Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH SEMINAR

“Asuhan Keperawatan Gagal Jantung”


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen : Alfrina Hany, S.Kp, M.Ng (AC)

Oleh Kelompok 2 Reguler 1 :


1. Gita Widya Wijayanti 185070201111013
2. Aji Ilham Ramadhan 185070207111001
3. Tasya Salsabila 185070201111017
4. Vara Adhimah 185070201111023
5. Arih Wardah Chanifah 185070200111027
6. Pitria Dyah Nuralita 185070200111009
7. Nabilah 185070200111033
8. Hesty Febrya 185070200111005
9. Davit Wira Adi Pratama 185070207111003
10. Dinda Iqlima Musayadah 185070201111015
11. Anggraeni Citra Kusuma 185070200111031

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan makalah seminar Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah mengenai Asuhan Keperawatan Gagal Jantung.

Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan resume ini selain untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas pengetahuan para
pembaca mengenai Asuhan Keperawatan Gagal Jantung.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Malang, 29 Oktober 2019

Kelompok 2

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................1

Daftar Isi ..............................................................................................................2

Definisi .................................................................................................................3

Etiologi .................................................................................................................3

Faktor Risiko ........................................................................................................4

Patofisiologi .........................................................................................................5

Manifestasi Klinis ...............................................................................................10

Pemeriksaan Diagnostik ....................................................................................12

Komplikasi .........................................................................................................12

Tatalaksana Medis .............................................................................................13

Asuhan Keperawatan .........................................................................................14

Daftar Pustaka ...................................................................................................18

Lampiran Kasus .....................................................................................................

2
1. Definisi
Gagal jantung adalah suatu sindrom kompleks yang terjadi akibat gangguan jantung
yang merusak kemampuan ventrikel untuk mengisi dan memompa darah secara efektif
(Hunt et al., 2005). Pada gagal jantung, jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolic tubuh. Ini adalah hasil akhir pada banyak kondisi. Sering
kali gagal jantung adalah efek jangka panjang penyakit jantuk koroner (PJK) dan infark
miokardium saat kerusakan ventrikel kiri cukup luas untuk mengganggu curah jantung.
Penyakit jantung lain juga dapat menyebabkan gagal jantung, termasuk gangguan struktur
inflamatorik. Pada jantung normal, kegagalan dapat terjadi akibat kebutuhan berlebihan
yang dibebankan pada jantung. Gagal jantung dapat akut atau kronik.
2. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung
kongenital maupun penyakit yang di dapat. Mekanisme fisiolofis yang menyebabkan gagal
jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau
menurunkan kontraktilitas miokardium.
Keadaan keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitas aorta dan cacat
septum ventrikel, sedangkan stenosis aorta dan hipertensi sistemik akan meningkatkan
beban akhir. Kontraktilitas miokardium dapat menurun karena infark miokardium dan
kardiomipati.
Selain dari ketiga mekanisme fisiologis lain yang dapat juga mengakibatkan jantung
gagal bekerja sebagai pompa, seperti stenosis katup atrioventrikularis dapat mengganggu
pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel, sehingga menyebabkan gagal jantung.
Ada kemungkinan juga bahwa abnormalitas penghantar kalsium di dalam sarkomer atau
dalam sintesisnya atau fungsi dari protein kontraktilitas miokardium yang dapat
mengakibatkan gagal jantung.
Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan
sirkulasi yang mendadak dapat berupa :
a. Aritmia, akan mengganggu fungsi mekanis jantung dengan mengubah rangsangan listrik
yang memulai respon mekanis. Respon mekanis yang tersinkronisasi dan efektif tidak
akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung yang stabil.
b. Infeksi sistemik dan infeksi paru-paru. Respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa
jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme yang meningkat.
c. Emboli pari-paru, secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi
ventrikel kanan, memicu terjadinya gagal jantung kanan. Penanganan yang efektif
terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap
mekanisme fisiologis dan penyakit yang mendasarinya, tetapi juga terhadap faktor faktor
yang memicu terjadinya gagal jantung.

3
3. Faktor Risiko
 Factor risiko yang tidak dapat dirubah
1. Keturunan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 responden penderita CHF yang
dilakukan penelitian, terdapat 15 pasien yang mempunyai riwayat keturunan
penyakit CHF (Congestive Hearth Failure) pada keluarganya. Seperti
kebanyakan penelitian genetika, riwayat keluarga yang adekuat penting untuk
meniai kemungkinan peranan hereditas dalam penyakit jantung (Kaplan, 1994,
hlm.121)
2. Jenis kelamin
Dari penelitian yang sama, dari 30 responden, sebagian besar penderita
berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 16 orang (53,33%). Menurut
Smeltzer (2002), angka kematian pada semua laki-laki lebih tinggi dari pada
angka kematian wanita karena pengaruh hormon estrogen. Kaum laki-laki
memiliki kebiasaan pola hidup tidak sehat seperti kebiasaan merokok,
konsumsi minuman keras, dan aktivitas yang lebih tinggi. Namun, akibat
perkembangan zaman, penyakit CHF juga menyebabkan kematian nomor satu
bagi perempuan. Hal ini dikarenakan perkembangan globalisasi dan perubahan
gaya hidup perempuan yang hampir menyamai laki-laki. Pada masa
reproduksi, perbandingan risiko mengidap CHF adalah 1:7 (perempuan : laki-
laki), hal ini nilainya meningkat pada perempuan pada saat menopause,
bahkan hampir menyamai laki-laki.
3. Usia
Untuk factor usia, dari 30 responden terdapat 15 penderita yang mengidap
gagal jantung pada rentang usia 40-59 tahun. Dengan rincian 9 orang berada
pada usia< 40 tahun dan 6 orang pada usia>60 tahun.
 Factor risiko yang dapat dirubah
1. Pola makan
Pola makan merupakan faktor pemicu yang paling berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit Gagal Jantung Kongestif, polamakan yang tidak baik salah
satunya yaitu mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol dapat
mempercepat terjadinya penyakit tersebut karena makanan berkolesterol
banyak tertimbun dalam dinding pembuluh darah dan menyebabkan
aterosklerosis yang menjadi pemicu penyakitjantung.
2. Kebiasaan merokok
Pada faktor kebiasaan merokok, dari 30 responden sebagian besar pasien
yang mempunyai kebiasaan merokok yaitu sejumlah 16 orang (53,3%).

4
Kebiasaan merokok memang dapat menjadi penyebab utama terjadinya
penyakit jantung. Menurut Christopher Amos, seorang profesor dari pusat
kardiologi di Houston Amerika Serikat dalam penelitiannya menyatakan bahwa
orang yang pernah menghisap rokok beresiko 3 kali lebih tinggi menderita
penyakit jantung.
3. Riwayat obesitas
Obesitas merupakan penyebab terjadinya penyakit jantung dan pembuluh
darah (Kardiovaskuler). Pasalnya, Obesitas menyebabkan peningkatan beban
kerja jantung karena dengan bertambah besar tubuh seseorang maka jantung
harus bekerja lebih keras memompakan darah ke seluruh jeringan tubuh. Bila
kemampuan kerja jantung sudah terlampaui, terjadilah yang disebut gagal
jantung.
4. Riwayat diabetes mellitus
Menurut Smeltzer (2002), diabetesi (penderita diabetes) memang berisiko
mengalami disfungsi jantung. Diabetesi sering mengalamikekurangan
kandungan insulin di dalam tubuhnya. Akibatnya lemak di dalam badan sukar
dihancurkan sewaktu metabolisme tubuh berjalan. Saluran darah menjadi
sempit dan mengurangkan suplai darah ke jantung. Semakin lama, pembuluh
darah semakin menyempit dan berakibat gagal jantung
5. Kurangnya aktivitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik dapat memicu banyak penyakit, seperti obesitas.
Kurangnya aktifitas sangat berpengaruh terhadap kerja jantung.
6. Riwayat Hipertensi
Riwayat Hipertensi juga merupakan salah satu pemicu terjadinya Gagal
Jantung Kongestif, karena apabila Hipertensi jantung seolah dipaksa untuk
memompa dengan sangat kuat untuk mendorong darah ke dalam arteri. Lama-
lama otot jantung menebal. Padahal penebalan atau pembesaran jantung ini
mengakibatkan irama jantung menjadi kaku sehingga irama denyut nadi tidak
teratur. Pemompaan yang kurang efektif ini bisa mengakibatkan gagal jantung.
4. Patofisiologi
Patofisiologi gagal jantung amat kompleks dan melibatkan jejas kardiak dan
ekstrakardiak yang memicu respons neurohormonal seluler dan molekuler serta
remodelisasi jantung. Aktivasi neurohormonal yang pada mulanya bersifat adaptif
kemudian berlanjut secara kronik disertai remodelisasi yang buruk semakin
memperberat jejas jantung dan di luar jantung (misalnya vaskuler, pulmoner, dan renal).

5
Mekanisme Neurohormonal Progresivitas Gagal Jantung
Mekanisme neurohormonal kompensatorik yang terlibat dalam kejadian gagal
jantung mencakup aktivasi sistem saraf simpatik, sistem renin angiotensin (renin
angiotensin system/RAS), perubahan neurohormonal pada ginjal dan vaskuler perifer.
Aktivasi Sistem Saraf Simpatik
Aktivasi saraf simpatik yang disertai penurunan tonus parasimpatik merupakan
mekanisme adaptasi yang muncul pada fase dini gagal jantung. Hal ini dipicu oleh
hilangnya input inhibitorik dari refleks baroreseptor arterial dan kardiopulmoner. Pada
pasien dengan gagal jantung, input inhibitorik dari baroreseptor dan mekanoreseptor
menurun sedangkan input eksitatorik terhadap jaras simpatik meningkat sehingga terjadi
peningkatan aktivitas saraf simpatik dan penumpulan respons parasimpatik. Sebagai
akibatnya, variabilitas denyut jantung menurun dan resistensi vaskuler perifer meningkat.
Dampak dari peningkatan tonus simpatik tersebut adalah peningkatan kadar norepinefrin
(NE) yang bersirkulasi dalam darah. Pada pasien dengan gagal jantung, kadar NE di
sinus koronarius juga melebihi kadar NE di arteri yang mengisyaratkan adanya stimulasi
adrenergik di dalam jantung. Namun, seiring peningkatan keparahan gagal jantung,
konsentrasi NE di dalam miokard akan menurun yang diduga berkaitan dengan
kelelahan adrenergik akibat aktivasi sistem saraf simpatik di jantung yang
berkepanjangan.
Di sisi lain, peningkatan aktivitas simpatik dari reseptor adrenergik beta1 memicu
peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi miokard sehingga terjadi
peningkatan curah jantung. Hal ini juga memicu reseptor adrenergik alfa1 di miokard
yang memiliki efek inotropik positif serta vasokonstriksi perifer di arteri. Di satu sisi, NE
dapat meningkatkan kapasitas kontraksi dan relaksasi miokard sehingga mampu
menjaga tekanan darah. Namun, apabila kebutuhan energi miokard meningkat di tengah
keterbatasan pengiriman oksigen di miokard, risiko iskemia tak dapat dielakkan. Dengan
demikian, aktivasi saraf simpatik mungkin berperan untuk menunjang sirkulasi dalam
jangka pendek namun berpotensi merusak miokard dalam jangka panjang .
Aktivasi Sistem Renin Angiotensin (Renin Angiotensin System / RAS)
Berbeda dengan sistem saraf simpatik, aktivasi RAS mulai terjadi ketika keparahan
gagal jantung semakin memberat. Mekanisme diduga yang mendasari aktivasi RAS
antara lain hipoperfusi ginjal, penurunan jumlah sodium yang mencapai makula densa di
tubulus distal, serta peningkatan aktivitas saraf simpatik di ginjal. Berbagai faktor
tersebut memicu peningkatan jumlah renin yang dilepaskan dari aparatus
jukstraglomerular. Angiotensin II yang teraktivasi secara kronik oleh jaras RAS bersifat
maladaptif dan dapat menyebabkan fibrosis jantung, ginjal, dan organ lainnya. Selain itu,
angiotensin II juga dapat memperparah aktivasi neurohormonal dengan meningkatkan

6
pelepasan NE dari ujung saraf simpatik dan merangsang zona glomerulosa korteks
adrenal untuk memproduksi aldosteron. Ekspresi aldosteron yang berkepanjangan dapat
memicu hipertrofi dan fibrosis vaskuler dan miokard sehingga menurunkan kepatuhan
vaskuler dan meningkatkan kekakuan dinding ventrikel. Sementara itu, aldosteron yang
berlebihan juga merangsang terjadinya disfungsi endotel, baroreseptor, inhibisi ambilan
NE, yang semakin memperburuk perjalanan gagal jantung.
Seiring dengan bertambahnya keparahan gagal jantung, terjadi peningkatan retensi
garam dan air oleh ginjal. Hal ini timbul akibat penurunan volume darah arteri yang
efektif. Walaupun terjadi ekspansi volume darah pada kondisi gagal jantung, curah
jantung yang menurun yang dideteksi oleh baroreseptor vaskuler memicu serangkaian
adaptasi neurohormonal yang mirip dengan respons terhadap perdarahan akut. Bukti
yang ada menunjukkan bahwa kelebihan beban cairan pada gagal jantung terjadi akibat
perubahan fisiologi ginjal sebagai respons terhadap faktor-faktor yang menyebabkan
reabsorpsi natrium, aktivasi saraf simpatik, aktivasi RAS, penurunan tekanan perfusi
ginjal, dan penumpulan respons ginjal terhadap peptida natriuretik.
Perubahan Neurohormonal pada Ginjal dan Vaskuler Perifer
Di sisi lain, interaksi sistem saraf otonom dan mekanisme neurohormonal cenderung
melindungi perfusi ke otak dan jantung sedangkan aliran darah ke kulit, otot rangka, dan
organ visera menurun. Hal ini berkontribusi terhadap hipoperfusi ginjal dan saluran cerna
yang diperantarai oleh berbagai vasokonstriktor seperti NE, endotelin, urotensin II,
tromboksan A2, dan arginin vasopresin (AVP). Rangsangan simpatik terhadap arteri
perifer serta peningkatan kadar vasokonstriktor di dalam sirkulasi menyebabkan
vasokonstriksi arteriol sedangkan efek keduanya terhadap vena menimbulkan
peningkatan tonus vena untuk menjaga aliran balik vena dan pengisian ventrike.
Peningkatan neurohormon yang merangsang vasokonstriksi arteriol tersebut
mengaktifkan mekanisme vasodilatorik, antara lain pelepasan peptida natriuretik, NO,
bradikinin, adrenomedulin, apelin, serta prostaglandin PGI2 dan PGE2. Pada kondisi
normal, respons vasodilatasi dari endotel tersebut mampu melawan efek vasokonstriksi
khususnya pada saat beraktivitas. Namun, pada gagal jantung berat, respons
vasodilatasi tersebut hilang sehingga vasokonstriksi arteri perifer tidak terbendung.

Remodelisasi Ventrikel Kiri


Remodelisasi ventrikel kiri merupakan perubahan struktur ventrikel kiri yang terjadi
sebagai respons terhadap jejas kardiovaskuler, aktivasi neurohormonal, dan kelainan
beban hemodinamik.

7
Perubahan pada Miosit Jantung
Perubahan pada miosit jantung pada remodelisasi ventrikel dapat memiliki dua
macam fenotip, yakni hipertrofi konsentrik dan eksentrik. Pada hipertrofi konsentrik,
seperti ditemukan dalam kasus hipertensi maupun stenosis aorta, kenaikan tekanan
sistolik pada dinding ventrikel merangsang penambahan jumlah sarkomer pada
konfigurasi paralel sehingga mempertebal dinding ventrikel kiri. Sementara itu, hipertrofi
eksentrik sebagaimana terjadi pada regurgitasi mitral dan aorta disebabkan oleh
peningkatan tekanan dinding pada fase diastolik yang menyebabkan perpanjangan
miosit serta susunan sarkomer pada posisi seri yang kemudian memicu terjadinya
dilatasi ventrikel kiri. Karakteristik ventrikel kiri pada pasien dengan gagal jantung
umumnya mengalami dilatasi dengan atau tanpa penipisan dinding ventrikel.
Pada tingkat molekuler, hipertrofi miosit jantung memicu reaktivasi beragam gen fetal
dan penurunan ekspresi gen yang banyak ditemukan pada jantung orang dewasa.
Mekanisme pemrograman gen fetal ini berdampak pada regangan mekanik miosit,
ekspresi neurohormon (NE, angiotensin II), sitokin inflamasi, endotelin, dan
pembentukan spesies oksigen reaktif yang terjadi secara lokal di miokardium dan
sistemik.
Selain itu, gangguan sambungan eksitasi-kontraksi miosit juga dapat terjadi pada
gagal jantung yang tampak nyata pada denyut jantung yang cepat dengan manifestasi
berupa penekanan pada asosiasi gaya-frekuensi. Pada kondisi normal, seiring dengan
peningkatan frekuensi kontraksi miosit, performa jantung turut meningkat akibat
akumulasi kalsium intraseluler temporer yang dipengaruhi frekuensi. Namun, pada gagal
jantung, penurunan jumlah kalsium intraseluler, peningkatan kadar kalsium diastolik,
serta penurunan jumlah Ca2+ transien menyebabkan kelemahan pembentukan gaya
yang dihasilkan otot jantung [8]. Peran beberapa jenis protein sitoskeletal seperti titin,
desmin, vinculin, dan dystrophin dalam patogenesis gagal jantung juga mulai banyak
dipelajari. Pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi, titin mengalami penurunan
sementara desmin, vinculin, dan dystrophin mengalami peningkatan. Mengingat protein-
protein tersebut merupakan fondasi mikroarsitektur miosit, gangguan integritas seluler
akibat ketidakseimbangan ekspresi protein sitoskeletal tersebut dapat diprediksi
mengganggu hubungan antara sarkomer dan sarkolema serta matriks ekstraseluler yang
berujung pada disfungsi kontraksi miosit.
Perubahan Miokardium
Perubahan terkait miokardium pada kondisi gagal jantung dapat meliputi perubahan
volume miosit jantung serta perubahan pada volume dan komposisi matriks
ekstraseluler. Pada gagal jantung, miosit jantung pada miokardium dapat mengalami
nekrosis, apoptosis, serta kematian sel secara autofagi yang berujung pada hilangnya

8
jumlah miosit progresif, disfungsi jantung, dan remodelisasi ventrikel kiri. Sementara itu,
matriks ekstraseluler menunjukkan perubahan sintesis dan degradasi kolagen berserat,
hilangnya penyangga kolagen yang menghubungkan antar miosit, dan kerusakan
anyaman kolagen. Metaloproteinase matriks (matrix metalloproteinase/MMP) juga
memiliki peran penting dalam remodelisasi ventrikel sebab MMP teraktivasi dan
meningkat pada kondisi gagal jantung. Namun, progresivitas remodelisasi ventrikel
sebenarnya lebih dipengaruhi oleh ketidakseimbangan antara MMP dan glikoprotein
regulatornya, yakni TIMP (tissue inhibitors of matrix metalloproteinase). Evaluasi pada
berbagai studi mengisyaratkan bahwa aktivasi MMP memicu progresivitas dilatasi
ventrikel kiri sedangkan ekspresi TIMP berperan pada fibrosis miokard.
Perubahan Struktur Ventrikel Kiri
Segala perubahan pada tingkat molekuler, seluler, dan jaringan miokard
bertanggung jawab terhadap perubahan struktur ventrikel kiri pada gagal jantung. Pada
prinsipnya, ventrikel yang mengalami remodelisasi mengalami perubahan geometri dari
bentuk elips yang memanjang dari kutubnya menjadi bentuk yang lebih sferis. Hal ini
berdampak pada peningkatan tahanan dinding ventrikel pada sumbu meridien yang
memicu beban energi baru pada dinding jantung yang sudah payah tersebut. Mengingat
bahwa beban ventrikel di akhir diastole berkontribusi terhadap beban ventrikel pada awal
sistole, maka dapat dipahami bahwa dilatasi ventrikel kiri akan meningkatkan kebutuhan
energi ventrikel. Hal ini akan semakin memperparah penggunaan energi pada ventrikel
jantung yang sudah gagal.

9
Patofisiologi Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi Normal
Patofisiologi gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (heart failure with preserved
ejection fraction/HFpEF) melibatkan perubahan pada relaksasi dan pengisian ventrikel
kiri, remodelisasi ventrikel kiri beserta perubahan geometrinya, dan perubahan pada
kepatuhan ventrikel dan vaskuler. Disfungsi diastolik ventrikel kiri merupakan temuan
yang umum pada HFpEF dan diduga menjadi faktor utama pada kelainan hemodinamik
dan gejala HFpEF. Disfungsi diastolik adalah ketidakmampuan jantung dalam mengisi
volume preload ventrikel (volume akhir diastolik) secara adekuat pada tekanan yang
relatif rendah. Fungsi diastolik sangat dipengaruhi oleh pelepasan miofilamen, ambilan
kalsium, kekakuan pasif dinding ventrikel akibat interaksi matriks ekstraseluler, ruang
ventrikel, dan perikardium. Segala faktor yang mengubah komponen tersebut secara
langsung berpengaruh terhadap volume akhir diastolik dan tekanan ventrikel.
Pada HFpEF, penurunan tekanan ventrikel kiri selama fase relaksasi isovolumik
terjadi dalam waktu yang relatif lebih lama. Selain itu, fungsi relaksasi dinding ventrikel
tidak mengalami peningkatan pada saat terjadi peningkatan denyut jantung dan aktivitas.
Akibatnya, pengisian ventrikel dilakukan dengan mengandalkan peningkatan tekanan
atrium kanan sehingga memaksa darah dari atrium masuk ke ventrikel. Pasien dengan
HFpEF umumnya mengalami remodelisasi ventrikel dengan pola konsentrik tanpa
disertai hipertrofi maupun perubahan berarti pada geometri ventrikel. Kardiomiosit
umumnya lebih tebal dan tidak terlalu memanjang seperti yang terjadi pada gagal
jantung dengan penurunan fraksi ejeksi. Peningkatan kolagen berserat di matriks
ekstraseluler jantung pasien dengan HFpEF dan penurunan aktivitas MMP berkontribusi
pada deposisi kolagen di miokard dan fibrosis interstisial. Molekul titin, yang merupakan
pegas miosit untuk menahan distensi ventrikel, mengalami perubahan menjadi bentuk
isoform N2B serta terfosforilasi. Segala faktor-faktor tersebut berkontribusi pada
peningkatan kekakuan diastolik pada ventrikel kiri.
5. Manifestasi Klinis
- Dispneu
- Aritmia
- Asma kardiak
- Lemahnya daya kerja
- Hepatomegali kongestif
Tampilan Klinis Gejala Tanda
Edema perifer / kongesti Sesak nafas, kelelahan, Edema perifer,
mudah penat, anoreksia peningkatan JVP, edema
paru, hepatomegali,

10
asites, bendungan
cairan,kakeksia
Edema paru Sesak nafas yang sangat Ronki basah halus atau
berat saat istirahat basah kasar di paru, efusi
paru, takikardia, takipnea
Syok kardiogenik Penurunan kesadaran, Perfusi perifer yang
lemah, akral perifer dingin buruk, tekanan darah
sistolik < 90 mmHg,
anuria atau oliguria
Tekanan darah yang Sesak nafas Peningkatan tekanan
sangat tinggi (gagal darah, penebalan dinding
jantung hipertensi) ventrikel kiri, ejeksi fraksi
masih baik
Gagal Jantung kanan Sesak nafas, mudah lelah Tanda-tanda disfungsi
ventrikel kanan,
peningkatan JVP, edema
perifer, hepatomegali,
asites

 Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kiri


Gejala
- Penurunan kapasitas aktivitas
- Deispneu ( mengi, ortopnue )
- Letargi dan kelelahan
- Penurunan nafsu makan dan berat badan
Tanda
- Kulit lembab
- Tekanan darah (tinggi, rendah, atau normal)
- Denyut nadi ( volume normal atau rendah ) (alternans/takikardi/aritmia)
- Pergeseran apeks
- Regurgitasi mitral fungsional
- Krepitasi paru
- -+ Efusi pleura
 Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kanan
- Pembengkakan pergelangan kaki

11
- Dispsnue
- Penurunan kapasitas aktivitas
- Nyeri dada
Tanda
- Denyut nadi (aritmia takikardia)
- Edema
- Hepatomegali
- S3 / s4
- Efusi pleura

6. Pemeriksaan Diagnostik
a) Foto polos thorax, dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah
abnormal.
b) Echocardiografi, untuk menentukan stroke volume, end distolik volume dan fraksi
ejeksi. Selain itu juga bisa menilai gangguan katup, kondisi pericardium. Fraksi ejeksi
normal adalah 50-79%, pada disfungsi sistolik maka fraksi ejeksi akan turun menjadi
<40%.
c) Elektrokardiografi (EKG), digunakan untuk menilai ada tidaknya aritmia, penyakit
jantung iskemik, hipertrofi jantung ,dan kemungkinan gangguan konduksi.
d) Tes laboratorium Uji darah (Na, K, Renal livwer function test, thyroid function test,
CBC, CRP).
e) Angiography, untuk menilai kondisi A.coronari sebagai penyuplai nutrisi untuk
myocardium.
f) Kateterisasi jantung, pada gagal jantung kiri didapatkan ( LVEDP ) 10 mmHg atau
Pulmonary Arterial Wedge Pressure > 12 mmHg dalam keadaan istirahat. Curah
jantung lebih rendah dari 2,7 lt/mnt/m2 luas permukaan tubuh. .
g) Analisa gas darah, gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan
(dini) atau hipoksemiadengan peningkatan PCO2 (akhir).
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita gagal jantung antara lain :
1. Gangguan pertumbuhan
Pada bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang lama biasanya mengalami
gangguan pertumbuhan. Berat badan lebih terhambat daripada tinggi badan.
2. Dispneu
Pada gagal jantung kiri dengan gangguan pemompaan pada ventrikel kiri dapat
mengakibatkan bendungan paru dan selanjutnya dapat menyebabkan ventrikel

12
kanan berkompensasi dengan mengalami hipertrofi dan menimbulkan dispnea dan
gangguan pada sistem pernapasan lainnya.
3. Gagal ginjal
Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah pada ginjal,sehingga akan dapat gagal
ginjal jika tidak ditangani.
4. Hepatomegali, ascites, bendungan pada vena perifer dan gangguan gastrointestinal
pada gagal jantung kanan.
5. Serangan jantung dan stroke
Disebabkan karea aliran darah pada jantung rendah, sehingga menimbulkan
terjadinya jendalan darah yang dapat meningkatkan resiko serangan jantung dan
stroke.
6. Syok kardiogenik
Akibat ketidak mampuan jantung mengalirkan cukup darah ke jaringan untuk
memenuhi kebutuhan metabolism. Biasanya terjadi pada gagal jantung refrakter.

8. Tatalaksana Medis
 Terapi Non Farmakologis.
 Istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
 Oksigenasi. Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan
membantu memenuhi oksigen tubuh
 Dukungan diit. Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung
minimal. Selain itu pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur
dan mengurangi edema
 Pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol ataumenghilangkan oedema.
 Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung
dan menurunkan tekanan darah.
 Terapi Farmakologis :
 Glikosida jantung
Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Efek yang dihasillkan : peningkatan curah jantung, penurunan
tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diurisi dan mengurangi
oedema.
 Terapi diuretic. Diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal.
Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.
 Terapi vasodilator, obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadasi
tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki

13
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan
pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
 Inotropik Positif. Dobutamin meningkatkan kekuatan kontraksi jantung (efek
inotropik positif) dan meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif).
 Sedatif. Pemberian sedative bertujuan mengistirahatkan dan memberi relaksasi
pada klien.
9. Asuhan Keperawatan
Kasus : Terlampir

Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan sesak nafas
3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan fatigue
4. Sindrom perawatan diri berhubungan dengan sesak nafas
1. Diagnosa keperawatan : Penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan kontraktilitas miokardial.
 Tujuan dan kriteria hasil
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tanda vital dalam batas yang
dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung.
Kriteria hasil:
- Melaporkan penurunan episode dispnea, angina.
- Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung
 Intervensi
1. Auskultasi nadi apical, observasi frekuensi, irama jantung
2. Catat bunyi jantung.
3. Palpasi nadi nadi perifer
4. Pantau Tekanan Darah
5. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
6. Tinggikan kaki, hindari tekanan pada bawah lutut.
7. Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanul atau masker sesuai indikasi.
 Rasional
1. S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama gallop umum
(S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi.
2. Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, poplitea,
dorsalis pedis dan postibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk
dipalpasi, dan pulsus alternan (denyut kuat lain dengan denyut lemah) mungkin
ada.

14
3. Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek
hypoxia atau iskemia.
 Evaluasi
· Melaporkan penurunan episode dispnea, angina.
· Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung
2. Diagnosa keperawatan : Gangguan pola nafas berhubungan dengan sesak nafas
 Tujuan dan kriteria hasil
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola nafas efektif dengan kriteria
hasil RR Normal , tak ada bunyii nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu
pernafasan. Dan GDA normal.
 Intervensi
1. Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi, dan ekspansi dada.
2. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu nafas
3. Auskultasi bunyi nafas dan catat bila ada bunyi nafas tambahan
4. Kolaborasi pemberian oksigen dan px GDA
5. Pantau tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi, pernafasan).
 Rasional
1. Mengetahui pergerakan dada simetris atau tidak. Pergerakan dada tidak
simetris mengindikasikan terjadinya gangguan pola nafas.
2. Penggunaan otot bantu nafas mengindikasikan bahwa suplai O2 tidak adekuat.
3. Bunyi nafas tambahan menunjukkan bentuk gangguan pola nafas yang tidak
efektif.
4. Pasien dengan gangguan nafas membutuhkan oksigen yang adekuat. GDA
untuk mengetahui konsentrasi O2 dalam darah.
5. Tanda vital menunjukan keadaan umum pasien. Pada pasien dengan
gangguan pernafasan TTV meningkat maka perlu dilakukan tindakan segera.
 Evaluasi
· RR Normal ,
· Tak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot bantu pernafasan.
· GDA Normal
3. Diagnosa keperawatan : Intoleran aktivitas berhubungan dengan fatigue
 Tujuan dan criteria hasil
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan terjadi peningkatan toleransi
pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS.
Kriteria hasil :
- frekuensi jantung 60-100 x/ menit

15
- TD 120-80 mmHg
 Intervensi
1. Kaji respon pasien terhadap aktifitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 kali
permenit diatas frekuensi istirahat ; peningkatan TD yang nyata selama/ sesudah
aktifitas (tekanan sistolik meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolik meningkat
20 mmHg) ; dispnea atau nyeri dada;keletihan dan kelemahan yang berlebihan;
diaforesis; pusing atau pingsan.
2. Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi, mis; menggunakan kursi
saat mandi, duduk saat menyisir rambut atau menyikat gigi, melakukan aktifitas
dengan perlahan.
3. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/ perawatan diri bertahap jika dapat
ditoleransi, berikan bantuan sesuai kebutuhan.
 Rasional
1. Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologi terhadap
stres aktivitas dan, bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang
berkaitan dengan tingkat aktifitas.
2. Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu
keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
3. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba.
Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian
dalam melakukan aktivitas.
 Evaluasi
· Frekuensi jantung 60-100 x/ menit
· TD 120-80 mmHg

4. Diagnosa keperawatan : Sindrom perawatan diri berhubungan dengan sesak nafas


 Tujuan dan kriteria hasil
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan terdapat perilaku peningkatan
dalam pemenuhan perawatan diri secara mandiri maupun dengan bantuan keluarga.
 Intervensi
1. Observasi kemampuan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari
2. Pertahankan dukungan,sikap yang tegas. Beri pasien waktu yang cukup untuk
mengerjakan tugasnya.
3. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau
keberhasilannya.
4. Melibatkan peran keluarga dalam bentuk pasien memenuhi kebutuhan dasarnya
 Rasional

16
1. Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual.
2. Pasien akan memerlukan empati tetapi perlu untuk mengetahui pemberi asuhan
yang akan membantu pasien secara konsisten.
3. Meningkatkan bentuk empati dan kewaspadaan terhadap kebutuhan dasar pasien
 Evaluasi
· Klien tampak bersih dan segar
· Klien dapat memenuhi kebutuhan sesuai kemampuan maksimal mandirinya
- Kesadaran dan empati keluarga yang terbentuk dalam memenuhi kebutuhan
dasar pasien

17
Daftar Pustaka :

1. LeMone, Priscilla, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
2. Nurhayati, Euis, and Isni Nuraini. "Gambaran faktor resiko pada pasien penyakit
gagal jantung kongestif di ruang XA RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung." Jurnal
Kesehatan Kartika 1 (2009): 49.
3. Ervinaria Uly Imaligy. 2014. Gagal Jantung pada Geriatri.
4. Gray, H. Huon, Keith D. Dawkins, John M. Morgan, Iain A. Simpson, (2006), Lecture
Notes Kardiologi, Edisi 4, Jakarta : Erlangga
5. Price, Sylvia. 1999. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4.
Jakarta: EGC.
6. Udjianti, W.J. 2010. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
7. Irwan, SKM, 2018. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Yogyakarta: deepublish.
8. Wilkinson, Judith M. 2014. Diagnosis Keperawatan.Jakarta: EGC.
9. Floras JS. Sympathetic Nervous System Activation in Human Heart Failure. J Am
Coll Cardiol [Internet]. 2009 Jul;54(5):375– 85. Available from:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0735109709015587
10. Kaye DM, Lambert GW, Lefkovits J, Morris M, Jennings G, Esler MD. Neurochemical
evidence of cardiac sympathetic activation and increased central nervous system
norepinephrine turnover in severe congestive heart failure. J Am Coll Cardiol
[Internet]. 1994 Mar;23(3):570– 8. Available from:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/073510979490738
11. Kreusser MM, Lehmann LH, Haass M, Buss SJ, Katus HA, Lossnitzer D. Depletion of
cardiac catecholamine stores impairs cardiac norepinephrine re-uptake by
downregulation of the norepinephrine transporter. PLoS One [Internet].
2017;12(3):e0172070. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28282374
12. Triposkiadis F, Karayannis G, Giamouzis G, Skoularigis J, Louridas G, Butler J. The
Sympathetic Nervous System in Heart Failure. J Am Coll Cardiol [Internet]. 2009
Nov;54(19):1747– 62. Available from:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0735109709016891
13. Hartupee J, Mann DL. Neurohormonal activation in heart failure with reduced ejection
fraction. Nat Rev Cardiol [Internet]. 2017 Jan 6;14(1):30– 8. Available from:
http://www.nature.com/articles/nrcardio.2016.163.
14. Weber KT. Aldosterone in Congestive Heart Failure. N Engl J Med [Internet]. 2001
Dec 6;345(23):1689– 97. Available from:
http://www.nejm.org/doi/abs/10.1056/NEJMra000050 10. Yanagawa B, Nagaya N.

18
Adrenomedullin: molecular mechanisms and its role in cardiac disease. Amino Acids
[Internet]. 2007;32(1):157– 64. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?db=pubmed&cmd=Retrieve&dopt=Abs
tractPlus&list_uids=16583314%5Cnhttp://www.springerlink.com/content/wg11g1048
6143k31/
15. Han SW, Ryu KH. Renal dysfunction in acute heart failure. Korean Circ J [Internet].
2011 Oct;41(10):565– 74. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22125554
16. Nakamura T, Funayama H, Yoshimura A, Tsuruya Y, Saito M, Kawakami M, et al.
Possible vascular role of increased plasma arginine vasopressin in congestive heart
failure. Int J Cardiol [Internet]. 2006 Jan;106(2):191– 5. Available from:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0167527305004031
17. Chatterjee K. Neurohormonal Activation in Congestive Heart Failure and the Role of
Vasopressin. Am J Cardiol [Internet]. 2005 May;95(9):8– 13. Available from:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0002914905003541
18. Kemp CD, Conte J V. The pathophysiology of heart failure. Cardiovasc Pathol
[Internet]. 2012;21(5):365– 71. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.carpath.2011.11.007 16. Konstam MA, Kramer DG, Patel
AR, Maron MS, Udelson JE. Left ventricular remodeling in heart failure: Current
concepts in clinical significance and assessment. JACC Cardiovasc Imaging
[Internet]. 2011;4(1):98– 108. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jcmg.2010.10.008
19. Nadruz W. Myocardial remodeling in hypertension. J Hum Hypertens [Internet].
2015;29(1):1– 6. Available from: http://dx.doi.org/10.1038/jhh.2014.36
20. Carabello BA. Concentric versus eccentric remodeling. J Card Fail. 2002;8(6
SUPPL.):258– 63.
21. Kim GH, Uriel N, Burkhoff D. Reverse remodelling and myocardial recovery in heart
failure. Nat Rev Cardiol [Internet]. 2018;15(2):83–96. Available from:
http://dx.doi.org/10.1038/nrcardio.2017.139
14. Hein S. The role of the cytoskeleton in heart failure. Cardiovasc Res [Internet].
2000 Jan 14;45(2):273– 8. Available from:
https://academic.oup.com/cardiovascres/articlelookup/doi/10.1016/S0008-
6363(99)00268-0

21. Janicki JS, Brower GL. The role of myocardial fibrillar collagen in ventricular
remodeling and function. J Card Fail [Internet]. 2002 Dec;8(6):S319– 25. Available
from: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1071916402004700

19
22. Opie LH, Commerford PJ, Gersh BJ, Pfeffer MA. Controversies in ventricular
remodelling. Lancet [Internet]. 2006 Jan;367(9507):356– 67. Available from:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0140673606680744

23. Borlaug B a, Paulus WJ. Heart failure with preserved ejection fraction:
pathophysiology, diagnosis, and treatment. Eur Heart J [Internet]. 2010;670– 9.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21138935

24. Borlaug BA. The pathophysiology of heart failure with preserved ejection fraction. Nat
Rev Cardiol [Internet]. 2014;11(9):507– 15. Available from:
http://dx.doi.org/10.1038/nrcardio.2014.83

20

Anda mungkin juga menyukai