Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEBIDANAN

BY NY D USIA 4 HARI DENGAN NCB - SMK + ICTERUS


DI RUANG PANJI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

MAKALAH
Untuk Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil

Oleh :

TRITUNGGAL KUSMANNINGSIH, A.MdKeb


NIP. 19871130 201101 2 013

RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI


2023
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEBIDANAN BY NY D USIA 4 HARI DENGAN NCB - SMK +


ICTERUS DI RUANG PANJI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

Telah disahkan pada tanggal 15 Maret 2023

Disusun oleh :

TRITUNGGAL KUSMANNINGSIH, A.Md.Keb


NIP. 19871130 201101 2 013

Mengetahui,

Kabid Keperawatan Kepala Ruang Panji

Jajuk Winarni, S.Kep, Ns.MM.Kes Yuyun Kristina, S.Kep, Ns


NIP. 19650517 198803 2 008 NIP. 19670610 199103 2 013

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME atas segala rahmat dan
karuniNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul
ASUHAN KEBIDANAN BY NY D USIA 4 HARI DENGAN NCB - SMK +
ICTERUS DI RUANG PANJI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI tepat pada
waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun telah banyak mendapatkan bantuan
moril maupun materiil dari berbagai pihak, maka dari itu penyusun
menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Aditya Bagus Djatmiko, M.Kes, selaku Bapak Direktur RSUD Gambiran
Kota Kediri atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan.
2. Jajuk Winarni S.Kep,Ns, MM.Kes, selaku Kepala Bidang Keperawatan
RSUD Gambiran Kota kediri atas arahan dan bimbingannya
3. Yuyun Kristina, S.Kep,Ns, selaku Kepala Ruang Panji RSUD Gambiran yang
telah memberikan dukungan dan arahannya.
4. Rekan-rekan kerja Ruang Panji RSUD Gambiran tanpa terkecuali dan semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
perbaikan yang sifatnya membangun.
Akhirnya penyusun berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penyusun khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Kediri, Maret 2023

iv
DAFTAR ISI

COVER

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................ii

KATA PENGANTAR............................................................................................iii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................3

C. Tujuan........................................................................................................3

D. Manfaat......................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................5

A. Definisi......................................................................................................5

B. Etiologi......................................................................................................6

C. Manifestasi Klinis......................................................................................7

D. Klasifikasi..................................................................................................9

E. Patofisiologi...............................................................................................9

F. Diagnosa....................................................................................................10

G. Penatalaksanaan ........................................................................................11

BAB III ASUHAN KEBIDANAN........................................................................14

iv
A. Pengkajian.................................................................................................14

B. Intepretasi Data..........................................................................................20

C. Antisipasi Masalah Potensial.....................................................................21

D. Identifikasi Kebutuhan Segera..................................................................21

E. Intervensi...................................................................................................22

F. Implementasi.............................................................................................23

G. Evaluasi.....................................................................................................24

BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................28

A. Pengkajian.................................................................................................28

B. Diagnosa Kebidanan..................................................................................28

C. Intervensi...................................................................................................28

D. Implementasi.............................................................................................28

E. Evaluasi.....................................................................................................29

BAB V PENUTUP................................................................................................30

A. Kesimpulan................................................................................................30

B. Saran..........................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................32

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang baru mengalami proses

kelahiran, berusia 0-28 hari. BBL memerlukan penyesuain fisiologis berupa

maturasi, adaptasi (menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterin ke

kehidupan ekstrauterin) dan toleransi bagi BBL untuk dapat hidup dengan

baik (Marmi dan Rahardjo, 2015:1).

Ikterus adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan

kuning pada kulit, sklera, akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang

berlebihan. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila

kadar bilirubin darah 5 – 7 mg/dl. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah

ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya

kern ikterus atau ensefalopati bilirubinbila kadar bilirubin tidak dikendalikan

( Manggiasih dan Jaya, 2016 : 34).

Sebagai akibat transisi dari fisiologi intrauterin ke ekstrauterin, semua

neonatus mengalami peningkatan sementara bilirubin serum pada minggu

ke-1 kehidupan, dan sekitar 50% bayi aterm menjadi tampak ikterik.

Menurut definisi, ikterus adalah perubahan warna kulit dan sklera menjadi

kuning akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (hiperbilirubinemia).

Pada neonatus, ikterus dapat bersifat fisiologis maupun patologis. Ikterus

iv
fisiologis tampak kira-kira 48 jam setelah kelahiran, dan biasanya menetap

dalam 10-12 hari (Myles, 2009).

Ikterus fisiologis yang tampak setelah 2-3 hari bayi baru lahir. Ikterus

ini memiliki sejumlah penyebab patologis, meliputi peningkatan hemolisis,

gangguan metabolik dan endokrin, serta infeksi. Ikterus patologis adalah

ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama bayi baru lahir. Peran bidan adalah

mendeteksi dan membedakan antara ikterus fisiologis dan patologis

berdasarkan waktunya, penampilan klinis dan perilaku neonatus, serta

menentukan penatalaksanaan yang tepat (Myles, 2009).

Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah

sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah

Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun

2018, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk

kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin diatas 12

mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan

sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5

mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan

dilakukan pada hari 0, 3 dan 5.

Data pasien rawat inap dengan icterus di Ruang Panji RSUD Gambiran

Kota Kediri selama periode Januari – Pebruari 2023 sebanyak 17

(16.04.85%) dari total 106 kelahiran. Icterus menduduki posisi ketiga urutan

teratas angka kesakitan bayi di Ruang Panji RSUD Gambiran.

iv
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik menyusun

makalah asuhan kebidanan dengan judul “Asuhan Kebidanan By Ny D Usia

4 Hari Dengan NCB - SMK + Icterus Di Ruang Panji RSUD Gambiran Kota

Kediri”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, penulis merumuskan masalah

“Bagaimanakah pelaksanaan Asuhan Kebidanan By Ny D Usia 4 Hari

Dengan NCB - SMK + Icterus Di Ruang Panji RSUD Gambiran Kota

Kediri?”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Melakukan asuhan kebidanan pada bayi dengan NCB - SMK +

Icterus Di Ruang Panji RSUD Gambiran Kota Kediri

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian kebidanan pada bayi dengan NCB - SMK

+ Icterus Di Ruang Panji RSUD Gambiran Kota Kediri

b. Menegakan diagnosa kebidanan pada bayi NCB - SMK + Icterus

Di Ruang Panji RSUD Gambiran Kota Kediri

c. Menyusun rencana kebidanan pada bayi NCB - SMK + Icterus Di

Ruang Panji RSUD Gambiran Kota Kediri

d. Melaksanakan tindakan kebidanan pada bayi dengan NCB - SMK

+ Asfiksia Sedang di Ruang Panji RSUD Gambiran Kota Kediri

iv
e. Melakukan evaluasi asuhan kebidanan pada bayi NCB - SMK +

Icterus Di Ruang Panji RSUD Gambiran Kota Kediri

f. Mampu mendokumentasikan asuhan kebidanan pada bayi NCB -

SMK + Icterus Di Ruang Panji RSUD Gambiran Kota Kediri

D. Manfaat

1. Manfaat Bagi Penulis

Menambah wawasan dalam ilmu keperawatan mengenai peran

bidan dalam upaya memberikan asuhan kebidanan pada bayi NCB -

SMK + Icterus Di Ruang Panji RSUD Gambiran Kota Kediri

2. Manfaat Bagi Profesi

Menambah wawasan bagi bidan dan meningkatkan mutu asuhan

kebidanan pada bayi NCB - SMK + Icterus Di Ruang Panji RSUD

Gambiran Kota Kediri dengan tepat.

3. Manfaat Bagi Rumah Sakit

Dapat mengevaluasi sejauh mana bidan dalam menguasai asuhan

kebidanan pada bayi NCB - SMK + Icterus Di Ruang Panji RSUD

Gambiran Kota Kediri.

iv
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Ikterus adalah kuning dikulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi

karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Produksi bilirubin

sebagian besar berasal dari pemecahan sel darah merah yang menua

(80%). ( Maryunani A, 2014 : 98).

Ikterus merupakan keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh

pewarnaan kuning pada kulit, sklera, akibat akumulasi bilirubin tak

terkonjugasi yang berlebihan. Ikterus secara klinis akan mulai tampak

pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5 – 7 mg/dl. Sedangkan

hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang

menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubinbila

kadar bilirubin tidak dikendalikan ( Manggiasih dan Jaya, 2016 : 34).

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah.

Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama

kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada

60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Ikterus pada sebagian

penderita dapat berbentuk fisiologi dan sebagian lagi mungkin bersifat

patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau

iv
menyebabkan kematian. Karenanya setiap bayi dengan ikterus harus

mendapatkan perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam

pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat lebih dari 5

mg/dl dalam 24 jam. (Krishnan Elanggo,dkk, 2016 : 64)

2. Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat

disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar ekologi ikterus neonatorum dapat

dibagi:

2.1 Produksi yang berlebihan.

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis

yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain,

defisiensi enzim 6-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

2.2 Ganggguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar.

Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat

asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase.

Penyebab lain yaitu defisiensi protein, protein Y dalam hepar yang berperan penting

dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.

2.3 Gangguan transportasi.

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan

bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi obat misalnya salisilat, sulfafurazole.

Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang

bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

2.4 Gangguan dalam ekskresi.

iv
Gangguan dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di

luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar

biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

2.5 Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI

Diperkirakan 1 dari setiap 200 bayi aterm, yang menyusu, memperlihatkan

peningkatan bilirubin tak terkonjungsi yang cukup berarti antara hari 4-7 kehidupan,

mencapai konsentrasi maksimal sebesar 10-27 mg/dl, selama miggu ke-3. Jika

mereka terus disusui, hiperbilirubinemia secara berangsur-angsur menurun dan

kemudian akan menetap selama 3-10 minggu dengan kadar yang lebih rendah. Jila

mereka berhenti menyusu, kadar bilirubin serum akan menurun dengan cepat,

biasanya kadar normal dicapai beberapa hari.

Penghentian menyusu selama 2-4 hari, bilirubin serum akan menurun dengan

cepat, setelah itu mereka dapat menyusu kembali, tanpa disertai timbulnya kembali

hiperbilirubinemia dengan kadar tinggi, seperti sebelumnya. Bayi tidak

memperlihatkan tanda kesakitan lai dan kern ikterus tidak pernah dilaporkan. Susu

yang berasal dari beberapa diol dan asam lemak rantai panjang, 2-pregnan-3, ibu

mengandung 5 takteresterifikasi, yang secara kompetitif menghambat aktifitas

konjugasi glukoronil transferase, pada kira-kira 70% bayi yang disusuinya. Pada ibu

lainnya, susu yang mereka hasilkan mengandung lipase yang mungkin bertanggung

jawab atas terjadinya ikterus. Sindrom ini harus dibedakan dan hubungan yang sering

diakui, tetapi kurang didokumentasikan, antara hiperbilirubinemia tak terkonjugasi,

yang diperberat dalam minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu.

3. Manifestasi Klinis

Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sianar matahari. Bayi

baru lahir tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl. Salah satu

iv
cara pemeriksaan derajad kuning pada BBL secara klinis, sederhana dan mudah, yaitu

jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang

hidung, dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat dan kuning.

Derajat kuning ditentukan lewat derajat kramer yaitu apabila kuning terlihat di daerah

daerah yaitu :

Daerah Gambar Luas icterus Kadar bilirubin

1 Kepala dan leher 5

2 Daerah 1 (+) 9
Badan bagian atas

3 Badan 1,2 (+) 11


Badan bagian
bawah dan
iv
tungkai

4 Daerah 1,2,3 (+) 12


Lengan dan kaki
dibawah dengkul

5 Daerah 1,2,3,4 (+) >12,5


Tangan dan kaki

Tabel 1 Rumus Kramer

4. Klasifikasi

4.1 Ikterus Neonatorum yaitu disklorisasi pada kulit atau organ lain karena

pemupukan bilirubin.

4.2 Ikterus fisiologis yaitu ikterus yang timbul pada hari ke-2 dan ke-3 yang tidak

mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang

membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kern ikterus” dan tidak

menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.

4.3 Ikterus patologis yaitu ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar

bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.

4.4 Kern ikterus yaitu suatu sindroma neurologik yang timbul akibat sebagai

penimbunan bilirubin yang terkojugasi dalam sel-sel otak ( Maryunani A,

2014 : 98).

5. Patofisiologi

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian

yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel

hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat tingkat penghancuran

eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin / bayi, meningkatnya bilirubin

dari sumber lain, atau tempatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.

iv
Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar

bilirubin tubuh, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan hipoksia. Keadaan lain

yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan

konjugasi hepar atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita

hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu infra / ekstra hepatik.

Pada derajad tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan

tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut

dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologi

pad sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang

terjadi pada otak ini disebut kern ikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya

dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila

kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah

otak tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada

keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan lebih mudah melalui sawar daerah otak

bila bayi imatur, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan

susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi.

6. Diagnosis

Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu

dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk riwayat

inkompatibilitas darah, riwayat transfusu tukar atau terapi sinar pada bayi

sebelumnya. Disamping itu faktor resiko kehamilan dan persalinan juga berperan

dalam diagnosis drni ikterus pada bayi. Faktor resiko tersebut antara lain adalah

kehamilan dengan komplikasi, persalinan dengan tindakan / komplikasi, obat

yang diberikan kepada ibu selama hamil / persalinan, kehamilan dengan diabetes

mellitus, gawat janin, malnutrisi intrauterin, infeksi intranatal, dan lain-lain.


iv
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau

beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampak pun sangat tergantung pada

penyebab ikterus itu sendiri. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit

tampak berwarna kuning terang hingga jingga. Sedangkan pad penderita dengan

gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit terlihat agak kehijauan. Penilaian

akan lebih sulit lagi bila penderita sedang mendapat terapi sinar. Selai kuning,

penderita sering hanyamemperlihatkan gejala minimal misalnya tampak lemah

dan nafsu minum berkurang. Keadaan lain yang mungkin menyertai ikterus

adalah animea, petekre, perbesaran lien dan hepar, perdarahan tertutup, gangguan

nafas, gangguan sirkulasi, dan gangguan saraf. Keadaan tadi biasanya ditemukan

pada ikterus berat atau hiperbilirubinemia berat.

7. Penatalaksanaan

Jika setelah 3-4 hari kelebihan bilirubin masih terjadi, maka bayi harus segera

mendapatkan terapi. Bentuk terapi ini bermacam-macam, disesuaikan dengan kadar

kelebihan yang ada.

7.1 Terapi Sinar (Foto Terapi)

Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknyasampai kadar bilirubin

dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan foto terapi, bilirubin dalam tubuh

bayi dapat dipecahkan dan menjadi larut dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ

hati.

Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak terus meningkat

sehingga menimbulkan resiko yang lebih fatal. Sinar yang digunakan pada foto terapi

berasal dari sejenis lampu neon dengan panjang gelombang tertentu. Lampu yang

digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah

iv
kaca yang disebut flexy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga

intensitasnya lebih efektif..

7.2 Terapi Transfusi

Jika setelah menjalani foto terapi tidak ada perbaikan dan kadar bilirubin terus

meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan terapi transfusi

darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak

(kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak bisa mengalami beberapa

gangguan perkembangan, misalnya keterbelakangan mental, cerebral palsy, gangguan

motorik dan bicara, serta gangguan penglihatan dan pendengaran. Untuk itu darah bayi

yng sudah teracuni akan dibuang dan ditukar dengan darah lain. Proses tukar darah yang

dilakukan secara bertahap. Efek samping yang bisa muncul adalah masuknya kuman

penyakit yang bersumber dari darah yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi. Terapi ini

efektif untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.

7.3 Menyusui bayi dengan ASI

Bilirubin juga dapat pecah jika bayi mengeluarkan banyak feses dan urin. Untuk

itu bayi harus mendapatkan cukup banyak ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki zat-zat

terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar BAB dan BAK. Akan tetapi, pemberian ASI

juga harus di bawah pengawasan dokter karena pada beberapa kasus, ASI justru

meningkatkan kadar bilirubin bayi. Keadaan ini biasanya muncul di minggu pertama dan

kedua setelah bayi lahir dan akan berakhir pada minggu ketiga. Untuk sementara ibu

tidak menyusui bayinya dan setelah kadar bilirubin normal, ibu boleh menyusui.

7.4 Terapi obat-obatan

Obat phenibarbital dapat meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati

sehingga bilirubin yang sifatnya indirek berubah menjadi direk. Ada juga obat-obatan

iv
yang mengandung plasma atau bilirubin yang berguna untuk mengurangi timbunan

bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati.

Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti foto terapi.

Jika sudah tampak perbaikan maka terapi obat-obatan ini dikurangi bahkan dihentikan.

Efek sampingnya adalah mengantuk. Sehingga bayi banyak tidur dan kurang minum ASI.

Oleh karena itu obat-obatan bukan menjadi pilihan utama untuk menangani hiperbilirubin

karena dengan foto terapi biasanya bayi sudah dapat ditangani.

7.5 Terapi Sinar Matahari

Terapi sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya dianjurkan

setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya, bayi dijemur selama ½ jam dengan

posisi yang berbeda-beda. Seperempat jam dalam keadaan terlentang, kemudian

telungkup. Dilakukan antara jam 07.00 sampai 09.00 wib atau Ketika matahari dirasa

telah hangat yaitu 1 jam setelah matahari terbit.

iv
BAB III

ASUHAN KEBIDANAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA BY NY D USIA4 HARI DENGAN NCB -

SMK + ICTERUS DI RUANG PANJI RSUD GAMBIRAN

KOTA KEDIRI

Tanggal pengkajian : 12-3-2023 Jam : 12.00 WIB

Ruang : Panji

I. PENGKAJIAN

A. Data Subjektif

1. Biodata

Nama klien : By. Ny. D

Umur : 4 hari

Jenis Kelamin : Perempuan

No register : 47106x

Nama ibu : Ny. D Nama suami : Tn M

Umur : 31 tahun Umur : 35 tahun


iv
Agama : Islam Agama : Islam

Suku : Jawa Suku/Bangsa : Jawa

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta

Penghasilan : - Penghasilan :Rp2.500.000,-/bln

Alamat : Pesantren

2. Alasan datang

Tidak dikaji

3. Keluhan Utama

Bayi terlihat kuning di sekitar wajah, leher, badan bagian atas dan

lengan.

4. Riwayat Kesehatan

a. Penyakit yang lalu

Bayi riwayat lahir dengan asfiksia sedang, dirawat di Ruang Panji

sejak tanggal 9-3-2023 jam 12.15 WIB.

b. Penyakit sekarang

Sejak tanggal 12-3-2023 bayi mulai terlihat kuning di area wajah,

leher, badan bagian atas dan lengan

c. Penyakit Keluarga

iv
Ayah dan ibu bayi tidak memiliki riwayat dan tidak sedang

menderita penyakit menular, seperti TBC, hepatitis, HIV/AIDS,

tapi ibu mempunyai riwayat Diabetes Mellitus dalam kehamilan.

d. Riwayat pranatal, natal dan post natal

1) Pranatal : usia kehamilan 37 – 38 minggu

2) Natal : bayi lahir SC (atas indikasi ibu bekas SC 2 tahun

yang lalu) tanggal 9-3-2023 j.12.15 WIB, ketuban langsung

warna jernih, tidak bau.

3) Post natal : bayi lahir tidak langsung menangis, A – S : 4-6,

bayi dilakukan resusitasi bayi baru lahir di kamar operasi

kemudian dirawat di Ruang Panji. BB lahir : 3130 gram, PB :

50 cm.

5. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

a. Pertumbuhan : baik

b. Perkembangan

Motorik : Tidak dikaji

Adaptif: Tidak dikaji

Bahasa : Tidak dikaji

Social personal : Tidak dikaji

6. Riwayat Psikososial :Tidak dikaji

7. Riwayat Imunisasi vit K1

Imunisasi HB 0 : belum diberikan

Vik K1 : sudah diberikan, tanggal 9-3-2023 jam 12.45 wib

iv
Reaksi setelah pemberian imunisasi : tidak ada

Reaksi setelah pemberian Vit K1: tidak ada

Nutrisi : bayi minum ASI / PASI 20 – 25 cc setiap 2 jam sekali

Eliminasi : bayi sudah BAB dan BAK

Istirahat : bayi tidur dan istirahat di boks bayi, sekitar 8 jam tidur

siang dan 8,5 jam tidur malam.

Aktivitas : selama dirawat di Ruang Panji bayi aktivitas lebih banyak

tidur, dan bangun menangis sewaktu lapar dan popok penuh.

PH : bayi diganti popok sekali pakai 5x dalam sehari dan juga

mandi 2x sehari

B. Data Obyektif

a. Pemeriksaan Umum

o Keadaan umum : lemah

o Warna kulit dan bibir : kuning

o Tangis bayi : menangis kuat

o Tonus otot / aktivitas : lemah

o Tanda-tanda vital :

~ Pernafasan : 52 x/menit

~ Nadi : 130 x/menit

~ Suhu : 36,7oC

o Berat Badan sekarang : 3280 gr

o Panjang Badan : 50 cm

iv
b. Pemeriksaan Fisik

o Inspeksi

Kepala :

Simetris, kotor, tidak ada oedema, tidak pucat.

Mata :

Simetris, konjungtiva tidak anemis, sclera ikterus.

Hidung dan mulut :

Simetris, tidak labioskisis maupun labiopalatoskisis, tidak ada

pernafasan cuping hidung.

Telinga :

Simetris, hubungan letak telinga dengan mata sejajar, bersih, tidak ada

cairan yang keluar dari telinga.

Leher :

Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, warna kulit kuning.

Dada :

Simetris, bentuk normal, puting ada, tidak ada tarikan rongga dada,

warna kulit kuning.

Bahu, lengan, dan tangan :

Simetris, jumlah jari normal, gerak lengan positif, warna kulit kuning.

Perut :

Bentuk normal, tali pusat sudah kering, disekitar tali pusat tidak ada

tanda infeksi, warna kulit kuning.

Genetalia :

iv
Genetalia lengkap, labia mayora sudah menutupi labia minora.

Anus :

Bersih, berlubang, ada mekonium, tidak ada urin.

Tungkai dan kaki :

Simetris, jumlah jari normal, pergerakan positif.

Kulit :

Turgor kulit baik, berwarna kuning, tidak oedema, tidak ada tanda lahir

di tubuh bayi.

o Palpasi

Kepala :

Tidak ada benjolan abnormal, lingkar kepala 35 cm.

Leher :

Tidak ada pembesaran kelenjar limfe.

Dada :

Tidak ada benjolan abnormal, lingkar dada 37 cm.

Abdomen :

Tidak ada benjolan abnormal.

Tungkai dan kaki :

Tidak oedema.

Kulit :

Tidak oedema.

iv
o Auskultasi

Dada :

Tidak ada suara tambahan seperti ronki maupun wheezing.

Abdomen :

Terdengar bising usus.

o Perkusi

Abdomen:

Tidak kembung

Ekstremitas :

Reflek moro positif, reflek rooting positif, reflek suckling positif, reflek

swallowing positif, reflekgrasping positif, reflek babinski positif.

a. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 12-3-2023 jam 09.54 wib

Bilirubin total : 13,8 mg/dl.

Bilirubin direk : 0,28 mg/dl.

Bilirubin indirek : 13,52 mg/dl.

II. INTERPRETASI DATA DASAR

1. Diagnosa : By Ny D usia 4 hari dengan NCB – SMK dan ikterus.

DS : Bayi lahir tanggal 9-3-2023 Jam 12.15 wib dengan SC ( a/i

ibu bekas SC 2 tahun), A-S : 4-6, ketuban : langsung, warna

jernih, bau (-). Bayi dirawat di Ruang Panji sudah 4 hari. BBL :

3130 gram.

iv
DO : - Jenis kelamin bayi : perempuan

- Berat badan sekarang : 3280 gr

- Panjang badan : 50 cm

- Lingkar kepala : 35 cm

- Lingkar dada : 33 cm

- Menangis kuat dan pergerakan lemah.

- Keadaan umum: lemah

- TTV : Pernafasan : 52 x/menit

Nadi : 130 x/menit

Suhu : 36,7oC

- Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera ikterus.

- Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, warna

kulit kuning.

- Dada : Simetris, bentuk normal, puting ada, tidak ada

tarikan rongga dada, warna kulit kuning.

- Bahu, lengan, dan tangan : Simetris, jumlah jari normal,

gerak lengan positif, warna kulit kuning.

- Perut : Bentuk normal, tali pusat sudah kering, disekitar

tali pusat tidak ada tanda infeksi, warna kulit kuning.

- Bilirubin total : 13,8 mg/dl.

- Bilirubin direk : 0,28 mg/dl

- Bilirubin indirek : 13,52 mg/dl

2. Masalah : -

iv
III. Identifikasi Masalah Potensial

Potensial terjadi kern ikterus.

IV. Identifikasi Kebutuhan Segera

1. Lakukan Fototerapi

2. Berikan bayi ASI sesering mungkin.

3. Kolaborasi dengan Dokter Sp. A

V. Intervensi

Diagnosa : Bayi Ny D usia 4 hari dengan NCB-SMK dan ikterus.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan pada bayi Ny D usia

4 hari NCB-SMK dan ikterus diharapkan potensial terjadi

kern ikterus tidak terjadi.

Kriteria Hasil :

1. Keadaan umum : baik

2. TTV dalam batas normal :

o Pernafasan : (30-60) x/menit

o Nadi : (100-180) x/menit

o Suhu : (35-36,5)oC

3. Tali pusat bersih, kering, tidak keluar nanah dan kulit disekitar tali

pusat tidak kemerahan.

4. Ikterus berkurang

Intervensi :

1. Beritahu keadaan bayi pada ibu dan keluarga dan meminta persetujuan

untuk dilakukan tindakan penangan pada bayi ikcterus

iv
R/ Agar ibu dan keluarga mengetahui keadaan bayinya, juga mencegah

terjadi tanggung gugat dalam hukum.

2. Lakukan observasi TTV dan tanda-tanda infeksi.

R/ Sebagai parameter apakah terjadi kelainan atau tidak.

3. Melakukan kolaborasi dengan dokter Sp. A

R/ Kolaborasi untuk mendapatkan terapi dan penanganan yang tepat

4. Lakukan foto terapi selama 2 x 24 jam.

R/ Fototerapi dapat memecah bilirubin indirek dalam tubuh bayi

sehingga menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dulu

oleh organ hati. Sehingga nantinya diharapkan kadar bilirubin

indirek dalam tubuh bayi menurun menjadi dalam batas normal.

5. Jaga suhu tubuh bayi agar tetap hangat.

R/ Untuk mencegah terjadinya hipotermia.

6. Berikan bayi ASI atau PASI sesering mungkin.

R/ Selain untuk mencukupi kebutuhan cairan tubuh, efek samping dari

fototerapi adalah dehidrasi, sehingga pemberian ASI / PASI

sesering mungkin dapat mencegah dehidrasi pada bayi.

7. Dokumentasi setiap tindakan pada status pasien

R/ Untuk evaluasi dan memudahkan dalam pengawasan pasien

VI. Implementasi

Tanggal : 12-3-2023

Jam : 12.00 WIB

Diagnosa : Bayi Ny D usia 4 hari dengan NCB-SMK dan ikterus

iv
1. Memberitahu keadaan bayi kepada ibu dan keluarga bahwa bayi

ikterus dan meminta persetujuan untuk dilakukan tindakan penanganan

ikterus.

2. Melakukan observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda infeksi yang

meliputi suhu, pernafasan dan denyut jantung setiap kali jaga shift.

3. Melakukan kolaborasi dengan melaporkan hasil laboratorium bilirubin

kepada dokter Sp. A dan mendapatkan terapi :

a. Fototerapi 2 x 24 jam

b. Obat oral : urdafalk + asetil 2 x 40 mg

4. Melakukan fototerapi selama 24 jam dengan cara mengubah posisi

(telentang dan telungkup) setiap 4 jam sekali dan melepas semua

pakaian bayi serta menutup mata dan genetalia bayi dengan karbon

dimulai tanggl 12-3-2023 jam 12.00

5. Menjaga suhu tubuh bayi agar tetap hangat dengan cara mengatur suhu

ruangan agar tetap dalam batas normal.

6. Memberikan bayi ASI / PASI sesering mungkin agar bayi tidak

dehidrasi.

7. Melakukan dokumentasi seluruh tindakan di status pasien.

VII. Evaluasi

Tanggal : 12-3-2023

Jam : 14.00 WIB

S : tidak dikaji

DO : - Keadaan umum : cukup

iv
- TTV : Pernafasan : 50 x/menit.

Nadi : 132 x/menit.

Suhu : 37 C.

- Bayi menangis kuat dan rewel

- Fototerapi sudah terpasang

- Bayi minum ASI/ PASI, reflek hisap kuat

- Kulit bayi masih terlihat kuning

A : Bayi Ny “A.C” usia 4 hari dengan NCB-SMK dan ikterus

P : - Observasi keadaan umum dan TTV bayi

- Fototerapi rencana aff tanggal 14-3-2023 jam 12.00 WIB

CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal : 13-3-2023

Jam : 13.00 WIB

S : Tidak dikaji

O : - KU bayi cukup, bayi tenang dan tidak rewel

- TTV : S : 36,8 C, RR : 49 x/mnt, HR : 130 x/mnt

- Bayi minum ASI/PASI 12 x 25 – 30 cc lewat speen, reflek hisap kuat,

tidak muntah, tidak kembung

- BAB dan BAK lancar

- Ikterus mulai berkurang

- Fototerapi masih terpasang

A : By. Ny. D usia 5 hari dengan NCB-SMK dan ikterus

iv
P : - Jam 07.00. Membersihkan mulut bayi dengan Nystatin dan pemberian

vitamin

- Jam 08.00 Memberi minum obat oral urdafalk dan asetil

- Jam 09.00 Mengobservasi KU dan TTV pada bayi

- Jam 10.00 Memberiminum ASI/PASI setiap 2 jam sekali

- Jam 11.00 Mengganti pampers pada bayi

- Jam 12.00 Melaporkan kondisi bayi kepada dokter Sp.A bayi dan

mendapat terapi selanjutnya yaitu fototerapi tetap dilanjutkan s/d

tanggal 13-3-2023 jam 12.00 WIB. Setelah fototerapi aff ACC KRS

- Jam 13.00 Mendokuemntasikan seluruh tindakan di status pasien

Tanggal : 14-3-2023

Jam : 13.00 WIB

S : Tidak dikaji

O : - KU bayi cukup, bayi tenang dan tidak rewel

- TTV : S : 36,6 C, RR : 50 x/mnt, HR : 132 x/mnt

- Bayi minum ASI/PASI 12 x 25 – 30 cc lewat speen, reflek hisap kuat,

tidak muntah, tidak kembung

- BAB dan BAK lancar

- Ikterus berkurang

- Fototerapi sudah aff atau lepas jam 12.00 WIB

A : By. Ny. D usia 6 hari dengan NCB-SMK dan ikterus

P : - Jam 07.00. Membersihkan mulut bayi dengan Nystatin dan pemberian vitamin

iv
- Jam 08.00 Memberi minum obat oral urdafalk dan asetil

- Jam 09.00 Mengobservasi KU dan TTV pada bayi

- Jam 10.00 Memberi minum ASI/PASI setiap 2 jam sekali

- Jam 11.00 Mengganti pampers pada bayi

- Jam 12.00 Melepas fototerapi dan memberikan bayi kepada ibunyan

untuk diteteki

- Jam 13.00 Mempersiapkan dokumen untuk kepulangan pasien dari

RS.

iv
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisi tentang analisa teori dengan kasus icterus kemudian

dianalisa. Penulis melakukan pengkajian selama 2 hari.

1. Pengkajian

Pada tahap ini dengan berbagai cara untuk memperoleh data. Data yang

diperoleh dari wawancara yang bersumber dari pasien dan keluarga. Kemudian

dilakukan analisa antara sumber dengan data yang diperoleh oleh penulis.

Berdasarkan pengkajian pada pasien didapatkan warna kuning dari kepala, leher

hingga perut, lengan dan kaki.

2. Diagnosa Kebidanan

Setelah dilakukan pengkajian pada pasien didapatkan diagnosa icterus dengan

Kramer derajat III – IV.

3. Intervensi

Intervensi kebidanan disusun berdasarkan teori-teori yang sudah ada mengenai

penanganan icterus. Dari berbagai sumber yang telah dicantumkan ternyata tidak

terdapat kesenjangnan antara teori yang sudah ada.

4. Implementasi

Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang

ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan


iv
pemulihan kesehatan. Dalam pelaksanaan penulis melakukan tidakan asuhan

kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.

1. Diagnosa :

a. Neonatus cukup bulan yaitu lahir pada usia kehamilan 37-38

minggu.

b. Neonatus SMK (sesuai masa kehamilan) dengan berat lahir 3130

gram.

c. Neonatus icterus dengan Kramer derajat III-IV.

E. Evaluasi

Tahap evaluasi merupakan tahap akhir pada proses asuhan kebidanan.

Evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria

yang dibuat pada tahap intervensi. Dalam penulisan makalah ini, penulis

melakukan evaluasi selama 2 hari. Bayi menunjukkan tanda-tanda

perbaikan kondisi umum. KU bayi cukup, bayi tenang dan tidak rewel,

TTV : S : 36,6 C, RR : 50 x/mnt, HR : 132 x/mnt. Bayi minum ASI/PASI

12 x 25 – 30 cc lewat speen, reflek hisap kuat, tidak muntah, tidak

kembung. BAB dan BAK lancar. Ikterus berkurang.

iv
33

BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

Setelah melaksanakan Asuhan Kebidanan pada By Ny D dengan menggunakan

pendekatan proses asuhan kebidanan yang terdiri dari : Pengkajian, diagnosa,

perencanaan, implementasi, evaluasi dan dokumentasi, maka penulis menarik

kesimpulan bahwa kasus tersebut perlu adanya intervensi.

1. Pengkajian

Dalam pengkajian data yang di peroleh sesuai dengan teori.

2. Diagnosa yang muncul saat studi kasus :

a. Neonatus cukup bulan (NCB)

b. Neonatus sesuai masa kehamilan (SMK)

c. Neonatus icterus

3. Intervensi

Rencana tindakan kebidanan sesuai dengan teori.

4. Evaluasi

Setelah dilakukan asuhan kebidanan dapat disimpulkan bahwa diagnosa yang muncul

adalah icterus. Teratasi dalam waktu dari 2 x 24 jam.


33

2. Saran

1.1 Bagi tenaga Kesehatan

Bidan sebagai tenaga Kesehatan yang langsung bersentuhan dengan pasien sangat perlu

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan penanganan bayi dengan icterus untuk

mencegah terjadinya penurunan kondisi bayi dengan icterus.

1.2 Bagi intitusi

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menambah keluarasan ilmu terapan asuhan

kebidanan dalam penanganan icterus pada bayi.


33

DAFTAR PUSTAKA

Dewi Lia Nanny. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta ; Salemba Timur. 2013.

Faiqah, Syajaratuddur. Hubungan Usia Gestasi dan Jenis Persalinan Dengan Kadar
Bilirubinemia pada Bayi Ikterus di RSUP NTB : Jurnal Kesehatan Prima, Vol 8,
No. 2 Agustus 2014.

Indrayani dan Moudy Emma Unaria Djarni. Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta:
CV Trans Info Media. 2013.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015.

Krishnan Elango, dkk. 2016. Evaluation Of Cord Bilirubin and Hemoglobin Analysis in
Predicting Pathological Joundice in Term Babies at Introduction Risk of ABO
Incompatibility. International Journal of Research in Medical Sciences. 2016. Vol
4. Issue 10. Page 4545.

Manggiasih, Vidia Atika dan Pongki Jaya. Asuhan Kebidanan pada Neonatus, Bayi, Balita
dan anak Prasekolah. Jakarta Timur. CV. Trans Info Media. 2016.

Maryuni dan Anik.Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Pra-sekolah. In Media. 2014.

Marmi dan Kukuh Rahardjo. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.
Yogyakarta : Pustaka Media. 2012.

Maulida, Luluk Fajria. Ikterus Neonatorum : PROFESI. Vol. 10, No. 3. September, 2013 –
Februari 2014.
33

Rukiyah yeyeh Ai, dan Lia Yulianti. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Cv.
Trans Info Media. 2013.

Sudarti, dan Afroh Fauziah. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Yogyakarta:
Nuha Media 2012.

Wahyuni, Sari. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita Penuntun Belajar Praktek Klinik, Jakarta :
Buku Kedokteran EGC. 2012

Walyani, Elisabeth Siwi. Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Pustaka Baru :
Yogyakarta. 2015.

Yongki,dkk. Asuhan Pertumbuhan Kehamilan dan Persalinan, Neonatus, Bayi dan Balita.
Yogyakarta : Nuha Medika. 2012.

Yunanto dan Ari. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2014.

Anda mungkin juga menyukai