lengan atas.

2) Pemeriksaan Organ
a) Kulit
Warna, ruam kulit, lesi, petekie, pigmentasi, hiper/hipohidrolisis, dan angiektasis.
b) Kepala
Bentuk, ubun-ubun besar, sutura, keadaan rambut, dan bentuk wajah apakah
simestris kanan atau kiri.
c) Mata
Ketajaman dan lapangan penglihatan, hipertelorisme, supersilia,silia, esksoptalmus,
strabismus, nitagmus, miosis, midriasis,konjungtiva palpebra, sclera kuning, reflek
cahaya direk/indirek,dan pemeriksaan retina dengan funduskopi
d) Hidung
Bentuk, nafas cuping hidung, sianosis, dan sekresi.
e) Mulut dan tenggorokan
Warna mukosa pipi/lidah, ulkus, lidah kotor berpeta, tonsil membesar dan
hyperemia, pembengkakan dan perdarahan pada gingival, trismus, pertumbuhan/
jumlah/ morfologi/ kerapatan gigi.
f)Telinga
Posisi telinga, sekresi, tanda otitis media, dan nyeri tekan.
g) Leher
Tiroid, kelenjar getah bening, skrofuloderma, retraksimurmurbendungan vena,
refluks hepatojugular, dan kaku kuduk.
h) Thorax
Bentuk,simetrisisitas,pembengkakan,dan nyeri tekan
i)Jantung
Tonjolan prekordial,pulsasi,iktus,kordis,batas jantung/kardiomegali. Getaran, bunyi
jantung, murmur, irama gallop, bising gesek perikard (pericard friction rub)
j) Paru-paru
Simetrsitas static dan dinamik, pekak, hipersonor, fremitus, batas paru-hati, suara
nafas, dan bising gesek pleura (pleural friction rub)
k) Abdomen
Bentuk, kolteral, dan arah alirannya, smiling umbilicus, distensi,caput medusa,
gerakan peristaltic, rigiditas,nyeri tekan, masa abdomen, pembesaran hati dan limpa,
bising/suara peristaltik usus,dan tanda-tanda asites.
1) Anogenetalia
Atresia anus,eritema,ulkus,papula,edema skrotum.
m) Ekstremitas
Tonus/trofi otot, jari tabuh, sianosis, bengkak dan nyeri otot/tulang/sendi, edema
pretibial, akral dingin, capillary revill time, cacat bawaan

b. Pemeriksaan Penunjang (Diagnostik/ Laboratorium)


1) Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, kadar bilirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/dL, antara 2
dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mmg/dL maka dikatakan
hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis. Pada bayi dengan kurang bulan,
kadar bilirubin mencapai vesikel,puncaknya pada nilai 10 12 mg/dL, antara lima dan
tujuh hari. kehidupan. Apabila nilainya diatas 14 mg/dL maka dikatakan
hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis).
2) Ultrasonograf (USG)
Pemeriksaan USG digunakan untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3) Radioscope Scan Pemeriksaan radioscope scan dapat digunakan untuk membantu

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa Keperawatan pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia yaitu :
a. Ikterik neonates berhubungan dengan usia kurang dari 7 hari (D.0024)
b.Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan efek samping terapi radiasi
(D.0129)
c. Hipertermi berhubungan dengan terpapar lingkungan panas (D.0130)
d. Risiko hypovolemia berhubungan dengan efek agen farmakologis (D.0034)
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang
diharapkan (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017). Tujuan kriteria hasil dan intervensi yang
tertuang dalam Tim Pokja SLKI (2019) & Tim Pokja SIKI PPNI (2018)adalah sebagai
berikut:
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan (SIKI)
Keperawatan (SLKI)
(SDKI)
1. Ikterik neonatus Setelah dilakukan Fototrapi Neonatus
berhubungan intervensi keperawatan Observasi:
dengan usia selama 1x24 jam maka a. Monitor ikterik pada
kurang dari 7 hari integritas kulit jaringan sklera dan kulit bayi
(D.0024) meningkat dengan kriteria b. Identifikasi kebutuhan
hasil : cairan sesui dengan usia
a. kerusakan jaringan gestasi dan berat badan
menurun c. Monitor suhu dan tanda
b. kerusakan lapisan kulit vital setiap 4 jam sekali
menurun d. Monitor efek samping
c. suhu kulit membaik fototerapi
Terapeutik :
a. Siapkan lampu dan
fototrapi dan inkubator
atau korak bayi
b. Lepaskan pakaian bayi
kecuali popok
c. Berikan penutup mata
pada bayi
d. Ukur jarak antara lampu
dan permukaan kulit bayi
e. Biarkan tubuh bayi
teerpapar sinar fototrapi
secara berkelanjutan
f. Ganti segera alas dan
popok bayi jika
BAB/BAK
g. Gunakan linen berwarna
putih agar memantulkan
cahaya sebanyak mungkin
Edukasi :
a. Anjurkan ibu menyusui
sekiar 20-30 menit
b. Kolaborasi pemeriksaan
darah vena bilirubin direk
dan indirek

2. Gangguan Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit


integritas intervensi keperawatan Observasi:
kulit/jarngan selama 1x24 jam maka a. Identifikasi penyebab
berhubungan integritas kulit jaringan gangguan integritas kulit
dengan efek meningkat dengan kriteria Terapeutik:
samping terapi hasil : a. Ubah posisi tiap 2 jam
radiasi(D.0129) a. Kerusakan jika tirah baring
jaringan menurun b. Bersihkan parineal
b. Kerusakan lapisan dengan air hangat
kulit menurun c. Gunakan produk berbahan
c. Suhu kulit petrolium / minyak pada
membaik kulit kering
Edukasi :
a. Anjurkan menggunakan
pelembab
b. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
c. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ektrim

3. Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen hipetermi:


berhubungan intervensi keperawatan Observasi :
dengan terpapar selama 1x24 jam maka a. Monitor suhu tubuh
lingkungan panas termoregulasi membaik b. Identifikasi penyebab
dengan kriteria hasil : hipotermia
a. Mengigil menurun c. Monitor komplikasi
b. Pucat cukup akibat hipertermia
menurun Terapeutik :
c. Suhu tubuh a. Longgarkan atau lepaskan
membaik pakaian
d. Suhu kulit b. Berikan cairan oral
membaik c. Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami hiperhidrosis
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
cairan dan elekrolit
intravena
4. Risiko Setelah dilakukan Pemantauan cairan
hypovolemia intervensi keperawatan Observasi:
berhubungan selama 1x24 jam maka a. Monitor berat badan
dengan efek agen termoregulasi membaik b. Monitor waktu pengisian
farmakologis dengan kriteria hasil : kapiler
(D.0034) a. Membrane c. Monitor elastisitas atau
mukosa lembab turgor kulit
cukup meningka d. Monitor jumlah, warna,
b. Intake cairan dan berat jenis urine
cukup membaik e. Monitor kadar albumin
c. Suhu tubuh cukup dan protein total
membaik f. Monitor intake dan output
cairan
Terapeutik :
a. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan

4. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk
mengimplementasikan intervensi keperawatan. Implementasi keperawatan merupakan
langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan strategi
keperawatan yang telah disusun dalam intervensi keperawatan (Tim Pokja SDKI PPNI,
2017). Tindakan keperawatan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tindakan mandiri
dan tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah aktivitas perawat yang didasarkan pada
keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan
lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama,
seperti dokter dan petugas kesehatan lain (Tarwoto & Wartonah, 2018).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat menentukan
keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya adalah membandingkan
status keadaan kesehatan klien dengan tujuan atau kriteria hasil yang telah ditetapkan.
Evaluasi perkembangan kesehatan klien dapat dilihat dari hasil tindakan keperawatan,
tujuannya adalah mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai dan
memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan (Tarwoto &
Wartonah2018)

Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP yang operasional. SOAP adalah catatan yang
bersifat sederhana, jelas, logis, dan tertulis dengan pengertian sebagai berikut:

S: ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh ibu dan keluarga
setelah diberikan implementasi keperawatan.
O: data dari hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung pada pasien dan yang
dirasakan pasien setelah tindakan keperawatan.
A: interpretasi makna data subjektif dan objektif untuk menilai sejauh mana tujuan yang
telah ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai
P: rencana tindakan berdasarkan analisisJika tujuan telah dicapai, maka perawat akan
menghentikan rencana dan apabila belum tercapaiperawat akan melakukan modifikasi
rencana untuk melanjutkan rencana keperawatan pasien (Dinarti, Aryani, Nurhaeni,
Chairani, & Utiany., 2015)

Evaluasi pada pasien hiperbilirubin (SLKI2018):


a. Kerusakan jaringan menurun
b. Kerusakan lapisan kulit menurun
c. Suhu kulit membaik
d. Menggigil menurun
e. Pucat cukup menurun
f. Suhu tubuh membaik
g. Suhu kulit membaik
h. Membrane mukosa lembap cukup meningkat iIntake cairan cukup membaik
j. Suhu tubuh cukup membaik
DAFTAR PUSTAKA

Maternity, D, AnjaniAD, dan Evrianasari, N. (2018) Asuhan Neonatus

Atika, Vidia dan Pongki Jaya. 2016. Asuhan kebidanan pada Neonatus, Bayi, Balita

dan Anak Pra Sekolah. Jakarta: Trans Info Media Al-Ma'ruf, Ali Imron. 2017. Metode
Penelitian Sastra dan Pembelajarannya. Hand Out Kuliah 2015/2016. Surakarta: FKIP -
UMS.

Dewi, A.K.S.Kardana, I.M., Suarta, K.2016. Efektivitas Fototerapi Terhadap Penurunan


Kadar Bilirubin Total pada Hiperbilirubinemia Neonatal di RSUP Sanglah.Jurnal Sari
Pediatri. Vol. 18, No. 2 Herawati, Y., Indriati, M., 2017, Pengaruh Pemberian ASI Awal
Terhadap Kejadian

Ikterus Pada Bayi Baru Lahir 0-7 Hari, Midwife Journal, 3, 67-72

Khusna, Nailal. 2016Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Tema Kegemaran pada Siswa
Kelas III SD 06 Bulungcangkring dengan Model Pembelajaran

Problem Based LearningSkripsiKudus: Universitas Muria Kudus. M. Sholeh kosim, 2020.


Buku Ajar Neonatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.

Manggiasih & Jaya. (2019). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Neonatus, Bayi,

Balita, Dan Anak Pra Sekolah. Jakarta: Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai