RSUD DR.SOEDIRMAN
Dosen Pembimbing:
Disusun oleh:
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah presentasi “ASUHAN
KEPERAWATAN CONGESTIVE HEART FAILURE PADA Tn.M DIRAWAT INAP
KENANGA RSUD DR.SOEDIRMAN
Kami menyadari bahwa dengan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara
langsung maupun tidak langsung yang telah mendukung proses penulisan makalah proposal
penelitian ini sehingga membawa hasil yang diharapkan. Untuk itu pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Deden Iwan Setiawan, S.Kep., Ns., M.Kep sebagai Dosen Pembimbing
2. Ibu Eni Sulistyawati, S.Kep., Ns sebagai clinical instructur yang telah banyak
memberika bimbingan dan saran
3. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah presentasi kasus ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka daripada itu kritik
dan saran dari para pembaca sangat dibutuhkan, namun demikian tetap berharap semoga
makalah proposal penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Ufara (2016) penyakit kardiovaskular akan menjadi penyebab
terbanyak kasus kematian di seluruh dunia. Di Indonesia, penyakit gagal jantung
kongestif telah menjadi pembunuh nomor satu. Prevalensi penyakit jantung di
Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun (2013), provinsi dengan prevalensi penyakit jantung koroner pada
umur ≥ 15 tahun menurut diagnosis dokter ialah Provinsi Nusa Tenggara Timur
(4,4%). Kemudian disusul oleh Sulawesi Tengah (3,8%) dan Sulawesi Selatan (2,9%).
Sedangkan prevalensi terendah terdapat di Provinsi Riau (0,3%), Lampung (0,4%),
Jambi (0,5%), dan Banten (0,2%).
Di Indonesia prevalensi penyakit gagal jantung tahun 2013 sebesar 0,13% atau
diperkirakan sekitar 229.696 orang, sedangkan berdasarkan gejala yang muncul
sebesar 0,3% atau diperkirakan sekitar 530.068 orang. Estimasi jumlah penderita
penyakit gagal jantung di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 6.943
orang (0,25%) (Kementrian Kesehatan RI, 2014). Kelangsungan hidup pasien dengan
gagal jantung dipengaruhi beratnya kondisi yang dialami masing –masing pasien.
Setiap tahun mortalitas pasien dengan gagal jantung berat lebih dari 50 %, mortalitas
pada pasien dengan gagal jantung ringan lebih dari 10 %, sedangkan morbiditas
pasien gagal jantung juga dipengaruhi oleh beratnya penyakit masing – masing
pasien. Pasien dengan gagal jantung berat hanya mampu melakukan aktivitas yang
sangat terbatas, sementara itu pasien dengan gagal jantung yang lebih ringan juga
harus tetap melakukan pembatasan terhadap aktivitasnya. Pembatasan terhadap
aktivitas menjadi salah satu penyebab pasien gagal jantung mempunyai kapasitas
latihan yang menurun, walaupun pasien sudah menjalani pengobatan modern.
Menurut Karmitasari, 2016 CHF menimbulkan berbagai gejala klinis
diantaranya; dipsnea, ortopnea, pernapasan Cheyne-Stokes, Paroxysmal Nocturnal
Dyspnea (PND), asites, piting edema, berat badan meningkat, dan gejala yang paling
sering dijumpai adalah sesak nafas pada malam hari, yang mungkin muncul tiba-tiba
dan menyebabkan penderita terbangun. Munculnya berbagai gejala klinis pada pasien
gagaljantung tersebut akan menimbulkan masalah keperawatan dan mengganggu
kebutuhan dasar manusia salah satu diantaranya adalah tidur seperti adanya nyeri
dada pada aktivitas, dyspnea pada istirahat atau aktivitas, letargi dan gangguan tidur.
Penatalaksaan pasien dengan diagnosa medis CHF yaitu sesuai dengan
protokol terapi yang diberikan oleh dokter, sedangkan implementasi keperawatannya
yaitu memposisikan pasien setengah duduk atau semifowler, mengelola oksigenasi,
membatasi aktivitas, mengelola nutrisi, dan memberikan lingkungan yang nyaman
bagi pasien.
1. Definisi
Menurut Wijaya & Yessie Mariza (2013) gagal jantung congestive adalah
kondisi dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk mengantarkan darah yang kaya
Smeltzer & Bare (2010) Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi ke jaringan.
2012).
mellitus juga berisiko tinggi untuk gagal jantung. Aterosklerosis dari arteri
koroner perkutan (PCI) atau dengan operasi bypass arteri koroner (CABG)
menjadi idiopatik (penyebab tidak diketahui) atau dapat terjadi akibat proses
inflamasi, seperti miokarditis, atau dari agen sitotoksik, seperti alkohol atau
kronis dan progresif. Namun, kardiomiopati dan gagal jantung dapat terjadi
alkohol.
serabut otot miokard, hal ini dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi
ventrikel yang mengalami hipertrofi pada akhirnya dapat melebar dan gagal.
Beberapa kondisi sistemik, (Smeltzer & Bare, 2010) mengemukakan bahwa termasuk
gagal ginjal progresif dan hipertensi yang tidak terkontrol, berkontribusi terhadap
perkembangan dan keparahan gagal jantung. Penyakit akut seperti radang paru-paru
dengan demam dan hipoksia juga dapat meningkatkan laju metabolisme dan dapat
Disritmia jantung dapat menyebabkan gagal jantung atau mungkin disebabkan oleh
gagal jantung, dengan kata lain, rangsangan listrik yang berubah dapat merusak
lainnya, seperti asidosis (pernafasan atau metabolik), kelainan elektrolit, dan obat
Menurut (Smeltzer & Bare, 2010), tanda dan gejala dari gagal jantung adalah sebagai
berikut :
a. Umum
a) Kelelahan
c) Edema
b. Kardiovaskular
b) Ciri khas gagal ventrikel kiri, gallop ventrikel terjadi selama diastolik
awal dan disebabkan oleh pengisisan cepat pada ventrikel yang tidak
sianosis.
peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi, hal ini dikenal
c. Pernafasan
posisi berbaring.
c) Orthopnea
d. Cerebrovascular
a) Kebingungan yang tidak dapat dijelaskan atau status mental yang berubah
b) Lightheadedness
e. Ginjal
b) Nocturia
f. Gastrointestinal
b) Hepatomegali
c) Asites
d) Refluks hepatojugularis
Pada patofisiologi (Smeltzer & Bare, 2010) memaparkan bahwa Gagal jantung
hasil dari berbagai kondisi kardiovaskular, termasuk hipertensi kronis, penyakit arteri
koroner, dan penyakit katup. Kondisi ini dapat mengakibatkan kegagalan sistolik,
terjadi sebelum pasien mengalami tanda dan gejala CHF seperti sesak napas, edema,
neurohormonal. Mekanisme ini mewakili upaya tubuh untuk mengatasi CHF dan
dirasakan oleh baroreseptor di aorta dan karotid tubuh. Sistem saraf simpatik
respons awal ini adalah untuk meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas serta
saluran pencernaan, dan ginjal. Penurunan perfusi ginjal karena CO rendah dan
vasokonstriksi kemudian menyebabkan pelepasan renin oleh ginjal. (Smeltzer & Bare,
2010)
aldosteron dari korteks adrenal, menghasilkan retensi natrium dan cairan oleh tubulus
volume cairan yang berlebihan yang biasa terlihat di CHF. Angiotensin, aldosterone,
peningkatan preload dan afterload, yang meningkatkan stres pada dinding ventrikel,
yang menyebabkan peningkatan beban kerja jantung (Smeltzer & Bare, 2010).
Peptida natriuretik atrium (ANP) dan tipe B (mis., Tipe otak) peptida natriuretik
(BNP) dilepaskan dari ruang jantung yang terlalu overdistended. Zat-zat ini
mempromosikan vasodilatasi dan diuresis. Namun, mereka efek biasanya tidak cukup
kuat untuk mengatasi efek negatif dari mekanisme lain. Ketika beban kerja jantung
serat otot miokard dan meningkatkan ukuran ventrikel (pelebaran ventrikel) (Smeltzer
menambah beban kerja jantung. Salah satu cara jantung mengkompensasi peningkatan
disfungsional dan mati dini, meninggalkan sel-sel miokard normal lainnya untuk
Mekanisme kompensasi dari CHF telah disebut “lingkaran setan dari CHF.
”Karena jantung tidak memompa cukup darah ke tubuh, yang menyebabkan tubuh
menstimulasi jantung untuk bekerja lebih keras; dengan demikian, hati tidak dapat
merespon dan kegagalan menjadi lebih buruk. CHF diastolik berkembang karena
beban kerja terus meningkat pada jantung, yang merespon dengan meningkatkan
jumlah dan ukuran sel miokard (yaitu, hipertrofi ventrikel dan perubahan fungsi
Disfungsi miokardial :
Dx : Hipertensi
Angiotensin II
6. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG
ECG tidak spesifik menunjukkan adanya adanya gagal jantung (Loscalzo et al., 2008)
b. Radiologi
CTR (lebih besar dari 0,5) pada tampilan postanterior. Pada pemeriksaan ini tidak
dapat menentukan gagal jantung pada fisfungsi sitolik karena ukuran bias terlihat
c. Echocardiografi
Pemeriksaan ini direkomendasikan untuk semua pasien gagal jantung. Tes ini
echocardiography adalah relative mahal, hanya ada di rumah sakit dan tidak tersedia
untuk pemeriksaan skrining yang rutin untuk hipertensi pada praktek umum (National
b. Syok kardiogenik
Stadium dari gagal jantung kiri kongestif akibat penurunan curah jantung dan perfusi
c. Episode trombolitik
Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi dengan aktivitas
sampai ukuran maksimal. COP menurun dan aliran balik vena kejantung (tamponade
jantung)
Sedangkan menurut
e. Efusi pleura
Efusi pleura merupakan hasil dari peningkatan tekanan pada pembuluh kapiler pleura.
f. Aritmia
Gangguan kelistrikan yang sering terjadi adalah fibrilasi atrium. Pada keadaan
tersebut, kelistrikan yang sering terjadi adalah fibrilasi atrium. Pada keadaan tersebut,
depolarisasi otot jantung timbul secara cepat dan tudak terorganisir sehingga jantung
cardiac output dan risiko pembentukan thrombus ataupun emboli. Jenis aritmia lain
yang sering dialami oleh pasien gagal jantung kongestif adalah ventricular
Penyumbatan trombus pada ventrikel kiri dapat terjadi pada pasien gagal jantung
kongestif akut maupun kronik. Kondisi tersebut diakibatkan oleh adanya pembesaran
ventrikel kiri dan penurunan curah jantung. Kombinasi kedua kondisi tersebut
berbahaya adalah bila terbentuk emboli dari trombus tersebut karena besar
Pembesaran hati dapat terjadi pada gagal jantung berat, terutama dengan kegagalan
ventrikel kanan. Lobulus hati akan mengalami kongesti dari darah vena. Kongesti
pada hati menyebabkan kerusakan fungsi hati. Keadaan tersebut menyebabkan sel
a. Teraapi farmakologis
pasien gagal jantung dengan gejala yang berat dan terdapat tanda gagal jantung serta
memiliki komplikasi adalah berupa pemberian obat golongan diuretik, ACE inhibitor,
Bblocker, nitrat, dan digitalis. Terapi yang diberikan kepada pasien adalah oksigenasi 3
liter per menit, pemberian oksigen untuk pencegahan hipoksia serta mengurangi beban
jantung pada pasien yang mengalami sesak napas. Pemberian diuretik intravena seperti
1) Diuretics
2) vasodilator
(a) Nitrat
(b) Hydralazine (terutama apabila ditambah dengan regimen digoxin dan terapi
diuretic).
(c) Ace inhibitors (captopril, enalapril) : obat ini bekerja dengan menghambat
enzyme (ACE).
ini mengeblok reseptor A2, menyebabkan vasodilatasi dan menghambat prolifer
terhadap ACE inhibitor, akibat efek samping yang dapat ditimbulkan yaitu
ventrikelkiri,gejala, dan functional class, serta memperpanjag survival dari pasie
b. Terapi peratama
Yang dapat dilakukan adalah mengoreksi atau stabilisasi berbagai keabnormalan yang
terjadi yang dapat menginduksi munculnya CHF, misalkan iskemia dapat dikontrol
dengan terapi medis atau pembedahan, hipertensi harus selalu terkontrol, dan kelainan
pada katup jantung dapat ditangani dengan perbaikan pada katup tersebut (National
Dapat dilakukan dengan restriksi garam, penurunan berat badan, diet rendah garam
dan rendah kolesterol, tidak merokok, olahraga (National Clinical Guideline Centre,
2010)
a. Pengertian Oksigenasi
Oksigenasi merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernapas.
dan keadaan hematologi (Wartonah & Tarwoto 2013). Terapi oksigen adalah
oksigen di atmosfer. Konsentrasi oksigen dalam udara ruangan adalah 21%. Tujuan
terapi oksigen adalah memberikan transport oksigen yang adekuat dalam darah
mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel (Haswita, 2017) tanpa
oksigen dalam waktu tertentu sel tubuh akan mengalami kerusakan yang menetap dan
kekurangan oksigen. Otak masih mampu mentoleransi kekurangan oksigen hanya 3-5
menit. Apabila kekurangan oksigen berlangsung lebih ari 5 menit, dapat terjadi
b. Fisiologi/Pengaturan
Menurut Mutaqin (2010) ada 3 sistem yang bekerja dalam penyampaian oksigen ke
jaringan tubuh yaitu sistem respirasi, sistem kardiovaskuler dan sistem hematologi.
Sistem respirasi terdiri atas organ pertukaran gas yaitu paru-paru dan sebuah pompa
ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot pernafasan, diafragma, isi abdomen,
dinding abdomen dan pusat pernafasan di otak. Pada sistem respirasi ada tiga langkah
1. Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan ke paru-paru, jumlahnya
sekitar 500 ml. Udara yang masuk dan keluar terjadi karena adanya perbedaan
tekanan antara intrapleura dengan tekanan atmosfer, dimana pada saat inspirasi
kepatenan ventilasi yaitu kebersihan jalan nafas (adanya sumbatan atau obstruksi
jalan nafas akan menghalangi masuk dan keluarnya udara dari dan ke paru-paru),
adekuatnya sistem saraf pusat dan pusat pernafasan, adekuatnya pengembangan dan
2. Perfusi Paru Perfusi paru adalah pergerakan aliran darah melalui sirkulasi paru untuk
dioksigenasi dimana pada sirkulasi paru darah yang dioksigenasi mengalir dalam
arteri pulmonalis dari ventrikel kanan jantung. Darah ini ikut serta dalam proses
pertukaran oksigen dan karbon dioksida di kapiler dan alveolus. Fungsi utama
sirkulasi pulmonal adalah mengalirkan darah yang dioksigenasi dari dan ke paru-paru
agar dapat terjadi pertukaran gas. Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari curah jantung.
Dengan demikian, adekuatnya pertukaran gas dalam paru dipengaruhi oleh keadaan
ventilasi dan perfusi. Pada orang dewasa sehatpada saat istirahat ventilasi alveolar
(volume tidal = V) sekitar 4 lt/menit, sedangkan aliran darah kapiler pulmonal (Q)
3. Difusi Dalam difusi pernafasan, komponen yang berperan penting adalah alveoli dan
darah. Untuk memenuhi kebutuhan O2 dari jaringan, proses difusi gas pada sistem
respirasi haruslah optimal. Difusi gas adalah bergeraknya O2 dan CO2 atau partikel
lain dari area bertekanan tinggi ke arah yang bertekanan rendah. Di dalam alveoli,
danya perbedaan tekanan PO2yang tinggi dialveolus (100 mmHg) dan tekanan pada
kapiler lebih rendah (PO240 mmHg), sedangkan CO2 berdifusi keluar alveoli akibat
adanya perbedaan tekanan PCO2 darah 45 mmHg dan di alveoli 40 mmHg. Proses
komposisi membran, koefisien difusi O2 dan CO2 serta perbedaan tekanan gas.
– faktor ini terdiri atas usia, lingkungan, gaya hidup, status kesehatan, pengobatan
dan stress.
1) Usia
fungsi pernafasan. Saat lahir perubahan yang jelas terjadi dalam sistem pernafasan.
Air yang terdapat dalam paru akan keuar, PCO2 meningkat, dan akan berkembang
2) Lingkunngan
tinggi perukaan tanah. Selmakin rendah PO2 dalam pernafasan individu akibatnya,
3) Gaya hidup
pernafasan dan oleh karena itu juga meningkatkan suplai oksigen di dalam tubuh,
sebaliknya orang yang banyak duduk, kurang memiliki ekspansi alveolar dan pola
nafas dalam seperti tratur mereka tidak mampu berespons secara efektif terhadap
stresor pernafasan.
4) Status kesehatan
Pada orang sehat, sistem pernafasan dapat memberikan cukup oksigen untuk
5) Medikasi
Beragam pengobatan dapat mempengaruhi frekuensi dan kedalaman pernafasa
6) Stres
Apabila stres dan stressor dihadapi, baik respon psikologis maupun fisiologis
sebagai respon terhadap stres. Apabila ini terjadi PO2 arteri meningkat dan PCO2
Idikasi penggunaan nasal kanul adalah pada pasien yang membutuhkan oksigen
Masker wajah yang menutupi hidung dan mulut klien dapat digunakan untuk
inhalasi oksigen, berikut berbagai macam jenis masker wajah dan pemberiannya:
3) Fase Tent dapat menggantikan masker oksigen jika masker kurang tepat/kurang
dapat ditoleransi oleh klien. Fase Tent menyediakan beragam konsentrasi oksigen
1. Volume paru-paru
2. Kapasitas Paru-paru
Rumus : IC = TV + IRV
e. Jenis Gangguan
1) Hipoksia
dalam tubuh, dari gas yang diinspirasi ke jaringan. Hipoksia dapat dihubungkan
dengan setiap bagian dalam pernafasan – ventilasi , difusi gas, atau transport gas
oleh darah dan dapat disebabkan oleh setiap kondisi yang mengubah satu atau
atau upaya pernafasan. Respirasi normal (eupnea) bersiat tenang, berirama, dan
dijumpai pada klien yang menggunakan obat – obatan seperti morfin, yang
Obstruksi jalan nafas total atau parsial dapat terjadi di manapun, di sepanjang
saluran pernafasan atas atau bawah. Obstruksi jalan nafas atas yaitu hidung,
faring atau laring dapat terjadi karena benda asing seperti makanan, karena
lidah akan terjatuh ke belakang menutup orofaring saat seseorang tidak sadar,
3) Riwayat kesehatan :
menjalar
g. Eliminasi fekal
h. Eliminasi urine
5) Pemeriksaan fisik
7) Pemeriksaan penunjang
8) Terapi medis
b. Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung yang ditandai dengan
takikardia
c. Kelebihan volume cairanb.d kelebihan asupan cairan yang ditandai dengan gangguan
integritas kulit
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Biodata :
a. Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 72 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Kebumen
Tanggal Masuk RS : 09 September 2019
Jam MRS : 17.15 WIB
Diagnosa Medis : CHF
b. Penanggung Jawab
Nama : Ny A
Umur : 24 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Kebumen
Hubungan dengan : Anak menantu
klien
2. Keluhan utama :
3. Riwayat Kesehatan :
Pasien mengalami batuk berdahak dan sesak napas, dibawa oleh keluarga ke puskesmas
tanahan dan diopnam di ICU 7 hari pulang, setelah itu pasien control 1 bulan, setelah itu
pasien mengalami batuk dan masih mengalami sesak dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD Dr
Soedirman Kebumen selama 1 minggu dirawat di IGD, masuk ICCU, HCU dibawa ke
5) Obat-obatan
a. Lamanya : ± 2 Tahun
b. Macam : Antasida
Genogram
Tn M
Keterangan Genogram:
: Laki-laki
: Perempuan
: Laki-laki Meninggal
: Perempuan Meninggal
: Pasien
: Hubungan Keluarga
1) Sebelum Sakit
2) Selama Sakit
Perawatan 1 0
0 :Membutuhkan bantuan orang lain
diri
(Grooming) 1 : Mandiri dalam perawatan muka,
rambut, gigi, dan bercukur
BAK 0 : inkontinensia 2 0
atau pakai kateter
dan tidak
terkontrol
Nilai
Interpretasi hasil
Mandiri 20
6 Status mental: 0 15
Menyadari kondisi
dirinya.
M mengalami keterbatasan 15
daya ingat.
Total nilai 55
Tidak Beresiko 0 – 24
Resiko Rendah 25 – 50
a. Sebelum Sakit
DS : Pasien mengatakan ssebelum sakit pasien tidur sekitar 5-6 jam saat
b. Selama Sakit
a. Sebelum Sakit
b. Selama Sakit
Data Subyektif
posisi
Nyeri dada
Severity/Scale : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan dari skala 1-10 yaitu 5
lebih 1 menit
Data Obyektif : pasien tampak menahan nyeri, pasien menunjukkan nyeri di bagian
dada kiri
7. Nutrisi
a. Sebelum Sakit
b. Selama Sakit
rasa makanan yang agak hambar, yang dimakan hanyar bubur saja.
DO : makanan pasien masih tersisa sayur 1 porsi dan lauk 1 porsi, bubur
habis ¾ porsi
a. Sebelum Sakit
DS : keluarga pasien mengatakan sebelum sakit minum air putih 4-6 gelas
b. Selama Sakit
mengkonsumsi air putih sebanyak 3-4 gelas belimbing atau sekitar 600-800 cc perhari.
bibir kering.
Input Output
Obat* 30 cc Muntah*
Lainnya Lainnya
*kalau ada
= 1790 - 1720
= 70 cc
9. Oksigenasi
a. Sebelum Sakit
napas
b. Selama Sakit
napas
a. Sebelum Sakit
b. Selama Sakit
dirawat di RS
DO : Tidak terkaji
a. Sebelum Sakit
DS : Keluarga mengatakan sebelum sakit BAK pasien bisa 5-6 kali dalam
sehari
b. Selama Sakit
a. Sebelum Sakit
b. Selama Sakit
1) Keadaan Umum :
Kesadaran : Composmentis
Irama : Reguler
Kekuatan/isi : Kuat
Irama : Reguler
Suhu : 37 oC
2) Kepala :
Mata
Kornea : keruh
Sklera : ikterik
Visus : ………………………………………………………………………
4) Leher : Tidak tampak ada bejolan pada leher, tidak ada gangguan menelan
a) Pulmo : Inspeksi : perkembangan dada dextra dan sinistra tidak sama besar
Perkusi : Redup
Auskultasi : Ronchi
Perkusi : Redup
8) Abdomen
Perkusi : Timpani
9) Genetalia :
DO : Tidak terkaji
10) Rectum :
DO : Tidak terkaji
11) Ektremitas :
tangan
DO : terdapat odem di kaki kanan kaki kiri tangan kanan tangan kiri
Psikologis :
Perasaan klien setelah mengalami masalah ini adalah : pasien mengatakan ingin cepat sembuh.
Rencana klien setelah masalah terselesaikan adalah : pasien akan mengikuti prosedur
pengobatan sampai sembuh, dan jika sudah sembuh pasien bisa berkumpul dengan keluarga
Jika rencana klien tidak dapat diselesaikan maka : pasien akan mengikuti prosedur pengobatan di
RS sampai ia sembuh
pengetahuan klien tentang masalahah/penyakit yang ada : pasien mengatakan ia hanya tahu kalau
Sosial :
Aktivitas atau peran di masyarakat adalah : pasien mengatakan peran nya dimasyarakat hanya
pandangan klien tentang aktifitas sosial dilingkungannya : pasien mengatakan tidak tahu
Budaya :
Spiritual :
Keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan yang sekarang sedang dialami: pasien
Pemeriksaan Laboratorium :
USG Mengarah
hepatitis kronis
disertai asitis,tak
tampak pelebaran
vena
hepatitis,seludge
visika velka,
penebalan dinding
VF EC edema VF
Rontgen Cardiomegali
Odema Pulmo
Aortoskleroisis
1) Terapi Medis :
Obat Topikal
ANALISA DATA
pernafasan Spontan
DO : RR : 28 x/menit
SaO2 : 75%
jantung Jantung
DO : Pasien terpasang Nasal Kanul 5 L
pasien bengkak
PRIORITAS DIAGNOSA
1. Hambatan Ventilasi Spontan b.d keletihan otot pernafasan yang ditandai dengan penurunan
saturasi oksigen, dispnea, peningkatan frekuensi jantung
2. Penurunan Curah Jantung b.d perubahan frekuensi jantung yang ditandai dengan perubahan
Elektrokardiogram, dispnea, perubahan tekanan darah
3. Kelebihan volume cairan b.d kelebihan asupan cairan yang ditandai dengan edema, dipsnea,
bunyi nafas tambahan, gangguan pola nafas
RENCANA TINDAKAN
NIC :
Manajemen
jalan nafas 1. Agar dapat
1. Memposisikan memposisikan pasien
pasien untuk untuk meringankan
obatan diluar
konter dan obat-
obatan herbal
2. Mengikuti
prosedur lima
benar dalam 1. Agar mengetahui
pemberian obat apakah pasien alergi
3. Memberikan atau tidak
obat-obatan 2. Agar tidak salah dalam
sesuai dengan memberikan obat
teknik dan cara 3. Agar rute dan cara
yang tepat pemberian yang
4. Mendokumentasi diberikan tidak salah
kan pemberian 4. Agar pasien dapat
obat dan respon mengetahui obat apa
klien pemberian saja yang sudah
(misalnya, nama diberikan
generik obat,
dosis, waktu,
cara, alasan
pemberian obat
dan efek yang
dicapai) sesuai
dengan protokol
Kelebihan NOC : NIC :
volume Keseimbangan pengecekan
cairanb.d cairan kulit (3590)
kelebihan 1. Amati warna,
asupan cairan Setelah dilakukan kehangatan, 1.agar dapat
yang ditandai keperawatan 3x24 bengkak, memonitor edema
dengan jam, status pulsasi, tekstur, pada pasien
edema, keseimbangan cairan edema, dan
dipsnea, ditingkatkan dari ulserasi pada
bunyi nafas level 2 (banyak ekstremitas.
tambahan, terganggu) ke level 2. Lakukan
gangguan 4 (sedikit terganggu) langkah – 2.agar dapat
pola nafas dengan kriteria langkah untuk memantau kerusakan
hasil: mencegah pada lapisan kulit
kerusakan lebih
1. Keseimbangan
lanjut
intake dan output
misalnya,
dalam 24 jam
(melapisi
2. Turgor kulit kasur,
menjadwalkan
3. Edema perifer reposisi)
3. Mengajarkan
anggota 3.agar keluarga dapat
keluarga atau mengetahui dan
pemberi asuhan mencegah kerusakan
mengenai pada kulit pasien
tanda-tanda
keruskan kulit
dengan cepat.
Manajemen
Cairan (4120)
1. Menjaga
intake/asupan 1. Agar dapat memantau
yang akurat pemasukan dan
dan catat pengeluaran pasien
output pasien 2. Agar mengetahui hasil
2. Memonitor laboratorium pasien
hasil normal atau tidaknya
laboratorium 3. Agar dapat memantau
yang relevan asupan makanan/
dengan retensi cairan pasien
cairan 4. Agar pasien
(misalnya, mendapatkan terapi
peningkatan obat-obatan terkait
berat jenis, penyakit yang dialami
penigkatan
BUN,
penurunan
hematokrit,
dan
peningkatan
kadar
osmolalitas
urin)
3. Memonitor
makanan/caira
n yang
dikonsumsi
dan hitung
asupan kalori
harian
4. Memberikan
terapi IV
seperti yang
ditentukan
CATATAN PERKEMBANGAN
aliran oksigen
3. Memonitor
efektivitas
terapi oksigen
4. Memonitor
saturasi oksigen
pada pasien
yang tersedasi,
sesuai dengan
protokol yang
ada
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas tentang asuhan keperawatan pada Tn.M dengan diagnosa
medis Congestive Heart Failure dan kebutuhan dasar Oksigenasi Adapun ruang lingkup dari
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi ke jaringan (Smeltzer & Bare, 2010) . Oksigenasi
adalah sebuah pertukaran gas antara indevidu dengan lingkungan. Proses pernafasan
melibatkan dua komponen : Ventilasi paru atau pernafasan; perpindahan udara antara
lingkungan dan alveolus paru. Difusi oksigen karbon dioksida antara alveolus dan kapiler
paru.
Tanda dan gejala yang biasa muncul pada pasien CHF dan dengan kebutuhan dasar
oksigenasi adalah Nyeri dada, Kelelahan, Suara jantung ketiga (S3), Pucat dan sianosis,
Dispnea saat beraktivitas, Batuk yang tidak produktif, Orthopnea, Nocturia, Anorexia dan
mual .
A. Pengkajian
Pelaksanaan pengkajian mengacu pada teori, akan tetapi juga di sesuaikan dengan
kondisi klien saat di kaji. Pada saat dilakukan pengkajian klien dan keluarga cukup
terbuka dan sudah terjalin hubungan terbuka antara klien dan keluarga dengan penulis
dibuktikan dengan keluarga klien mau menjawab pertanyaan dan menerima saran
yang diberikan oleh penulis. Data yang di dapat pada saat pengkajian pada Ny.M
analisa dan identifikasi masalah yang dihadapi oleh klien yang merupakan data fokus
B. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian kepada Tn.T diagnosa yang muncul dari data hasil
1. Hambatan Ventilasi Spontan b.d keletihan otot pernafasan yang ditandai dengan
2. Penurunan Curah Jantung b.d perubahan frekuensi jantung yang ditandai dengan
C. Perencanaan
spontan b.d keletihan otot pernafasan yang ditandai dengan penurunan saturasi
kecepatan, irama kedalaman dan kesulitan bernafas monitor suara nafas tambahan
seperti ngorok atau mengi, monitor saturasi oksigen, memposisikan pasien untuk
tekanan darah perencanaan tindakan yaitu Memonitor tanda-tanda vital secara rutin,
Mengevaluasi episode nyeri dada (intensitas,lokasi, radiasi, durasi dan faktor yang
memicu serta meringankan nyeri dada, Memberikan obat-obatan sesuai dengan teknik
Diagnosa yang ketiga yaitu Kelebihan volume cairan b.d kelebihan asupan
cairan yang ditandai dengan gangguan integritas kulit perencanaan tindakan yaitu
Mengamati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi pada
ekstremitas, Menjaga intake/asupan yang akurat dan catat output pasien, Memberikan
D. Pelaksanaan
kemampuan klinik yang dimilki oleh perawat berdasarkan ilmu – ilmu keperawatan
dan ilmu – ilmu lainnya yang terkait. Seluruh perencanaan tindakan yang telah dibuat
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi dalam
proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data objektif yang
sebagian atau belum tercapai. Serta menentukan masalah apa yang perlu di kaji,
direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali. Tujuan tahap evaluasi adalah untuk
Pada tahap evaluasi yang penulis lakukan pada Tn.M adalah melihat apakah masalah
yang telah diatasi sesuai dengan kriteria waktu yang telah ditetapkan. Dari ketiga
diagnosa yang diangkat, tujuan intervensi tercapai pada hari ketiga tindakan dan
pendokumentasian.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi ke jaringan (Smeltzer &
Bare, 2010). Oksigenasi merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital
tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali
Tanda gejala yang bisa muncul adalah Nyeri dada, Kelelahan, Suara jantung
ketiga (S3), Pucat dan sianosis, Dispnea saat beraktivitas, Batuk yang tidak
diagnosa :
4. Hambatan Ventilasi Spontan b.d keletihan otot pernafasan yang ditandai dengan
5. Penurunan Curah Jantung b.d perubahan frekuensi jantung yang ditandai dengan
B. Saran
1. Bagi perawat
yang maksimal dan dapat menjadi edukator bagi klien maupun keluarganya
2. Bagi mahasiswa
dalam pembuatan asuhan keperawatan dan bisa menambah referensi yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Kozier Barbara. (2011). Fundamental Keperawatan. Alih bahasa Karyuni Eko Fundamental
Of Nursing. Jakarta . buku kedokteran EGC.
National Clinical Guideline Centre. 2010. Chronic Heart Failure: National Clinical Guideline
for Diagnosis and Management in Primary and Secondary Care: Partial Update.
National Clinical Guideline Centre ,34–47
Nursing intervention Classification (NIC). FIFth Edition. 2008. USA : Molsby Elsevier.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Dan Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Sari Desti Pradila, dkk. (2016). Penatalaksanaan Gagal jantung NYHA II disertai
Pleurapneumonia pada Laki – laki Usia 28 tahun.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2010). Brunner & Suddarth’s textbook of medical-surgical
nursing. — 12th ed. /. Hongkong: Wolters Kluwer Health / Lippincott Williams &
Wilkins.
Ufara, A. (2016). Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Kejadian Rawat Inap ulang
Pada Pasien Gagal jantung Kongestif Di RSU Kabupaten Tangerang. JKFT Edisi
Nomor 02, 77-88.