BAB I
PENDAHULUAN
kehidupan ekstrauterin) dan toleransi bagi BBL untuk dapat hidup dengan
Ikterus adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan
kuning pada kulit, sklera, akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang
berlebihan. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila
ke-1 kehidupan, dan sekitar 50% bayi aterm menjadi tampak ikterik.
Menurut definisi, ikterus adalah perubahan warna kulit dan sklera menjadi
1
2
Ikterus fisiologis yang tampak setelah 2-3 hari bayi baru lahir. Ikterus
ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama bayi baru lahir. Peran bidan adalah
2018, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk
kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin diatas 12
sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5
Data pasien rawat inap dengan icterus di Ruang Panji RSUD Gambiran
dari total 106 kelahiran. Icterus menduduki posisi ketiga urutan teratas angka
2
3
1.2. TUJUAN
1.2.1. Tujuan Umum
Dapat memahami apa yang dimaksud dengan icterus dan asuhan
keperawatan pada neonatus dengan icterus.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian icterus
b. Mengetahui etiologi/penyebab bayi icterus
c. Mengetahui patofisiologi bayi icterus
d. Dapat melakukan pengkajian dan pengumpulan data pada bayi icterus
e. Dapat mengidentifikasi dan merumuskan diagnosa keperawatan bayi
dengan icterus berdasarkan prioritas masalah
f. Dapat menentukan intervensi, melakukan tindakan dan evaluasi pada
bayi dengan icterus
g. Mengetahui kesenjangan antara konsep dasar teori dengan penerapan
nyata di lapangan.
3
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sebagian besar berasal dari pemecahan sel darah merah yang menua
pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5 – 7 mg/dl. Sedangkan
60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Ikterus pada sebagian
pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat lebih dari 5
4
5
2.1.2 ETIOLOGI
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor. Secara garis besar ekologi ikterus neonatorum dapat dibagi:
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis
yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain,
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat
asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase.
Penyebab lain yaitu defisiensi protein, protein Y dalam hepar yang berperan penting
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi obat misalnya salisilat, sulfafurazole.
Gangguan dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di
luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar
peningkatan bilirubin tak terkonjungsi yang cukup berarti antara hari 4-7 kehidupan,
mencapai konsentrasi maksimal sebesar 10-27 mg/dl, selama miggu ke-3. Jika
kemudian akan menetap selama 3-10 minggu dengan kadar yang lebih rendah. Jila
5
6
mereka berhenti menyusu, kadar bilirubin serum akan menurun dengan cepat,
Penghentian menyusu selama 2-4 hari, bilirubin serum akan menurun dengan
cepat, setelah itu mereka dapat menyusu kembali, tanpa disertai timbulnya kembali
memperlihatkan tanda kesakitan lai dan kern ikterus tidak pernah dilaporkan. Susu
yang berasal dari beberapa diol dan asam lemak rantai panjang, 2-pregnan-3, ibu
konjugasi glukoronil transferase, pada kira-kira 70% bayi yang disusuinya. Pada ibu
lainnya, susu yang mereka hasilkan mengandung lipase yang mungkin bertanggung
jawab atas terjadinya ikterus. Sindrom ini harus dibedakan dan hubungan yang sering
yang diperberat dalam minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu.
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sianar matahari. Bayi
baru lahir tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl. Salah
satu cara pemeriksaan derajad kuning pada BBL secara klinis, sederhana dan mudah,
yaitu jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti
tulang hidung, dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat dan
kuning. Derajat kuning ditentukan lewat derajat kramer yaitu apabila kuning terlihat
6
7
2.1.3 KLASIFIKASI
2.1.3.1 Ikterus Neonatorum yaitu disklorisasi pada kulit atau organ lain karena
pemupukan bilirubin.
2.1.3.2 Ikterus fisiologis yaitu ikterus yang timbul pada hari ke-2 dan ke-3 yang
tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang
7
8
bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
peningkatan kadar bilirubin tubuh, misalnya pada bayi dengan asidosis atau
adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau bayi yang menderita
8
9
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologi pad sel otak apabila bilirubin tadi dapat
menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kern
ikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada
susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek
lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak tidak
hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada
keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan lebih mudah melalui sawar
daerah otak bila bayi imatur, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,
hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau
infeksi.
2.1.6 KOMPLIKASI
Kern icterus atau kerusakan otak yang berefek pada
keterbelakangan mental, gangguan pendengaran, cerebral palsy, serta
terbatasnya pergerakan mata (Mathindas et al., 2013). Ensefalopati
bilirubin merupakan salah satu komplikasi dari ikterik yang terberat dan
merupakan salah satu penyebab kematian pada neonatus (Surya Dewi,
Kardana, dan surata., 2016).
2.1.7 PENATALAKSANAAN
Jika setelah 3-4 hari kelebihan bilirubin masih terjadi, maka bayi
harus segera mendapatkan terapi. Bentuk terapi ini bermacam-macam,
disesuaikan dengan kadar kelebihan yang ada.
1. Terapi Sinar (Foto Terapi)
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknyasampai kadar
bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan foto
9
10
terapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi larut
dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati.
Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak terus
meningkat sehingga menimbulkan resiko yang lebih fatal. Sinar yang
digunakan pada foto terapi berasal dari sejenis lampu neon dengan
panjang gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah
dan disusun secara paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca
yang disebut flexy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar
sehingga intensitasnya lebih efektif..
2. Terapi Transfusi
Jika setelah menjalani foto terapi tidak ada perbaikan dan kadar
bilirubin terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka
perlu dilakukan terapi transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan
bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak (kern ikterus).
Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak bisa mengalami
beberapa gangguan perkembangan, misalnya keterbelakangan mental,
cerebral palsy, gangguan motorik dan bicara, serta gangguan
penglihatan dan pendengaran. Untuk itu darah bayi yng sudah teracuni
akan dibuang dan ditukar dengan darah lain. Proses tukar darah yang
dilakukan secara bertahap. Efek samping yang bisa muncul adalah
masuknya kuman penyakit yang bersumber dari darah yang
dimasukkan ke dalam tubuh bayi. Terapi ini efektif untuk menurunkan
kadar bilirubin yang tinggi.
3. Menyusui bayi dengan ASI
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi mengeluarkan banyak feses
dan urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup banyak ASI. Seperti
diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat
memperlancar BAB dan BAK. Akan tetapi, pemberian ASI juga harus
di bawah pengawasan dokter karena pada beberapa kasus, ASI justru
meningkatkan kadar bilirubin bayi. Keadaan ini biasanya muncul di
minggu pertama dan kedua setelah bayi lahir dan akan berakhir pada
10
11
4. Terapi obat-obatan
Obat phenibarbital dapat meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-
sel hati sehingga bilirubin yang sifatnya indirek berubah menjadi direk.
Ada juga obat-obatan yang mengandung plasma atau bilirubin yang
berguna untuk mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut
bilirubin bebas ke organ hati.
Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti
foto terapi. Jika sudah tampak perbaikan maka terapi obat-obatan ini
dikurangi bahkan dihentikan. Efek sampingnya adalah mengantuk.
Sehingga bayi banyak tidur dan kurang minum ASI. Oleh karena itu
obat-obatan bukan menjadi pilihan utama untuk menangani
hiperbilirubin karena dengan foto terapi biasanya bayi sudah dapat
ditangani.
7.5 Terapi Sinar Matahari
Terapi sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya
dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya, bayi
dijemur selama ½ jam dengan posisi yang berbeda-beda. Seperempat
jam dalam keadaan terlentang, kemudian telungkup. Dilakukan antara
jam 07.00 sampai 09.00 wib atau Ketika matahari dirasa telah hangat
yaitu 1 jam setelah matahari terbit.
2.1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang berupa :
1. Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi
pada saat kelahiran
2. Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk
menyimpan darah tali pusat pada setiap persalinan untuk
pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan
11
12
12
13
13
1
2. Peningkatan suhu Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Beri suhu Pengaturan suhu (thermoregulasi)
tubuh (hipertermi) selama 1x24 jam, diharapkan suhu tubuh lingkungan yang netral 1. Pertahankan suhu tubuh optimal
berhubungan dengan klien tetap Normal dengan kriteria hasil: 2. Pertahankan suhu 2. Kaji suhu dengan sesering
efek fototerapi NOC antara 36,5° - 37°C mungkin.
1. Termoregulasi 3. Cek tanda-tanda 3. Gunakan lampu pemanas selama
(0800) vital tiap 2 jam prosedur.
· Berkeringat saat deman 4. Pasang alat monitor suhu inti
1
2
2. Neurological
status (0909)
· Tidak ada
penurunan kesadaran
3. Tissue
perfusion:periferal (0407)
· Tidak teraba
panas/dingin pada kulit
· Elastisitas kulit
2
3
· Tidak ada
sianosis
· Tidak terjadi
gangguan integritas kulit
4.Vital sign
(0802)
· Nadi Normal
· Respirasi Normal
· Suhu Normal
· Hipertemi/hipotemi tidak ada.
3. Ketidak seimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Berikan minum Terapi nutrisi
nutrisi kurang dari selama 3x24 jam, nutrisi tubuh seimbang melalui sonde (ASI/ · Berikan nutrisi sesuai kebutuhan
kebutuhan tubuh dengaia hasil kriter : PASI) bayi (pemberian ASI atau
berhubungan dengan NOC 2. Lakukan oral pengganti ASI melalui NGT).
immaturitas organ 1. Infan hygiene dan olesi mulut · Pantau masukan dan
pencernaan nurtitional dengan kapas basah pengeluaran. Hitung konsumsi
status (1020) 3. Monitor intake kalori dan elektrolit setiap hari
· Nutrition intake dan output BB (nutrisi parenteral).
3
4
4
5
5
1
BAB III
TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
PADA BAYI “I” DENGAN ICTERUS
3.1 PENGKAJIAN
Nama : BY NY I
Jenis Kelamin : Laki-laki
No.RM : 4610xx
Tanggal/ Jam lahir : 5-6-2021 jam 11.42 WIB
Anak ke : ke-3
Nama Ayah : Tn. R
Nama Ibu : Ny. I
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa/ Indonesia
Tanggal MRS : 10-6-2021
Alamat : Mojoroto
Diagnose medik : NA+ICTERUS/SMK
Riwayat Kesehatan
Riwayat Sekarang
Bayi lahir di VK Obgyn RSUD Gambiran dengan diagnosa
NA/ASFIXIA SEDANG/SMK. Berat badan lahir 2650 gram, panjang
badan 48 cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 32 cm. Bayi dirawat
diruang panji RSUD Gambiran. Telah KRS pada tanggal 8-6-2021 dan
dijadwalkan control pada tanggal 8-6-2021. Bayi control poli anak
tampak icterus Kr IV, telah cek bilirubin dan dirujuk ke ruang panji
untuk dilakukan terapi. Selama dirumah bayi hanya minum ASI saja
tanpa diberi susu formula, ASI baru banyak produksi sekitar 2 hari yang
lalu, reflek hisap bayi kuat, namun bayi banyak tidur. BAB lembek
warna pucat, sehari 4-5x.
1
2
Riwayat Antenatal
Usia ibu saat hamil 27 tahun. Ibu hamil G2 P1-1 dengan usia kehamilan
38-39 minggu. Ibu rutin angkah ke bidan 4x dan USG 2x ke dokter
Spesialis Obstetri Ginekologi kemudian disarankan ke RSUD Gambiran
karena ketuban berkurang.
Riwayat Intranatal
Bayi lahir spontan B dengan diagnose ibu G 2P1-1 38-39 minggu letak
kepala, ketuban jernih, perdarahan normal. Bayi IMD
2
3
3
4
REFLEK
a) Rooting reflek : kuat
b) Menggenggam : kuat
c) Menghisap : cukup
d) Babinski : ada
TONUS/AKTIFITAS
a) Aktifitas : gerak baik
b) Menangis : bayi menagis baik
4
5
Peningkatan bilirubin
indirek
1.7 INTERVENSI
1. Diagnosa keperawatan : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
hiperbilirubinemia
5
6
Terapeutik
- Kaji warna kulit tiap 8 jam
Kolaborasi
- Pemberian Fisiotherapi
6
7
Intervensi
Observasi :
- Monitor suhu tubuh
- Identifikasi penyebab hipertermia
- Monitor tanda dan gejala akibat hipertermia
Terapeutik
Pengaturan suhu (thermoregulasi)
1. Pertahankan suhu tubuh optimal
2. Kaji suhu dengan sesering mungkin.
3. Pasang alat monitor suhu inti secara kontinu, sesuai kebutuhan.
Edukasi
- anjurkan ASI/PASI hangat
1.8 IMPLEMENTASI
Dx Tgl/jam Implementasi Evaluasi (SOAP) Ttd
1 10-6-2021 1. Mencuci tangan procedural Jam 14.45
Jam 12.55 2. Mengukur vital sign S: -
HR:130x/mnt, RR:38x/mnt, O:
Suhu: 36.8⸰C, SpO2 98%, - K/u lemah
Icterus krammer IV, CRT > 3 - Terpasang Fototerapi
detik, perfusi panas, icteric mulai tanggal 10-6-
dan kering 2021 jam 13.00
Jam 13.00 3. Melakukan persiapan - Icterus krammer IV,
fototerapi, melepas pakaian CRT > 3 detik, perfusi
bayi dan memasang pelindung hangat, icteric dan
mata serta lotion kulit bayi kering
4. Melakukan kolaborasi - HR:126x/mnt,
dengan dokter untuk - RR:53x/mnt,
pemasangan fototerapi - Suhu 37.1⸰C
5. Memberi minum ASI - SpO2 100%
perspeen 12 x 20-25 cc A: Risiko gangguan
7
8
8
9
9
10
10
11
kolaborasi
11
12
12
13
BAB IV
PEMBAHASAN
13
14
Pada bab ini, penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang muncul
dalam pemberian asuhan keperawatan pada icterus antara teori dan kenyataan
dilapangan mulai tahap pengkajian, analisa data, diagnose keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi.
4.1. Pengkajian
Pada saat melakukan pengkajian penulis mengalami hambatan dalam
memperoleh data – data yang dibutuhkan, karena orang tua pasien jarang ada di
rumah sakit penulis lebih menggunakan data obyektif untuk melengkapi data
dibandingkan dengan data subyektif dari ibu pasien. Data yang didapat
mempunyai persamaan dengan teori yang ada.
4.2. Diagnosa keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian, penulis merumuskan diagnosa yang muncul
sesuai dengan keadaan pasien. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus ini
adalah gangguan integritas kulit berhubungan dengan hyperbilirubinemia dan
risiko hipotermia berhubungan dengan proses fototerapi. Diagnose ini ditegakkan
oleh penulis karena pada bayi dengan icterus, rentan sekali mengalami resiko atau
gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan.
4.3. Intervensi
Berdasarkan diagnosa yang muncul, penulis merencanakan tindakan
keperawatan sesuai dengan teori, sehingga dalam intervensi tidak ada kesenjangan
antara teori dengan praktek.
4.4. Implementasi
Rencana yang telah disusun penulis di implementasikan pada tanggal 10-
6-2021. Didalam mengimplementasikan intervensi, penulis tidak mengalami
kesulitan, sehingga implementasi sesuai dengan intervensi.
4.5. Evaluasi
Dari beberapa tindakan tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah
kesehatan pada bayi harus ditingkatkan dengan cara terus mengulangi semua
tindakan keperawatan yang sudah diberikan, agar kondisi bayi dapat mengalami
peningkatan kesehatan, berat badan naik, tidak hipotermi ataupun hipertermi, dan
tidak mengalami masalah kesehatan lainnya.
14
15
BAB V
EVALUASI
5.1 Kesimpulan
Penulis menguraikan beberapa kesimpulan pada bayi dengan icterus adalah keadaan
klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan kuning pada kulit, sklera, akibat akumulasi
bilirubin tak terkonjugasi yang berlebihan. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi
baru lahir bila kadar bilirubin darah 5 – 7 mg/dl.
Penanganan bayi dengan icterus bergantung pada gejala yang ditimbulkan. Semakin
banyak gejala yang muncul akibat hiperbilirubinemia, maka semakin kompleks perawatan yang
diperlukan, karena kemungkinan terjadi penurunan kondisi fisik lebih besar. Semua perawatan
bayi harus dilakukan secara hati-hati dan teliti.
Pemberian nutrisi secara adequat dianjurkan untuk membantu mencegah terjadinya
hipertermi pada pasien dengan hiperbillirubinemia. ASI merupakan pilihan pertama dalam
pemberian nutrisi pada bayi sampai usia 6 bulan, dapat diberikan melalui kateter (sonde),
terutama pada bayi yang reflek hisap dan menelannya lemah. Bayi dengan icterus secara relative
memerlukan lebih banyak kalori, dibandingkan dengan bayi sehat.
5.2 Saran
Semoga makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan saran sangat
diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik
15
16
DAFTAR PUSTAKA
Alligood, M.R. & Tomey, A.M. (2006). Nursing theory: Utilization & Application. Missouri:
Mosby Elsevier.
Arvedson, J., Clark, H., Lazarus, C., Schooling, T., & Frymark, T. (2010). Evidence-based
systematic review: Effects of oral motor interventions on feeding and swallowing in
preterm infants. American Journal of Speech-Language Pathology, 19, 321-340.
Australian Confederation of Paediatric and Child Health Nurse (ACPCHN). (2006).
Competencies of specialist Paediatric and child health nurse. Diperoleh tanggal 06
Juni 2013. http://www.chnwa.org.au/Portals/0/docs/ ACPCHN.pdf.
Bobak, Irene M. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Doenges E marlyn,2007.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Difinisi Dan Klasifikasi
2012-2014/Editor,T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Suwarwati Dan Nike
Budhi Subekti. Jakarta: EGC.
Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
NANDA NIC-NOC. Jakarta: Media Action.
Mansjoer, Arif. 2006. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta : EGC.
Maryunani, Anik. 2009. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta : TIM.
NANDA NIC NOC. 2016.Asuhan Keperawatan Praktis Edisi Revisi Jilid
1.Jogjakarta:Mediaction.
Notoatmodjo, S.2007.Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku .Jakarta :Rineka Cipta.
Ribek, Nyoman dkk. 2011. Aplikasi Perawatan Bayi Resiko Tinggi Berdasarkan Kurikulum
Berbasis Kompetensi Program Keperawatan: Digunakan Sebagai Bahan
Pembelajaran Praktek Klinik dan Alat Uji Kompetensi. Denpasar: Poltekkes Denpasar
Jurusan Keperawatan.
Saifudin Bari ,Abdul. 2009.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
Edisi 1.Jakarta: ybp-sp.
Sofian, Amru. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri Operatif Obstetri Sosial Edisi
3 Jilid 1 & 2. Jakarta: EGC
16
17
17