Anda di halaman 1dari 15

PATOFISIOLOGI DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

GANGGUAN NUTRISI: STUNTING

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak I Semester III

Dosen Pengampu: Ns. Septi Dewi Rachmawati, Skep, MNg

OLEH :

1). Gita Widya Wijayanti 7). Kiki Hardyanti Putri


185070201111013 185070201111011
2). Pitria Dyah Nuralita 8). Anggraeni Citra Kusuma
185070200111009 185070200111031
3). Davit Wira Adi Pratama 9). Cica Oktafiani
185070207111003 185070201111009
4). Essa Bagus Kurniawan 10). Arih Wardah Chanifah
185070200111023 185070200111027
5). Moh. Arif Hidayatulloh 11). Diah Ika Milenia Kusumawati
185070200111013 185070200111011
6). Dinda Iqlima Musayadah
185070201111015

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Malang, 29 Oktober 2019

Hormat kami

penulis

II
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................... I

KATA PENGANTAR ..................................................................................... II

DAFTAR ISI ................................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................... 2

1.3 Manfaat ............................................................................................. 2

BAB II ISI ....................................................................................................... 3

2.1 Definisi .............................................................................................. 3

2.2 Etiologi .............................................................................................. 3

2.3 Faktor resiko ..................................................................................... 3

2.4 Klasifikasi ......................................................................................... 4

2.5 Patofisiologi ...................................................................................... 4

2.6 Manifestasi klinis .............................................................................. 5

2.7 Pemeriksaan diagnostik..................................................................... 5

2.8 Asuhan keperawatan ......................................................................... 6

BAB III PENUTUP ........................................................................................9

Kesimpulan ............................................................................................9

III
Saran ...................................................................................................... 9

Daftar pustaka ................................................................................................ 10

IV
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Balita pendek (Stunting) merupakan masalah kesehatan yang banyak
ditemukan di negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations
Children’s Fund (UNICEF), pada tahun 2016 terdapat 22,9 persen, atau hampir satu
dari empat anak berusia di bawah lima tahun (balita) mengalami stunting. Lebih dari
setengah balita yang mengalami stunting tersebut tinggal di Benua Asia dan lebih
dari sepertiga tinggal di Benua Afrika. Menurut Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) 2017, prevalensi stunting di Indonesia
menempati peringkat kelima terbesar di dunia.
Keadaan pendek (stunting) menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar antropometri
penilaian status gizi anak adalah suatu keadaan dimana hasil pengukuran Panjang
Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) berada di
antara -3 Standar Deviasi (SD) sampai -2 SD. Sangat pendek (severe stunting) adalah
keadaan dimana hasil pengukuran PB/U atau TB/U di bawah -3 SD.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi
stunting dalam lingkup nasional sebesar 37,2 persen, terdiri dari prevalensi pendek
sebesar 18,0 persen dan sangat pendek sebesar 19,2 persen. Hal ini menunjukkan
terjadi peningkatan prevalensi stunting dibandingkan tahun 2010 (35,6 persen) dan
tahun 2007 (36,8 persen).
Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan tinggi
badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Anak yang menderita
stunting akan lebih rentan terhadap penyakit dan ketika dewasa berisiko untuk
mengidap penyakit degeneratif. Dampak stunting tidak hanya pada segi kesehatan
tetapi juga mempengaruhi tingkat kecerdasan anak.
Anak merupakan aset bangsa di masa depan. Bisa dibayangkan, bagaimana
kondisi sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang jika saat ini banyak
anak Indonesia yang menderita stunting. Dapat dipastikan bangsa ini tidak akan
mampu bersaing dengan bangsa lain dalam menghadapi tantangan global.

1
Untuk mencegah hal tersebut, pemerintah mencanangkan program intervensi
pencegahan stunting terintegrasi yang melibatkan lintas kementerian dan lembaga.
Pada tahun 2018, ditetapkan 100 kabupaten di 34 provinsi sebagai lokasi prioritas
penurunan stunting. Jumlah ini akan bertambah sebanyak 60 kabupaten pada tahun
berikutnya. Dengan adanya kerjasama lintas sektor ini diharapkan dapat menekan
angka stunting di Indonesia sehingga dapat tercapai target Sustainable Development
Goals (SDGs) pada tahun 2025 yaitu penurunan angka stunting hingga 40%.
1.2. Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk memberikan pengetahuan kepada sasaran mengenai cara
mencegah stunting pada balita.
1.2.2. Tujuan Khusus
Memberikan informasi mengenai stunting yang terdiri dari :
1 Defenisi Stunting
2 Penyebab stunting
3 Faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting
4 Dampak stunting
5 Cara mencegah stunting
6 Usaha pemerintah dalam masalah stunting
1.3 Manfaat
Diharapakan mahasiswa dapat memahami definisi tentang stunting dan
penyebab maupun dampak juga faktor apa saja yang memperngaruhi terjadinya
hal tersebut lalu apa saja tindakan yang dapat mencegah stunting.

2
BAB II

ISI

2.1 Definisi
Stunting merupakan indikator kunci dari kegagalan terhadap pertumbuhan.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis
sehingga anak terlalu pendek untuk usianya yaitu dengan indikator TB/U z score < - 2
SD dari median standar WHO ANTHRO 2005. Stunting juga merupakan kondisi gagal
pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam
waktu yang lama.
2.2 Etiologi :

1. Infeksi pada ibu


2. Kehamilan remaja
3. Gangguan mental pada ibu
4. Jarak kelahiran anak yang pendek
5. Hipertensi
2.3 Faktor Resiko:
1. Terpenuhinya status gizi balita. Semakin tinggi tingkat kecukupan energi maka
semakin baik status gizi balita tersebut.
2. Tingkat kecukupan protein, karena jumlah balita yang kecukupan proteinnya rendah
paling banyak pada balita stunting.

3. Stunting dikaitkan dengan otak yang kurang berkembang dengan konsekuensi


berbahaya untuk jangka waktu lama, termasuk kecilnya kemampuan mental dan
kapasitas untuk belajar, buruknya prestasi sekolah di masa kecil, dan mengalami
kesulitan mendapat pekerjaan ketika dewasa yang akhirnya mengurangi pendapatan,
serta peningkatan risiko penyakit kronis terkait gizi seperti diabetes, hipertensi, dan
obesitas.

4. Memiliki risiko yang lebih besar untuk terserang penyakit, bahkan kematian dini.

5. Kekerdilan dapat menurun pada generasi berikutnya, disebut siklus kekurangan gizi
antargenerasi.

6. Ketika dewasa, seorang wanita stunting memiliki risiko lebih besar untuk mengalami
komplikasi selama persalinan karena panggul mereka lebih kecil, dan berisiko
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.

2.4 Klasifikasi:
3
Klasifikasi derajat stunting menurut WHO new Growth Standarts dinyatakan menjadi 4
yaitu:
1. Nonstunting (-1≤ Z-score TB/U< -2 SD)
1. Mild stunting (-2≤ Z-score TB/U<-1 SD)
2. Moderate stunting (-3 ≤ Z-score TB/U<-2 SD)
3. Severe stunting (TB/U <-3SD)
2.5 Patofisiologi
Terjadinya stunting pada balita seringkali tidak disadari, dan setelah dua tahun
baru terlihat ternyata balita tersebut pendek Masalah gizi yang kronis pada balita
disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu yang cukup lama akibat orang
tua/keluarga tidak tahu atau belum sadar untuk memberikan makanan yang sesuai dengan
kebutuhan gizi anaknya. Riskesdas 2010 menemukan bahwa ada 21,5% balita usia 2-4
tahun yang mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal dan 16% yang
mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal. Dan bila ini berlangsung dalam
waktu lama, maka akan mengganggu pertumbuhan berat dan tinggi badan. Pada ibu
hamil juga terdapat 44,4% yang mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal dan
49,5% wanita hamil yang mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal yang
berdampak pada terhambatnya pertumbuhan janin yang dikandungnya. Selain asupan
yang kurang, seringnya anak sakit juga menjadi penyebab terjadinya gangguan
pertumbuhan. Sanitasi lingkungan mempengaruhi tumbuh kembang anak melalui
peningkatan kerawanan anak terhadap penyakit infeksi. Anak yang sering sakit akibat
rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan
kronis dan berdampak anak menjadi pendek.
Dari hasil Riskesdas, 2010 lebih dari setengah (54,9%) masyarakat kita memiliki
akses sumber air minum tidak terlindung. Hanya 55,5% masyarakat yang terakses
dengan sanitasi, di perkotaan 71,4% dan pedesaan 38,5%. Penanganan sampah di
masyarakat 52% dibakar dan penggunaan bahan bakar arang dan kayu bakar 40,0%.
Selain itu juga ternyata Dua dari 3 perokok kita (76,7%) merokok di rumah dan dampak
dari semua ini berpotensi menyebabkan penyakit diare dan gangguan pernapasan pada
balita.

4
2.6 Manifestasi klinis

Pada anak gizi kurang termasuk disini anak yang pendek dalam arti stunted
atau stunting secara umum memiliki gejala klinis pertumbuhan terhambat, lemak
subkutan hampir tidak ada (sel lemak masih ada) sehingga kulit anak keriput seperti
orang tua, perut tampak buncit, jaringan otot mengecil (gangguan sel syaraf otot).
Sedangkan pada anak yang mengalami gangguan syaraf otot (muscle cerebral palsy)
akan mengalami masalah kesehatan yang kompleks antara lain: gangguan motorik,
retardasi mental, kejang, gangguan pendengaran, gangguan rasa raba, gangguan
bahasa dan bicara, gangguan konsentrasi, gangguan emosi dan gangguan belajar
(Sudiharto, 2002).

2.7 Pemeriksaan diagnostik

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan tinggi badan subjek,


pemeriksaan rontgen tulang tangan kiri, dan pemeriksaan laboratorium untuk
mendeteksi adanya metabolit pestisida dalam urin. Kejadian stunting ditentukan
berdasarkan nilai skor Z indeks Tinggi badan menurut umur (TB/U). Tinggi badan
diukur dengan menggunakan stadiometer merek SECA 213. Subjek termasuk
kategori stunting bila nilai skor Z indeks TB/U kurang dari -2 Standard Deviasi (<-2
SD). Kematangan usia tulang diukur dengan pemeriksaan foto rontgen tangan
sebelah kiri (tangan yang tidak aktif) yang dilakukan oleh laboratorium klinik
CITO. Pemeriksaan metabolit pestisida dalam urin dilakukan di PT. Angler
Biochemlab Surabaya. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara,
pemeriksaan tinggi badan subjek, pemeriksaan rontgen tulang tangan kiri, dan
pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya metabolit pestisida dalam urin.
Kejadian stunting ditentukan berdasarkan nilai skor Z indeks Tinggi badan menurut
umur (TB/U). Tinggi badan diukur dengan menggunakan stadiometer merek SECA
213. Subjek termasuk kategori stunting bila nilai skor Z indeks TB/U kurang dari
-2 Standard Deviasi (<-2 SD). Kematangan usia tulang diukur dengan pemeriksaan
foto rontgen tangan sebelah kiri (tangan yang tidak aktif) yang dilakukan oleh
laboratorium klinik CITO. Pemeriksaan metabolit pestisida dalam urin dilakukan di
PT. Angler Biochemlab Surabaya. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara,
pemeriksaan tinggi badan subjek, pemeriksaan rontgen tulang tangan kiri, dan
pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya metabolit pestisida dalam urin.

5
Kejadian stunting ditentukan berdasarkan nilai skor Z indeks Tinggi badan menurut
umur (TB/U). Tinggi badan diukur dengan menggunakan stadiometer merek SECA
213. Subjek termasuk kategori stunting bila nilai skor Z indeks TB/U kurang dari
-2 Standard Deviasi (<-2 SD). Kematangan usia tulang diukur dengan pemeriksaan
foto rontgen tangan sebelah kiri (tangan yang tidak aktif) yang dilakukan oleh
laboratorium klinik CITO. Pemeriksaan metabolit pestisida dalam urin dilakukan di
PT. Angler Biochemlab Surabaya. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara,
pemeriksaan tinggi badan subjek, pemeriksaan rontgen tulang tangan kiri, dan
pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya metabolit pestisida dalam urin.
Kejadian stunting ditentukan berdasarkan nilai skor Z indeks Tinggi badan menurut
umur (TB/U). Tinggi badan diukur dengan menggunakan stadiometer merek SECA
213. Subjek termasuk kategori stunting bila nilai skor Z indeks TB/U kurang dari
-2 Standard Deviasi (<-2 SD). Kematangan usia tulang diukur dengan pemeriksaan
foto rontgen tangan sebelah kiri (tangan yang tidak aktif) yang dilakukan oleh
laboratorium klinik CITO. Pemeriksaan metabolit pestisida dalam urin dilakukan di
PT. Angler Biochemlab Surabaya.
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan menurut jurnal penelitian yang
dilakukan oleh Kartini (2016) adalah dengan pemeriksaan tinggi badan subjek,
pemeriksaan rontgen tulang tangan kiri, dan pemeriksaan laboratorium untuk
mendeteksi adanya metabolit pestisida dalam urin. Kejadian stunting ditentukan
berdasarkan nilai skor Z indeks Tinggi badan menurut umur (TB/U). Tinggi badan
diukur dengan menggunakan stadiometer merek SECA 213. Subjek termasuk
kategori stunting bila nilai skor Z indeks TB/U kurang dari -2 Standard Deviasi (<-2
SD). Kematangan usia tulang diukur dengan pemeriksaan foto rontgen tangan
sebelah kiri (tangan yang tidak aktif).

Dari hasil jurnal penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa kejadian


stunting lebih banyak proporsinya pada siswa dengan metabolit pestisida urin positif
(26,7%) dibanding yang negatif (19,6%). Siswa kategori terlambat usia tulangnya
lebih banyak proporsinya pada yang metabolit pestisida urinnya positif (46,7%)
dibanding yang negatif (41,2%). Kejadian stunting lebih banyak pada siswa dengan
keterlambatan usia tulang (42,9%) dibanding siswa yang usia tulangnya termasuk
kategori normal (5,3%).

6
2.8 Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan :
1. Pengkajian
Menurut Nursalam (2005), Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak
dimaksudkan untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan tumbuh-
kembang anak sehingga dengan data yang ada dapat diketahui mengenai keadaan
anak. Hal-hal yang perlu dikaji pada pengkajian anak adalah :
A. Riwayat pranatal
Perlu ditanyakan pada ibu apakah ada tanda-tanda resiko tinggi saat hamil, seperti
terinfeksi TORCH, berat badan tidak naik, preeklamsi, dan lain-lain serta apakah
kehamilannya di pantau secara berkala.Kehamilan resiko tinggi yang tidak
ditangani secara tidak benar dapat menggagu tumbuh-kembang anak. Dengan
mengetahui riwayat prenatal maka keadaan anaknya dapat diperkirakan.
B. Riwayat kelahiran
Perlu ditanyakan pada ibu mengenai cara kelahiran anaknya, apakah secara normal
dan bagaimana keadaan anak sewaktu lahir. Anak yang dalam kandungan
terdeteksi sehat, apabila kelahirannya mengalami gangguan (cara kelahiran dengan
tindakan seperti porceps, partus lama, atau kasep) maka gangguan tersebut dapat
mempengaruhi tumbuh-kembang anak.

C. Pertumbuhan fisik
Untuk menentukan pertumbuhan fisik anak, perlu dilakukan pengukuran
antropometri dan pemeriksaan fisik. Pengukuran antropometri yang sering
digunakan di lapangan untuk memantau tumbuh-kembang anak adalah BB, TB,
dan Lingkar kepala.

D. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dapat dimulai dari rambut, kepala, leher, dada, perut, genetalia,
ekstermitas. Selain itu, tanda-tanda vital dan keadaan umum perlu dikaji.
Pemeriksaan fisik pada pertumbuhan dan perkembangan ini adalah sama seperti
cara pemeriksaan fisik pada bayi dan anak. Oleh karena itu, pemeriksaan fisik tidak
dibahas secara khusus pada bagian ini.

E. Perkembangan anak

7
Untuk mengkaji keadaan perkembangan anak, dapat digunakan buku pedoman
Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita. Dari pedoman ini dapat diketahui mengenai
keadaan perkembangan anak saat ini, apakah anak berada dalam keadaan normal,
meragukan, atau memerlukan, rujukan.

F. Data lain
Yang termasuk data lain adalah pola makan, pola aktivitas anak, data penunjang
lainnya, seperti pemeriksaan laboratorium, serta data yang diperlukan terutama
apabila anak berada di klinik. Pengkajian keperawatan meliputi dua tahap sebagai
berikut :

1) Mengumpulkan dan verifikasi data dari sumber primer (klien) dan sumber
sekunder (keluarga, tenaga kesehatan, rekam medis).

2) Analisis seluruh data sebagai dasar untuk menegakkan diagnosis keperawatan,


mengidentifikasi berbagai masalah yang saling berhubungan, dan
mengembangkan rencana keperawatan yang sifatnya individual.

2. Analisa data

Analisis data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan daya berfikir


dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan,
pengalaman, dan pengertian keperawatan. Dalam melakukan analisis data, diperlukan
kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep,
teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah
kesehatan dan keperawatan klien. Analisa data memerlukan pengenalan pola atau
kecenderungan yang ada pada kelompok data, membandingkannya dengan nilai
normal, dan kemudian dibuat kesimpulan mengenai respon klien terhadap masalah
kesehatan. Tahap analisa data : kenali pola atau kecenderungan tanda, bandingkan
dengan nilai normal, buat kesimpulan yang beralasan (potter & perry, 2010).

3. Rumusan masalah

Diagnosa keperawatan merupakan keperawatan klinis tentang respon individu,


keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual dan potensial atau
proses kehidupan. Tujuannya adalah mengarahkan rencana asuhan keperawatan untuk
membantu klien dan keluarga beradaptasi terhadap penyakit dan menghilangkan
masalah keperawatan kesehatan (Dermawan, 2012). Diagnosa keperawatan menjadi

8
dasar untuk pemilihan tindakan keperawatan untuk mencapai hasil bagi anda sebagai
perawat yang dapat diandalkan (NANDA International , 2007).

4. Perencanaan/Intervensi

Rencana keperawatan adalah terapi atau tindakan berdasarkan pertimbangan dan


pengetahuan klinis yang dilakukan oleh perawat untuk mencapai hasil pada klien.
Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih dari
status kesehatan saat ini ke status kesehatan yang diharapkan (potter & perry, 2010).
Kekurangan nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
kelurga merawat anggota kelurga yang mengalami kekurangan gizi .Contoh intervensi
yang dapat diberikan

1. Pendidikan kesehatan mengenai masalah kekurangan gizi

2. Pendidikan kesehatan pengenalan makanan gizi seimbang

5. Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan komponen dari proses keperawatan, kategori


dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan
(potter & perry, 2010)

6. Evaluasi

Menurut Dermawan, D (2012), Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan asuhan


keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan
respon perilaku klien yang tampil. Evaluasi yang akan dilakukan disesuaikan dengan
kondisi pasien dan fasilitas yang ada sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan
dengan SOAP (subjective, objective, analisa, planning).

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada usia perkembangan anak sangat penting menjaga kebutuhan asupan gizi
karena sangat berperan dalam pertumbuhan maupun perkembangan pada anak,
semenjak bayi masih dalam kandungan keluarga khususnya ibu berkewajiban
memberikan asupan gizi yang cukup dengan rutin makan makanan yang bergizi dan
melakukan permeriksaan kesehatan sesuai anjuran tenaga kesehatan setempat juga
begitu pentingnya memantau tumbuh kembang anak agar hasil yang diharapkan
dapat tercapai. Hal ini untuk mencegah terjadinya kekerdilan demi kelangsungan
hidup anak dalam jangka pendek dan dalam jangka Panjang yang sehat, serta untuk
memastikan anak tumbuh menjadi orang dewasa yang kuat, terdidik dan produktif.

3.2 Saran

Pentingnya peran keluarga dalam pencegahan stunting seperti menyediakan


lingkungan yang tepat bagi tumbuh kembang anak, ibu memberikan asi eksklusif dan
nutrisi penting lainnya seiring pertambahan usia, menerapkan pola hidup bersih dan
sehat.

10
DAFTAR PUSTAKA

Harding, M. Patient (2017). Fetal Alcohol Syndrome.

World Health Organization WHO (2014). Why can’t we give water to be a


breastfeeding baby before the 6 months, even when it is hot?

NHS Choices UK (2015). Health A-Z. Drinks and cups for babies and toddlers.

Kyle, T., & Carman, S. (2016). Pediatric Nursing Clinical Guide. (2nd ed).
Philadelphia. Lippincott.

Kartini dkk. (2016). Kejadian stunting dan kematangan usia tulang pada anak usia
sekolah dasar di daerah pertanian kabupaten brebes. Jurnal Kesehatan Masyarakat
No. 11 Vol. 2.

11

Anda mungkin juga menyukai