Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang baru mengalami proses

kelahiran, berusia 0-28 hari. BBL memerlukan penyesuain fisiologis berupa

maturasi, adaptasi (menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterin ke

kehidupan ekstrauterin) dan toleransi bagi BBL untuk dapat hidup dengan

baik (Marmi dan Rahardjo, 2015:1).

Ikterus adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan

kuning pada kulit, sklera, akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang

berlebihan. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila

kadar bilirubin darah 5 – 7 mg/dl. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah

ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya

kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak

dikendalikan ( Manggiasih dan Jaya, 2016 : 34).

Sebagai akibat transisi dari fisiologi intrauterin ke ekstrauterin, semua

neonatus mengalami peningkatan sementara bilirubin serum pada minggu

ke-1 kehidupan, dan sekitar 50% bayi aterm menjadi tampak ikterik.

Menurut definisi, ikterus adalah perubahan warna kulit dan sklera menjadi

kuning akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (hiperbilirubinemia).

Pada neonatus, ikterus dapat bersifat fisiologis maupun patologis. Ikterus

fisiologis tampak kira-kira 48 jam setelah kelahiran, dan biasanya menetap

dalam 10-12 hari (Myles, 2009).

1
2

Ikterus fisiologis yang tampak setelah 2-3 hari bayi baru lahir. Ikterus

ini memiliki sejumlah penyebab patologis, meliputi peningkatan hemolisis,

gangguan metabolik dan endokrin, serta infeksi. Ikterus patologis adalah

ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama bayi baru lahir. Peran bidan adalah

mendeteksi dan membedakan antara ikterus fisiologis dan patologis

berdasarkan waktunya, penampilan klinis dan perilaku neonatus, serta

menentukan penatalaksanaan yang tepat (Myles, 2009).

Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah

sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah

Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun

2018, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk

kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin diatas 12

mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan

sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5

mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan

dilakukan pada hari 0, 3 dan 5.

Data pasien rawat inap dengan icterus di Ruang Panji RSUD Gambiran

Kota Kediri selama periode Januari – Mei 2021 sebanyak 17 (16.04.85%)

dari total 106 kelahiran. Icterus menduduki posisi ketiga urutan teratas angka

kesakitan bayi di Ruang Panji RSUD Gambiran.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik menyusun

makalah asuhan kebidanan dengan judul “Asuhan Keperawatan

Kegawatdaruratan Pada By Ny I dengan Icterus di Ruang Panji”.

2
3

1.2. TUJUAN
1.2.1. Tujuan Umum
Dapat memahami apa yang dimaksud dengan icterus dan asuhan
keperawatan pada neonatus dengan icterus.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian icterus
b. Mengetahui etiologi/penyebab bayi icterus
c. Mengetahui patofisiologi bayi icterus
d. Dapat melakukan pengkajian dan pengumpulan data pada bayi icterus
e. Dapat mengidentifikasi dan merumuskan diagnosa keperawatan bayi
dengan icterus berdasarkan prioritas masalah
f. Dapat menentukan intervensi, melakukan tindakan dan evaluasi pada
bayi dengan icterus
g. Mengetahui kesenjangan antara konsep dasar teori dengan penerapan
nyata di lapangan.

3
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN PUSTAKA PENYAKIT


2.1.1 PENGERTIAN
Ikterus adalah kuning dikulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi

karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Produksi bilirubin

sebagian besar berasal dari pemecahan sel darah merah yang menua

(80%). ( Maryunani A, 2014 : 98).

Ikterus merupakan keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh

pewarnaan kuning pada kulit, sklera, akibat akumulasi bilirubin tak

terkonjugasi yang berlebihan. Ikterus secara klinis akan mulai tampak

pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5 – 7 mg/dl. Sedangkan

hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang

menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubinbila

kadar bilirubin tidak dikendalikan ( Manggiasih dan Jaya, 2016 : 34).

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah.

Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama

kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada

60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Ikterus pada sebagian

penderita dapat berbentuk fisiologi dan sebagian lagi mungkin bersifat

patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau

menyebabkan kematian. Karenanya setiap bayi dengan ikterus harus

mendapatkan perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam

pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat lebih dari 5

mg/dl dalam 24 jam. (Krishnan Elanggo,dkk, 2016 : 64)

4
5

2.1.2 ETIOLOGI
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan

oleh beberapa faktor. Secara garis besar ekologi ikterus neonatorum dapat dibagi:

2.1 Produksi yang berlebihan.

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis

yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain,

defisiensi enzim 6-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

2.2 Ganggguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar.

Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat

asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase.

Penyebab lain yaitu defisiensi protein, protein Y dalam hepar yang berperan penting

dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.

2.3 Gangguan transportasi.

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan

bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi obat misalnya salisilat, sulfafurazole.

Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang

bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

2.4 Gangguan dalam ekskresi.

Gangguan dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di

luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar

biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

2.5 Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI

Diperkirakan 1 dari setiap 200 bayi aterm, yang menyusu, memperlihatkan

peningkatan bilirubin tak terkonjungsi yang cukup berarti antara hari 4-7 kehidupan,

mencapai konsentrasi maksimal sebesar 10-27 mg/dl, selama miggu ke-3. Jika

mereka terus disusui, hiperbilirubinemia secara berangsur-angsur menurun dan

kemudian akan menetap selama 3-10 minggu dengan kadar yang lebih rendah. Jila

5
6

mereka berhenti menyusu, kadar bilirubin serum akan menurun dengan cepat,

biasanya kadar normal dicapai beberapa hari.

Penghentian menyusu selama 2-4 hari, bilirubin serum akan menurun dengan

cepat, setelah itu mereka dapat menyusu kembali, tanpa disertai timbulnya kembali

hiperbilirubinemia dengan kadar tinggi, seperti sebelumnya. Bayi tidak

memperlihatkan tanda kesakitan lai dan kern ikterus tidak pernah dilaporkan. Susu

yang berasal dari beberapa diol dan asam lemak rantai panjang, 2-pregnan-3, ibu

mengandung 5 tak teresterifikasi, yang secara kompetitif menghambat aktifitas

konjugasi glukoronil transferase, pada kira-kira 70% bayi yang disusuinya. Pada ibu

lainnya, susu yang mereka hasilkan mengandung lipase yang mungkin bertanggung

jawab atas terjadinya ikterus. Sindrom ini harus dibedakan dan hubungan yang sering

diakui, tetapi kurang didokumentasikan, antara hiperbilirubinemia tak terkonjugasi,

yang diperberat dalam minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu.

Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sianar matahari. Bayi

baru lahir tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl. Salah

satu cara pemeriksaan derajad kuning pada BBL secara klinis, sederhana dan mudah,

yaitu jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti

tulang hidung, dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat dan

kuning. Derajat kuning ditentukan lewat derajat kramer yaitu apabila kuning terlihat

di daerah daerah yaitu :

6
7

Daerah Gambar Luas icterus Kadar bilirubin


1 Kepala dan leher 5
2 Daerah 1 (+) 9
Badan bagian atas
3 Badan 1,2 (+) 11
Badan bagian
bawah dan
tungkai
4 Daerah 1,2,3 (+) 12
Lengan dan kaki
dibawah dengkul
5 Daerah 1,2,3,4 (+) >12,5
Tangan dan kaki
Tabel 1 Rumus Kramer

2.1.3 KLASIFIKASI
2.1.3.1 Ikterus Neonatorum yaitu disklorisasi pada kulit atau organ lain karena
pemupukan bilirubin.
2.1.3.2 Ikterus fisiologis yaitu ikterus yang timbul pada hari ke-2 dan ke-3 yang
tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang

7
8

membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kern ikterus” dan tidak


menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
2.1.3.3 Ikterus patologis yaitu ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.
2.1.3.4 Kern ikterus yaitu suatu sindroma neurologik yang timbul akibat sebagai
penimbunan bilirubin yang terkojugasi dalam sel-sel otak ( Maryunani A,
2014 : 98).
2.1.4 TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala bayi icterus neonatorum, yaitu :
1. Kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga (pada bayi
dengan bilirubin indirek).
2. Pasien tampak lemah
3. Nafsu makan berkurang
4. Petekie (bintik merah di kulit)
5. Perbesaran lien dan hepar
6. Feses seperti dempul
7. Dehidrasi
8. Diare
2.1.5 PATOFISOILOGI
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.

Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban

bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila

terdapat tingkat penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit

janin / bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau tempatnya

peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan

peningkatan kadar bilirubin tubuh, misalnya pada bayi dengan asidosis atau

dengan hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin

adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau bayi yang menderita

8
9

gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran

empedu infra / ekstra hepatik.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak

jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang

bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini

memungkinkan terjadinya efek patologi pad sel otak apabila bilirubin tadi dapat

menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kern

ikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada

susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek

lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak tidak

hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada

keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan lebih mudah melalui sawar

daerah otak bila bayi imatur, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,

hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau

infeksi.

2.1.6 KOMPLIKASI
Kern icterus atau kerusakan otak yang berefek pada
keterbelakangan mental, gangguan pendengaran, cerebral palsy, serta
terbatasnya pergerakan mata (Mathindas et al., 2013). Ensefalopati
bilirubin merupakan salah satu komplikasi dari ikterik yang terberat dan
merupakan salah satu penyebab kematian pada neonatus (Surya Dewi,
Kardana, dan surata., 2016).
2.1.7 PENATALAKSANAAN
Jika setelah 3-4 hari kelebihan bilirubin masih terjadi, maka bayi
harus segera mendapatkan terapi. Bentuk terapi ini bermacam-macam,
disesuaikan dengan kadar kelebihan yang ada.
1. Terapi Sinar (Foto Terapi)
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknyasampai kadar
bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan foto

9
10

terapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi larut
dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati.
Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak terus
meningkat sehingga menimbulkan resiko yang lebih fatal. Sinar yang
digunakan pada foto terapi berasal dari sejenis lampu neon dengan
panjang gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah
dan disusun secara paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca
yang disebut flexy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar
sehingga intensitasnya lebih efektif..
2. Terapi Transfusi
Jika setelah menjalani foto terapi tidak ada perbaikan dan kadar
bilirubin terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka
perlu dilakukan terapi transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan
bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak (kern ikterus).
Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak bisa mengalami
beberapa gangguan perkembangan, misalnya keterbelakangan mental,
cerebral palsy, gangguan motorik dan bicara, serta gangguan
penglihatan dan pendengaran. Untuk itu darah bayi yng sudah teracuni
akan dibuang dan ditukar dengan darah lain. Proses tukar darah yang
dilakukan secara bertahap. Efek samping yang bisa muncul adalah
masuknya kuman penyakit yang bersumber dari darah yang
dimasukkan ke dalam tubuh bayi. Terapi ini efektif untuk menurunkan
kadar bilirubin yang tinggi.
3. Menyusui bayi dengan ASI
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi mengeluarkan banyak feses
dan urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup banyak ASI. Seperti
diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat
memperlancar BAB dan BAK. Akan tetapi, pemberian ASI juga harus
di bawah pengawasan dokter karena pada beberapa kasus, ASI justru
meningkatkan kadar bilirubin bayi. Keadaan ini biasanya muncul di
minggu pertama dan kedua setelah bayi lahir dan akan berakhir pada

10
11

minggu ketiga. Untuk sementara ibu tidak menyusui bayinya dan


setelah kadar bilirubin normal, ibu boleh menyusui.

4. Terapi obat-obatan
Obat phenibarbital dapat meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-
sel hati sehingga bilirubin yang sifatnya indirek berubah menjadi direk.
Ada juga obat-obatan yang mengandung plasma atau bilirubin yang
berguna untuk mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut
bilirubin bebas ke organ hati.
Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti
foto terapi. Jika sudah tampak perbaikan maka terapi obat-obatan ini
dikurangi bahkan dihentikan. Efek sampingnya adalah mengantuk.
Sehingga bayi banyak tidur dan kurang minum ASI. Oleh karena itu
obat-obatan bukan menjadi pilihan utama untuk menangani
hiperbilirubin karena dengan foto terapi biasanya bayi sudah dapat
ditangani.
7.5 Terapi Sinar Matahari
Terapi sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya
dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya, bayi
dijemur selama ½ jam dengan posisi yang berbeda-beda. Seperempat
jam dalam keadaan terlentang, kemudian telungkup. Dilakukan antara
jam 07.00 sampai 09.00 wib atau Ketika matahari dirasa telah hangat
yaitu 1 jam setelah matahari terbit.
2.1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang berupa :
1. Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi
pada saat kelahiran
2. Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk
menyimpan darah tali pusat pada setiap persalinan untuk
pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan

11
12

3. Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada


24 jam pertama kelahiran

12
13

2.2 TINJAUAN PUSTAKA ASUHAN KEPERAWATAN


2.2.1 PENGKAJIAN
Pengkajian yang dilakukan oleh seorang perawat untuk mendapatkan data,
baik objektif maupun subjektif dari ibu adalah sebagai berikut :
1. Biodata pasien
Biodata atau identitas pasien: meliputi nama tempat tanggal lahir jenis
kelamin. Biodata penanggung jawab meliputi : nama (ayah dan ibu, umur,
agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan
alamat.
2. Riwayat kesehatan, meliputi :
Hasil pemeriksaan laboratorium yang tidak normal, kadar bilirubin total
dengan skala risiko tinggi berdasarkan umur, berubahnya warna membrane
mukosa, kulit dan sklera menjadi kuning.
3. Pengkajian Fisik dan Fungsional
Perut buncit pada pemeriksaan abdomen, adanya hepatomegaly, feses
berwarna pucat. Pada pemeriksaan neurologis terdapat kejang, daya hisap
lemah. Adanya sikap tubuh yang abnormal, penurunan kesadaran dan
lemahnya relek moro (Sritamaja, 2018).
2.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosis yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi
dengan icterus adalah sebagai berikut :
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake
cairan, dan diare.
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek
fototerapi
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia dan
diare
4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan reflek
hisap menurun
5. Risiko tinggi infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive,
peninngkatan paparan lingkungan.

13
1

2.2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN


No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
. Keperawatan
1. Kurangnya volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Catat jumlah dan 1. Untuk memantau
cairan berhubungan selama 1x24 jam, diharapkan klien dapat kualitas feses 2. Memantau tanda adanya
dengan tidak menunjukkan cairan tubuh adekuat 2. Pantau turgor kulit dehidrasi
adekuatnya intake 3. Pantau intake 3. Memantau intake output
cairan, dan diare Kriteria Hasil: output 4. Menambah intake cairan
Ttv normal 4. Beri air diantara
Turgor kulit <2detik menyusui atau memberi
botol

2. Peningkatan suhu Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Beri suhu Pengaturan suhu (thermoregulasi)
tubuh (hipertermi) selama 1x24 jam, diharapkan suhu tubuh lingkungan yang netral 1. Pertahankan suhu tubuh optimal
berhubungan dengan klien tetap Normal dengan kriteria hasil: 2. Pertahankan suhu 2. Kaji suhu dengan sesering
efek fototerapi NOC antara 36,5° - 37°C mungkin.
1. Termoregulasi 3. Cek tanda-tanda 3. Gunakan lampu pemanas selama
(0800) vital tiap 2 jam prosedur.
· Berkeringat saat deman 4. Pasang alat monitor suhu inti

1
2

· Tidak ada secara kontinu, sesuai kebutuhan.


perubahan warna kulit
· Tidak ada
· hyper/hypotermia
· Tidak terjadi
· dehidrasi
· Suhu tubuh
· normal(360-370)

2. Neurological
status (0909)
· Tidak ada
penurunan kesadaran

3. Tissue
perfusion:periferal (0407)
· Tidak teraba
panas/dingin pada kulit
· Elastisitas kulit

2
3

· Tidak ada
sianosis
· Tidak terjadi
gangguan integritas kulit

4.Vital sign
(0802)
· Nadi Normal
· Respirasi Normal
· Suhu Normal
· Hipertemi/hipotemi tidak ada.
3. Ketidak seimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Berikan minum Terapi nutrisi
nutrisi kurang dari selama 3x24 jam, nutrisi tubuh seimbang melalui sonde (ASI/ · Berikan nutrisi sesuai kebutuhan
kebutuhan tubuh dengaia hasil kriter : PASI) bayi (pemberian ASI atau
berhubungan dengan NOC 2. Lakukan oral pengganti ASI melalui NGT).
immaturitas organ 1. Infan hygiene dan olesi mulut · Pantau masukan dan
pencernaan nurtitional dengan kapas basah pengeluaran. Hitung konsumsi
status (1020) 3. Monitor intake kalori dan elektrolit setiap hari
· Nutrition intake dan output BB (nutrisi parenteral).

3
4

· oral food intake 4. Observasi tugor


· oral fluid intake dan membran mukosa
· HB normal
· Serum albumin
Normal

2.Nutrition status: Manajemen nutrisi


(1004) · Mengkaji maturitas refleks
· Berat badan berkenaan dengan pemberian
sesuai makan (misalnya: menghisap,
· Bayi tampak menelan, dan batuk ).
aktif · Kaji berat badan dengan
· Tidak ada tanda dehidrasi/ overhidarasi menimbang berat badan.
· Kaji tingkat dehidrasi,
perhatikan fontanel, turgor kulit,
berat jenis urine, kondisi membrane
mukosa, dan fluktuasi berat badan.
· Kaji tanda-tanda hipoglikemia:
takipnea dan pernapasan tidak

4
5

tratur, apnea, letargi, fluktuasi suhu,


dan diaphoresis. Pemberian makan
buruk, gugup, menangis nada
tinggi, gemetar, mata terbalik, dan
aktivitas kejang.
4. kerusakan integritas Tujuan: 1. Kaji warna kulit 1. Memantau terjadinya
kulit berhubungan Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan tiap 8 jam perubahan warna kulit
dengan 2. Pantau bilirubin 2. Memantau kadar bilirubin
hiperbilirubinemia dan Kriteria Hasil: direk dan indirek 3. Mencegah terjadinya
diare Warna kulit normal 3. Rubah posisi penekanan pada kulit
Kulit bersih dan lembab setiap 2 jam 4. Meningkatkan sirkulasi
4. Masase daerah darah
yang menonjol
5. Jaga kebersihan
kulit dan
kelembabannya

5
1

BAB III
TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
PADA BAYI “I” DENGAN ICTERUS

3.1 PENGKAJIAN
Nama : BY NY I
Jenis Kelamin : Laki-laki
No.RM : 4610xx
Tanggal/ Jam lahir : 5-6-2021 jam 11.42 WIB
Anak ke : ke-3
Nama Ayah : Tn. R
Nama Ibu : Ny. I
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa/ Indonesia
Tanggal MRS : 10-6-2021
Alamat : Mojoroto
Diagnose medik : NA+ICTERUS/SMK

Riwayat Kesehatan
 Riwayat Sekarang
Bayi lahir di VK Obgyn RSUD Gambiran dengan diagnosa
NA/ASFIXIA SEDANG/SMK. Berat badan lahir 2650 gram, panjang
badan 48 cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 32 cm. Bayi dirawat
diruang panji RSUD Gambiran. Telah KRS pada tanggal 8-6-2021 dan
dijadwalkan control pada tanggal 8-6-2021. Bayi control poli anak
tampak icterus Kr IV, telah cek bilirubin dan dirujuk ke ruang panji
untuk dilakukan terapi. Selama dirumah bayi hanya minum ASI saja
tanpa diberi susu formula, ASI baru banyak produksi sekitar 2 hari yang
lalu, reflek hisap bayi kuat, namun bayi banyak tidur. BAB lembek
warna pucat, sehari 4-5x.

1
2

 Riwayat Antenatal
Usia ibu saat hamil 27 tahun. Ibu hamil G2 P1-1 dengan usia kehamilan
38-39 minggu. Ibu rutin angkah ke bidan 4x dan USG 2x ke dokter
Spesialis Obstetri Ginekologi kemudian disarankan ke RSUD Gambiran
karena ketuban berkurang.

 Riwayat Intranatal
Bayi lahir spontan B dengan diagnose ibu G 2P1-1 38-39 minggu letak
kepala, ketuban jernih, perdarahan normal. Bayi IMD

 Riwayat Post natal


Bayi lahir dengan apgar score 6-8, bayi mendapat resusitasi saat lahir.
Bayi lahir langsung menangis, tonus otot kurang baik. Dilakukan angkah
awal, evaluasi vital sign, HR=138 x/mnt, RR=60 x/mnt, SpO2=88%,
tetapi bayi merintih dan terdapat retraksi dada kemudian diberikan
oksigenasi pemasangan O2 Nasal 1 LPM.

3.2 PEMERIKSAAN FISIK


Diperiksa tanggal : 10-6-2021 jam : 12.45 WIB
Berat badan : 2650 gram
Panjang badan : 48 cm
Lingkar kepala : 33 cm
KULIT
a) Warna kulit : icterus krammer IV
b) Cyanosis : tidak
c) Kemerahan (RASH) : tidak ada
d) Tanda lahir : tidak ada
e) Turgor kulit : >3”
f) Suhu kulit : 37.9oC
KEPALA/ LEHER
a) Frontanela anterior : lunak

2
3

b) Sutura sagitalis : tepat


c) Gambaran wajah : simetris
d) Caput succedanum : tidak ada
e) Cepal hematom : tidak ada
f) Telinga : normal
g) Hidung : simetris, tidak ada napas cuping hidung, frekuensi
38x/mnt.
h) Mata : tidak ada secret, sclera mata icterus
i) Mulut : tidak ada kelainan
DADA DAN PARU
a) Bentuk : simetris
b) Suara nafas : kanan kiri sama, bersih, tidak ada suara nafas
tambahan
c) Respirasi : spontan tanpa alat bantu
JANTUNG
a) CRT : >3 detik
b) Denyut jantung : 138x/mnt, lemah, teratur
ABDOMEN
a) Lingkar abdomen : 32 cm, abdomen supel, tidak ada distended
b) Bising Usus : ada
c) Peristaltik Usus : 6 x/menit
d) Tali Pusat : basah dengan perawatan dengan kasa kering
GENETALIA
Laki-laki
a) Testis sudah turun
b) Alat genetalia bersih
EKSTREMITAS
a) Gerakan : Bebas
b) Ekstremitas atas : Normal
c) Ekstremitas bawah : Normal, tidak ada odema pada ekstrimitas
d) Kelainan tulang : Tidak ada
e) Spina/Tulang belakang : Normal

3
4

REFLEK
a) Rooting reflek : kuat
b) Menggenggam : kuat
c) Menghisap : cukup
d) Babinski : ada
TONUS/AKTIFITAS
a) Aktifitas : gerak baik
b) Menangis : bayi menagis baik

1.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Bilirubin total. 15.95 mg/dL
Bilirubin Indirek. 12.87 mg/dL

1.4 PROGRAM THERAPI


1. Fototherapi 2 x 24 jam
2. Nutrisi : Cairan dan nutrisi ~ 100 ml/kg/hr
ASI 12 x 20-25 ml
3. Supportif : Thermoregulasi

1.5 ANALISA DATA


No/ DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS : - Pemecahan bilirubin Gangguan integritas
DO: berlebihan, bilirubin yang kulit
- Icterus krammer IV, tidak berkaitan dengan
bilirubin indirek 12.87 albumin meningkat
mg/dL
- Pernapasan 38 x/mnt suplai bilirubin melebihi
- CRT > 3 detik, perfusi kemampuan hepar
panas, icteric dan
kering hepar tidak mampu
melakukan konjugasi,

4
5

sehingga sebagian kembali


ke siklus enterohepatik

Peningkatan bilirubin
indirek

Kekuningan pada kulit dan


sklera

Gangguan integritas kulit


DS : - Peningkatan bilirubin Hipertermi
DO: indirek Kurangnya cairan
- Icterus krammer IV, tubuh
bilirubin indirek 12.87 Indikasi Fototerapi dengan
mg/dL intensitas sinar tinggi
- BAB konsistensi
lembek warna pucat Hipertermi
- Pernapasan 38 x/mnt
SpO2 98 % HR. 130 Kurangnya cairan tubuh
x/mnt
- CRT > 3 detik, Suhu
37.9oC, perfusi panas,
dan kering

1.6 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia
2. Risiko hipotermia berhubungan dengan proses fototerapi

1.7 INTERVENSI
1. Diagnosa keperawatan : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
hiperbilirubinemia

5
6

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan foto terapi 2 x 24 jam diharapkan


integritas kulit bayi membaik dengan kriteria hasil:
- Warna kulit normal
- Kulit bersih dan lembab
Intervensi
Observasi :
. Memantau terjadinya perubahan warna kulit

- Memantau kadar bilirubin

- Mencegah terjadinya penekanan pada kulit

- Meningkatkan sirkulasi darah

Terapeutik
- Kaji warna kulit tiap 8 jam

- Pantau bilirubin direk dan indirek

- Rubah posisi setiap 2 jam

- Masase daerah yang menonjol

- Jaga kebersihan kulit dan kelembabannya

Kolaborasi
- Pemberian Fisiotherapi

3. Diagnosa keperawatan : Risiko hipotermia berhubungan dengan proses


fototerapi
2. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan fototherapi selama 2x24 jam
diharapkan tidak terjadi hipertermi dengan kriteria hasil:
Termoregulasi :
· Berkeringat saat deman
· Tidak ada perubahan warna kulit
· Tidak ada hyper/hypotermia
· Tidak terjadi dehidrasi
· Suhu tubuh normal (36,5-37.5)

6
7

Intervensi
Observasi :
- Monitor suhu tubuh
- Identifikasi penyebab hipertermia
- Monitor tanda dan gejala akibat hipertermia
Terapeutik
Pengaturan suhu (thermoregulasi)
1. Pertahankan suhu tubuh optimal
2. Kaji suhu dengan sesering mungkin.
3. Pasang alat monitor suhu inti secara kontinu, sesuai kebutuhan.

Edukasi
- anjurkan ASI/PASI hangat

1.8 IMPLEMENTASI
Dx Tgl/jam Implementasi Evaluasi (SOAP) Ttd
1 10-6-2021 1. Mencuci tangan procedural Jam 14.45
Jam 12.55 2. Mengukur vital sign S: -
HR:130x/mnt, RR:38x/mnt, O:
Suhu: 36.8⸰C, SpO2 98%, - K/u lemah
Icterus krammer IV, CRT > 3 - Terpasang Fototerapi
detik, perfusi panas, icteric mulai tanggal 10-6-
dan kering 2021 jam 13.00
Jam 13.00 3. Melakukan persiapan - Icterus krammer IV,
fototerapi, melepas pakaian CRT > 3 detik, perfusi
bayi dan memasang pelindung hangat, icteric dan
mata serta lotion kulit bayi kering
4. Melakukan kolaborasi - HR:126x/mnt,
dengan dokter untuk - RR:53x/mnt,
pemasangan fototerapi - Suhu 37.1⸰C
5. Memberi minum ASI - SpO2 100%
perspeen 12 x 20-25 cc A: Risiko gangguan

7
8

Jam 14.45 5. Melakukanbservasi integritas kulit


HR:126x/mnt, RR: 38x/mnt, P:Lanjutkan intervensi
SpO2 100%, Suhu: 36.8⸰C observasi, terapeutik tiap
terpasang fototerapi 2 jam dan kolaborasi

2 10-6-2021 1. Melakukan cuci tangan Jam 14.45


Jam 12.45 procedural S: -
2. Mengukur vital sign O:
HR:130x/mnt, RR:38x/mnt, - K/u lemah
Suhu: 36.8⸰C, SpO2 98%, - Terpasang Fototerapi
Jam 14.45 3. Melakukan observasi mulai tanggal 10-6-
HR:126x/mnt, RR: 38x/mnt, 2021 jam 13.00
SpO2 100%, Suhu: 36.8⸰C - Icterus krammer IV,
terpasang fototerapi CRT > 3 detik,
perfusi panas, icteric
dan kering
- HR:126x/mnt,
- RR:53x/mnt,
- Suhu 37.1⸰C
- SpO2 100%
A: Hipertermia tidak
terjadi
P:Lanjutkan intervensi,
terapeutik tiap 2 jam dan
kolaborasi
1 11-6-2021 1. Melakukan cuci tangan Jam 14.00
Jam 08.00 procedural S: -
2. Mengukur vital sign O:
HR:130x/mnt, RR:38x/mnt, - K/u lemah
Suhu: 36.8⸰C, SpO2 98%, - HR:132x/mnt,

8
9

kuning berkurang, Icterus - RR:42x/mnt,


krammer III, CRT <1 detik, - Suhu: 36.8⸰C,
perfusi hangat dan kulit - SpO2 100%,
lembab - Icterus krammer III,
3. Melakukan observasi - CRT <1 detik, perfusi
penggunaan fototerapi, hangat, icteric
terpasang dengan benar, berkurang dan lembab
pelindung mata terpasang - Terpasang fototerapi
dengan baik sejak tanggal 10-6-21
Jam 10.00 4. Mengukur vital sign jam 13.00 dan
HR:132x/mnt, RR:42x/mnt, pelindung mata
Suhu: 36.8⸰C, SpO2 100%, trerpasang dengan
Icterus krammer III, CRT <1 benar
detik, perfusi hangat, icteric A: Risiko gangguan
berkurang dan lembab. integritas kulit
Terpasang fototerapi dan P:Lanjutkan intervensi
pelindung mata trerpasang observasi, terapeutik
dengan benar tiap 2 jam dan
Jam 12.00 5. Mengukur vital sign kolaborasi
HR:132x/mnt, RR:34x/mnt,
Suhu: 37.1⸰C, SpO2 100%,
Icterus krammer III, CRT <1
detik, perfusi hangat, icteric
berkurang dan lembab,
terpasang fototerapi dan
pelindung mata trerpasang
dengan benar
Jam 14.00 6. Mengukur vital sign
HR:132x/mnt, RR:42x/mnt,
Suhu: 36.8⸰C, SpO2 100%,
Icterus krammer III, CRT <1
detik, perfusi hangat, icteric

9
10

berkurang dan lembab.


Terpasang fototerapi dan
pelindung mata trerpasang
dengan benar
9. Memberi minum ASI
perspeen 12 x 20-25 cc. Bayi
minum 20 cc reflek hisap
adequate

2 11-6-2021 1. Cuci tangan procedural Jam 14.00


Jam 08.00 2. Mengukur tanda vital S: -
HR:130x/mnt, RR:38x/mnt, O:
Suhu: 36.8⸰C, SpO2 98%, - K/u lemah
3. Memberi minum ASI - Terpasang Fototerapi
perspeen 12 x 20-25 cc. ASI mulai tanggal 10-6-
habis 25cc reflek hisap 2021 jam 13.00
adequate. - Icterus krammer III,
Jam 10.00 4. Melakukan observasi tanda CRT < 1 detik,
vital HR:126x/mnt, RR: perfusi hangat, icteric
38x/mnt, SpO2 100%, Suhu: berkurang dan lembab
36.8⸰C - HR:132x/mnt,
5. Memberi minum ASI - RR:48x/mnt,
perspeen 12 x 20-25 cc. Bayi - Suhu 36.8⸰C
minum 25 cc reflek hisap - SpO2 100%
adequate - BAB berwarna kuning
6. Mengganti popok. Bayi pucat, lembek ada
BAB berwarna kuning pucat, ampas, tidak ada
lembek ada ampas, tidak ada lendir
lendir A: Hipertermi tidak
Jam 12.00 7. Mengukur vital sign terjadi
HR:130x/mnt, RR:38x/mnt, P:Lanjutkan intervensi,
Suhu: 36.8⸰C, SpO2 98%, terapeutik tiap 2 jam dan

10
11

kolaborasi

1 12-6-2021 1. Melakukan cuci tangan Jam 14.00


Jam 08.00 procedural S: -
2. Mengukur vital sign O:
HR:128x/mnt, RR:38x/mnt, - K/u lemah
Suhu: 36.8⸰C, SpO2 98%, - HR:128x/mnt,
kuning berkurang, Icterus - RR:38x/mnt,
krammer II, CRT <1 detik, - Suhu: 36.8⸰C,
perfusi hangat dan kulit - SpO2 100%,
lembab - Icterus krammer I,
3. Melakukan observasi - CRT <1 detik, perfusi
penggunaan fototerapi, hangat, icteric
terpasang dengan benar, berkurang dan lembab
pelindung mata terpasang - Fototerapi lepas
dengan baik tanggal 12-6-21 jam
Jam 10.00 4. Mengukur vital sign 13.00 dan pelindung
HR:132x/mnt, RR:42x/mnt, mata teleh dilepas
Suhu: 36.8⸰C, SpO2 100%, dengan benar
Icterus krammer I, CRT <1 A: Risiko gangguan
detik, perfusi hangat, icteric integritas kulit
berkurang dan lembab. P:Lanjutkan intervensi
Terpasang fototerapi dan observasi, terapeutik
pelindung mata trerpasang tiap 2 jam dan
dengan benar kolaborasi
Jam 12.00 5. Mengukur vital sign
HR:132x/mnt, RR:34x/mnt,
Suhu: 37.1⸰C, SpO2 100%,
Icterus krammer I, CRT <1
detik, perfusi hangat, icteric
berkurang dan lembab
Jam 13.00 6. Mengukur vital sign

11
12

HR:130 x/mnt, RR:40 x/mnt,


Suhu: 36.8⸰C, SpO2 100%,
Icterus krammer I, CRT <1
detik, perfusi hangat, icteric
berkurang dan lembab.
7. Melepas fototerapi dan
pelindung mata
8. Memakaikan baju dan
gedong bayi, meletakkan bayi
di box bayi diberi lampu
penghangat

2 12-6-2021 1. Cuci tangan procedural Jam 14.00


Jam 08.00 2. Mengukur tanda vital S: -
HR:130x/mnt, RR:38x/mnt, O:
Suhu: 36.8⸰C, SpO2 98%, - K/u lemah
3. Memberi minum ASI - Fototerapi aff tanggal
perspeen 12 x 20-25 cc. ASI 12-6-2021 jam 13.00
habis 25cc reflek hisap - Icterus krammer I, CRT
adequate. <1 detik, perfusi
Jam 10.00 4. Melakukan observasi tanda hangat, icteric
vital HR:126x/mnt, RR: berkurang dan lembab
38x/mnt, SpO2 100%, Suhu: - HR:130x/mnt,
36.8⸰C - RR:38x/mnt,
5. Memberi minum ASI - Suhu 36.8⸰C
perspeen 12 x 20-25 cc. Bayi - SpO2 100%
minum 25 cc reflek hisap - BAB berwarna kuning,
adequate lembek ada ampas,
6. Mengganti popok. Bayi tidak ada lendir
BAB berwarna kuning, A: Hipertermi tidak
lembek ada ampas, tidak ada terjadi

12
13

lendir P:Lanjutkan intervensi,


7. Mengukur vital sign terapeutik tiap 2 jam dan
Jam 12.00 HR:130x/mnt, RR:38x/mnt, kolaborasi
Suhu: 36.8⸰C, SpO2 98%,
Jam 14.00 8. Memberi minum ASI
perspeen 12 x 20-25 cc. Bayi
minum 25 cc reflek hisap
adequate.

BAB IV
PEMBAHASAN

13
14

Pada bab ini, penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang muncul
dalam pemberian asuhan keperawatan pada icterus antara teori dan kenyataan
dilapangan mulai tahap pengkajian, analisa data, diagnose keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi.
4.1. Pengkajian
Pada saat melakukan pengkajian penulis mengalami hambatan dalam
memperoleh data – data yang dibutuhkan, karena orang tua pasien jarang ada di
rumah sakit penulis lebih menggunakan data obyektif untuk melengkapi data
dibandingkan dengan data subyektif dari ibu pasien. Data yang didapat
mempunyai persamaan dengan teori yang ada.
4.2. Diagnosa keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian, penulis merumuskan diagnosa yang muncul
sesuai dengan keadaan pasien. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus ini
adalah gangguan integritas kulit berhubungan dengan hyperbilirubinemia dan
risiko hipotermia berhubungan dengan proses fototerapi. Diagnose ini ditegakkan
oleh penulis karena pada bayi dengan icterus, rentan sekali mengalami resiko atau
gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan.
4.3. Intervensi
Berdasarkan diagnosa yang muncul, penulis merencanakan tindakan
keperawatan sesuai dengan teori, sehingga dalam intervensi tidak ada kesenjangan
antara teori dengan praktek.
4.4. Implementasi
Rencana yang telah disusun penulis di implementasikan pada tanggal 10-
6-2021. Didalam mengimplementasikan intervensi, penulis tidak mengalami
kesulitan, sehingga implementasi sesuai dengan intervensi.
4.5. Evaluasi
Dari beberapa tindakan tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah
kesehatan pada bayi harus ditingkatkan dengan cara terus mengulangi semua
tindakan keperawatan yang sudah diberikan, agar kondisi bayi dapat mengalami
peningkatan kesehatan, berat badan naik, tidak hipotermi ataupun hipertermi, dan
tidak mengalami masalah kesehatan lainnya.

14
15

BAB V
EVALUASI

5.1 Kesimpulan
Penulis menguraikan beberapa kesimpulan pada bayi dengan icterus adalah keadaan
klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan kuning pada kulit, sklera, akibat akumulasi
bilirubin tak terkonjugasi yang berlebihan. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi
baru lahir bila kadar bilirubin darah 5 – 7 mg/dl.
Penanganan bayi dengan icterus bergantung pada gejala yang ditimbulkan. Semakin
banyak gejala yang muncul akibat hiperbilirubinemia, maka semakin kompleks perawatan yang
diperlukan, karena kemungkinan terjadi penurunan kondisi fisik lebih besar. Semua perawatan
bayi harus dilakukan secara hati-hati dan teliti.
Pemberian nutrisi secara adequat dianjurkan untuk membantu mencegah terjadinya
hipertermi pada pasien dengan hiperbillirubinemia. ASI merupakan pilihan pertama dalam
pemberian nutrisi pada bayi sampai usia 6 bulan, dapat diberikan melalui kateter (sonde),
terutama pada bayi yang reflek hisap dan menelannya lemah. Bayi dengan icterus secara relative
memerlukan lebih banyak kalori, dibandingkan dengan bayi sehat.
5.2 Saran
Semoga makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan saran sangat
diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik

15
16

DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M.R. & Tomey, A.M. (2006). Nursing theory: Utilization & Application. Missouri:
Mosby Elsevier.
Arvedson, J., Clark, H., Lazarus, C., Schooling, T., & Frymark, T. (2010). Evidence-based
systematic review: Effects of oral motor interventions on feeding and swallowing in
preterm infants. American Journal of Speech-Language Pathology, 19, 321-340.
Australian Confederation of Paediatric and Child Health Nurse (ACPCHN). (2006).
Competencies of specialist Paediatric and child health nurse. Diperoleh tanggal 06
Juni 2013. http://www.chnwa.org.au/Portals/0/docs/ ACPCHN.pdf.
Bobak, Irene M. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Doenges E marlyn,2007.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Difinisi Dan Klasifikasi
2012-2014/Editor,T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Suwarwati Dan Nike
Budhi Subekti. Jakarta: EGC.
Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media Action.
Mansjoer, Arif. 2006. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta : EGC.
Maryunani, Anik. 2009. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta : TIM.
NANDA NIC NOC. 2016.Asuhan Keperawatan Praktis Edisi Revisi Jilid
1.Jogjakarta:Mediaction.
Notoatmodjo, S.2007.Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku .Jakarta :Rineka Cipta.
Ribek, Nyoman dkk. 2011. Aplikasi Perawatan Bayi Resiko Tinggi Berdasarkan Kurikulum
Berbasis Kompetensi Program Keperawatan: Digunakan Sebagai Bahan
Pembelajaran Praktek Klinik dan Alat Uji Kompetensi. Denpasar: Poltekkes Denpasar
Jurusan Keperawatan.
Saifudin Bari ,Abdul. 2009.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
Edisi 1.Jakarta: ybp-sp.
Sofian, Amru. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri Operatif Obstetri Sosial Edisi
3 Jilid 1 & 2. Jakarta: EGC

16
17

Tim adaptasi Indonesia.2009.Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.Pedoman


Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota.Jakarta :Depkes.
Wong, D.L,dkk. 2008. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik. Jakarta. Buku Kedokteran.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. SDKI.Jakarta Selatan
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. SIKI, Jakarta Selatan.

17

Anda mungkin juga menyukai