Anda di halaman 1dari 67

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Flour albus adalah cairan yang keluar dari alat genitalia tetapi tidak

berupa darah. Flour albus merupakan tanda awal yang terjadi pada masalah

ginekologik, tanda awal ini diketahui setelah tanda gejala itu timbul dan

mengotori pakaian dalam. Flour albus merupakan masalah yang dianggap

sederhana oleh kebanyakan kaum wanita. (Sarwono, 2010).

Berdasarkan data WHO (2013), angka prevalensi tahun 2014

penyebab terjadinya flour albus latologik yaitu 25%-50% candidiasis, 20%-

40% bacterial vaginosis dan 5%-15% trichomoniasis. Selain oleh faktor

jamur, bakteri maupun parasit, meningkatkan angka keputihan juga

disebabkan oleh perilaku wanita dalam menjaga kebersihan genitalia. Menurut

penelitian Zubier (2010), wanita di Eropa yang mengalami keputihan sekitar

25% disebabkan karena factor cuaca.

Di Indonesia, jumlah wanita yang mengalami keputihan ini sangat

besar, lebih dari 75% wanita Indonesia sudah mengalami keputihan minimal

satu kali dalam hidupnya dan 45% diantaranya mengalami flour albus dua

kali atau lebih. Lebih dari 70% wanita Indonesia sudah mengalami keputihan

yang diakibatkan oleh jamur (candida albicans) atau protozoa (trichomonas

vaginalis) (Widyastuti, 2009). Sekitar 90% wanita Indonesia berpotensi

terjadi keputihan karena hal ini berkaitan dengan cuaca yang lembab yang

1
2

mempermudah wanita Indonesia mengalami keputihan disebabkan cuaca yang

lembab mempermudah berkembangnya infeksi jamur (Sarwono, 2010).

Berdasarkan Data Statistik Indonesia tahun 2012 dari 43,3 juta jiwa

remaja berusia 15-24 tahun di Indonesia berperilaku tidak sehat. Remaja putri

Indonesia dari 23 juta jiwa berusia 15-24 tahun, diantaranya 83% pernah

berhubungan seksual yang berpeluang mengalami penyakit menular seksual

(PMS) yang merupakan salah satu penyebab keputihan. Prevelensi wanita usia

subur yang mengalami flour albus patologik di Sumatera Barat pada tahun

2017 sebanyak 65% sedangkan di kota Padang sebanyak 5,3%.

Flour albus atau keputihan ini dapat dibedakan menjadi dua macam

yaitu flour albus fisiologik dan flour albus patologik. Flour albus fisiologik

merupakan cairan yang keluar berupa mukus yang banyak terdapat epitel dan

sedikit leukosit sedangkan flour albus patologik merupakan cairan yang

banyak mengandung leukosit (Sarwono, 2010).

Flour albus banyak terjadi pada wanita usia subur. Menurut WHO

wanita usia subur (WUS) adalah wanita dengan usia 15-49 tahun. Puncak

kesuburan wanita terjadi pada rentang usia 20-29 tahun. Pada rentang usia 20-

29 tahun, kesempatan hamil dapat mencapai 95%. Menurut Dinas Kesehatan

Kota Padang rentang usia pada wanita usia subur yaitu 15-39 tahun.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Padang jumlah

wanita usia subur dengan usia 15-39 tahun terbanyak di masing-masing

wilayah kerja puskesmas yaitu puskesmas Lubuk Buaya sebanyak 24.377


3

jiwa, puskesmas Andalas sebanyak 19.246 jiwa dan puskesmas Pauh

sebanyak 15.269 jiwa.

Wanita usia subur rentan mengalami gangguan pada organ reproduksi

yang berujung pada infertilitas/ketidaksuburan. Menurut penelitian Rahayu

tahun 2015 kejadian flour albus banyak diderita oleh wanita usia subur karena

keletihan dalam bekerja, vulva hyqiene yang kurang baik, alat kontrasepsi dan

berhubungan seksual sehingga benda asing yang masuk ke bagian organ

seksual karena pertahan tubuh yang kurang baik sehingga penyakit dengan

mudah untuk menyerang tubuh.

Berdasarkan penelitian Andalas tahun 2011 kejadian flour albus di

poliklinik Gynecologi RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh terdapat 18

kasus flour albus, dari 18 kasus flour albus terjadi pada usia 25-34 tahun

(55,6%), sedangkan penderita yang paling sedikit berusia antara 35-44 tahun

dan 45-54 tahun (11,1%) ini diakibatkan karena wanita golongan produktif.

Dampak keputihan pada wanita usia subur dapat berpengaruh terhadap

kesuburan bahkan dapat menyebabkan kematian. Gangguan kesuburan

banyak terjadi akibat menjalar sampai ke bagian organ reproduksi yang lebih

atas yakni ke rahim dan saluran telur menyebabkan terjadinya penyakit

inflamasi pada panggul (PID), infeksi pada saluran berkemih dan abses

kelenjar bartholin, ibu hamil mengalami keputihan dapat mengakibatkan

kelahiran premature (Kumalasari & Andhyantoro, 2012).

Penelitian yang dilakukan Wandira pada tahun 2013 di poliklinik

kebidanan RSUP M.Djamil di dapatkan data rekam medik penderita


4

keputihan dari tahun 2011, 2012 dan 2013. Pada tahun 2011 ada 252 pasien

yang mendatangi rumah sakit dengan keluhan keputihan. Dari 252 pasien

yang mengeluhkan tentang masalah keputihan 18,75% merupakan usia remaja

(12-24 tahun), usia 25-45 tahun sebesar 48,4%, usia lebih dari 45 tahun 32,1%

dan selebihnya usia dibawah 12 tahun sebesar 0,8%. Pada tahun 2012 pasien

flour albus sebanyak 92 pasien dan mengalami peningkatan dan tahun 2013

meningkat menjadi 96 pasien.

Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi flour

albus yaitu dengan cara personal hyqiene, farmakologi dan non farmakologi.

Intervensi yang dapat dilakukan secara non farmakologi yaitu penggunaan

terapi herbal adalah daun sirih dan bawang putih. Menurut penelitian

Firmanila dkk tahun 2016 daun sirih merah memiliki kandungan alkaloid

yang tidak dimiliki oleh daun sirih hijau berguna sebagai antimikroba dan

daun sirih merah mengandung daya antiseptic dua kali lebih tinggi dari daun

sirih hijau. Air rebusan daun sirih merah juga mengandung karvakrol yang

bersifat desinfektan dan anti jamur. Berdasarkan penelitian Sulistiyowati dkk

pada tahun 2016 bahwa bawang putih dapat mengatasi keputihan karena

kandungan dalam bawang putih sebagai antibakteri yang dapat menghambat

bakteri dan virus. Daun sirih mengandung eugenol, tannin, fenol, clavicol

yang berfungsi sebagai pembasmi jamur candida Albicans dan antiseptic.

Bawang putih memiliki kandungan antibakteri yang dapat menghambat

bakteri jamur dan virus. (Sulistiyowati & Amalia, 2016).


5

Data yang di dapatkan oleh peneliti di Puskesmas Andalas tahun 2017

tentang wanita usia subur yang mengalami flour albus berjumlah 32 orang.

Survey awal yang dilakukakn peneliti pada tanggal 9 Februari 2018 melalui

wawancara yang dilakukan peneliti mendapatkan 8 (25%) orang dinyatakan

sembuh dari flour albus, 15 (46,87%) orang pernah menggunakan air rebusan

daun sirih merah untuk di cebokkan pada vagina dalam mengatasi flour albus,

5 (15,62%) orang tidak pernah mengkonsumsi air rebusan bawang putih untuk

mengatasi flour albus dan 4 (12,5%) orang tidak tau manfaat menggunakan

air rebusan daun sirih merah dan bawang putih dalam mengatasi flour albus.

Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Perbedaan Efektivitas Pemberian Air Rebusan Daun

Sirih Merah dan Bawang Putih Terhadap Penurunan Kejadian Fluor Albus

Patologik Pada Wanita Usia Subur di Puskesmas Andalas Padang Tahun

2018”

B. Rumusan Masalah

Flour albus patologik sering terjadi pada wanita usia subur yang

berusia 15-49 tahun. Hal ini terjadi karena wanita usia subur termasuk usia

golongan produktif sehingga mudah terserang penyakit pada sistem

reproduksi. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk meneliti cara

menurunkan kejadian flour albus patologik pada wanita usia subur seperti

personal hyqiene, farmakologi dan non farmakologi. Penelitian untuk meneliti

perbedaan efektifitas pemberian air rebusan daun sirih merah dan air rebusan

bawang putih sudah pernah dilakukan tetapi tidak pada flour albus patologik
6

dan wanita usia subur. Oleh karena itu penelitian terhadap efektifitas dan

intervensi perlu diberikan untuk mengetahui “Manakah yang lebih efektif

antara air rebusan daun sirih merah dan air rebusan bawang putih terhadap

penurunan kejadian flour albus patologik pada wanita usia subur”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan efektivitas pemberian air rebusan

daun sirih merah dengan air rebusan bawang putih terhadap penurunan

kejadian fluor albus patologik pada wanita usia subur di puskesmas

andalas Padang tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi karakteristik responden yaitu

usia, pekerjaan dan pendidikan responden dengan flour albus

patologik di puskesmas Andalas Padang.

b. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian flour albus patologik

sebelum pemberian air rebusan daun sirih merah pada wanita

usia subur di puskesmas Andalas Padang.

c. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian flour albus patologik

sesudah pemberian air rebusan daun sirih merah pada wanita

usia subur di puskesmas Andalas Padang.

d. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian flour albus patologik

sebelum pemberian air rebusan bawang putih pada wanita usia

subur di puskesmas Andalas Padang.


7

e. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian flour albus patologik

sesudah pemberian air rebusan bawang putih pada wanita usia

subur di puskesmas Andalas Padang.

f. Mengetahui perbedaan efektifitas pemberian air rebusan daun

sirih merah dengan bawang putih terhadap penurunan kejadian

flour albus patologik di Puskesmas Andalas Padang Tahun

2018.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan bagi tenaga kesehatan untuk memeriksa kejadian flour

albus patologik pada wanita usia subur pada setiap ibu yang berkunjung ke

pelayanan kesehatan. Pada petugas kesehatan agar dapat memberikan

informasi mengenai penanganan non farmakologi yang dapat dilakukan

untuk menurunkan kejadian flour albus patologik seperti air rebusan daun

sirih merah dan bawang putih.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi

mahasiswa keperawatan pada pelajaran keperawatan komplementer

sebagai bahan bacaan dan menambah referensi di perpustakaan STIKes

MERCUBAKTIJAYA PADANG

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai perbandingan

untuk melakukan penelitian selanjutnya dan memberikan informasi tentang


8

obat tradisional yang lain selain air rebusan daun sirih merah dan bawang

putih.

4. Bagi Peneliti

Diharapkan peneliti dapat menambah pengetahuan dan wawasan agar

dapat diterapkan dan dituangkan dalam mengatasi masalah kesehatan

dengan menggunakan terapi non farmakologi.


9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Flour Albus (Keputihan)

1. Pengertian Flour Albus

Flour albus atau keputihan merupakan cairan abnormal yang keluar

dari vagina yang diakibatkan oleh infeksi jamur sehingga dapat merasakan

gatal-gatal di sekitar area luar vagina (Sarwono, 2010).

Flour albus atau keputihan dikelompokkan menjadi dua yaitu flour

albus fisiologik dan flour albus patologik. Flour albus fisiologik merupakan

cairan yang keluar melalui vagina berupa mukus yang banyak terdapat epitel

dan sedikit leukosit. Flour albus fisiologik muncul pada saat setelah menarche

akibat pengaruh estrogen kemudian hilang sendiri sehingga dapat

menimbulkan ketidaknyamanan, waktu saat evolusi dengan pengeluaran

secret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri menjadi lebih encer dan pengeluaran

secret semakin bertambah akibat penyakit manahun (Sarwono, 2010).

Flour albus patologik merupakan cairan yang keluar dari vagina yang

ditandai dengan warna kekuning-kuningan sampai hijau, lebih kental serta

berbau dan banyak mengandung leukosit. Flour albus patologik ini timbul

akibat infeksi (Sarwono, 2010). Factor yang mengakibatkan infeksi meliputi

bakteri, jamur, parasit, dan virus. Infeksi bakteri yaitu gonococcus, chlamydia,

trichomatis, infeksi jamur yaitu candida dan infeksi parasir yaitu trichomonas

vaginalis. Factor non infeksi yaitu adanya benda asing dalam vagina, lembab

9
10

di daerah kemaluan, kondisi psikologis (stress), suka menahan buang air kecil,

cara cebok yang tidak benar dan kurang bersih (Manuaba, 2009)

2. Tanda dan Gejala

Menurut Kusmiran (2012) tanda dan gejala yang ditimbulkan dari

flour albus patologik sebagai berikut :

1) Berwarna putih kehijauan, keabu-abuan atau kekuningan dengan bau

yang menusuk.

2) Gatal pada organ intim.

3) Rasa terbakar dan panas.

4) Bagian luar organ intim berwarna kemerahan.

5) Nyeri saat berkemih dan nyeri saat hubungan intim.

3. Penyebab

Flour albus patologik dapat disebabkan beberapa hal berikut ini, yaitu:

a) Infeksi

a. Infeksi Jamur

Infeksi jamur terjadi jika ada kelainan flora vagina

(misalnya penurunan laktobasil) dan 80-95% disebabkan oleh

Candida albicans. Gejala yang biasanya muncul adalah

keputihan kental seperti keju, bewarna putih susu, rasa gatal,

dan sebagian melekat pada dinding vagina akibatnya terjadi

kemerahan dan pembengkakan pada mulut vagina. Infeksi

kandida tidak dianggap sebagai penyakit menular seksual dan


11

dapat timbul pada wanita yang belum menikah (Manuaba,

2009)

b. Bakteri

1. Gardnerella vaginalis

Bakteri ini terdapat kira-kira 30% dalam flora vagina

wanita normal. Mikroorganisme ini merupakan bakteri

batang gram negatif yang biasanya ditemukan bersamaan

dengan bakteri anaerob (misalnya Bakteriodes dan

Peptokokus), sehingga dapat menyebabkan peradangan

vagina. Menghasilkan asam amino yang akan diubah

menjadi senyawa amin yang akan menghasilkan berbau

amis dan bewarna keabu-abuan. Fluor albus yang

berlebihan akan ditandai dengan bau amis yang disertai

rasa tidak nyaman di perut bagian bawah (Manuaba, 2009).

2. Gonokokus

Penyakit ini disebut juga dengan Gonorrhoe yang

disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoe dan sering

terjadi akibat hubungan seksual. Tanda dan gejalanya yaitu

flour albus yang bewarna kekuningan atau nanah dan rasa

nyeri saat berkemih (Manuaba, 2009).


12

3. Klamidia trakomatis

Infeksi biasanya ditandai dengan munculnya keputihan

mukopurulen, seringkali berbau dan gatal (Manuaba,

2009).

4. Parasit

Parasit yang sering menyebabkan keputihan adalah

Trichomonas vaginalis. T. Vaginalis merupakan infeksi

yang ditularkan secara seksual. Sumber kuman seringkali

berasal dari pria dan terdapat di bawah preputium atau

dalam uretra atau uretra bagian prostat. Ditandai dengan

fluor albus yang encer sampai kental, berwarna kuning

kehijauan, dan kadang-kadang berbusa disertai bau busuk,

serta terasa gatal dan panas (Manuaba, 2009)

b) Benda asing

Diakibatkan karena tertinggalnya kondom, pesarium pada

penderita hernia atau prolaps uteri dapat merangsang sekret vagina

berlebihan (Manuaba, 2009).

c) Neoplasma jinak dan kanker

Flour albus atau keputihan dapat ditemukan pada neoplasma

jinak maupun ganas bila memasuki lumen saluran alat genitalia,

seperti cairan yang banyak dan berbau busuk disertai darah tak segar

(Manuaba, 2009).
13

d) Menopause

Saat menopause kadar hormone menurun sehingga vagina

kering dan mengalami penipisan yang mengakibatkan mudah luka dan

disertai infeksi (Manuaba, 2009).

4. Patofisiologi
Flour albus yang fisiologis terjadi karena pengaruh hormone estrogen

dan progesterone yang berubah keadaannya terutama pada saat siklus haid,

sehingga jumlah dan konsistensi sekresi vagina berbeda. Sekresi meningkat

pada saat ovulasi atau sebelum haid. Bakteri dalam vagina telah

menyesuaikan diri dengan perubahan ini dan biasanya tidka terjadi gangguan.

Laktobasili mengubah glikogen dalam cairan vagina menjadi asam laktat.

Asam laktat ini mempertahankan ke asaman vagina dan mencegah

pertumbuhan bakteri yang merugikan. Bila kadar salah satu atau kedua

hormone berubah secara dramatis, keseimbangan pH yang ketat ini akan

terganggu. Laktobasili tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga

mudah terjadi infeksi (Kusmiran, 2012).

Perlekatan candida tandanya infeksi sudah mulai masuk pada sel

epitel vagina. Candida mensekresikan enzim proteolitik yang menyebabkan

terjadinya kerusakan ikatan protein sel penjamu sehingga proses invasi

dengan mudah terjadi. Kolonisasi candida terbentuk sehingga memudahkan

proses imunisasi tersebut berlangsung pada penjamu (Kusmiran, 2012)

5. Komplikasi

Keputihan dapat menimbulkan beberapa komplikasi seperti:


14

 Terjadinya infeksi pada saluran berkemih dan abses kelenjar bartholin.

 Jika ibu hamil mengalami keputihan akibat infeksi trikomonas dapat

mengakibatkan kelahiran premature.

 Infeksi yang menyebar ke atas atau ke organ reproduksi seperti

endometrium, tuba fallopi, dan serviks menyebabkan terjadinya

penyakit inflamasi pada panggul (PID) yang sering menimbulkan

infertilitas dan perlengketan saluran tuba yang memicu terjadinya

kehamilan ektopik.

(Kumalasari, 2012)

6. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan keputihan dilakukan dengan cara menjaga kebersihan

vulva hygiene agar penyakit tidak akan timbul di area vagina seperti

cebok dengan baik, mengganti pakai dalam jika lembab, tidak

memakai celana yang sempit dan sering menganti pembalut jika haid

karna itu juga dapat mengakibatkan timbulnya bakteri (Rahmawati,

2012)

2) Penatalaksanaan keputihan dilakukan farmakologi. Obat yang

digunakan untuk mengatasi penyebab dan mengurangi keluhan. Obat

untuk mengatasi infeksi jamur adalah golongan flukonazol dan untuk

mengatasi infeksi bakteri dan parasit ialah golongan metronidazol.

Obat lain yang juga diberikan adalah oral (berupa pil, tablet, kapsul)

dan krim yang dioleskan. Pada penderita yang sudah memiliki

pasangan, sebaiknya pasangannya juga diberi pengobatan, serta diberi


15

anjuran untuk tidak berhubungan seksual selama dalam pengobatan

(Djuanda, 2007).

3) Penatalaksaan keputihan bisa dilakukan dengan cara non farmakologi

yaitu penggunaan terapi herbal seperti daun sirih, temulawak, kunyit

dan bawang putih. Daun sirih mengandung Eugenol, tannin, fenol,

clavicol yang berfungsi sebagai pembasmi jamur candida Albicans

dan antiseptik. Temulawak mengandung minyak atsiri (3-12%),

minyak ini berkhasiat sebagai antiprotozoa atau anti jamur sebagai

penyebab utama flour albus. Kunyit mengandung senyawa

kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, desmetiksikumin dan

bisdesmetoksikurkumin serta zat-zat manfaat lainnya seperti minyak

atsiri, lemak, karbohidrat, protein, pati, vitamin C, zat besi, fosfor dan

kalsium memiliki potensi antiinflamasi. Bawang putih memiliki

kandungan antibakteri yang dapat menghambat bakteri jamur dan

virus (Suparni, 2017)

B. Wanita Usia Subur

1. Pengertian Wanita Usia Subur

Wanita usia subur (WUS) adalah wanita yang organ reproduksinya

masih baik dengan rentang usia 20-45 tahun. Pada rentang usia 20-29 tahun

merupakan puncak kesuburan wanita. Usia 20-29 tahun memiliki kesempatan

hamil sebesar 95%. Pada usia 30an terjadi penurunan hingga 90% sedangkan

usia 40 tahun kesempatan hamil berkurang hingga menjadi 40%. Setelah usia

40 wanita hanya punya maksimal 10% kesempatan untuk hamil. Wanita usia
16

subur rentan mengalami gangguan pada organ reproduksi yang berujung pada

infertilitas/ketidaksuburan (Suparyanto, 2011). Menurut Depkes RI 2016

adalah wanita yang telah menginjak usia antara 15-49 tahun tanpa

memperhitungkan status perkawinannya.

2. Tanda-tanda Wanita Usia Subur (WUS)


Menurut Suparyanto (2011), tanda-tanda wanita usia subur yaitu :

1) Siklus Haid

a) Siklus haid yang teratur tiap bulan biasanya subur.

b) Dimulai dari hari pertama keluar haid sampai sehari sebelum haid

datang kembali, yang terjadi selama 28 hingga 30 hari.

c) Wanita subur atau tidak dapat dilihat dari siklus haid. Hormone yang

mepengaruhi adalah hormone estrogen dan progesterone.

d) Penyebab perubahan fisiologis pada wanita yang terjadi akibat

pengaruh dari hormone estrogen dan progesterone seperti perubahn

suhu basal tubuh, perubahan sekresi lendir leher rahim (serviks),

perubahan pada serviks, siklus menstruasi (metode kelender) dan

indicator minor kesubururan seperti nyeri perut dan perubahan

payudara.

2) Alat Pencatat kesuburan

a) Ovulation thermometer dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur

kesuburan wanita.

b) Thermometer akan mencatat perubahan suhu badan saat wanita

mengeluarkan benih atau sel telur.


17

c) Thermometer akan bekerja jika benih atau sel telur keluar dan

biasanya kenaikan suhu sebanyak 0,2 derajat celcius selama 10 hari.

3) Tes Darah

a) Siklus haid yang tidak teratur yang dialami oleh wanita seperti yang

haidnya datang tiga bulan sekali atau enam bulan sekali biasanya tidak

subur.

b) Jika terjadi seperti itu dapat dilakukan tes darah untuk mengetahui

penyebab dari tidak lancarnya siklus haid.

c) Tes darah dilakukan untuk mengetahui kandungan hormone yang

berperan pada kesuburan seseorang wanita.

4) Pemeriksaan Fisik

a) Untuk mengetahui organ wanita usia subur seperti buah dada, kelenjar

tiroid pada leher dan organ reproduksi.

b) Kelenjar tiroid yang mengeluarkan hormone tiroksin secara berlebihan

akan mempengaruhi proses pelepasan sel telur.

c) Pemeriksaan buah dada untuk mengetahui hormone prolaktin, jika

horon prolaktin tinggi akan menggangu proses pengeluaran sel telur.

5) Track record

a) Wanita yang mengalami keguguran baik disengaja ataupun tidak,

peluang kuman yang terjangkit pada saluran reproduksi akan tinggi.

b) Kuman ini akan mengakibatkan kerusakan dan penyumbatan saluran

reproduksi.
18

3. Penyakit Infeksi Kelamin Pada Wanita

Menurut Suparyanto (2011) penyakit infeksi yang sering terjadi di

organ reproduksi wanita yaitu sebagai berikut :

1) Flour Albus

Flour albus (keputihan) adalah cairan yang keluar secara

berlebihan dari vagina, baik secara fisiologis maupun patologis yang

diakibatkan oleh infeksi jamur sehingga dapat merasakan gatal-gatal di

sekitar area luar vagina.

2) Infeksi Kelenjar Batholini

Disebabkan oleh bakteri gonorea, siapolokokus atau streptococcus.

Tanda yang di temukan saat pemeriksaan biasanya ada pembengkakan

kelenjar, padat, berwarna merah, nyeri, dan panas. Pengobatan yang

dilakukan untuk mengatasinya dengan cara insisi untuk mengurangi

pembengkakan dan mengeluarkan isinya.

3) Infeksi Vagina (Vulvitis) Diabetika

Ditandai dengan adanya pembengkakan vagina, merah dan

terutama ada rasa gatal yang hebat, dapat disertai dengan rasa nyeri.

4) Infeksi Liang Senggama (Vaginitis)

Ditandai dengan terjadinya infeksi bagian luar (bibir rahim),

pengeluaran cairan (bernanah), terasa gatal dan terbakar. Pada permukaan

kemaluan luar tampak merah membengkak dan terdapat bintik-bintik

merah.
19

5) Servisitis Akuta

Penyakit ini disebabkan oeh infeksi yaitu gonokokus (gonorea)

sebagai salah satu infeksi hubungan seksual. Tandanya yaitu terjadi

pembengkakan pada mulut rahim, keluar cairan bernanah dan rasa nyeri.

6) Servisitis Manahun (Kronis)

Infeksi ini terjadi pada sebagian besar wanita yang telah

melahirkan. Terdapatnya perlukaan ringan pada mulut rahim. Gejala

leukorea yang kadang sedikit atau banyak dan dapat terjadi perdarahan

(saat berhubungan seksual).

7) Penyakit Radang Panggul

Infeksi ini berkaitan dengan infeksi alat kelamin bagian atas.

Bentuk infeksi ini dapat mendadak (akut) dengan gejala nyeri di bagian

perut bawah.

C. Pemberian Air Rebusan Daun Sirih Merah

1) Daun Sirih

Daun sirih atau dengan nama latin Piper betle L sangat popular

sebagai salah satu tanaman herbal untuk pengobatan tradisional di

Indonesia. Sirih termasuk jenis tumbuhan merambat dan bersandar

pada batang pohon, tembok, dan sebagainya. Tanaman ini panjangnya

mampu mencapai puluhan meter. Bentuk daunnya pipih menyerupai

jantung dan tangkainya agak panjang. Permukaan daun berwarna hijau

dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna hijau tembelek (hijau


20

agak kecoklatan) dan permukaan kulit kasar serta berkerut-kerut

(Santoso, 2013).

Menurut penelitian Sulistiyowati dkk (2016) tentang perbedaan

efektivitas penggunaan daun sirih dan bawang putih terhadap flour

labus tidak ada perbedaan dalam pemberian daun sirih dan bawang

putih untuk mengatasi flour albus.

2) Kandungan Daun Sirih

Daun sirih mengandung banyak zat berkhasiat untuk kesehatan

antara lain yaitu antijamur, antikuman, antioksidan, diastase, gula,

kavikol, minyak atsiri, seskuiterpen, zat pati dan zat samak (Santoso,

2013)

3) Jenis Daun Sirih

a) Daun Sirih Hijau

Daun sirih atau dengan nama latin Piper betle L sangat

popular sebagai salah satu tanaman herbal untuk pengobatan

tradisional di Indonesia (Santoso, 2013). Menurut penelitian


21

Kustanti (2017) daun sirih mengandung antiseptic yang berkhasiat

untuk mengurangi keputihan dan menjaga organ kewanitaan.

b) Daun Sirih Merah

Sirih merah (Piper crocatum) adalah salah satu tanaman

obat potensia, disamping itu juga memiliki nila-nilai spiritual yang

tinggi. Dalam daun sirih merah terkandung senyawa fitokimia

yakni alkaloid, saponin, tannin dan flavonoid (Santoso, 2013).

Kandungan alkaloid yang tidak dimiliki oleh daun sirih hijau

sebagai antimikroba dan daun sirih merah mempunyai daya

antiseptic dua kali lebih tinggi dari daun sirih hijau (Manoi, 2007).

Tidak hanya memiliki kandungan antimikroba dan daya antiseptic

lebih tinggi dari sirih hijau, air rebusan daun sirih merah Menurut

penelitian Firmanila (2016) air rebusan daun sirih merah juga

mengandung karvakrol bersifat desinfektan serta anti jamur

sehingga bisa digunakan untuk obat antiseptik terhadap keputihan

yang disebabkan oleh infeksi jamur candida albicans.


22

4) Manfaat Daun Sirih

Daun sirih ini bermanfaat untuk menyembuhkan asma,

menyembuhkan radang tenggorokan, menyembukan TBC, mengatasi

mimisan, mengatasi luka bakar, mengatasi flour albus/keputihan,

mengatasi bau mulut, menyembuhkan demam berdarah,

menyembuhkan iritasi mata, mencegah infeksi (Suparni, 2017).

5) Cara pengolahan

Menurut penelitian Sulistiyowati & Amalia (2016) cara

pengolahan daun sirih untuk mengatasi keputihan yaitu 10 lembar

daun sirih merah, daun sirih merah dicuci bersih. Daun sirih direbus

dengan air putih sebanyak 1000 cc ditunggu hingga mendidih. Saring

dan tunggu air rebusan sampai hangat-hangat kuku.

6) Cara Pemberian Daun Sirih

Menurut penelitian Mustika dkk (2014) cara menggunakan air

rebusan daun sirih merah untuk mengatasi flour albus dengan cara

dicebokkan ke vagina 2 kali sehari selama 5 hari.


23

D. Pemberian Air Rebusan Bawang Putih

1) Bawang Putih

Bawang putih atau nama bahasa latinnya Allium sativu L.

Bawang putih digunakan dalam berbagai jenis masakan yang beragam

hampir di seluruh wilayah nusantara (Kuswardhani, 2016)

2) Kandungan Bawang Putih

Bawang putih juga digunakan dalam pengobatan dan kesehatan

karena kandungan zat-zat pentingnya seperti alicin, vitamin C, vitamin

B6, kalium, kalsium, selenium, magnesium, flavonoid, minyak atsiri

yang mempunyai kemampuan sebagai antibakteri dan antiseptic yang

dapat mengakibatkan terjadinya flour albus, sementara itu zat yang

berperan memberikan aroma bawang putih yang khas adalah alisin,

karena alisin mengandung sulfur dengan struktur tidak jenuh dan

dalam beberapa detik saja terurai menjadi senyawa dialilsulfida.

Sulfur yang terkadung dalam bawang putih berfungsi sebagai

antifungus/anti jamur yang dapat menghambat pertumbuhan jamur

candida albicans pada flour albus (Purwaningsih, 2010).


24

3) Manfaat Bawang Putih

Bawang putih memiliki banyak bermanfaat yaitu untuk

menyembuhkan jerawat, menjaga kesehatan jantung, mencegah

pembekuan darah, mencegah kanker, menyembuhkan infeksi bakteri,

mengatasi masalah tenggorokan, menurunkan kadar gula darah dan

mengobati sakit gigi (Suparni, 2017)

4) Cara Pengolahan Air Rebusan Bawang Putih

Menurut penelitian Sulistiyowati & Amalia (2016) bawang

putih bisa digunakan untuk mengatasi keputihan dengan cara

menggunakan 4 siung bawang putih, air matang secukupnya. Cara

pengolahanya yaitu bawang putih dikupas dan dicuci bersih, ditumbuk

halus. Lalu masukkan ke panci yang sudah ditambahkan air putih

sebanyak 500 cc tunggu hingga mendidih. Kemudian rebusan bawang

putih hingga mendidih. Lalu saring dan pisahkan ampasnya. Siap

diminum dengan menambahkan satu sendok madu.

5) Cara Pemberian Air Rebusan Bawang Putih

Dilakukan 1 kali dalam sehari secara rutin setiap hari selama 5

hari pada saat perut masih kosong (Suparni, 2017).


25

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kerangka Teori

Flour albus patologik merupakan cairan yang keluar dari vagina yang

ditandai dengan warna yang kekuning-kuningan sampai hijau, lebih kental

serta berbau dan banyak mengandung leukosit yang ditimbulkan akibat

infeksi (Sarwono, 2010).

Flour albus dapat diatasi dengan cara menjaga kebersihan vulva

hygiene, farmakologi dan non farmakalogi. Penatalaksanaan non farmakologi

untuk mengatasi flour albus salah satunya yaitu dengan menggunakan air

rebusan daun sirih merah dan air rebusan bawang putih. Senyawa yang

terkandung dalam sirih merah yaitu karvakrol yang bersifat sebagai

desinfektan, anti jamur dari jamur candida albicans sehingga bisa digunakan

untuk obat antiseptik pada flour albus, sedangkan bawang putih memiliki

banyak bermanfaat yaitu untuk menyembuhkan jerawat, menjaga kesehatan

jantung, mencegah pembekuan darah, mencegah kanker, menyembuhkan

infeksi bakteri (Suparni, 2017). Bawang putih mengandung minyak atsiri

yang mempunyai kemampuan sebagai antibakteri dan antiseptic yang dapat

mengakibatkan terjadinya flour albus. Sulfur yang terkadung dalam bawang

putih berfungsi sebagai antifungus yang berfungi sebagai anti jamur.

(Purwaningsih, 2010).

25
26

Flour Albus

Personal Hygiene Farmakologi Non Farmakologi

Pemberian air Pemberian air


rebusan daun rebusan
sirih merah bawang putih

Karvakrol Senyawa
bersifat allicin
anti jamur antifungus

Flour albus
berkurang

Skema 3.1 Kerangka Teori


Rahmawati (2012); Djuanda (2009); Firmanila (2016); Suparni (2017);
(Purwaningsih, 2010).

B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan atau konsep satu terhadap yang lainnya, atau variabel yang satu

dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoadmojo,

2012). Dalam penelitian ini variabel dependennya adalah flour albus

patologik dan variabel independennya adalah pemberian air rebusan daun sirih
27

merah dan air rebusan bawang putih. Penelitian ini untuk melihat perbedaan

efektivitas pemberian air rebusan daun sirih merah dan air rebusan bawang

putih terhadap penurunan kejadian fluor albus patologik pada wanita usia

subur di puskesmas Andalas tahun 2018. Kerangka konsep yang digunakan

dalam penelitian adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Pemberian Air
Rebusan Daun Sirih
Merah
Kejadian flour
albus patologik
pada wanita usia
Pemberian Air subur
Rebusan Bawang
Putih

Skema 3.2 Kerangka Konsep

C. Hipotesis

Ha : Terdapat perbedaan efektivitas pemberian air rebusan daun sirih dan

air rebusan bawang putih terhadap penurunan kejadian fluor albus

patologik pada wanita usia subur di puskesmas Andalas Padang tahun

2018.

Ho : Tidak terdapat perbedaan efektivitas pemberian air rebusan daun sirih

dan air rebusan bawang putih terhadap penurunan kejadian fluor albus
28

patologik pada wanita usia subur di puskesmas Andalas Padang tahun

2018.
29

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan Quasi Eksperimen dengan

rancangan penelitian yang digunakan adalah Two Group Pre Test-Post Test

(Notoatmodjo, 2014). Dalam rancangan ini menggunakan dua kelompok

eksperimen. Kelompok eksperimen (I) yaitu melakukan perlakuan dengan

pemberikan air rebusan daun sirih merah, sedangkan kelompok eksperimen

(II) yaitu perlakuan dengan memberikan air rebusan bawang putih.

Skema 4.1 Desain Penelitian

Pre Test Intervensi Post Test

Kelompok Eksperimen (I) : 𝑂1 𝑋1 𝑂2

Kelompok Eksperimen (II) : 𝑂1 𝑋2 𝑂2

Keterangan :

𝑂1 : Flour albus sebelum

𝑋1 : Intervensi (Pemberian Air Rebusan Daun Sirih Merah)

𝑋2 : Intervensi (Pemberian Air Rebusan Bawang Putih)

𝑂2 : Flour albus sesudah

29
30

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini pada bulan Desember 2017 - Juni 2018.

Survey awal telah dilakukan pada bulan Februari 2018. Penelitian (intervensi)

telah dilaksanakan selama 5 hari yaitu di mulai pada tanggal 2 Mei 2018 – 7

Mei 2018.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian adalah pasien yang berobat ke puskesmas Andalas

yaitu wanita usia subur dari umur 15-49 tahun yang mengalami flour

albus patologik. Data puskesmas Andalas tahun 2017 didapatkan ada 45

orang wanita usia subur yang mengalami flour albus.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili

populasinya (Notoatmodjo, 2014). Menurut Sugiyono (2012) untuk

penelitian eksperimen sederhana jumlah anggota sampelnya adalah 10-20

orang. Pada penelitian ini jumlah sampel yang diambil adalah 10 orang

kelompok eksperimen I dan 10 orang kelompok eksperimen II.

Mengantisipasi adanya drop out maka besar sampel ditambah 10%

dari sampel sehingga :


𝑛
N : (1−𝑓) Keterangan :

10
N : (1−10%) N : Besar sampel koreksi
31

10
N : 0.9 n : Besar sampel awal

N : 11,11 atau 11 f : Perkiraan proposal 10%

Jadi dibutuhkan 11 orang wanita usia subur yang mengalami flour

albus patologik untuk kelompok eksperimen I dan 11 orang wanita usia

subur yang mengalami flour albus patologik untuk kelompok eksperimen

II. Tetapi pada saat penelitian 2 respon perlakuan daun sirih merah dan

bawang putih pada hari ke 2 intervensi tidak melakukan intervensi yang

telah di arahkan oleh peneliti.

3. Kriteria Sampel

Dengan kriteria inklusi sebagai berikut :

a. Pasien bersedia menjadi responden

b. Pasien sudah menikah

c. Pasien adalah wanita usia subur yang berusia 15-49 tahun mengalami

flour albus patologis.

d. Pasien tidak sedang hamil

e. Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obat untuk mengatasi flour

albus

f. Pasien berobat ke puskesmas

Dengan kriteria eksklusi sebagai berikut :

a. Pasien ada riwayat alergi terhadap daun sirih merah dan bawang putih
32

4. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu tenik non random

sampling dengan teknik purposive sampling yaitu teknik penetapan

sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi yang sesuai dengan

kehendak peneliti sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik

populasi yang telah dikenal sebelumnya (Notoatmodjo, 2012).

D. Defenisi Operasional

Table 4.2 Definisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Operasional
Variabel
Dependen
1 Flour albus Kejadian yang Lembar Mengamati 0 :Ringan Ordinal
patologik dialami responden check list perubahan yang 1 : Berat
dengan gejala : yang terjadi.
1. Cairan dari diberikan Sehingga 0-3
vagina keruh kepada termasuk flour
dan kental responden albus patologik
2. Warnanya agak yang dinilai ringan,
kekuningan dari 6 sedangkan 4-6
3. Berbau busuk, pertanyaan, termasuk flour
anyir dan amis dengan albus berat.
4. Terasa gatal jawaban yang
dan panas pada “Ya” dinilai
kelamin 1 dan
5. Jumlah cairan jawaban
banyak atau “Tidak”
berlebihan dinilai 0.
6. Terasa nyeri
atau setelah
melakukan
hubungan
seksual
Variabel
Independen
2 Pemberian Air Pemberian 10 Lembar Mengamati - -
Rebusan Daun lembar daun sirih observasi perubahan yang
Sirih Merah merah. Daun sirih terjadi.
direbus dengan air
putih sebanyak
250cc ditunggu
hingga mendidih
33

sampai tersisa
100cc. Diamkan 5
menit air rebusan
hinggat terasa
hangat-hangat kuku
dicebokkan ke
vagina 2 kali sehari
selama 5 hari.
3 Pemberian Air Pemberian 4 siung Lembar Mengamati - -
Rebusan bawang putih, 250 observasi perubahan yang
Bawang Putih cc air matang terjadi.
secukupnya. Tunggu
rebusan bawang
putih hingga
menjadi 100 cc.
Siap diminum
dengan
menambahkan 1
sendok makan
madu. Dilakukan 1
kali dalam sehari
secara rutin setiap
hari selama 5 hari
pada saat perut
masih kosong.

E. Instrument Penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian perbedaan efektifitas

pemberian air rebusan daun sirih merah dan air rebusan bawang putih

terhadap penurunan kejadian fluor albus patologik pada wanita usia subur di

puskesmas Andalas Padang tahun 2018 adalah :

a) Lembar observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengobservasi responden

dalam mengkonsumsi air rebusan daun sirih merah dan air rebusan

bawang putih yang terdiri dari 6 kolom untuk 5 hari selama pemberian

intervensi.
34

b) Lembar check list

Lembar check list digunakan untuk melihat kejadian flour albus

patologik pada respsonden untuk bisa mengkelompokkan menjadi flour

albus patologik ringan atau flour albus patologik berat.

c) Pembuatan air rebusan daun sirih merah dan air rebusan bawang putih

2. Alat Bahan dan Instrumen Penelitian

a. Alat

1) Kompor 6) Gelas

2) Pisau 7) Sendok makan

3) Sendok pengaduk 8) Wadah

4) Gelas ukur 9) Termometer

5) Panci

b. Bahan

1) 10 lembar daun sirih merah

2) 4 siung bawang putih

3) 1000 cc air putih

4) 1 sendok makan madu

c. Cara Pembuatan

a) Air Rebusan Daun Sirih

1) Ambil 10 lembar daun sirih merah lalu cuci bersih.

2) Setelah dicuci daun sirih merah di masukkan ke panci untuk di

rebus.
35

3) Ambil air putih 1000 cc lalu masukkan ke panci yang berisi

daun sirih merah tersebut.

4) Rebus daun sirih merah sampai mendidih.

5) Diamkan selama 30 menit hingga air rebusan daun sirih sudah

menjadi hangat-hangat kuku.

6) Air rebusan daun sirih merah siap digunakan untuk

dicebokkan di area vagina.

b) Air Rebusan Bawang Putih

1) Ambil 4 siung bawang putih lalu kupas dan cuci.

2) Setelah kupas dan dicuci, bawang putih di tumbuk kasar.

3) Rebus bawang putih dengan air putih sebanyak 500 cc.

4) Tunggu hingga mendidih sehingga air rebusan bawang putih

menjadi 250 cc lalu disaring.

5) Air rebusan bawang putih di hidangkan di gelas dan

tambahkan 1 sendok makan madu.

6) Air rebusan bawang putih siap diminum.

d. Cara Pemberian

a) Air Rebusan Daun Sirih Merah

Cara pemberian air rebusan untuk menyembuhkan flour

albus patologik yaitu dengan cara dicebokkan di area vagina

sebanyak 2 kali dalam sehari selama 5 hari.


36

b) Air Rebusan Bawang Putih

Untuk menyembuhkan flour albus patologik dengan

menggunakan air rebusan bawang putih dengan cara meminum air

rebusan yang sudah di tambahkan 1 sendok makan madu

sebanyak 1 kali sehari selama 5 hari.

F. Etika Penelitian

Setelah mendapatkan persetujuan barulah dilaksananakan penelitian

dengan memperhatikan etika-etika dalam melakukan penelitian yaitu sebagai

berikut :

a) Informed consent

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan partisipan, dengan

memberikan lembar persetujuan (informed consent). Informed consent

tersebut diberikan sebelum penelitian dilaksanakan dengan memberikan

lembar persetujuan untuk menjadi partisipan. Tujuan informed consent adalah

agar partisipan mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui

dampaknya. Saat peneliti memberikan lembar persetujuan partisipan bersedia

menandatangani lembar persetujuan serta bersedia untuk foto.

b) Anonimity (tanpa nama)

Selama penelitian peneliti tidak memberikan atau mencantumkan

nama responden pada lembar check list dan hanya menuliskan kode pada

lembar pengumpulan data atau hasil penelitian.


37

c) Kerahasiaan (confidentiality)

Selama penelitian peneliti menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian

baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua responden yang telah

dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.

d) Manfaat (beneficience)

Peneliti harus mengusahakan manfaat sebesar-besarnya dan

memperkecil kerugian atau risiko bagi subyek dan memperkecil kesalahan

penelitian.

e) Keadilan (justice)

Peneliti memberitahukan keseimbangan manfaat dan risiko. Risiko

yang mungkin dialami oleh subyek atau relawan meliputi: fisik (biomedis),

psikologis (mental), dan sosial. Hal ini terjadi karena akibat penelitian,

pemberian obat atau intervensi selama penelitian.

(Rahayu, 2015)

G. Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang didapatkan oleh peneliti

melalui pengumpulan data tediri dari biodata sampel meliputi :

nama, umur, pendidikan dan pekerjaan. Data primer dalam

penelitian ini adalah data yang di dapatkan untuk mengetahui flour


38

albus patologik sebelum dan sesudah dilakukan pemberian air

rebusan daun sirih merah dan air rebusan bawang putih yang

dilakukan oleh peneliti sendiri melalui lembar check list dan

observasi.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Dinas

Kesehatan Kota Padang dan puskesmas berupa prevelensi kejadian

flour albus pada wanita usia subur di wilayah puskesmas Andalas

dan data dari diagnose medis dokter/bidan/perawat yang melakukan

pemeriksaan.

Langkah-langkah Pengumpulan Data :

a. Tahap Persiapan Penelitian

1. Pada tanggal 17 Januari 2018 peneliti mengurus surat izin

untuk melakukan pengambilan data dan penelitian di

STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang.

2. Pada tanggal 25 Januari 2018 peneliti memasukkan surat

dari STIKes MERCUBATIJAYA Padang ke Dinas

Kesehatan Kota Padang.

3. Kemudian selanjutnya peneliti memasukkan surat izin

pengambilan data awal dan melakukan survey awal ke

puskesmas Andalas Padang pada tanggal 7 Februari 2018.

b. Tahap Tes Awal (Pre Test)

1. Tahap Persiapan Responden


39

1) Pada tanggal 8 Februari 2018 peneliti mendapatkan

surat izin penelitian dari puskesmas Andalas Padang.

Peneliti melakukan pendataan terhadap penderita flour

albus patologik yang berobat ke puskesmas melalui

arsip test IVA didapatkan sebanyak 45 wanita usia

subur yang mengalami flour albus patologik. Dari 45

wanita usia subur peneliti hanya mengambil 22 wanita

usia subur yang sesuai dengan kriteria yang telah

ditentukan oleh peneliti

2) Calon responden yang telah dipilih dikelompokkan

menjadi 2 kelompok. Kelompok I untuk menerima

intervensi dengan air rebusan daun sirih merah dan

kelompok II untuk menerima intervensi dengan air

rebusan bawang putih.

3) Pada tanggal 23 April 2018 peneliti pergi ke alamat

yang telah dicantumkan di forum tes IVA untuk

responden perlakuan air rebusan daun sirih merah.

Pukul 08.00-17.00 peneliti mengunjungi rumah

responden dan mendapatkan 11 responden.

4) Pada tanggal 24 April 2018 peneliti mendapatkan

responden untuk perlakuan air rebusan bawang putih.

Peneliti mulai dari pukul 09.00-17.00 dan

mendapatkan 11 responden.
40

5) Peneliti memperkenalkan diri, kemudian peneliti

menyampaikan kriteria inklusi dan ekslusi pada

responden.

6) Peneliti menanyakan kepada masing-masing

responden yang telah memenuhi kriteria yang bisa

menjadi responden dalam penelitian ini dengan

menjelaskan secara jelas maksud dan teknik

perlaksanaan penelitian

7) Responden yang telah bersedia, kemudian peneliti

meminta persetujuan secara tertulis (informed consed).

8) Penelitian melakukan pemeriksaan terhadap flour

albus patologik dengan menggunakan lembar check

list untuk mengelompokkan ringan dan berat

c. Tahap Intervensi/Perlakuan

1. Pada tanggal 2 Mei 2018 peneliti pergi ke rumah-rumah

responden untuk memberikan perlakuan yaitu air rebusan

daun sirih merah dan air rebusan bawang putih.

2. Peneliti memberikan lembar observasi dan lembar

checklist kepada responden agar setiap kali responden

melakukan tindakan dapat di tulis di lembar observasi dan

untuk mengetahui kejadian flour albus patologik ringan

atau berat responden.


41

3. Penelitian menjelaskan cara pembuatan air rebusan daun

sirih merah dan air rebusan bawang putih terhadap

penurunan kejadian flour albus.

4. Peneliti menjelaskan bagaimana cara menggunakan air

rebusan daun sirih merah dan air rebusan bawang putih

agar flour albus dapat berkurang.

5. Peneliti memberitahu bahwa pemberian air rebusan daun

sirih merah dilakukan 2 kali dalam sehari dengan cara

dicebokkan di area vagina selama 5 hari, sedangkan

pemberian air rebusan bawang putih diberikan 1 kali sehari

sebelum makan selama 5 hari.

6. Pada tanggal 3 Mei 2018, 2 responden dari perlakuan air

rebusan daun sirih merah dan bawang putih tidak mau lagi

menjadi responden karena rasa air bawang putih yang

kurang enak dan responden lupa mencebokkan air rebusan

daun sirih merah pada waktu pagi hari sehingga 2

responden tersebut dikeluarkan.

d. Tahap Pasca Perlakuan (Post Test)

Setelah dilakukan intervensi selama 5 hari, pada

tanggal 6 Mei 2018 peneliti melakukan pengecekan untuk

mengetahui penurunan kejadian flour albus patologik dengan

lembar checklist yang dapat diketahui dari 6 pernyataan yaitu

cairan vagina keruh dan kental, warnanya agak kekuningan,


42

berbau busuk, anyir dan amis, terasa gatal dan panas pada

kelamin, jumlah cairan bannyak atau berlebih dan terasa nyeri

atau setelah melakukan hubungan seksual.

H. Alur Penelitian

Mulai Ajukan judul Judul di ACC

Mengurus surat izin penelitian ke Mengurus surat izin


DKK penelitian dari kampus

Memasukkan surat izin ke Identifikasi latar


Survey awal
puskesmas belakang

Identifikasi Identifikasi rumusan


Identifikasi penentuan tujuan
batasan masalah masalah
masalah

Analisa data

Penelitian Hasil Selesai

Skema 4.3 Alur Penelitian


43

I. Teknik Pengolahan Data

Langkah-langkah pengolahan data menurut Notoatmodjo (2014)

adalah sebagai berikut :

 Pemeriksaan data (Editing)

Sebelum disebarkan pada responden, lembar observasi dan lembar

check list diperiksa jumlah lembarannya dan jumlah yang akan diisi

oleh responden. Setelah lembar check list diisi oleh responden

kemudian dikumpulkan dan diperiksa kembali apakah responden

sudah mengisi sesuai dengan yang diberitahu oleh peneliti.

 Memberi Tanda Kode (Coding)

Setelah semua lembar check list terisi penuh dan benar, kemudian

dilakukan pengklarifikasian dan memberikan kode dalam bentuk

angka-angka sehingga memudahkan pengentry olahan data. Lembar

check list ada 6 pertanyaan yang akan dijawab oleh responden dengan

pernyataan “Ya” dengan nilai 1 dan “Tidak” dengan nilai 0. Dari 6

pernyataan tersebut dijawab oleh responden jika respon menjawab

pernyataan dengan rentang 0-3 maka responden tergolong flour albus

patologik ringan sedangkan jika responden menjawab pertanyaan

dengan rentang 4-6 pernyataan maka responden tergolong flour albus

patologik berat.

0 : ringan

1 : berat
44

 Memasukkan Data (Entry data)

Jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kategori kemudia

dimasukkan dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data.

Memasukkan data ke master tabel dengan cara manual dan melalui

pengolahan computer.

 Tabulasi (Tabulating)

Yaitu membuat table-tabel data yaitu inisial reponden, umur,

pendidikan, pekerjaan pretest dan post test perlakuan air rebusan daun

sirih merah dan air rebusan bawang putih.

 Cleaning Data

Setelah memastikan data benar-benar sudah betul, langkah selanjutnya

adalah mengelompokkan data sesuai dengan kategori ke dalam tabel

distribusi.

J. Analisa Data

a. Analisa Univariat

Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi variabel flour albus

patologik sebelum dan sesudah pemberian air rebusan daun sirih merah,

sebelum dan sesudah pemberian air rebusan bawang putih yang terdiri dari

6 pernyataan, dimana jawaban iya diberi 1 dan jawaban tidak diberi 0.

Data yang dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu berat bila nilai

4-6 dan rendah bila nilai 0-3.


45

Menurut Silalahi (2012) rumus untuk distribusi frekuensi yaitu :


F
𝑃 = N X 100%

Ket :
P = Nilai persentase responden
f = Frekuensi atau jumlah data
N = Jumlah seluruh responden
b. Analisa Bivariat

Analisa ini melihat perbedaan efektivitas pemberian air rebusan

daun sirih dan air rebusan bawang putih terhadap penurunan kejadian

fluor albus patologik pada wanita usia subur di puskesmas Andalas

Padang tahun 2018.

Analisa yang digunakan untuk mendapatkan rata-rata penurunan


kejadian flour albus patologik sebelum dan sesudah dilakukan pemberian
air rebusan daun sirih merah dan air rebusan bawang putih menggunakan
rumus :
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑘𝑜𝑟
Mean : 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

∑(𝑥𝑖− 𝑥̅ )2
Standar deviasi (SD) : √ 𝑛−1

Keterangan :
xi : Masing-masing data
𝑥̅ : Rata-rata
𝑛 : Jumlah sampel
Menurut Sopiyudin (2014) Untuk melihat perbedaan ini

digunakan teknik yang disebut dengan uji T apabila T hitung > T table

maka Ha dalam penelitian ini diterima.


46

Rumus :
𝑑
T : 𝑆𝐷−𝑑
√𝑛

Keterangan :
T : T test
d : Rata-rata deviasi/selisih sample 1 dengan sampel 2
SD : Standar deviasi dari deviasi/selisih sampel 1 dan 2
n : Jumlah sampel
47

BAB V
HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 2 - 6

Mei 2018 tentang perbedaan efektivitas pemberian air rebusan daun sirih

merah dan air rebusan bawang putih terhadap penurunan kejadian fluor albus

patologik pada wanita usia subur di puskesmas Andalas Padang tahun 2018,

dapat dilihat pada tabel berikut :

A. Demografi Responden

a. Usia

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Usia

Usia Frekuensi (f) Persentase (%)


≥20 tahun – 29 tahun 11 55%
≥29 tahun – 40 tahun 9 45%
Jumlah 20 100%

Berdasarkan tabel 5.1 diatas dari 20 WUS didapatkan usia

yang terbanyak mengalami flour albus patologik yaitu pada usia ≥20

tahun-29 tahun yaitu sebanyak 11 orang (55%) WUS yang mengalami

flour albus patologik.

47
48

b. Pekerjaan

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi (f) Persentase (%)


Bekerja 11 55%
Tidak Bekerja 9 45%
Jumlah 20 100%

Berdasarkan tabel 5.2 diatas dari 20 WUS didapatkan

pekerjaan yang terbanyak mengalami flour albus patologik yaitu

bekerja sebanyak 11 orang (55%) WUS yang mengalami flour albus

patologik.

c. Pendidikan

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Pendidikan

Pendidikan Frekuensi(f) Persentase (%)


Rendah 13 65%
Tinggi 7 35%
Jumlah 20 100%

Berdasarkan tabel 5.3 diatas dari 20 WUS didapatkan

pendidikan yang terbanyak mengalami flour albus patologik yaitu

berpendidikan rendah sebanyak 13 orang (65%) WUS yang

mengalami flour albus patologik.


49

B. Analisa Univariat

a. Kejadian Flour Albus Patologik Sebelum Pemberian Air Rebusan Daun


Sirih Merah
Table 5.4
Distribusi Frekuensi Kejadian Flour Albus Patologik Sebelum
Pemberian Air Rebusan Daun Sirih Merah Pada Wanita Usia Subur
Di Puskesmas Andalas Padang

Flour Albus Frekuensi (f) Persentase (%)


Ringan 3 30%
Berat 7 70%
Jumlah 10 100%

Berdasarkan tabel 5.4 diatas dari 10 WUS didapatkan kejadian flour

albus patologik sebelum pemberian air rebusan daun sirih merah sebanyak

7 orang (65%) WUS yang mengalami flour albus patologik berat.

b. Kejadian Flour Albus Patologik Sesudah Pemberian Air Rebusan Daun


Sirih Merah
Table 5.5
Distribusi Frekuensi Kejadian Flour Albus Patologik Sesudah
Pemberian Air Rebusan Daun Sirih Merah Pada Wanita Usia
Subur Di Puskesmas Andalas Padang

Flour Albus Frekuensi (f) Persentase (%)


Ringan 8 80%
Berat 2 20%
Jumlah 10 100%

Berdasarkan tabel 5.5 diatas dari 10 WUS didapatkan kejadian flour

albus patologik sesudah pemberian air rebusan daun sirih merah sebanyak

8 orang (70%) WUS yang mengalami flour albus patologik ringan.


50

c. Kejadian Flour Albus Patologik Sebelum Pemberian Air Rebusan Bawang


Putih
Table 5.6
Distribusi Frekuensi Kejadian Flour Albus Patologik Sebelum
Pemberian Air Rebusan Bawang Putih Pada Wanita Usia Subur
Di Puskesmas Andalas Padang

Flour Albus Frekuensi (f) Persentase (%)


Ringan 4 40%
Berat 6 60%
Jumlah 10 100%

Berdasarkan tabel 5.6 diatas dari 10 WUS didapatkan kejadian

flour albus patologik sebelum pemberian air rebusan bawang putih

sebanyak 6 orang (60%) WUS yang mengalami flour albus patologik

berat.

d. Kejadian Flour Albus Patologik Sesudah Pemberian Air Rebusan Bawang


Putih
Table 5.7
Distribusi Frekuensi Kejadian Flour Albus Patologik Sesudah
Pemberian Air Rebusan Bawang Putih Pada Wanita Usia Subur
Di Puskesmas Andalas Padang

Flour Albus Frekuensi (f) Persentase (%)


Ringan 5 50%
Berat 5 50%
Jumlah 10 100%

Berdasarkan tabel 5.7 diatas dari 10 WUS didapatkan kejadian

flour albus patologik sesudah pemberian air rebusan bawang putih


51

sebanyak 5 orang (50%) WUS yang mengalami flour albus patologik

ringan dan berat.

C. Analisa Bivariat

a. Perbedaan Efektivitas Pemberian Air Rebusan Daun Sirih Merah Dan Air
Rebusan Bawang Putih Terhadap Penurunan Kejadian Flour Albus
Patologik Pada Wanita Usia Subur Di Puskesmas Andalas Padang.

Tabel 5.8
Perbedaan Efektivitas Pemberian Air Rebusan Daun Sirih Merah
dan Air Rebusan Bawang Putih Terhadap Penurunan Kejadian
Flour Albus Patologik Pada Wanita Usia Subur Di Puskesmas
Andalas Padang

Perlakuan
Data Statistik
Daun Sirih Merah Bawang Putih

Mean 1,4 3

Standar Deviasi 1,57 1,41

n 10 10

Df 18

𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 -2,39

𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 -2,10 dan 2,10

Pada tabel 5.8 di atas dapat dilihat bahwa mean atau rata-rata kejadian

flour albus patologik responden dengan perlakuan daun sirih merah adalah 1,4

dengan standar deviasi 1,57 sedangkan mean atau rata-rata kejadian flour
52

albus patologik dengan perlakuan bawang putih adalah 3 dengan standar

deviasi 1,41.

Setelah dilakukan uji statistic didapatkan 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = -2.39, untuk df =18

dan 𝛼 = 0,05, didapatkan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = -2,10 dan 2,10. Jadi 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 artinya

Ha diterima dan ada perbedaan efektivitas pemberian air rebusan daun sirih

merah dan air rebusan bawang putih terhadap penurunan kejadian fluor albus

patologik pada wanita usia subur di puskesmas Andalas Padang tahun 2018.
53

BAB VI
PEMBAHASAN

A. Demografi Responden

1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden berdasarkan umur dikategorikan

menurut Wong (2008), yaitu dewasa awal (19-24 tahun) dan dewasa

tengah (25-50 tahun). Pada hasil penelitian ditunjukkan bahwa

responden yang banyak mengalami keputihan pada kelompok daun

sirih merah maupun kelompok bawang putih adalah responden yang

berusia ≥20 tahun-29 tahun yaitu sebanyak 11 orang (55%). Utama

(2009) menjelaskan bahwa flour albus patologik bisa terjadi pada

umur berapa saja terutama pada wanita dewasa. Menurut Suparyanto

(2011), usia 20-49 tahun sering terjadi masalah kesehatan reproduksi

karena mengangap flour albus masalah yang tidak serius dan

berprilaku tidak sehat. Hal ini didukung oleh penelitian Firmanila

(2016) bahwa banyak wanita usia subur yang mengalami flour albus

patologik karena 83% pernah berhubungan intim sehingga beresiko

mengalami penyakit flour albus patologik.

Secara umum pendidikan responden yang terbanyak adalah

berpendidikan rendah sebanyak 13 orang (65%), pendidikan yang

rendah dapat berpengaruh terhadap pengetahuan wanita usia subur

untuk menjaga kebersihan diri sendiri dan kebersihan lingkungan

53
54

sekitar. Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan seseorang

berpengaruh terhadap pengetahuannya, semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin banyak pula pengetahuan yang

dimiliki. Sebaliknya, pendidikan yang rendah akan menghambat

perkembangan sikap seseorang terhadap nilai baru yang diperkenalkan

sehingga pengetahuan juga kurang.

Mayoritas responden adalah orang bekerja sebanyak 11 orang

(55%). Pekerjaan resonden diantaranya adalah PNS, pedagang,

perawat dan pegawai bank menyebabkan seseorang terlalu sibuk

bekerja sehingga menyebabkan kelelahan fisik karena teralu

memaksakan tubuh untuk bekerja. Menurut penelitian Marhaeni

(2016) factor-faktor yang memicu flour albus salah satunya adalah

kelelahan fisik. Kelelahan fisik merupakan kondisi yang dialami oleh

seseorang akibat meningkatnya pengeluaran energi karena terlalu

memaksakan tubuh untuk bekerja berlebihan dan menguras fisik.

Meningkatnya pengeluaran energi menekan sekresi hormone estrogen.

Menurunya sekresi hormon estrogen menyebabkan penuruna kadar

glikogen. Glikogen digunakan oleh Lactobacillus doderlein untuk

metabolisme. Sisa dari metabolisme ini adalah asam laktat yang

digunakan untuk menjaga keasaman vagina. Jika asam laktat yang

dihasilkan sedikit, bakteri, jamur dan parasit mudah berkembang.


55

B. Analisa Univariat

1. Kejadian Flour Albus Patologik Sebelum Pemberian Air Rebusan

Daun Sirih Merah

Dari hasil penelitian oleh peneliti didapatkan dari 10 WUS

didapatkan kejadian flour albus patologik sebelum pemberian air

rebusan daun sirih merah sebanyak 7 orang (65%) WUS yang

mengalami flour albus patologik berat.

Menurut analisa peneliti dalam penelitian ini tingginya nilai

keputihan sebelum pemberian air rebusan daun sirih merah disebabkan

karena kurangnya pengetahuan dan sikap responden terhadap

pencegahan keputihan dan kurangnya kesadaran responden dalam

menjaga kebersihan organ intim sehingga akan menimbulkan bibit

penyakit.

Hal ini sejalan dengan penelitian Zuhriyah, dkk (2011),

mengenai hubungan tingkat pengetahuan, sikap serta perilaku wanita

usia subur (WUS) tentang personal hygiene dengan kejadian

keputihan bahwa wanita usia subur (WUS) memiliki risiko keputihan

lebih tinggi dibanding remaja karena pada wanita usia subur sering

terjadi PID atau Pelvic Inflamatorry Disease.

2. Kejadian Flour Albus Patologik Sesudah Pemberian Air Rebusan

Daun Sirih Merah

Dari hasil penelitian oleh peneliti dari 10 WUS didapatkan

kejadian flour albus patologik sesudah pemberian air rebusan daun


56

sirih merah sebanyak 8 orang (70%) WUS yang mengalami flour

albus patologik ringan.

Menurut analisa peneliti yaitu terjadinya penurunan nilai flour

albus patologik dikarenakan bahwa air rebusan daun sirih merah dapat

mengatasi flour albus patologik. Hal ini dikarenakan sirih merah

memiliki kandungan alkaloid yang tidak dimiliki sirih hijau sebagai

antimikroba dan daun sirih merah mempunyai daya antiseptik dua kali

lebih tinggi dari daun sirih hijau (Manoi, 2007). Selain itu, hal yang

sama juga dikemukakan oleh beberapa peneliti yang sudah melakukan

penelitian mengenai khasiat dan kandungan daun sirih merah dalam

mengatasi keputihan, seperti penelitian yang dilakukan oleh

Puspitasari secara kromatografi dalam Sudewo (2005), bahwa sampel

daun sirih merah mengandung flavonoid, alkaloid, senyawa

polifenolat, tanin, dan minyak atsiri. Werdhany, dkk (2008)

menambahkan, kandungan kimia lainnya yang terdapat di daun sirih

merah adalah hidrokskavicol, karvakrol, kavi-col, kavibetol,

allyprokatekol, eugenol, p-cymene, cineole, caryofelen, kadimen

estragol, ter-penena, dan fenil propada. Sesuai dengan teori Ismawan

(2012) bahwa pada daun sirih terkandung eugenol yang mampu

mencegah ejakulasi dini, membasmi jamur Candida albicans dan

bersifat analgesic (meredakan rasa nyeri).

Hasil penelitian ini sama yang dilakuan oleh peneliti Firmanila

(2016) daun sirih merah juga mengandung karvakrol bersifat desinfektan


57

serta anti jamur sehingga bisa digunakan untuk obat antiseptik terhadap

keputihan yang disebabkan oleh infeksi jamur candida albicans.

3. Kejadian Flour Albus Patologik Sebelum Pemberian Air Rebusan

Bawang Putih

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penliti didapatkan

dari 10 WUS didapatkan kejadian flour albus patologik sebelum

pemberian air rebusan bawang putih sebanyak 6 orang (60%) WUS

yang mengalami flour albus patologik berat.

Menurut analisa peneliti dalam penelitian ini tingginya nilai

keputihan sebelum pemberian air rebusan bawang putih disebabkan

karena kurangnya pengetahuan dan sikap responden terhadap

pencegahan keputihan dan kurangnya kesadaran responden terhadap

kebersihan diri, seperti cebok yang tidak benar, pakaian ketat dan

penggunaan sabun vagina yang tidak sesuai dengan aturan sehingga

dapat menimbulkan flour albus patologik.

Penelitian ini didukung oleh peneliti Marhaeni (2016) bahwa

flour albus patologik dapat terjadi karena kurangnya menjaga

kebersihan diri. Kebersihan diri merupakan suatu tindakan untuk

menjaga kebersihan dan kesehatan untuk kesejahteraan fisik dan

psikis. Flour albus patologik banyak dipicu oleh cara wanita dalam

menjaga kebersihan dirinya, terutama alat kelamin. Kegiatan

kebersihan diri yang dapat memicu flour albus patologik adalah

penggunaan pakaiaan dalam yang ketat dan berbahan nilon, cara


58

membersihkan alat kelamin (cebok) yang tidak benar, penggunaan

sabun vagina dan pewangi vagina, penggunaan pembalut kecil yang

terus menerus di luar siklus menstruasi.

4. Kejadian Flour Albus Patologik Sesudah Pemberian Air Rebusan

Bawang Putih

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari 10 WUS

didapatkan kejadian flour albus patologik sesudah pemberian air

rebusan bawang putih sebanyak 5 orang (50%) WUS yang mengalami

flour albus patologik berat.

Menurut analisa peneliti terdapat perbedaan perubahan

kejadian flour albus patologik sesudah pemberian air rebusan bawang

putih terhadap penurunan kejadian flour albus patologik terbukti

bahwa air rebusan bawang putih bisa menurunkan kejadian flour albus

patologik pada wanita usia subur, hal ini karena bawang putih

mengandung sulfur yang terkandung dalam bawang putih berfungsi

sebagai antifungus yang berfungsi sebagai anti jamur.

Sesuai dengan penelitian Sulistiyowati (2016) bahwa bawang

putih mengandung minyak atsiri yang mempunyai kemampuan

sebagai antibakteri dan antiseptic, sementara itu zat yang berperan

memberikan aroma bawang putih yang khas adalah alisin karena alisin

mengandung sulfur dengan struktur tidak jenuh dan dalam beberapa

detik saja terurai menjadi senyawa dialilsulfida. Sulfur yang


59

terkandung dalam bawang putih berfungsi sebagai antifungus yang

berfungsi sebagai anti jamur.

C. Analisa Bivariat
1. Perbedaan Efektivitas Pemberian Air Rebusan Daun Sirih Merah
Dan Air Rebusan Bawang Putih Terhadap Penurunan Kejadian
Flour Albus Patologik Pada Wanita Usia Subur Di Puskesmas
Andalas Padang
Berdasarkan hasil yang didapatkan peneliti terdapat perbedaan

efektivitas pemberian air rebusan daun sirih merah dan air rebusan

bawang putih terhadap penurunan kejadian fluor albus patologik pada

wanita usia subur di puskesmas Andalas Padang tahun 2018.

Menurut analisa peneliti adanya perbedaan efektivitas

pemberian air rebusan daun sirih merah dan air rebusan bawang putih

terhadap penurunan kejadian fluor albus patologik pada wanita usia

subur di puskesmas Andalas Padang disebabkan karena perbedaan

kandungan yang terdapat dalam daun sirih merah dan bawang putih.

Daun sirih merah terdapat banyak kandungan seperti flavonoid,

alkaloid, senyawa polifenolat, tanin, minyak atsiri, hidrokskavicol,

karvakrol, kavi-col, kavibetol, allyprokatekol, eugenol, p-cymene,

cineole, caryofelen, kadimen estragol, ter-penena, dan fenil propada

yang dapat membasmi jamur Candida albicans yang menyebabkan

terjadinya flour albus patologik sedangkan kandungan dalam bawang

putih hanya sulfur sebagai antifungus sehingga berbeda kandungan


60

yang terdalam dalam daun sirih merah dan bawang putih dapat

menyebabkan perbedaan efektifitas.

Menurut penelitian Firmanila (2016) sebanyak 30 respon

dengan masing-masing 15 responden kelompok eksperimen dengan

perlakuan air rebusan daun sirih merah dan 15 kelompok kontrol.

Sebanyak 15 responden dengan kelompok eksperimen mengalami

penurunan setelah diberikan air rebusan daun sirih merah karena daun

sirih merah memiliki kandungan alkaloid yang tidak dimiliki oleh sirih

hijau sebagai antimikroba dan daun sirih merah mempunyai daya

antiseptic dua kali lebih tinggi dari daun sirih hijau. Didukung oleh

penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari secara kromatografi dalam

Sudewo (2005) bahwa sampel daun sirih merah mengandung

flavonoid, alkaloid, senyawa polifenolat, tanin, dan minyak atsiri dan

penelitian oleh Werdhany, dkk (2008) menambahkan, kandungan

kimia lainnya yang terdapat di daun sirih merah adalah hidrokskavicol,

karvakrol, kavi-col, kavibetol, allyprokatekol, eugenol, p-cymene,

cineole, caryofelen, kadimen estragol, ter-penena, dan fenil propada.

Sesuai dengan teori Ismawan (2012) bahwa pada daun sirih

terkandung eugenol yang mampu mencegah ejakulasi dini, membasmi

jamur Candida albicans dan bersifat analgesic (meredakan rasa nyeri)

sedangkan menurut penelitian Sulistiyowati (2016) bawang putih

hanya mengandung minyak atsiri yang mempunyai khasiat sebagai


61

anti bakteri yang bisa digunakan untuk mengatasi flour albus

patologik.
62

BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hasil penelitian mengenai perbedaan efektifitas pemberian air rebusan

daun sirih merah dan air rebusan bawang putih terhadap penurunan kejadian

flour albus patologik pada wanita usia subur di puskesmas Andalas Padang

tahun 2018, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Karakteristik responden yang mengalami flour albus patologik

didominasi pada usia ≥20 tahun-29 tahun yaitu 55% wanita usia

subur, responden yang bekerja sebanyak 55% wanita usia subur dan

responden yang rendah pendidikannya sebanyak 65% wanita usia

subur yang mengalami flour albus patologik di puskesmas Andalas

Padang tahun 2018.

2. Sebagian besar responden yaitu 65% wanita usia subur sebelum

pemberian air rebusan daun sirih merah mengalami flour albus

patologik berat di puskesmas Andalas Padang tahun 2018.

3. Sebagain besar responden yaitu 70% wanita usia subur sesudah

pemberian air rebusan daun sirih merah mengalami flour albus

patologik ringan di puskesmas Andalas Padang tahun 2018.

4. Sebagian besar responden yaitu 60% wanita usia subur sebelum

pemberian air rebusan bawang putih yang mengalami flour albus

patologik berat pada wanita usia subur di puskesmas andalas Padang

tahun 2018.

62
63

5. Sebanyak 50% responden wanita usia subur sesudah pemberian air

rebusan bawang putih yang mengalami flour albus patologik berat di

puskesmas Andalas Padang tahun 2018.

6. Terdapat perbedaan efektifitas pemberian air rebusan daun sirih merah

dan air rebusan bawang putih terhadap penurunan kejadian flour albus

patologik pada wanita usia subur di puskesmas Andalas Padang tahun

2018, dimana 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 yaitu 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = -2.39, didapatkan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 =

-2,10 dan 2,10

B. Saran
Berdasarakan kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian ini,

maka peneliti menyarankan :

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan bagi tenaga kesehatan untuk memeriksa kejadian flour

albus patologik pada wanita usia subur pada setiap ibu yang berkunjung ke

pelayanan kesehatan. Pada petugas kesehatan agar dapat memberikan

informasi mengenai penanganan non farmakologi yang dapat dilakukan

untuk menurunkan kejadian flour albus patologik seperti air rebusan daun

sirih merah dan bawang putih.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi

mahasiswa keperawatan pada pelajaran keperawatan komplementer

sebagai bahan bacaan dan menambah referensi di perpustakaan STIKes

MERCUBAKTIJAYA PADANG.
64

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai perbandingan

untuk melakukan penelitian selanjutnya dan memberikan informasi tentang

obat tradisional yang lain selain air rebusan daun sirih merah dan bawang

putih.

4. Bagi Peneliti

Diharapkan peneliti dapat menambah pengetahuan dan wawasan agar

dapat diterapkan dan di tuangkan dalam mengatasi masalah kesehatan

dengan menggunakan terapi non farmakologi.


65

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Adhi, D., Hamzah, M & Aisah S. (2007). Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi 6. Jakarta :
FKUI.

Andalas, M, (2011). Gambaran penderita flour albus di poliklinik gynekologi RSUD dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh periode Agustus 2011 Diakses Melalui
www.jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/view/3477 Diakses pada tanggal 13 Januari 2018.

Ayu, G. (2016). Keputihan pada wanita Diakses Melalui


https://www.google.co.id/jurnal+keputihan Diakses pada tanggal 4 Januari 2018.

Budiarto, E & Anggraeni, D. (2003). Pengantar epidemologi. Jakarta : EGC.

Dahlan, M.S. (2014). Statistik untuk kedokteran dan kesehata edisi 6. Jakarta : Epidemiologi
Indonesia.

. (2014). Besar sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta :


Epidemiologi Indonesia.

Elmart., F., C., C. (2012). Mahir menjaga organ intim wanita. Solo : Tinta Madina.

Firmanila, F., Dewi, Y.R & Kristiani, D. (2016). Pengaruh penggunaan air rebusan daun sirih
Merah terhadap keputihan pada wanita usia subur (wus) di wilayah kerja puskesmas
rawat inap Tenayan Raya Diakses Melalui
https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JNI/article/download/4352/4171 Diakses pada
tanggal 16 Januari 2018.

Kasdu, D. (2005). Solusi problem wanita dewasa. Jakarta : Puspa Swara.

Kumalasari, I & Andhyantoro, I. (2012). Kesehatan reproduksi. Jakarta: Salemba Medika.

Kusmiran, E. (2012). Kesehatan reproduksi remaja dan wanita. Jakarta: Salemba Medika.

Kustanti, C. (2017). Pengaruh pemberian air rebusan daun sirih hijau terhadap kejadian
keputihan Diakses Melalui https://jurnal.akper-notokusumo.ac.id Diakses pada tanggal 16
Januari 2018.
Kuswardhani, D.S. (2016). Sehat tanpa obat dengan bawang merah bawang putih. Yogyakarta :
Rapha Publishing.

Manoi, F. (2007). Sirih merah sebagai tanaman multifungsi. Warta Puslitbangbun.

Manuaba, I.B. (2009). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, dan keluarga berencana untuk
pendidikan bidan. Jakarta: EGC.

65
66

Misrawati. (2011). Efektifitas rebusan daun sirih, temulawak dan kunyit terhadap keputihan Pada
perempuan di daerah Pesisir Sungai Siak Diakses Melaui https://repository.unri.ac.id
Diakses pada tanggal 17 Januari 2018.

Mustika, W., Astini, P.S.N & Yuniati, N.P. (2014). Penggunaan air rebusan daun sirih terhadap
keputihan fisiologis di kalangan remaja putrid mahasiswa poltekes Denpasar, Diakses
Melalui www.poltekkes-denpasar.ac.id/files/JSH/JSH%20V11N1.pdf Diakses pada tanggal
14 Januari 2018.

Notoadmodjo, S. (2014). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.

. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Purwaningsih, E. (2010). Bawang putih. Jakarta : Ganecca

Rahayu, P. (2015). Etika penelitian kesehatan, Diakses Melalui (http://ppds.fk.ub.ac.id ) Diakses


pada tanggal 22 Februari 2018.

Rahmawati, T. (2012). Dasar-dasar kebidanan. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Rahayu, R. P., Damayanti, F.N & Purwanti, I.A. (2015) .Faktor-faktor yang berhubungan dengan
keputihan pada wanita usia subur (wus) di RT 04 RW 03 kelurahan Rowosari Semarang,
Diakses Melalui https://www.download.portalgaruda.org/article Diakses pada tanggal 3
Februari 2018.

Santoso, H.B. (2013). Tumpas penyakit dengan 40 daun dan 10 akar rimpang. Yogyakarta :
Cahaya Jiwa.

Sarwono. (2010). Ilmu kandungan (edisi ke-2,cetakan kedelapan). Jakarta : Yayasan Bina Putra.

Sudewo, B. (2005). Basmi penyakit dengan sirih merah. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Sugiyono. (2012). Statistik untuk penelitian. Bandung: Alfabet.

Sulistiyowati & Amalia, A. (2016). Perbedaan efektifitas penggunaan daun sirih dan bawang
putih terhadap fluor albus, Diakses Melalui http://jurnal.stikesmuhla.ac.id Diakses pada
tanggal 17 Januari 2018.

Suparni, I & Wulandari, A. (2017). Herbal kalimantan. Yogyakarta : Rapha Publishing.

Suparyanto, R. (2011). Wanita Usia Subur. Diakses Melalui


http://id.wikipidia.org//drsuparyanto.com/2011/10/wanita-usia-subur-wus.html Diakses
pada tanggal 20 Januari 2018.
Wandira, D. (2013). Perbandingan pengaruh yoghurt dengan tablet vitamin c terhadap penurunan
ph vagina pada mahasiswi program studi ilmu keperawatan fakultas kedokteran
Universitas Andalas 2012. Diakses Melalui
67

http://www.repo.unand.ac.id/144/1/PENELITIAN%2520DIANDRA.pdf Diakses pada


tanggal 14 Februari 2018.

Werdhany, W., I., Anthoni , W., SS., & Setyorini., W. (2008). Sirih merah. Yogyakarta : Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian.

Widyastuti, Y. (2009). Kesehatan reproduksi wanita. Yogyakarta : Fitramaya.

WHO. (2013). Factsheet of Sexually Transmitted Infections (STI’s) Diakses Melalui


http://www.who.int/reproductivehealth/publications/rtis/rhr13_02/en/ Diakses pada
tanggal 23 Januari 2018

Zubier, F., Bramono, K., Widaty, S., Nilasari, H., Louisa, M & Rosana, Y. (2010). Efikasi sabun
ekstrak sirih merah dalam mengurangi gejala keputihan fisiologis. Majalah Kedokteran
Indonesia.

Zuhriyah, Uswatun & Filistea. (2011). Hubungan tingkat pengetahuan, sikap serta perilaku
wanita usia subur (WUS) tentang personal hygiene dengan kejadian keputihan di desa
Nangkan kecamatan Wlingi Kab. Blitar. Diakses melalui http://old.fk.ub.ac.id pada
tanggal 25 Mei 2018.

Dinas Kesehatan Kota Padang. (2017). Persentase cakupan imunisasi TT pada wanita usia subur
menurut kecamatan dan puskesmas kota Padang.

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Cakupan imunisasi TT5 pada wanita usia
subur di Indonesia tahun 2016.

STIKes Mercubaktijaya Padang. (2018). Pedoman skripsi 2018.

Anda mungkin juga menyukai