PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Neonatus (Bayi Baru Lahir) dengan usia di bawah 10 hari memiliki fase
di mana terjadi peningkatan kadar bilirubin atau yang disebut
hiperbilirubin. Hiperbilirubin menyebabkan bayi baru lahir mengalami
penyakit kuning atau ikterik.1 Ikterik merupakan masalah yang biasa dialami
oleh bayi baru lahir pada minggu pertama kehidupan mereka.2,3 Sebanyak
60% bayi baru lahir aterm dan 80% bayi baru lahir preterm mengalami
ikterik. 2,3,4 Data dari 11 rumah sakit di wilayah California utara Kaiser
System Medis Permanente dan dari 18 Rumah Sakit Intermountain
Kesehatan System menunjukkan bahwa total kadar bilirubin adalah 20 mg
per desiliter (342 umol per liter) atau lebih tinggi pada sekitar 1 sampai 2%
bayi yang lahir pada usia kehamilan setidaknya 35 minggu. 5
Akibat yang membahayakan dari kasus ikterik/ hiperbilirubin pada bayi
baru lahir adalah munculnya kernicterus. Kondisi tersebut berakibat fatal
pada 75% kasus bayi baru lahir dengan kernicterus, sedangkan 80% di
antaranya tetap hidup dengan memperlihatkan adanya gangguan sistem
saraf. 3
Beberapa metode terapi telah sejak lama dikembangkan untuk
mengatasi ikterik pada bayi baru lahir, yaitu fototerapi, transfusi tukar,
pemanfaatan sinar matahari, masase, herbal, dll. Akan tetapi, metode
pengobatan yang lebih banyak digunakan untuk kondisi ikterik pada bayi
baru lahir pada masa pengobatan modern sekarang ini adalah fototerapi
dengan blue light. Sedangkan transfusi tukar mungkin dipertimbangkan
sebagai cara terakhir untuk menurunkan kadar bilirubin pada kasus di mana
ikterik tidak menunjukkan respon yang diinginkan pada penggunaan
metode pengobatan yang lain. 6 Penelitian berbasis rumah sakit di USA
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep dasar ikterus?
2. Bagaimanakah konsep dasar fototerapi?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami konsep dasar ikterus
2. Mengetahui dan memahami konsep dasar fototerapi
D. Manfaat
1. Teoritis
Mengetahui konsep dasar ikterus dan fototerapi sebagai metode
pengobatan ikterus pada bayi baru lahir.
A. IKTERUS
1. Pengertian
Ikterus adalah kondisi umum di antara neonatus, yang disebabkan
oleh meningkatnya heme dan fisiologis hati yang belum matang dalam
konjugasi dan ekskresi bilirubin. Untuk bayi aterm yang paling sehat,
tingkat bilirubin tak terkonjugasi meningkat di atas 17 umol/L (10
mg/dL) antara hari ke-3 dan ke-6 kehidupan dan akan mengalami
penurunan pada hari – hari berikutnya.9 Ikterus neonatorum juga
didefinisikan sebagai keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh
pewarnaan kuning pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak
terkonjugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak
pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL.10
Sedangkan menurut IDAI (2013), ikterus adalah pewarnaan kuning
yang tampak pada sklera dan kulit yang disebabkan oleh penumpukan
bilirubin. Ikterus umumnya mulai tampak pada sklera (bagian putih
mata) dan muka, selanjutnya meluas secara sefalokaudal (dari atas ke
bawah) ke arah dada, perut dan ekstremitas. Pada bayi baru lahir,
ikterus seringkali tidak dapat dilihat pada sklera karena bayi baru lahir
umumnya sulit membuka mata. 11 Hiperbilirubinemia merujuk pada
tingginya kadar bilirubin terakumulasi dan ditandai dengan jaundice
atau ikterus, suatu pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan kuku. 12
Ikterus pada bayi baru lahir pada minggu pertama terjadi pada
60% bayi aterm dan 80% bayi preterm. Hal ini adalah keadaan yang
fisiologis. Walaupun demikian, sebagian bayi akan mengalami ikterus
yang berat sehingga memerlukan pemeriksaan dan tata laksana yang
benar untuk mencegah kesakitan dan kematian. 11
Tabel 2.1 Level Bilirubin dan Kadar Bilirubin menurut Kramer’s Rule15
Gambar 2.2 Penilaian Visual Ikterus Bayi Baru Lahir menurut Kramer’s
Rule15
Keterangan:
1) Ikterus derajat I : kepala dan leher (10 mg/dl)
6. Komponen Penilaian15
Identifikasi faktor resiko terjadinya ikterus dan tingkat keparahan
hiperbilirubinemia penting dilakukan ketika bayi mulai tampak kuning agar
dapat menilai kondisi bayi secara umum dan memeriksa serta memastikan
terjadinya tanda keracunan bilirubin. Penilaian yang tepat dibutuhkan
untuk menentukan penanganan selanjutnya, sebagai beikut: 15
a. Penurunan BB secara drastis
Penurunan BB ≥7% meningkatkan resiko terjadinya
hiperbilirubinemia secara signifikan. Pada bayi yang memperoleh ASI
Eksklusif, penurunan BB ≥8% pada dua hari pertama kehidupan dan
>11% pada hari ketiga kehidupan mengindikasikan bahwa bayi
selanjutnya akan mengalami hiperbilirubinemia. Sedangkan penurunan
BB ≥7% merupakan faktor resiko yang dapat mengarah pada terjadinya
hiperbilirubinemia yang berat (TSB >20mg/dL (342 umol/l) sehingga
perlu dimonitor lebih lanjut. Asupan ASI yang adekuat, BB, status
dehidrasi harus dinilai selama minggu pertama kehidupan.
B. FOTOTERAPI
1. Mekanisme Kerja Fototerapi
Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi
bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau
urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia
yaitu isomerisasi. Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer
kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari
plasma melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi
bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin
plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole
yang diekskresikan lewat urin. Fotoisomer bilirubin lebih polar
dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan
melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa
diekskresikan lewat urin. 8
Untuk bayi dengan berat lahir kurang dari 1000 gram, memulai
fototerapi sebesar 5 - 6 mg / dL pada usia 24 jam, kemudian
meningkat secara bertahap sampai usia 4 hari. Efisiensi fototerapi
tergantung pada jumlah bilirubin yang diradiasi. Penyinaran area
kulit permukaan besar lebih efisien daripada penyinaran daerah
kecil, dan efisiensi meningkat fototerapi dengan konsentrasi
bilirubin serum.
d. Dehidrasi
Insesible Water Loss ↑ (30-100%) karena menyerap energi foton.
e. Ruam kulit
Gangguan fotosensitasi terhadap sel mast kulit dengan pelepasan
histamin.
Pelumas minyak atau losion tidak boleh dioleskan ke kulit
untuk menghindari kulit menjadi cokelat atau efek ―gosong. Bayi
aterm yang mendapat fototerapi mungkin perlu tambahan volume
cairan untuk mengompensasi kehilangan caian isensibel dan
intestinal. Karena fototerapi meningkatkan ekskresi bilirubin yang tak
terkonjugasi melalui usus, feses cair menunjukkan peningkatan
pengeluaran bilirubin. Sering defekasi menyebabkan iritasi perianal,
sehingga pentng dilakukan asuhan kulit yang teliti terutama menjaga
kulit bersih dan kering.12
C. KAJIAN JURNAL
A. Kesimpulan
Ikterus adalah kondisi umum di antara neonatus, yang disebabkan
oleh meningkatnya heme dan fisiologis hati yang belum matang dalam
konjugasi dan ekskresi bilirubin.
Ikterus dibagi menjadi 2 macam, yaitu Ikterus Fisiologis dan Patologis.
Ikterus Fisiologis terhadi dimana Kadar bilirubin tidak terkonjugasi
(unconjugated bilirubin/ UCB) pada neonatus aterm dapat mencapai 6-8
mg/dL pada usia 3 hari, setelah itu berangsur turun. Sedangkan ikterus
patologis yaitu keadaan dimana TSB (Total Serum Bilirubin) dianggap
sebagai suatu keadaan patologis apabila kadarnya melebihi 5 mg/ dl pada
hari pertama kehidupan pada bayi baru lahir aterm, 10 mg/ dl pada hari
kedua, atau 12-13 mg/ dl setelahnya.
Untuk penanganan terkini ikterus neonatorum, terapi sinar atau
fototerapi masih menjadi pilihan utama dalam mengatasi ikterus
neonatorum. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin
menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu
atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia
yaitu isomerisasi. Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer
kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari
plasma melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi
bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma
tak terkonjugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang
diekskresikan lewat urin.
B. Saran