Anda di halaman 1dari 14

KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERKEMBANGAN

“Tumbuh Kembang Anak”

Di susun Oleh

Kelompok II

1. Aisyah Ridwan HT (501200038)


2. Erita Talalu (501200028)
3. Mirnawati Lamala (501200056)
4. Nurain Kadir (501200069)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PRODI S1 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS GORONTALO
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan Rahmat
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah dengan tepat waktu. Adapun makalah ini
saya buat adalah sebagai pemenuhan tugas mata kuliah TUMBUH KEMBANG ANAK

Penulis sampaikan terima kasih yang sebanyak banyaknya kepada setiap pihak yang
sudah mendukung penulis selama berlangsungnya pembuatan makalah ini. Penulis juga
berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi setiap pembaca.

Disertai keseluruhan rasa rendah hati, kritik dan saran yang membangun penulis
nantikan dari kalangan pembaca agar nantinya penulis dapat meningkatkan dan merevisi
kembali pembuatan makalah ditugas lainnya dan diwaktu berikutnya.

Penyusun
Limboto,28 Oktober 2022

Kelompok II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................

A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................

A. Pengertian Tumbuh Kembang.................................................................................


B. Faktor yang mempengaruhi perkembangan pada anak...........................................
C. Dampak Kekerasan dan Penelantaran Terhadap Tumbuh Kembang Anak.............
D. Ciri-ciri Tumbuh Kembang Anak............................................................................
E. Peranan Rehabilitasi Medik Pada Masalah Perkembangan.....................................
F. Gangguan Tumbuh Kembang Anak yaitu...............................................................
G. Terapi Pendukung....................................................................................................

BAB III PENUTUP...........................................................................................................

A. Kesimpulan..............................................................................................................
B. Saran........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada masa tumbuh-kembang anak usia dini jika dilihat dari berbagai aspek
perkembangannya, anak sedang mengalami progres perkembangan yang pesat atau sering
disebut dengan masa keemasan (golden age). Istilah usia emas (golden age) ini
disimpulkan berdasarkan temuan para psikolog dalam bidang neuro-sains (Suyadi &
Ulfah, 2013). Masa keemasan ini hanya dilalui sekali seumur hidup, dan tidak akan dapat
dilewati kembali (Masnipal, 2018). Oleh karena itu, stimulasi yang diberikan kepada anak
dalam aktivitas pembelajaran harus selalu memperhatikan karakteristik perkembangan
yang terjadi pada setiap anak. Stimulasi yang tepat akan membuat neuron-neuron
berfungsi optimal sehingga memberikan dampak positif bagi segala aspek tumbuh-
kembang anak (Suyadi & Ulfah, 2013). Jadi dapat dikatakan stimulasi yang tepat
merupakan tolak ukur guru untuk melihat tingkat pencapaian tumbuh-kembang pada anak
usia dini.

Tingkat pencapaian tumbuh-kembang pada anak usia dini dapat dilihat melalui
instrumen penilaian atau asesmen yang digunakan pada setiap aktivitas pembelajaran
yang sedang berlangsung. Tujuannya agar tingkat tumbuh-kembang pada anak dapat
dipantau secara berkesinambungan. Sebagaimana dikatakan Mulyasa, bahwa “penilaian
bertujuan untuk memperoleh feed back dari kegiatan yang telah dilaksanakan, sebagai
informasi untuk melakukan kegiatan berikutnya”. (Mukhtar.2020)

Di Indonesia sendiri terdapat 7,51% prevalensi penyimpangan perkembangan meskipun


saat ini masih belum memiliki data nasional mengenai perkembangan/gangguan
perkembangan pada balita. Menurut WHO, (2018), berdasarkan jenis kecacatan
perkembangan anak, Indonesia berada di peringkat ke-9 untuk disabilitas intelektual,
peringkat ke-5 untuk autisme. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), (2014) menyebutkan
bahwa sekitar 5% sampai 10% anak diperkirakan mengalami keterlambatan
perkembangan. Hasil penelitian dari Tjandrajani, et.al, (2012) menunjukkan bahwa dari
604 pasien didapatkan 187 (30,9%) pasien dengan keterlambatan perkembangan umum
tanpa penyakit penyerta meliputi gangguan bicara 44 (46,8%), perkembangan gerakan
terlambat29 (30,9%), dan tanpa keluhan 12 (12,8%). Menurut Kemenkes RI, (2018)
sebesar 17,7% anak mengalami gizi buruk+gizi kurang, 30,8% mengalami stunting, dan
10,2% sangat kurus+kurus.

Berdasarkan Kemenkes RI, (2018), di Kalimantan Barat kejadian gizi buruk dan gizi
kurang usia 0-59 bulan sebesar 23,8%, kejadian sangat pendek dan pendek usia 0-59
sebesar 33.3%. Sedangkan di Kabupaten Bengkayang pada tahun 2017 sebesar 31,26%
balita mengalami stunting dan terdapat sebanyak 16 kasus gizi buruk. Di wilayah kerja
Puskesmas Jagoi sendiri pada tahun 2018 terdapat 7 kasus gizi buruk, 69 kasus gizi
kurang, 51 kasus sangat pendek, 13 kasus sangat kurus dan terdapat 8 kasus
keterbelakangan mental.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014,


orang tua memiliki peran aktif dalam upaya kesehatan anak yaitu melakukan perawatan
pada anak, memberi perlindungan pada anak, dan berperan aktif dalam memberikan
stimulasi tumbuh kembang pada anak. Orang tua khususnya ibu memiliki peran yang
sangat penting pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anaknya khususnya pada usia
0-6 tahun. Upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap keluarga, khususnya ibu
dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu media
massa/ informasi. Sejalan dengan penelitian Latifah, (2012) bahwa orang tua yang diberi
penyuluhan berpengaruh positif terhadap peningkatan pengetahuan ibu tentang tumbuh
kembang balita dengan skor pengetahuan ibu yang meningkat dari 11,94 menjadi 15,78.
Diharapkan dengan informasi yang diberikan tentang tumbuh kembang maka dapat
meningkatkan pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang pada anak sesuai dengan
usianya sehingga dengan pengetahuan yang baik tersebut dapat mempengaruhi sikap ibu
terhadap kesediaan untuk memeriksakan tumbuh kembang anaknya kepelayanan
kesehatan. Maka dari itu peneliti ingin membuat inovasi dalam memberikan pendidikan
kesehatan kepada masyarakat melalui media video. (Triguno dkk.2020)

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana akuisisi data pakar ganguan tumbuh kembang anak ?
2. Bagaimana membuat sistem pakar gangguan tumbuh kembang anak?
3. Bagaimana antarmuka sistem pakar untuk diagnosa gangguan tumbuh kembang
pada anak ?
4. Bagaimana menguji unjuk kinerja sistem pakar gangguan tumbuh kembang anak?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian sistem pakar diagnosa gangguan tumbuh kembang anak ini
adalah :
1. Melakukan akuisisi pengetahuan pakar.
2. Merancang dan membangun sebuahh sistem pakar diagnose gangguan tumbuh
kembang anak
3. Membuat antarmuka sistem pakar untuk diagnosa gangguan tumbuh kembang
pada anak.
4. Menghitung prosentase unjuk kerja sistem pakar diagnosa gangguan tumbuh
kembang anak.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian tumbuh kembang


Tumbuh kembang merupakan proses yang terjadi pada kehidupan anak.
Tumbuh kembang anak harus dipantau dari sedini mungkin karena akan berpengaruh
pada usia selanjutnya. Menurut Kementerian Kesehatan RI, (2014) tumbuh kembang
anak usia 0–5 tahun sangatlah penting, karena merupakan masa pertumbuhan dan
perkembangan yang paling pesat pada otak manusia. Di Indonesia sendiri terdapat
7,51% prevalensi penyimpangan perkembangan meskipun saat ini masih belum
memiliki data nasional mengenai perkembangan/gangguan perkembangan pada balita.
Menurut WHO, (2018), berdasarkan jenis kecacatan perkembangan anak, Indonesia
berada di peringkat ke-9 untuk disabilitas intelektual, peringkat ke-5 untuk autisme.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), (2014) menyebutkan bahwa sekitar 5% sampai
10% anak diperkirakan mengalami keterlambatan perkembangan. Hasil penelitian
dari Tjandrajani, et.al, (2012) menunjukkan bahwa dari 604 pasien didapatkan 187
(30,9%) pasien dengan keterlambatan perkembangan umum tanpa penyakit penyerta
meliputi gangguan bicara 44 (46,8%), perkembangan gerakan terlambat29 (30,9%),
dan tanpa keluhan 12 (12,8%). Menurut Kemenkes RI, (2018) sebesar 17,7% anak
mengalami gizi buruk+gizi kurang, 30,8% mengalami stunting, dan 10,2% sangat
kurus+kurus. Berdasarkan Kemenkes RI, (2018), di Kalimantan Barat kejadian gizi
buruk dan gizi kurang usia 0-59 bulan sebesar 23,8%, kejadian sangat pendek dan
pendek usia 0-59 sebesar 33.3%. Sedangkan di Kabupaten Bengkayang pada tahun
2017 sebesar 31,26% balita mengalami stunting dan terdapat sebanyak 16 kasus gizi
buruk. Di wilayah kerja Puskesmas Jagoi sendiri pada tahun 2018 terdapat 7 kasus
gizi buruk, 69 kasus gizi kurang, 51 kasus sangat pendek, 13 kasus sangat kurus dan
terdapat 8 kasus keterbelakangan mental. Studi pendahuluan dilakukan di wilayah
kerja Puskesmas Jagoi Babang kemudian di dapat 1 desa yang memiliki jumlah anak
usia 0-59 bulan paling banyak dan terdapat kasus gangguan tumbuh kembang. Setelah
itu dilakukan wawancara pada 10 ibu yang memiliki balita antara usia 0-59 bulan,
sebanyak 9 ibu mengatakan tidak mengetahui tentang tumbuh kembang, dan 1 ibu
mengatakan tahu sedikit karena pernah membaca di buku KIA. Semua ibu tersebut
tidak pernah memeriksakan tumbuh kembang anaknya ke pelayanan kesehatan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2014, orang tua memiliki peran aktif dalam upaya kesehatan anak yaitu melakukan
perawatan pada anak, memberi perlindungan pada anak, dan berperan aktif dalam
memberikan stimulasi tumbuh kembang pada anak. Orang tua khususnya ibu
memiliki peran yang sangat penting pada tahap pertumbuhan dan perkembangan
anaknya khususnya pada usia 0-6 tahun. Upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan
sikap keluarga, khususnya ibu dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satu
faktor yang mempengaruhi yaitu media massa/ informasi. Sejalan dengan penelitian
Latifah, (2012) bahwa orang tua yang diberi penyuluhan berpengaruh positif terhadap
peningkatan pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang balita dengan skor
pengetahuan ibu yang meningkat dari 11,94 menjadi 15,78. Diharapkan dengan
informasi yang diberikan tentang tumbuh kembang maka dapat meningkatkan
pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang pada anak sesuai dengan usianya sehingga
dengan pengetahuan yang baik tersebut dapat mempengaruhi sikap ibu terhadap
kesediaan untuk memeriksakan tumbuh kembang anaknya kepelayanan kesehatan.
Maka dari itu peneliti ingin membuat inovasi dalam memberikan pendidikan
kesehatan kepada masyarakat melalui media video. Media video dapat menstimulasi
indera pendengaran dan penglihatan sehingga hasil yang diperoleh lebih maksimal.
Hal ini telah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Zakariya, (2017)
menunjukkan bahwa ada peningkatan yang signifikan terhadap pengetahuan dan
sikap ibu setelah diberikan pendidikan kesehatan dengan media audiovisual. Oleh
karena itu peneliti ingin mengembangkan media video untuk meningkatkan
pengetahuan dan sikap ibu tentang tumbuh kembang anak.
Anak dalam masa prasekolah merupakan anak yang masih berusia 3-5 tahun.
(Hockenberry dan Wilson, 2015). Definisi tersebut juga sejalan dengan Potter dan
Perry (2010) yang menyatakan masa prasekolah berada pada usia 3 sampai 5 tahun,
anak tersebut akan memperhalus penguasaan tubuhnya dan menanti dimulainya
pendidikan formal. Setiap anak akan mengalami masa pertumbuhan dan
perkembangan. Pertumbuhan merupakan suatu proses yang mengacu pada
peningkatan fisiologis dalam ukuran multiplikasi sel atau diferensiasi. Pertumbuhan
akan jelas terlihat pada perubahan berat badan dan tinggi badan. Perkembangan
mengarah pada perubahan secara fisik, psikososial dan kognitif yang terjadi selama
rentang hidup seseorang karena permatangan pertumbuhan, pebelajaran, situasi dan
perilaku lingkungan (Potts dan Mandleco, 2012). Tingkat pertumbuhan pada anak
usia prasekolah menjadi stabil dan melambat. Berat rata-rata adalah 14,5 Kg pada 3
tahun, 16,5 Kg pada 4 tahun, 18,5 kg pada 5 tahun. pertambahan berat badan rata-rata
tetap sekitar 2 hingga 3 Kg pertahun. Pertumbuhan tingggi badan juga akan stabil
pada peningkatan sebesar 6,5 hingga 9 cm. Tinggi rata-rata adalah 95 cm pada usia 3
tahun, 103 cm pada usia 4 tahun dan 110 cm pada usia 5 tahun (Hockenberry dan
Wilson, 2015). Pada masa prasekolah, perkembangan anak terutama intelektualnya
sangat pesat. Perkembangan otak anak pada tahun-tahun prasekolah akan mencapai
50 % dan akan mencapai 80% pada anak yang telah berumur 8 tahun. Oleh karena itu,
masa ini disebut sebagai masamasa usia emas (Golden Age) (Miftahul, 2015).
Perkembangan anak usia prasekolah menurut (Frankenburg dan Dodds, 2012) dapat
dilihat dari beberapa aspek. Aspek-Aspek tersebut yaitu aspek bahasa, motoric kasar,
motoric halus dan personal sosial. Periode anak usia prasekolah merupakan masa-
masa yang sangat peka. Anak akan sensitif untuk menerima segala rangsangan
(stimulus) yang diberikan oleh orang tua ataupun lingkunganya. Oleh karena itu,
kehadiran orang tua untuk memberikan stimulus sangat diperluhkan oleh anak
(Mariyana, Nugraha dan Rachmawati, 2013). Pada masa inilah orang tua dituntut
untuk membentuk karakter yang baik untuk anak (Miftahul, 2015). Perempuan yang
bekerja merupakan isu yang sering menjadi perbincangan ketenagakerjaan di
Indoneisa. Tidak dapat dipungkiri bahwa perempuan harus bekerja untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya (Sembiring, 2016). Ibu yang bertindak sebagai perempuan
dalam keluarga dapat memilih bekerja karena adanya beberapa alasan. Ibu umumnya
memilih bekerja karena motivasi seorang ibu sendiri, ingin menunjang keadaan
ekonomi keluarga atau hanya memuaskan diri sebagai wanita karir (Kartajaya, 2012).
Prevalensi ibu yang bekerja di dunia cukup beragam. Survei yang dilakukan oleh You
Gov (2015), menunjukan bahwa 60% perempuan yang berstatus ibu/istri di Asia
adalah seorang pekerja, hal tersebut didukung oleh 62% ibu/istri di Asia menganggap
bahwa ibu/istri yang bekerja lebih ideal dari pada ibu/istri yang tidak bekerja. China
menjadi negara dengan jumlah ibu/istri yang bekerja tertinggi yaitu 75% dan
Indonesia menduduki jumlah terendah yaitu 51% (You Gov, 2015). Presentase
pekerja perempuan yang telah menikah di Indonesia tahun 2018 sebesar 71,49 %.
Provinsi Lampung menjadi salah satu provinsi dengan tingkat prevalensi perempuan
menikah yang bekerja sebesar 79,9 %. Provinsi Sumatera Selatan memiliki prevalensi
sebesar 75,75 % (Hakiki dan Supriyanto, 2018). Keterlibatan ibu di dunia pekerjaan
dapat menjadi nilai positif dan negatif. Nilai positif yang dapat diambil adalah dapat
membantu pekerjaan suami dan nilai negatifnya adalah waktu ibu yang akan
berkurang untuk mendampingi anak dan keluarga (Said et al., 2016). Sebagian besar
ibu yang bekerja menghabiskan waktu lebih dari 7 jam di luar rumah, sehingga waktu
untuk mendampingi anak akan berkurang (Kartajaya, 2012). Pendampingan ibu
sangat diperluhkan ketika anak berusia 3 sampai 5 tahun, karena masa ini merupakan
masa emas dimana perkembangan otak anak akan mencapai 50% . Masa emas ini
merupakan masa yang penting bagi ibu sebagai orang tua (Said et al., 2016).
Kesadaran orang tua dalam memanfaatkan peluang pada masa keemasan ini akan
menentukan keberhasilan ataupun kegagalan pengembangan kecerdasan Peran
seorang ibu diperluhkan untuk mendampingi anak pada masa prasekolah (Potter dan
Perry, 2010). Peran tersebut seperti menstimulasi perkembangan anak, memenuhi
kebutuhan anak dan sebagai pendidik anak (Gunarsa, 2012). Anak prasekolah akan
lebih sensitif untuk menerima segala rangsangan (stimulus) yang diberikan oleh orang
tua ataupun lingkunganya (Mariyana, Nugraha dan Rachmawati, 2013). Penelitian
yang dilakukan oleh Maulina, Makhfudli dan Ulfiana (2019) membahas mengenai
perbedaan peran ibu dalam stimulasi perkembangan anak usia prasekolah pada ibu
bekerja dan tidak bekerja. Penelitian menggunakan metodek kuantitatif dengan studi
komparasi untuk mencari perbedaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat
perbedaan peran ibu dalam stimulasi perkembangan anak usia prasekolah pada ibu
bekerja dan tidak bekerja (p=0,018). Ibu yang tidak bekerja akan lebih sering
menstimulasi perkembangan anaknya dari pada ibu yang bekerja (Maulina, Makhfudli
dan Ulfiana, 2019). Pada penelitian lainnya, Nasucha, Nuraini dan Indriawati (2019)
meneliti tentang perbedaan kemandirian anak usia presekolah ditinjau dari ibu bekerja
dan ibu rumah tangga. Hasil penelitian menunjukan nilai thitung = 5,085 > ttabel=
1,675 dengan taraf nilai signifikansi p=0,001. Hasil tersebut berarti terdapat
perbedaan tingkat kemandirian anak antara ibu bekerja dan ibu rumah tangga. Nilai
rata-rata (mean) tingkat kemandirian anak dari ibu bekerja sebesar 11,7. Nilai tersebut
lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-tata (mean) tingkat kemandirian anak dari
ibu yang tidak bekerja yaitu sebersar 90,73. Dampak yang akan diterima anak ketika
ibu tetap bekerja akan berpengaruh terhadap pekembangan anak baik dari psikososial
maupun dari segi kognitifnya (Soetjiningsih, 2018). Wijirahayu, Krisnatuti dan
Muflikhati (2016) meneliti tentang pengaruh kelekatan ibu-anak, pertumbuhan anak
terhadap perkembangan sosial emosi anak prasekolah.
B. Faktor yang Mempengaruhi Kekerasan Pada Anak

Terjadinya kasus kekerasan pada anak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti faktor kepribadian anak, lingkungan, dan budaya disekitar anak. Penelitian
yang dilakukan oleh Nugroho yang dikutip dalam adawiya menyebutkan bahwa
kekerasan pada anak terjadi akibat pengalaman orangtua yang mendapatkan
kekerasan dimasa lampau yang mengakibatkan orangtuwa meniru perlakuan yang
mereka dapatkan kepada anak mereka, relasi dengan orang terdekat seperti suami dan
keluarga, kurang pemahaman tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, kurang
mendapatkan dukungan sosial, kehadiran anak yang tidak diinginkan akibat
kehamilan diluar nikah, anak yang lahir dan menyebabkan kematian pada ibunya yang
dianggap membawa sial dalam keluarga. Sikap kekerasan pada anak dapat berupa
penganiayaan, teror mental pada anak, dan penelantaran pada anak.

C. Dampak Kekerasan dan Penelantaran Terhadap Tumbuh Kembang Anak


1. Dampak langsung yaitu 5% anak mengalami kematian, 25% anak mengalami
komplikasi serius serta patah tulang, luka bakar dan kecacatan
2. Terjadi kerusakan menetap pada susunan saraf yang dapat mengakibatkan anak
mengalami gangguan mental, sulit belajar, kebutaan, tuli, masalah dalam
perkembangan motorik baik kasar maupun halus, kejadian kejang dapat
berlangsung, ataksia maupun hidrosefalus.
3. Gangguan perkembangan kejiwaan meliputi gangguan emosi, hiperaktif, fobia,
kecemasan, menarik diri, suka mengompol, sulit tidur, tantrum, dan putus sekolah
bahkan anak mencoba melakukan percobaan bunuh diri dan pertumbuhan fisik
anak berbeda dari teman sebayanya.
4. Kekerasan seksual dapat mengakibatkan anak menjadi trauma dan mengalami
infeksi seperti nyeri perianal, terdapat sekter divagina, nyeri dan pendarahan pada
anus. Kekerasan seksual yang terjadi pada anak menyebabkan anak menjadi sulit
berkosentrasi, susah makan dan kurang percaya diri.
D. Ciri-ciri Tumbuh Kembang Anak
Menurut Hurlock EB, tumbuh kembang anak mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu:
1. perkembangan melibatkan perubahan.
2. perkembangan awal lebih kritis daripada perkembangan selanjutnya.
3. perkembangan adalah hasil dari maturase dan proses belajar.
4. pola perkembangan dapat diramalkan.
5. pola perkembangan mempunyai karakteristik yang dapat diramalkan.
6. terdapat perbedaan individu dalam perkembangan.
7. terdapat periode/tahapan dalam pola perkembangan.
8. terdapat harapan social untuk setiap periode perkembangan.
9. setiap area perkembangan mempunyai potensi risiko
E. Peranan Rehabilitasi Medik Pada Masalah Perkembangan
Pemeriksaan dibidang rehabilitasi medik meliputi penilaian tentang kondisi
fisik, nutrisi, fungsi menelan, kemampuan komunikasi, status fungsional dalam
aktivitas bermain serta makan/minum sesuai usia anak. Berbagai metode intervensi
dilakukan di bidang rehabiltasi medik tetapi berbagai metode tersebut mempunyai
tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kemampuan pola/sikap tubuh dan Gerakan
yang simetris, memfasilitasi Gerakan normal serta menstimulasi perkembangan sesuai
usia anak.
F. Gangguan Tumbuh Kembang Anak yaitu
1. Gagal sekolah
Gagal sekolah didefinisikan sebagai gagal atau tidak berhasilnya
seseorang mencapai tujuan proses pembelajaran di sekolah. Sekitar 10-15%
anak sekolah mengalami pengulangan atau gagal naik kelas.
2. Mogok sekolah
Mogok sekolah atau menolak sekolah adalah suatu keadaan Ketika
anak tidak mau bersekolah. Mogok sekolah terjadi hamper 2% anak usia
sekolah bahkan dikatakan sekitar 5% anak Sekolah Dasar dan 2 % anak
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
3. Gangguan bahasa dan bicara
Gangguan perkembangan bicara dan Bahasa merupakan
perkembangan yang sering ditemukan pada anak umur 3-16 tahun. Selain itu,
ganguan Bahasa ini sering merupakan komorbid pada penyakit tertentu
(sekitar 50%). Diperkirakan angka kejadiannya berkisar antara 1%-32% pada
populasi normal.
G. Terapi Pendukung
Menurut WHO (1998), perawatan aktif keseluruhan pada tubuh, pikiran, dan
jiwa anak, termasuk pemberian dukungan kepada keluarganya. Tujuan perawatan
palilatif pediatri bukan untuk menyembuhkan, tetapi untuk menyediakan “Kesehatan”
dan “kualitas hidup” yang paling mungkin dengan keberadaan penyakitnya

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perbedaan tumbuh kembang pada fungsi kognitif anak sebelum dan setelah diberikan
permainan maze yaitu ditinjau dari nilai rerata sebelum diberi permainan maze yaitu 58,28
dan setelah diberi permainan maze didapatkan rerata dengan nilai 93,50. Ditinjau dari
frekuensi anak dengan kriteria baik berjumlah 3 (21,4%) responden saat pretest, setelah
diberikan permainan maze yaitu anak dengan kriteria baik berjumlah 13 (92,9%). hal ini
menunjukkan permainan maze dapat meningkatkan fungsi kognitif anak prasekolah. Ada
pengaruh permainan maze terhadap tumbuh kembang khususnya fungsi kognitif setelah
diberikan permainan maze pada anak prasekolah dengan nilai signifikan P value sebesar
0.000 α(< 0.05).
B. Saran
1. Bagi Sekolah Diharapkan kepada guru untuk menyadari bahwa pentingnya permainan
maze diterapkan pada sekolah untuk meningkatkan perkembangan fungsi kognitif anak
prasekolah 61 2.
2. Bagi Institusi Diharapkan dapat memperkenalkan permainan maze dalam materi kuliah
keperawatan anak untuk membantu tumbuh kembang anak prasekolah.
3. Bagi Peneliti Selajutnya Diharapkan untuk peneliti selanjutnya melakukan penelitian
tentang pengaruh permainan maze terhadap perkembangan motorik anak.
DAFTAR PUSTAKA

Achroni, K. 2012. Mengoptimalkan Tumbuh Kembang Anak Melalui Permainan


Tradisional.Yogyakarta: JAVALITERA

Ariyanti, F., L. Edia., dan K. Noory. 2006. Diary. Jakarta: Mizan Meida Utama.

I G.A.K, A., Udani., A. Marhaeni., dan N. Jampel. 2014. Implementasi Teknik Maze Untuk
Mengembangkan Kreativitas Dan Kemampuan Kognitif Anak Kelompok B2 Tk Shanti
Kumara Iii Sempidi Mengwi Badung 3(10):8

I Gede, S.A. 2012. Pengguna Metode Kecerdasan Buatan Runut Maju Dalam Memecahkan
Permasalahan Game Labirin. Jurnal ilmu computer 1(5):37

Kennedy, J.F. 2012. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Yogayakarta: D-MEDIKA

Anda mungkin juga menyukai