Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat
tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada
neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi
dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada
neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Keadaan bayi kuning (ikterus) sangat sering terjadi pada bayi baru lahir,
terutama pada BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Banyak sekali penyebab bayi
kuning ini. Yang sering terjadi adalah karena belum matangnya fungsi hati bayi
untuk memproses eritrosit ( sel darah merah). Pada bayi usia sel darah merah
kira-kira 90 hari. Hasil pemecahannya, eritrosit harus diproses oleh hati bayi.
Saat lahir hati bayi belum cukup baik untuk melakukan tugasnya. Sisa
pemecahan eritrosit disebut bilirubin, bilirubin ini yang menyebabkan kuning
pada bayi. Kejadian ikterus pada bayi baru lahir (BBL) sekitar 50% pada bayi
cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan (BBLR). Kejadian ini berbeda-
beda untuk beberapa negara tertentu dan beberapa klinik tertentu di waktu
tertentu.
B. Rumusan Masalah
1.       Apa pengertian dari Ikterus ?
2.       Apa penyebab dan faktor resiko dari Ikterus ?
3.       Apa tanda dan gejala dari Ikterus ?
4.       Bagaimana pengananan dari Ikterus ?
C. Tujuan
Untuk menambah ilmu pengetahuan bagi semua mahasiswa
yang membaca makalah ini.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ikterus
Ikterus atau Hiperbilirubinemia pada BBL adalah meningginya kadar
bilirubin didalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa
dan alat tubuh lainnya berwarna kuning.Ikterus pada bayi baru lahir terdapat
pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang
bulan.
Ikterus pada bayi baru lahir merupakan suatu gejala fisiologis atau dapat
merupakan hal patologis. Ikterus atau warna kuning pada bayi baru lahir dalam
batas normal pada hari ke 2-3 dan menghilang pada hari ke-10.
Ikterik neonatorum dikelompokkan menjadi dua yaitu :
Ikterus Fisiologis
Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak
terkonjugasi pada minggu pertama > 2mg/dL. Pada bayi cukup bulan
yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan mencapai puncaknya
sekitar 6 – 8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan
menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat
sebesar 1 mg/dL selama 1 – 2 minggu.
Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin
puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi ( 7 – 14 mg/dL ) dan
penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2 – 4 minggu
bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu.

Ikterus Patologis
Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam. Peningkatan kadar
bilirubin total serum 0,5 mg/dL/jam. Ikterus diikuti dengan

2
adanya tanda – tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi
( muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang
cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil ). Ikterus
bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari
pada bayi kurang bulan.

B. Penyebab dan Faktor Resiko Ikterus


Kuning pada bayi timbul karena adanya timbunan bilirubin (zat/
komponen yang berasal dari pemecahan hemoglobin dalam sel darah merah) di
bawah kulit. Pada saat masih dalam kandungan, janin membutuhkan sel darah
merah yang banyak karena paru-parunya belum berfungsi.
Sel darah merah mengangkut oksigen dan nutrisi dari ibu ke bayi melalui
plasenta. Sesudah bayi lahir, paru-parunya sudah berfungsi, sehingga darah
merah ini tidak dibutuhkan lagi dan dihancurkan. Salah satu hasil pemecahan itu
adalah bilirubin.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ikterus, yaitu
sebagai berikut:
Prahepatik (ikterus hemolitik)
Ikterus ini disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat
pada proses hemolisis sel darah merah (ikterus hemolitik). Peningkatan
bilirubin dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
infeksi, kelainan sel darah merah, dan toksin dari luar tubuh, serta dari
tubuh itu sendiri.
Pascahepatik (obstruktif)
Adanya obstruktif pada saluran empedu yang mengakibatkan
bilirubin konjungasi akan kembali lagi ke dalam sel hati dan masuk ke
dalam aliran darah, kemudian sebagian masuk dalam ginjal dan
diekskresikan dalam urine. Sementara itu, sebagian lagi tertimbun dalam
tubuh sehingga kulit dan sklera berwarna kuning kehijauan serta gatal.
Sebagai akibat dari obstruksi saluran empedu menyebabkan ekresi

3
bilirubin ke dalam saluran pencernaan berkurang, sehingga fases akan
berwarna putih keabu-abuan, liat, dan seperti dempul.
Hepatoseluler (ikterus hepatik)
Konjugasi bilirubin terjadi pada sel hati, apabila sel hati
mengalami kerusakan maka secara otomatis akan mengganggu proses
konjugasi bilirubin sehingga bilirubin direct meningkat dalam aliran
darah. Bilirubin direct mudah dieksresikan oleh ginjal karena sifatnya
mudah larut dalam air, namun sebagian masih tertimbun dalam aliran
darah.
Faktor resiko untuk timbulnya ikterus neonatorum :
Faktor Maternal :
1) Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
2) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
3) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
4) ASI
Faktor Perinatal :
1) Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
2) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
Faktor Neonatus :
1) rematuritas
Faktor genetik :
1) Polisitemia
2) Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
3) Rendahnya asupan ASI
4) Hipoglikemia
5) Hipoalbuminemia

4
C. Tanda dan Gejala Ikterus
Fisiologis
Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi baru lahir,
tidak mempunyai dasar patologis sehingga tidak berpotensi menjadi kern
ikterus. Ikterus fisiologis ini memiliki tanda-tanda berikut:
a) Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir.
b) Kadar bilirubin inderect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus cukup
bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg% per hari.
d) Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%
e) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
f) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.

Patologis 
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis dengan
kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Ikterus
patologis memiliki tanda dan gejala sebagai berikut:
a) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
b) Kadar bilirubin inderect melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan
atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
c) Peningkatan bilirubin melebihi 5 mg% per hari.
d) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama
e) Kadar bilirubin direct lebih dari 1 mg%
f) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik

D. Penanganan Ikterus
1. Ikterus fisiologis
 Lakukan perawatan seperti bayi baru lahir normal lainnya
 Lakukan perawatan bayi sehari-hari, seperti:

5
 Memandikan
  Melakukan perawatan tali pusat
 Membersihkan jalan nafas
 Menjemur bayi di bawah sinar matahari pagi, kurang lebih 30
menit
 Jelaskan pentingnya hal-hal seperti :
 Memberikan ASI sedini dan sesering mungkin
 Menjemur bayi di bawah sinar matahari dengan kondisi
telanjang selama 30 menit,15 menit dalam posisi terlentang,
dan 15 menit sisanya dalam posisi tengkurap
 Memberikan asupan makanan bergizi tinggi bagi ibu,
  Menganjurkan ibu untuk tidak minum jamu
 Apabila ada tanda ikterus yang lebih parah (misalnya feses berwarna
putih keabu-abuan dan liat seperti dempul), anjurkan ibu untuk
segera membawa bayinya ke puskesmas. Anjurkan ibu untuk kontrol
setelah 2 hari.
2. Hiperbilirubinemia sedang
 Berikan ASI secara adekuat
  Lakukan pencegahan hipotermi
 Letakkan bayi di tempat yang cukup sinar matahari ± 30 menit,
selama 3-4 hari
 Lakukan pemeriksaan ulang 2 hari kemudian
 Anjurkan ibu dan keluarga untuk segera merujuk bayinya jika
keadaan bayi bertambah parah serta mengeluarkan feses bewarna
putih keabu-abuan dan liat seperti dempul
3. Hiperbilirubenemia berat
 Berikan informer consent pada keluarga untuk segera merujuk
bayinya
 Selama persiapan merujuk, berikan ASI secara adekuat

6
 Lakukan pencegahan hipotermi
 Bila mungkin, ambil contoh darah ibu sebanyak 2,5 ml.
Bentuk terapi bermacam-macam, disesuaikan dengan kadar kelebihan
yang ada, yaitu
a. Terapi sinar (fototerapi)
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai
kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan
fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi
mudah larut dalam air tanpa harus diubah dulu  oleh organ hati. Terapi
sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak terus meningkat
sehingga menimbulkan resiko yang lebih fatal.
Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu
neon dengan panjang gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar
12 buah dan disusun secara paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah
kaca yang disebut flaxy glass yang berfungsi meningkatkan energi
sinar sehingga intensitasnya lebih efektif.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan terapi
sinar ialah :
 Lampu yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500
jam, untuk menghindarkan turunnya energi yang dihasilkan oleh
lampu yang digunakan.
 Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin
terkena sinar.
 Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan
cahaya untuk     mencegah kerusakan retina. Penutup mata
dilepas saat pemberian minum dan kunjungan orang tua untuk
memberikan rangsang visual pada neonatus. Pemantau iritasi
mata dilakukan tiap 6 jam dengan membuka penutup mata.

7
 Daerah kemaluan ditutup, dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya  untuk melindungi daerah kemaluan dari
cahaya fototerapi.
 Posisi lampu diatur dengan jarak 20-30 cm di atas tubuh bayi,
untuk mendapatkan energi yang optimal
 Posisi bayi diubah tiap 8 jam, agar tubuh mendapat penyinaran
seluas mungkin
 Suhu tubuh diukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu
 Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses dan
muntah diukur, dicatat dan dilakukan pemantauan tanda dehidrasi
 Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan
ditingkatkan
 Lamanya terapi sinar dicatat
Kelainan yang mungkin timbul pada neonatus yang mendapat terapi
sinar adalah :
a. Peningkatan kehilangan cairan yang tidak teratur (insensible water loss)
Energi fototerapi dapat meningkatkan suhu lingkungan dan
menyebabkan peningkatan penguapan melalui kulit, terutama bayi
premature atau berat lahir sangat rendah. Keadaan ini dapat diantisipasi
dengan pemberian cairan tambahan.
b. Frekuensi defekasi meningkat
Meningkatnya bilirubin indirek pada usus akan meningkatkan
pembentukan enzim laktase yang dapat meningkatkan peristaltic
usus. Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan mengurangi
timbulnya diare.
c. Timbul kelainan  kulit “flea bite rash” di daerah muka badan dan
ekstrimitas
Kelainan ini akan segera hilang setelah terapi dihentikan.
Dilaporkan pada beberapa terjadi “Bronze baby syndrom” hal ini terjadi

8
karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi
sinar. Perubahan warna kulit ini bersifat sementara dan tidak
mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi.
d. Peningkatan suhu
Beberapa neonatus yang  mendapat terapi sinar, menunjukkan
kenaikan suhu lingkungan yang meningkat atau gangguan pengaturan
suhu tubuh bayi pada bayi premature fungsi termostat atau yang belum
matang. Pada keadaan ini fototerapi dapat dilanjutkan dengan mematikan
sebagian lampu yang digunakan dan dilakukan pemantauan suhu tubuh
neontus dengan jangka waktu (unterval) yang lebih singkat.
e. Kadang ditemukan kelainan, seperti gangguan minum, lateragi, dan
iritabilitas. Keadaan ini bersifat sementara dan akan hilang dengan
sendirinya.
f. Gangguan pada mata dan pertumbuhan
Kelainan retina dan gangguan pertumbuhan ditemukan pada
binatang percoban. Pada neonatus yang mendapat terapi sinar, gangguan
pada retina dan fungsi penglihatan lainnya serta gangguan tumbuh
kembang tidak dapat dibuktikan dan belum ditemukan, walupun
demikian diperlukan kewaspadaan perawat tentang kemungkinan
timbulnya keadaan tersebut.
b. Terapi Transfusi
Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar
bilirubin terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka
perlu dilakukan terapi transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin
dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah
yang harus diwaspadai karena anak bisa mengalami beberapa gangguan
perkembangan. Misalnya keterbelakangan mental, cerebrel palsy,
gangguan motorik dan bicara, serta gangguan penglihatan dan
pendengaran. Untuk itu, darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang
dan ditukar dengan darah lain.

9
c. Terapi Obat-obatan
Terapi lainnya adalah dengan obat-obatan. Misalnya
phenobarbital atau luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di
sel-sel hati sehingga bilirubin yang sifatnya indirect berubah menjadi
direct. Ada juga obat-obatan yang mengandung plasma atau albumin
yang berguna untuk mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut
bilirubin n bebas ke organ hati.
Efek sampingnya adalah mengantuk dan akibatnya bayi jadi
banyak tidur dan kurang minum ASI sehingga dikhawatirkan terjadi
kekurangan kadar gula dalam darah yang justru memicu peningkatan
bilirubin. Oleh karena itu, terapi obat-obatan bukan menjadi pilihan
utama untuk menangani hiperbilirubin karena biasanya dengan fototerpi
si kecil sudah bisa ditangani.
d. Menyusui Bayi dengan ASI
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses
dan urine, untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti
diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat
memperlancar buang air besar dan buang air kecilnya. Akan tetapi,
pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan dokter karena pada
beberapa kasus, ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast
milk jaundice).
e. Terapi Sinar Matahari
Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan.
Biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah
sakit. Caranya, bayi dijemur selama setengah jam dengan posisi yang
berbeda-beda. Caranya seperempat jam dalam keadaaan terlentang,
misalnya, seperempat jam kemudian telungkup. Lakukan antara jam
07.00 sampai 09.00. Inilah waktu dimana sinar surya efektif mengurangi
kadar bilirubin. Di bawah  jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup

10
efektif, sedangkan di atas jam sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi
sehingga akan merusak kulit.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ikterus adalah keadaan dimana meningginya kadar bilirubin didalam
jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh
lainnya berwarna kuning. Ini disebabkan oleh karena adanya timbunan bilirubin
(zat/ komponen yang berasal dari pemecahan hemoglobin dalam sel darah
merah) di bawah kulit.
Ikterus dikelompokkan menjadi dua yaitu  Ikterus fisiologis yang
biasanya timbul pada hari kedua dan ketiga dan tanpa ada dasar patologis
sedangkan Ikterus patologis muncul pada 24 jam pertama bayi lahir dan akan
menetap selama 2 minggu dan kadar bilirubinnya melampaui batas kadar
hiperbilirubinemia. Penanganan pada bayi ikterus bermacam-macam sesuai
tingkatan dan kadar bilirubinnya.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini , masih banyak terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, sangat diperlukan kritik dan saran yang membangun  agar dalam
pembuatan makalah selanjutnya lebih baik lagi. Selain itu, makalah ini
disarankan pula untuk dijadikan tolak ukur dalam pembuatan makalah-makalah
selanjutnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Makalah Ikterus Pada Neonatorum (aouraito.blogspot.com)

13

Anda mungkin juga menyukai