Anda di halaman 1dari 6

Pendekatan Khusus dalam Memberikan Asuhan Kebidanan di Daerah Pariwisata

A. Pariwisata di Bali

Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai kebudayaan yang


sangat beranekaragam baik jumlahnya maupun keanekaragamannya. Para wisatawan
asing banyak berdatangan ke Indonesia selain karena keindahan alamnya juga karena
keindahan dan keanekaragamanya serta keunikan budaya yang dimiliki dan kebudayaan
Indonesia bisa menjadi kebanggaan karena bisa di kenal di mata dunia. Pariwisata
merupakan salah satu sektor yang sangat diandalkan dalam pembangunan nasional karena
pariwisata dapat meningkatkan pendapatan nasional dan pedapatan daerah serta devisa
Negara. Periwisata juga berperan dalam menciptakan lapangan kerja dan mengurangi
pengangguran sekaligus menciptakan kesejahteraan masyarakat. Salah satu pulau di
Indonesia yang menarik minat wisatawan untuk berkunjung adalah Pulau Bali dengan
beranekaragam kebudayaan local dan adat istiadatnya sehingga mampu menjadi Icon
pariwisata di Indonesia. Wisatawan lebih memilih Bali sebagai pintu masuk daripada
provinsi lainnya dikarenakan pariwisata Bali memang sangat menarik dengan konsep Tri
Hita Karana sehingga wisatawan senang berkunjung dan menghargai keindahan
pariwisata Bali. Tidak dapat dipungkiri bahwa Bali merupakan pulau yang tepat sebagai
tujuan untuk berlibur sekaligus belajar tentang kebudayaannya dan hal lainya. Pelayanan
kesehatan di Bali pun memerlukan pelayanan kesehatan baik dari para wisatawan
maupun masyarakat Indonesia pada umumnya.

Bidan merupakan tenaga kerja professional dan akuntabel yang bekerja sebagai
mitra khususnya perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasihat selama
hamil, persalinan, dan nifas terkait pariwisata yang memberikan pelayanan baik kepada
pasien domestik maupun mancanegara. Keberadaan bidan sebagai tenaga kesehatan
sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia,
khususnya dalam hal meminimalisir angka kematian bayi dan angka kematian ibu.
B. Pendekatan dalam Manajemen Kesehatan Pariwisata

Untuk menyiasati tindakan pencegahan dan manajemen faktor-faktor risiko yang


dapat terjadi pada daerah wisata, maka kita dapat melakukan pendekatan teori simpul.
Ke-4 simpul yang ada dapat dijadikan tuntutan dalam mengidentifikasi populasi
yangberisiko.
Teori simpul dari Umar Fahmi dapat menggambarkan sebagai berikut

C.
Sumber Ambient Manusia Dampak
Komponen
Kesehatan
1. a.
Alamiah 1. Udara
lingkungan
2. Penderita 2. Air 1. Akut
berada dalam
D. penyakit 3. Makanan darah, lemak, 2. Subklink
infeksi 4. Binatang urine, jaringn, 3. Samar
E. 3. Mobil penular dll 4. sehat
4. industri

Pada simpul pertama dari sumber yang ada misalnya hewan,tumbuhan, manusia,
virus, bakteri, cacing, parasit, dapat dikenali jenis-jenis sumber yang dapat
membehayakan atau berpotensi menjadi sumber penularan penyakit pada daerah wisata.
Kondisi daerah yang menjadi tujuan wisata haruslah melengkapi diri dengan informasi
yang jelas mengenai penyakit endemic, kondisi wabah/KLB yang terakhir serta hal-hal
penting yang harus diperhatikan denganpencegahan.

Sedangkan pada simpul 2 yang merupakan media perantara, dapat berupa air,
udara, tanah, makanan, minuman, serangga, atau vector. Sehngga penyakit-penyakit yang
memakai media penularan tersebut dapat dikontrol melalui media perantaranya, misalnya
kegiatan infect control yang secara rutin, inspeksi sanitasi, montoring kualitas udara,
tanah dan air,
Untuk simul 3, yang menunjukkan kelompk orang-orang yang berada pada
kondisi sehat menjadi populasi yang berisiko. Pemeriksaan prakunjungan atau pasca
mengunjungi daerah wisata dengan peringatan akan adanya risiko suatu penyakit, dengan
pemeriksaan bio makerpadadarah,urn, tinja, atau tindakan pencegahan melalui vaksinasi

Adanya tanda bukti kelengkapan melakukan vaksinasi yang dilegitimasi melalui


peraturan internasional dapat menjad syarat untuk memasukiwilayah tertentu, misalnya:
vaksinasi terhadapcampak, yellow fever.

Bila telah terjadi kondisi sakit dan sudah terjadi korban, maka upaya kuratif dan
rehabiltatif serta pencegahan segera penulatan berlanjut. Upaya karantina dan menutup
pintu-pintu masuk suatu wilayah melalui udara, air, laut dapat dilakukan dengan
kerjasama antar regional, Negara dan internasional. Hal ini pernahterjadi saat terjadi
kasus Flu Burung pertama kalidi Hongkong, penyakit Mulut dan Kuku.

Adanya tingkat penderita sakit dimulai dari penderita akut, subklinik dan samar,
sehingga penanggulangan yang diperlukan juga berbeda. Bila dibandingkan dari segi
jumlah, maka penderita dengan gejala samar, jumlahnya paling banyak,hal ini dapat
diakibatkan karena pemaparan pada lingkungan dengan dosis kecil atau intensitas rendah.
Misalnya, sekelompok orang yang mengkonsumsi makanan dengan pewarna sintesis
yang berbahaya, atau pestisida, kelompok samar ini dapat berkembang menjadi gangguan
kesehatan lain, misalnya gejala kanker dan bersifat karsinogen.

Hal yang perlu dicermati dalam manajemenkesehatan [ada daerah wisata ialah
kondisi rentan yang memang telah ada terlebih dahulu, kondisi saat iniyang
memungkinkan untuk terjadi mekanisme transisi penyakit dan sarana serta upaya
pelayanan kesehatan yang tersedia untuk mencegah dan mengatasi kmungkinan yang
dapat terjadi pada suatu daerah wisata.

Jika suatu daerah yang pada awalnya belum terbuka atau terpublikasi secara
regional nasional atau internasional kemuda dibuka dan terkenalsebagai daerah wisata,
contoh: di pulau bali, Lombok, ataupun batam, kondisi endemic yang dari dahulu seperti
penyaki malaia, diare, suadah biasa dan pemerintah telah punya persiapan. Dengan
dibukanya daerah tersebut lalu lintas perjalanan antar wilayah dan Negara membuka
kesempatan luas terjadinya mekanisme penularan berbagai penyakit.

Penyakit menular antar manusia, seperti Seksual Transmitted Diseases (SDT)


yang sangat mengkhawatirkan seperti HIV/AIDS di pulau Bali sudah terkenal istilah Sun,
Sand, Sex, yang dapat menandakan resiko untuk terjadi STD sangat besar, belum lagi
penyakit karena vector dan lingkungan.

Dibukanya suatu daerah sebagai daerah wisata pastiakan berdampak terhadap


pebangunan fisik, Sosbud, Ekonomi, Ekosistem alam yang tidak lagi pada kondisi stabil
Karena adanya pembangunan memberikan keseimbangan baru termasuk terhadap habitat,
ekosistem alam. Hal ini dapat menjadi faktor risiko tertentu terhadap jenis binatang yang
dapat menjadi media perantara penyakit misalnya ditemukan strain baru nyamuk Aedes
yang menyebabkan demam berdarah yang lebih kompleks.

Prinsip dari sebuah aplikasi epidemiologi pada faktor resiko lingkungan menurut
WHO, 1993: 28, dinyatakan bahwa metode epidemiologi dikembangkan untuk
menyelidiki distribusi dan determinan dari penyakit menular, namun ruang lingkupnya
pada saat sekarang telah meluas hingga kesemua aspek kesehatan dan kesejahteran yang
berhubungan dengan agen biologi dan non-biologi.

Berkaitan dengan manajemen kesehatan pada daerah wisata, agen peyakit dapat
saja terdiri dari agen kimia, fisik, biologi yang memerlukan pengukuran, pengamatan,
dan pencegahan dengan cara berbeda. Daerah wisata dapat menjadi daerah transit
penularan yang potensial untuk beberapa penyakit menular.

Upaya yang terintegrasi dan komprehensif sangat diperlukan karena dapat


melibatkan kebijakan antar Negara. Think Globally, Act Locally, merupakan upaya dan
pemahaman yang harus diterapkan dalam manajemen kesehatan daerah wisata

C. Aspek Kesehatan Masyaralat di Daerah Tujuan Wisat

Berkaitan dengan peran ideal profesi kesehatan wisatawan merupakan kelompok


populasi yang penting secara epidemiologi, karena memiiki mobilitas yang tinggi, cepat
berpindah dari satu destinasi wisata ke destinasi lainnya (WHO, 2008). Hal ini
menunjukkan bahwa epidemiologi penyakit-penyakit terkait wisata merupakan salah satu
kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh praktisi kedokteran dan kesehatan masyarakat
di daerah tujuan pariwisata.

Upaya untuk meningkatkan kemampuan anamnesis, dokter praktik daerah


pariwisata seharusnya memiliki kompetensi kedokteran wisata yang baik, mengacu pada
kompetensi dasar kesehatan wisata yang ditetapkan International Society Of Travel
Medicine (ISTM) dalam “The Body Of Knowladge For The Practice Of Travel
Medicine”.

Untuk mewujudkan kesehatan pariwisata sangat di perlukan interaksi antar


berbagai profesi di sector kesehatan terutama dokter, perawat, dan ahli kesehatan
masyarakat. Kolaborasi inter-profesional ini ditambahkan lagi dengan kolaborasi lintas
sector pariwisata, termasuk diantaranya pemerintah dan industry pariwisata
DAFTAR PUSTAKA

Djafri, Defrimat. 2009. Manajemen Kesehatan Daerah Wisata. Vol 3 No. 1

Wirawan, Ady. 2016. Kesehatan Pariwasata: Aspek Kesehatan Masyarakat di


Daerah Tujuan Wisata. Vol 3 No. 1

Anda mungkin juga menyukai