Oleh Kelompok I:
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya makalah mata kuliah Asuhan Kebidanan Anak Sakit dapat diselesaikan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Kami sangat berharap makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO definisi anak adalah dihitung sejak seseorang di dalam
kandungan sampai dengan usia 19 tahun. Menurut Undang-Undang Republik
Indnesia nomor 23 tahun 2002 pasal 1 ayat 1 tentang perlindungan anak, anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk juga yang masih di dalam
kandungan. Anak merupakan aset bangsa yang akan meneruskan perjuangan suatu
bangsa, sehingga harus diperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya (Depkes
RI, 2014).
Pertumbuhan adalah perubahan fisik dan peningkatan ukuran. Pertumbuhan
dapat diukur secara kuantitatif. Indikator pertumbuhan meliputi: tinggi badan, berat
badan, ukuran tulang, dan pertumbuha gigi. Pola pertumbuhan fisiologis sama
untuk semua orang, akan tetapi laju pertumbuhan bervariasi pada tahap
pertumbuhan berbeda (Kozier, Erb, Berman & Synder, 2011).
Banyak factor yang mempengaruhi pertumbuhan anak. Secara garis besar
faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu factor dalam (internal)
yang terdiri dari perbedaan ras/etnik atau bangsa, keluarga, umur, jenis kelamin,
kelainan genetic, dan kelainan kromosom dan factor luar (eksternal/lingkungan)
yang terdiri dari gizi, stimulasi, psikologis, dan sosial ekonomi (Soetjiningsih,
2013).
Gangguan pertumbuhan fisik meliputi gangguan pertumbuhan diatas normal
dan gangguan pertumbuhan di bawah normal. Pemantauan berat badan
mengunakan KMS (Kartu Menuju Sehat). Menurut Soetjiningsih (2013) bila grafik
berat badan naik lebih dari 120% kemungkinan anak mengalami obesitas atau
kelainan hormonal. Sedangkan apabila grafik berat badan di bawah normal
kemungkinan anak mengalami kurang gizi, menderita penyakit kronis atau kelainan
hormonal. Lingkar kepala juga menjadi salah satu ukuran parameter yang penting.
Ukuran lingkar kepala menggambarkan isi kepala termasuk otak dan cairan
serebrospinal. Lingkar kepala yang lebih dari normal dapat dijumpai pada anak
yang menderita hidrosefalus, megasefali, tumor otak. Sedangkan apabila lingkar
kepala kurang dari normal dapat diduga anak mengalami malnutrisi kronis.
Gigantisme adalah pertmbuhan berlebih akibat pelepasan hormone
pertumbuhan/ Growth Hormone (GH) berlebih, terjadi pada masa anak-anak.
Keadaan ini meyebabkan pertumbuhan longitudinal pasien sangat cepat dan pasien
akan menjadi seperti raksasa (Melmed S, Kleinberg D, 2011).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah asuhan kebidanan pada anak dengan gangguan petumbuhan
gigantisme?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami cara memberikan asuhan kebidanan pada
anak dengan gangguan pertumbuhan.
2. Tujuan Khusus
Setelah study kasus mahasiswa diharapkan mampu memahami :
a. Melakukan asuhan kebidanan pada anak meliputi pengumpulan data
dasar, interpretasi data dasar, mengidentifikasi diagnosa atau masalah
potensial, mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan segera,
merencanakan asuhan menyeluruh, melaksanakan perencanaan, evaluasi.
b. Melakukan pendokumentasian (SOAP) pada asuhan kebidanan pada
anak dengan gangguan pertumbuhan gigantisme.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Untuk perkembangan ilmu dan memahami penerapan asuhan kebidanan pada
anak dengan gangguan pertumbuhan
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Institusi
Sebagai bahan kajian serta referensi bagi mahasiswa terhadap materi
asuhan kebidanan pada anak dengan gangguan pertumbuhan.
b. Bagi Penulis
Untuk memahami cara memberikan asuhan kebidanan pada anak dengan
gangguan pertumbuhan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Rakitis
Rakitis adalah pelunakan tulang pada anak-anak karena kekurangan
atau gangguan metabolisme vitamin D, magnesium, fosfor atau kalsium,
berpotensi menyebabkan patah tulang dan kelainan bentuk. Rakitis adalah
salah satu penyakit anak yang paling sering di banyak negara berkembang.
Penyebab utama adalah kekurangan vitamin D, namun kekurangan kalsium
yang memadai dalam diet juga dapat menyebabkan rakitis (kasus diare berat
dan muntah dapat menjadi penyebab kekurangan). Meskipun dapat terjadi
pada orang dewasa, sebagian besar kasus terjadi pada anak-anak menderita
gizi buruk, biasanya akibat kelaparan atau kelaparan selama tahap awal
masa kanak-kanak. Osteomalacia adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kondisi serupa terjadi pada orang dewasa, umumnya
karena kekurangan vitamin D. "Rakitis" berasal dari kata dialek Inggris
Kuno 'wrickken', memelintir. Kata berasal Yunani "rachitis" (ραχίτις, yang
berarti "peradangan tulang belakang") kemudian diadopsi sebagai istilah
ilmiah untuk rakitis, terutama karena kesamaan kata-kata dalam suara.
a. Penyebab Rakitis
Penyebab utama dari rakitis adalah kekurangan vitamin D. Vitamin
D diperlukan untuk penyerapan kalsium dari usus. Sinar Matahari, sinar
ultraviolet terutama, memungkinkan sel-sel kulit manusia mengkonversi
vitamin D dari nonaktif ke keadaan aktif, dengan tidak adanya vitamin D,
kalsium tidak benar diserap, mengakibatkan hipokalsemia, menyebabkan
cacat tulang dan gigi dan neuromuskuler gejala, misalnya hyperexcitability.
Makanan yang mengandung vitamin D termasuk mentega, telur,
minyak hati ikan, margarin, susu dan jus, dan ikan berminyak seperti tuna,
ikan herring, dan salmon. Suatu bentuk yang jarang dominan terkait-X ada
yang disebut rakitis Vitamin D tahan. Kasus telah dilaporkan di Inggris
dalam beberapa tahun terakhir dari rakitis pada anak-anak dari latar
belakang sosial yang disebabkan oleh ketidakmampuan untuk membuat
vitamin D karena sinar ultraviolet matahari tidak mencapai kulit karena
penggunaan terus-menerus dari tabir surya yang kuat, atau terlalu banyak
"yang mencakup up "di bawah sinar matahari, atau menghabiskan waktu di
dalam ruangan terlalu banyak.
b. Pengobatan dan Pencegahan Rakitis :
Pengobatan dan pencegahan rakitis dikenal sebagai antirachitic. Jika
kekurangan vitamin D, dokter mungkin akan meresepkan suplemen vitamin
D atau meminta untuk meningkatkan asupan vitamin D , seperti sereal, jus
jeruk , ikan dan susu olahan.
Berikut penanganan yang biasanya dilakukan pada penderita
rakhitis berdasarkan penyebabnya :
d) Jika karena pengaruh atau efek samping dari obat-obatan seperti steroid.
Maka konsumsi obat itu harus segera dikurangi atau kalau bisa diganti
dengan obat yang bisa menyerap kalsium.
Mau tak mau harus dilakukan tindakan seperti gips untuk patah tulang di
bagian lengan. Kalau patah tulang di bagian tungkai atau tulang paha
dilakukan dengan biopsi. Berbeda patah tulang pada anak-anak relatif
mudah tersambung kembali, yakni sekitar tiga bulanan. Tindakan
selanjutnya upaya rehabilitasi atau fisioterapi untuk melatih kemampuan
atau keterampilan gerak. Misalnya, melatih keseimbangan duduk, berdiri,
dan berjalan. (Aditomo, Fiftin, 2015)
3. Sindroma Turner
Sindroma Turner (Disgenesis Gonad) adalah suatu keadaan pada anak
perempuan, dimana salah satu dari kromosom Xnya hilang sebagian atau hilang
seluruhnya.
a. Patofisiologi
Sindrom turner, yang ditandai dengan hipogonadisme primer pada fenotipe
perempuan, terjadi akibat monosomi parsial atau total lengan pendek kromosom
X. Pada sekitar 57% pasien, kromosom X utuh hilang sehingga terbentuk
kariotipe 45,X. Pasien ini mengidap penyakit paling parah, dan diagnosis sering
dapat ditegakkan saat lahir atau pada awal masa anak. Gambaran klinis khas
pada Sindrom Turner 45,X adalah retardasi pertumbuhan yang mencolok
sehingga tubuh pendek (kurang dari persentil ketiga), membengkakknya
tungkai akibat pelebaran saluran limfatik (pada masa bayi yang tampak sebagai
leher bersayap pada anak yang lebih tua, garis rambut posterior yang rendah,
kubitus valgus (meningkatnya sudut angkat lengan ), dada mirip tameng dengan
puting payudara terpisah jauh, lengkung langit-langit yang tinggi, limfedema
tangan dan kaki, serta berbagai kelainan kongenital, seperti ginjal tapal- kusa,
katup aorta bikuspid, dan koarktasio aorta. Anak perempuan yang terkena gagal
membentuk tanda-tanda seks sekunder, genetalia tetap infertil, perkembangan
payudara minimal, dan rambut pubis tipis. Sebagian besar mengalami amenorea
primer, dan pemeriksaan morfologik memperlihatkan transformasi ovarium
menjadi jaringan putih stroma fibroid tanpa tetapi folikel. Status mental para
pasien ini biasanya normal, tetapi pernah dilaporkan kelaianan ringan pada
proses pengolahan informasi visual-spasial nonverbal. Yang menarik, pada
25% sampai 30% pasien ditemukan hipotiroidisme akibat autoantivodi,
terutama pada perempuan dengan isokromosom Xp. Pada pasien dewasa,
kombinasi tubuh pendek dan amenorea primer seyogianya menjadi tanda kuat
adanya sindrom turner. Diagnosis dipastikan dengan penentuan karioptipe.
Sekitar 43% pasien dengan sindrom turner bersifat mosaik ( salah satu
turunan sel memiliki genoitipe 45,X) atau memperlihatkan kelainan struktural
di kromosom X. Yang sering adalah delesi lengan pendek sehingga terbentuk
sebuah isokromosom lengan panjang, 46,X,i(x)(10). Efek akhir kelaianan
struktural terkait adalah terbentuknya monosomi parsial kromosm X.
Kombinasi delesi dan mosaikisme juga pernah dilaporkan. Kita perlu
menyadari adanya heterogenitas kariotipe pada sindrom turnear karena hal
tersebut merupakan penyebab perbedaan fenotipe yang signifikan. Berbeda
dengan pasien manosomi X, meareka yang bersifat mosaik atau mengidap
variasi delesi mungkin memiliki penampakan yang hampir normal dan hanya
bergejala amenorea primer.
Kita perlu mengingat kembali hipotesis Lyon dalam konteks sindrom turner.
Apabila diperlukan hanya satu kromosom X aktif untuk perkembangan normal
perempuan, pasien yang kehilangan secara parsial atau total satu kromosom X
tidak akan memperlihatkan stigmata sindrom turner. Berdasarkan inkosistensi
ini dan pengalaman lain, hipotesi Lyon kemudian dimodifikasi. Sekarang
diketahui inaktivitasi disemua sel sewaktu embriogenesis, kromosom tersebut
mengalami reaktivitasi secara selektif pada sel germinativum sebelum
pembelahan meiotik pertama. Selain itu, gen tertentu kromosom X tampaknya
tetap aktif di kedua kromosom X pada banyak sel somatik perempuan normal.
Oleh karena itu, untuk gametogenesis normal dan perkembangan perempauan,
diperlukan dua salinan dari sebagian gen yang terletak di kromosom X.
Sebagian gen ini yang terletak kromosom X. Sebagian gen ini telah mulai
teridentifikasi. Sebagai contoh, sebuah gen homeobox yang secara tepat diberi
nama short stature homeobox (SHOX), terletak di Xp 22.332, tampaknya
berperan dalam pertumbuhan vertikel. Ini adalah satu gen yang tetap aktif pada
dua salinan kromosom X.
4. Makrosefali
Ada sebagian bayi yang karena kelainan memiliki lingkar kepala lebih besar
ketimbang bayi lainnya, dan disebut makrosefali. Makrosefali merupakan
kebalikan dari mikrosefali (lingkar kepala bayi kecil). Anak yang menderita
kelainan ini, memiliki ukuran lingkar kepala yang lebih besar dari rata-rata anak
normal seusianya. Kadang-kadang, tulang tengkorak bayi penderita makrosefali
mengalami penebalan dan sambungan antar tulang tengkoraknya, banyak
mengalami penebalan. Namun demikian, tidak semua anak dengan kelainan
makrosefali memiliki ukuran otak yang lebih besar dari normal. Tak jarang,
penderita makrosefali justru mempunyai ukuran otak yang kecil tetapi kepalanya
tampak lebih besar, karena di dalam kepalanya terdapat banyak cairan.
Makrosefali dengan ubun-ubun terbuka dapat disebabkan hidrosefalus atau
atrofi otak. Makrosefali disertai ubun-ubun menutup biasanya disebabkan atrofi
otak. Adanya hidrosefalus menandakan penumpukan cairan otak yang dapat
disebabkan oleh berbagai sebab, antara lain malformasi struktur otak (malformasi
Chiari, Dandy Walker, aqueduct stenosis), radang otak, tumor otak, atau kelainan
metabolisme bawaan.
Pemantauan lingkar kepala sebaiknya dilakukan bersama dengan ukuran
ubun-ubun besar. Lingkar kepala diukur dengan pita ukur yang tidak elastis,
melingkar dari bagian atas alis, melewati bagian atas telinga, sampai bagian paling
menonjol di belakang kepala. Kebanyakan pembesaran kepala disebabkan oleh
peninggian TIK, konsekuensinya makrosefali mungkin memerlukan tindakan.
Makrosefali diklasifikasikan berdasar etiologi kedalam :
1) Kelainan aliran CSS dan kelainan rongga CSS. Akumulasi CSS
abnormal akibat kelainan aliran CSS mungkin menimbulkan
peninggian TIK. Hidrosefalus adalah contoh khas kelainan aliran CSS.
Disgenesis parenkhim otak atau hilangnya parenkhim otak yang telah
berkembang sebelumnya bisa mengakibatkan terbentuknya rongga
CSS yang abnormal. Bila keadaan ini bersamaan dengan gangguan
sirkulasi CSS dan sebagai akibat pembesaran rongga tersebut, terjadi
makrosefali.
2) Lesi massa intrakranial. Sesuai lokasinya, lesi ini diklasifikasikan
sebagai ekstraserebral atau intraserebral. Pada yang pertama, lesi
ditemukan paling sering sebagai penimbunan cairan subdural, seperti
hematoma subdural, efusi subdural, higroma subdural dan hidroma
subdural, serta sista arakhnoid. Lesi massa intraserebral termasuk tumor
otak dan abses otak.
3) Penambahan volume otak. Penambahan volume parenkhim otak
disebut megalensefali. Lesi ini berbeda dari edema otak, dimana yang
bertambah adalah volume air otak. Megalensefali biasanya tidak
merupakan kandidat untuk operasi bedah saraf. Ada dua jenis:
megalensefali anatomi, disebabkan pertambahan ukuran dan jumlah
neuron, serta megalensefali metabolik, disebabkan akumulasi me-
tabolit abnormal sekitar neuron akibat kelainan otak intrinsik.
Kebanyakan megalensefali metabolik adalah dominan autosom dan
ditemukan pada akhondroplasia, neu- rofibromatosis, sklerosis
tuberosa, serta keadaan lain yang serupa. Biasanya normotensif dan
memperlihatkan perkembangan yang normal. Pada keadaan yang
jarang mungkin bersamaan dengan gigantisme, dwarfisme, pseudo-
hermafroditisme pria, dan hipoparatiroidisme-hipoadre- nokortisisme.
Megalensefali metabolik disebabkan oleh kelainan penimbunan seperti
gangliosidosis, mukopolisakharidosis, sulfatidosis, sindroma Hurler,
dan sindroma Hunter. Kebanyakan hipertensif dan memperlihatkan
perjalanan perkembangan yang retrogresif. Edema otak dapat
disebabkan oleh intoksikasi, kelainan endokrin, galaktosemia, dan
keadaan lainnya. Pseudotumor serebri, atau hipertensi intrakranial
jinak, terhindar dari edema otak dengan sebab yang tak diketahui.
Sistema ventrikel kolaps akibat peninggian volume air parenkhim otak.
Keadaan ini kadang-kadang memerlukan operasi dekompresi.
4) Penebalan abnormal tengkorak. Pada keadaan yang jarang, pembesaran
kepala mungkin disebabkan penebalan kranium akibat anemia,
displasia kranioskeletal dan sejenisnya. ( Tjandrajani. 2016).
5. Gagal tumbuh atau FTT
Gagal tumbuh paling sering didiagnosis pada usia 1-2 tahun dimana
tidak ada peningkatan berat badan maupun panjang badan, yang bila kita
masukkan didalam kuva pertumbuhan tampak berada dibawah persentil 3
sehingga akhirnya dapat didiagnosis dengan perawakan pendek.
TINJAUAN KASUS
A. Data subjektif
1. Identitas pasien
a. Anak
Umur : 12 tahun
Anak Ke- :1
2. Keluhan
Anak “GG’ mengeluh sakit dan nyeri pada kakinya serta nyeri pada punggung
karena bungkuk, sakit kepala hebat dan pusing, lemah serta merasa kesemutan pada
lengan dan kaki. Ibu merasa anaknya mengalami ketidaknormalan pertumbuhan
tinggi anaknya dibanding teman sebayanya.
3. Riwayat Prenatal
1) Imunisasi TT
TT5
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
b. Riwayat Intranatal
2) Kala I
3) Kala II
Tidak ada
b) Penolong persalinan
Dokter
c) Cara bersalin
Spontan
c. Riwayat Pascanatal
1) Rawat Gabung
Dilakukan
d. Penyakit yang pernah atau sedang diderita anak termasuk komplikasi serta
tindakan orang tua terkait penyakit anak
Tidak ada
e. Riwayat Imunisasi
Imunisasi lengkap
f. Data bio-psiko-sosial-spiritual
1) Bernafas
2) Nutrisi
b) Jenis Makanan : Nasi, Kentang, Roti, Daging, Pasta, Salad buah dan sayur
3) Eliminasi
4) Istirahat
5) Psikologi
6) Sosial
Baik
Orang tua
c) Sibling
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
f) Jaminan kesehatan
Tidak ada
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum
Baik
b. Kesadaran
Compos Mentis
c. Tanda vital
Suhu 36,50C, RR 25x/menit, HR 78x/menit
d. Pengukuran Antropometri
1) Berat badan
190kg
2) Panjang badan
230cm
e. Pemeriksaan fisik
a) Muka
c) Ubun-ubun
e) Mata
f) Hidung
g) Mulut
h) Telinga
i) Leher
k) Abdomen
l) Anogenetalia
n) Ekstremitas bawah
Kaki simetris, kuku jari merah muda
o) Punggung
C. Analisis
D. Penatalaksanaan
PEMBAHASAN
Tinjauan kasus “GG” umur 12 tahun dengan suku bangsa Eropa yang
datang klinik bersama ibunya. Menurut WHO definisi anak adalah dihitung sejak
seseorang di dalam kandungan sampai dengan usia 19 tahun. Menurut Undang-
Undang Republik Indnesia nomor 23 tahun 2002 pasal 1 ayat 1 tentang
perlindungan anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk
juga yang masih di dalam kandungan. Usia “GG” 12 tahun menunjukkan bahwa
masih termasuk dalam kategori anak. Anak “GG” merupakan suku bangsa Eropa
dimana menurut Arifin (2015) terdapat faktor lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan anak setelah lahir (faktor postnatal). Faktor postnatal secara umum
digolongkan menjadi empat, yaitu: lingkungan biologis meliputi ras/suku bangsa,
jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit,
penyakit kronis, fungsi metabolisme, dan hormon. Hal ini ditandai dengan dengan
anak yang terlahir dari suatu ras tertentu, misalnya bangsa Eropa memiliki
kecenderungan lebih besar atau tinggi daripada bangsa Asia yang cenderung lebih
pendek dan kecil.
Berdasarkan keluhan anak “GG” keluhan sakit dan nyeri pada kakinya serta
nyeri pada punggung karena bungkuk, sakit kepala hebat dan pusing, lemah serta
merasakan kesemutan pada lengan dan kaki. Ibu merasa anaknya mengalami
ketidaknormalan pertumbuhan tinggi anaknya dibanding teman sebayanya.
Menurut Eugster (2018) bahwa salah satu gejala klinis yaitu kelemahan dan sensasi
kesemutan di lengan dan kaki akibat perbesaran jaringan dan saraf yang tertekan.
Data objektif yang didapat dari pemeriksaan anak “GG” didapat
ketidaknormalan pada antopometri dan pemeriksaan fisik yaitu Tinggi badan 230
cm, dan berat badan 190 kg. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kulit wajah anak
“GG” kasar, betuk hidung melebar, jarak pada gigi melebar, serta jari tangan
menebal. Dari hasil pemeriksaan tersebut menurut Eugster (2018) bahwa gejala
klinis dari gangguan tumbuh kembang Gigantisme yaitu berperawakan tinggi lebih
dari 2 meter, dengan proporsi tubuh yang normal. Hal ini terjadi karena jaringan
lunak seperti otot cepat tumbuh, Hidung lebar, lidah membesar dan wajah kasar,
Mandibula tumbuh berlebihan, Gigi menjadi terpisah-pisah serta Jari dan ibu jari
tumbuh menebal.
Setelah melakukan pengkaijian data subjektif dan objektif maka didapatkan
analisis bahwa anak “GG” mengalami Gigantisme. Maka dari itu dilakukan
penatalaksanaan yaitu : menyarankan pasien untuk mengurangi aktivitas dan
meningkatkan istirahat di tempat tidur, ibu paham; menganjurkan ibu untuk
memberikan kenyamanan pada anaknya seperti sentuhan atau masase, ibu bersedia
melakukannya; menganjurkan pasien untuk memberikan perawatan pada kulit, ibu
paham; menganjurkaan ibu untuk memriksakan anaknya untuk tes Growth
Hormon, ibu bersedia melakukannya; melakukan kolaborasi dengan dokter untuk
terapi selanjutnya, anak dirujuk ke dokter spesialis anak.
Dalam kasus ini bidan tidak berwenang dalam melakukan penanganan pada
anak “GG” secara mandiri sehingga pentingnya kolaborasi dengan Dokter Spesialis
Anak. Hal ini berkaitan dengan fungsi bidan dalam kolaborasi.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Gangguan pertumbuhan adalah suatu kondisi perkembangan anak dari segi
tinggi badan, berat badan, kematangan organ seksual, serta sisi lainnya yang tidak
sesuai dengan anak seusianya. Pertumbuhan yang terlalu lambat atau justru terlalu
cepat umumnya menandakan adanya gangguan kelenjar atau penyakit lain. Pada
beberapa kasus, gangguan pertumbuhan dapat langsung terlihat segera
setelah anak lahir.Salah satu gejala utama dari kondisi ini adalah
pertumbuhan tinggi badan anak yang tidak mencapai 5cm pada tahun pertama
setelah ia memasuki usia tiga tahun. Gejala lain yang muncul dapat
menyerupai gejala penyakit lain, sehingga Anda perlu mengonsultasikannya
lebih jauh dengan dokter untuk mengetahuinya secara pasti. Dalam kasus ini
bidan tidak berwenang dalam melakukan penanganan pada anak “GG” secara
mandiri sehingga pentingnya kolaborasi dengan Dokter Spesialis Anak. Hal ini
berkaitan dengan fungsi bidan dalam kolaborasi.
B. Saran
a. Bagi mahasiswa:
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengtahuan mahasiswa
dalam memberikan pelayanan kebidanan secara dini mengenai
kegawatdaruratan maternal dan neonatal sesuai dengan wewenang bidan
dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Aditomo, Arif dan Fiftin Noviyanto. 2015. Visualisasi Tiga Dimensi Gangguan
Fisiologis Pada Tulang Manusia. Universitas Ahmad Dahlan
Konzier, Erb, Berman & Synder. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses &Praktik. Jakarta: EGC
Saanin, saiful. 2014. “Kepala”. Diakses pada 6 Januari 2020 pukul 16.50 wita
(http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Kepala.html). UNAND, Padang
Wijayanti Rahmadiani & Sri Sumarni. 2016. Pertumbuhan Anak Dari Ibu Yang Mendapat
Suplemen Multi-Mikronutrien Dan Anak Dari Ibu Yang Mendapat Suplemen Besi
Folat Selama Hamil. Universitas Airlangga