Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH KEPERAWATAN

Gangguan Kebutuhan Oksigen Patologis Sistem Kardiovaskuler ;

CAD, Dekompensasi Kordis, Hipertensi

Disusun Oleh :

Susilawati (212113003)

Ervi Marisca (212113010)

Mersy Ayunda Putri (212113018)

Dosen Pembimbing :

Mawar Eka Putri S.Kep, Ns, M.Kep

D-III KEPERAWATAN

STIKES HANG TUAH TANJUNG PINANG


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayat-Nya
sehingga kami mampu menyusun sebuah makalah dengan judul “Gangguan Kebutuhan Oksigen
Patologis Sistem Kardiovaskuler ; CAD, Dekompensasi Kordis, Hipertensi”. Makalah ini ditulis
untuk memenuhi tugas yang diberikan dalam mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1 di
STIKES Hang Tuah Tanjung Pinang.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Wiwiek Listyaninggrum S.Kp, M.Kep selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang
Tuah Tanjung Pinang.
2. Komala Sari S.Kep, Ns, M.Kep selaku ka-Prodi D-III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Hang Tuah Tanjung Pinang.
3. Mawar Eka Putri S.Kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah 1.

Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan baik pada penulisan maupun materi,
mengingatkan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
dari semua pihak demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Tanjungpinang, 9 September 2022

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat

BAB II PEMBAHASAN CAD

A. Defini
B. Etiologi
C. Manifestasi Klinis
D. Komplikasi
E. Patofisiologi
F. Pemeriksaan Penunjang
G. Konsep Asuhan Keperawatan

BAB III PEMBAHASAN DECOMPENSASI CORDIS

A. Definisi
B. Etiologi
C. Manifestasi Klinis
D. Komplikasi
E. Patofisiologi
F. Pemeriksaan Penunjang
G. Konsep Asuhan Keperawatan

BAB IV PEMBAHASAN HIPERTENSI

A. Definisi
B. Etiologi
C. Manifestasi Klinis
D. Komplikasi
E. Patofisiologi
F. Pemeriksaan Penunjang
G. Konsep Asuhan Keperawatan
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit jantung koronari disebut sebagai penyakit pembunuh nomor satu di dunia,
dan dianggap musuh nomor satu dalam kehidupan yang paling ditakuti. Selain itu, juga
menduduki tempat teratas, penyakit jantung bukan lagi menjadi pembunuh misteri.
Pada kolesterol yang tinggi, diabetes, hipertensi, kegemukan, merokok, kurang
melakukan olahraga, dan proses penuaan adalah antara faktor penyumbang kepada
penyakit ini. Isu-isu yang dikaitkan dengan penyakit ini lebih banyak berkisar kepada
aspek pencegahan yang termasuk gaya hidup sehat, makanan yang  seimbang, olahraga
dan sebagainya. Namun,statistik kematian mengenai penyakit jantung tetap mencatatkan
peningkatan yang membimbangkan.(Noer, Sjaifoellah. 2012).
Gagal jantung merupakan suatu keadaan yang terjadi saat jantung gagal memompakan
darah dalam jumlah yang memadai untuk mencukupi kebutuhan metabolisme (supply
unequal with demand), atau jantung dapat bekerja dengan baik hanya bila tekanan
pengisian (ventricular filling) dinaikkan. Penyebab pemicu kardiovaskular ini dapat
digunakan untuk menilai kemungkinan morbiditas kardiovaskuar (Aaronson & Ward,
2014).
Adanya tekanan kapiler dan vena paru-paru. Tekanan yang meningkat berkelanjutan
akan menyebabkan cairan merembes kedalam alveoli dan terjadilah edema paru, yang
mengakibatkan gangguan pertukaran gas akibat bendungan di berbagai organ dan low
output(Andra & Yessie, 2013). Mortalitas 1 tahun pada pasien dengan gagal jantung
cukup tinggi (20-60%) dan berkaitan dengan gangguan pertukaran gas yang tidak segera
ditangani, sehingga mengakibatkan masuknya oksigen ke organ-organ vital seperti otak
dan jantung berkurang yang berujung pada kematian.
Hipertensi merupakan suatu keadaan klinis ketika pengukuran sistolik dan diastolik
lebih dari 140 mmHg dan 90 mmHg yang dapat diartikan sebagai peningkatan tekanan
darah dari batas normal (Maulidiyah, 2019). Hipertensi dapat meningkatkan faktor risiko
terjadinya penyakit kardiovaskuler, serebrovaskuler dan renovaskuler dan dapat menjadi
masalah paling berbahaya di Indonesia maupun dunia (Rahma, 2016).
Gejala khas hipertensi yaitu tidak dapat diperkirakan oleh penderita sehingga dapat
beresiko secara diam-diam membunuh penderita atau yang sering disebut silent killer
(Trybahari, Dkk, 2019)
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi CAD, Dekompensasi Kordis, dan Hipertensi?
2. Bagaimana etiologi CAD, Dekompensasi Kordis, dan Hipertensi?
3. Apa saja manifestasi klinis CAD, Dekompensasi Kordis, dan Hipertensi?
4. Bagaimana patifiosiologi CAD, Dekompensasi Kordis, dan Hipertensi?
5. Bagaimana pemeriksaan komplikasi CAD, Dekompesasi Kordis, dan Hipertensi?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari CAD, Dekompensasi Kordis, da Hipertensi?
7. Bagaimana asuhan keperawatan dari CAD, Dekompensasi Kordis, dan hipertensi?

C. Tujuan
Agar mahasiswa/i STIKES HANG TUAH TAJUNG PINANG dapat memahami tentang
gangguan kebutuhan oksigen patologis kardiovaskuler CAD, Dekompensasi Kordis, dan
Hipertensi.

D. Manfaat
Untuk mengetahui dan memahami apa itu CAD, Dekompensasi Kordis, serta Hipertensi
dan memahami konsep asuhan keperawatan pada klien penyakit CAD, Dekompensasi
Kordis, dan Hipertensi.
BAB II

PEMBAHASAN CAD

A. Definisi
American heart Association (AHA) mendefinisikan Penyakit Jantung Koroner
(PJK) atau sering juga disebut Coronary Artery Disease (CAD) adalah istilah umum
untuk penumpukan plak di arteri jantung yang dapat menyebabkan serangan jantung.
(AHA, 2017)
Menurut National Heart Foundation of Australia (2013) CAD adalah ketika arteri
koroner (arteri yang memasok darah dan oksigen ke otot jantung) menjadi tersumbat
dengan bahan berlemak yang disebut ‘plak’ atau ‘atheroma’. Plak perlahan terbentuk
di dinding bagian dalam arteri koroner, sehingga menyebabkan penyempitan.
Penyakit jantung koroner adalah gangguan fungsi jantung akibat otot jantung
kekurangan darah karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Secara
klinis, ditandai dengan nyeri dada atau terasa tidak nyaman di dada atau dada terasa
tertekan berat ketika sedang mendaki/kerja berat ataupun berjalan terburu-buru pada
saat berjalan di jalan datar atau berjalan jauh. Didefinisikan sebagai PJK jika pernah
didiagnosis menderita PJK (angina pektoris dan/atau infark miokard) oleh dokter atau
belum pernah didiagnosis menderita PJK tetapi pernah mengalami gejala/riwayat:
nyeri di dalam dada/rasa tertekan berat/tidak nyaman di dada dan nyeri/tidak nyaman
didada dirasakan di dada bagian tengah/dada kiri depan/menjalar ke lengan kiri dan
nyeri/tidak nyaman di dada dirasakan ketika mendaki/naik tangga/berjalan tergesa-
gesa dan nyeri/tidak nyaman di dada hilang ketika menghentikan aktifitas/istirahat
(Kemenkes RI, 2013).

B. Etiologi
Penyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras (Kusuma,2015), tetapi angka
kejadian paling tinggi ditemukan pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri tampaknya
bukan merupakan bourgeois penting dalam gaya hidup seseorang. Secara spesifik,
faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri koroner adalah :
1. Berusia lebih dari 45 tahun (bagi pria).
Sangat penting bagi kaum pria mengetahui usia rentan terkena penyakit jantung
koroner. Pria berusia lebih dari 45 tahun lebih banyak menderita serangan jantung
ketimbang pria yang berusia jauh di bawah 45 tahun.
2. Riwayat penyakit jantung dalam keluarga
Riwayat penyakit jantung di dalam keluarga sering merupakan akibat dari profil
kolesterol yang tidak normal, dalam artian terdapat kebiasaan yang "buruk" dalam
segi diet keluarga.
.

3. Diabetes.
Kebanyakan penderita diabetes meninggal bukanlah karena meningkatnya level
gula darah, namun karena kondisi komplikasi ke jantung mereka.
4. Merokok.
Merokok telah disebut-sebut sebagai salah satu faktor risiko utama penyakit
jantung koroner. Kandungan nikotin di dalam rokok dapat merusak dinding
(endotel) pembuluh darah sehingga mendukung terbentuknya timbunan lemak
yang akhirnya terjadi sumbatan pembuluh darah.
5. Tekanan darah tinggi (hipertensi).
Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung
terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan
terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner) yang merupakan penyebab
penyakit arteri/jantung koroner.
6. Kegemukan (obesitas).
Obesitas (kegemukan yang sangat) bisa merupakan manifestasi dari banyaknya
lemak yang terkandung di dalam tubuh. Seseorang yang obesitas lebih
menyimpan kecenderungan terbentuknya plak yang merupakan cikal bakal
terjadinya penyakit jantung koroner.
7. Gaya hidup buruk.
Gaya hidup buruk terutama dalam hal jarangnya olahraga ringan yang rutin serta
pola makan yang tidak dijaga akan mempercepat seseorang terkena penyakit
jantung coroner.
8. Stres
Banyak penelitian yang sudah menunjukkan bahwa bila menghadapi situasi yang
tegang, dapat terjadi aritmia jantung yang membahayakan jiwa.

C. Manifes Klinis
Manifestasi klinis menurut Price & Lorraine (2014) seperti :
1. Dada terasa tak enak (seperti mati rasa, berat, atau terbakar; dapat menjalar ke
pundak kiri, lengan, leher, punggung, atau rahang).
2. Sesak napas.
3. Berdebar-debar.
4. Denyut jantung lebih cepat.
5. Pusing.
6. Mual.
7. Kelemahan yang luar biasa.
D. Komplikasi
1. Aritmia
2. Gagal jantung kongesif
3. Syok kardikardiogenik
4. Disfungsi otot papillaris
5. Ventrikuler aneurisma
6. Perikarditis
7. Emboli Paru

E. Patofisiologi
Penyakit jantung koroner biasanya disebabkan oleh aterosklerosis, sumbatan pada
arteri koroner oleh plak lemak dan fibrosa. Penyakit jantung ditandai dengan angna
pectoris, sindrom koroner akut, dan/ atau infark miokard (Lemone, 2016).
Aterosklerosis arteri koroner merupakan penyakit progresif yang dimulai di
kehidupan awal. Walaupun terdapat beberapa factor resiko, cedera endotel
disebabkan oleh respon inflamasi pada lapisan intima dinding pembuluh darahdan
pengendapan lemak pada dinding. Proses ini terjadi dalam lima fase yang meliputi
enam tipe perkembangan lesi.
Menurut Lemone (2015), penyebab utama PJK adalah aterosklerosis. Pada aliran
darah, lemak diangkut dengan menempel pada potein yang disebut apoprotein.
Hiperlipidemia dapat merusak endotelium arteri dan kelebihan tekanan darah dalam
sistem arteri. Rusaknya endotel dapat meningkatkan pelekatan dan agregasi
trombosit, juga menarik leukosit ke area tersebut.Akibatnya, LDL (lemak jahat) ada
dalam darah. Semakin banyak LDL yang menumpuk, maka akan mengalami proses
oksidasi. Plak dapat mengurangi ukuran lumen pada arteri mengganggu aliran darah,
menyebabkan ulkus penyebab terbentuknya thrombus. Thrombus akan terbentuk pada
permukaan plak dan penimbunan lipid terus-menerus. Hal tersebut dapat menyumbat
pembuluh darah (Lemone, 2015)
Bila fibrosa pembungkus plak pecah, maka debris lipid akan terhanyut dalam
aliran darah dan dapat menyumbat arteri, sehingga otot jantung pada area tersebut
mengalami gangguan aliran darah dan dapat menimbulkan aliran O2 ke otot jantung
berkurang. Hal itu mengakibatkan sel miokardium menjadi iskemik, sehingga terjadi
hipoksia. Akibatnya, proses pada miokardium berpindah ke metabolisme anaerobic
yang menghasilkan asam laktat, sehingga merangsang ujung saraf otot merasakan
nyeri (Lemone, 2015).
Jaringan menjadi iskemik dan akhirnya infark (mati) karena suplai darah ke area
miokardium terganggu. Pada saat sel miokardium mati, sel hancur dan melepaskan
beberapa isoenzim jantung ke dalam sirkulasi.Kenaikan kadar kreatinin kinase, serum
dan troponin spesifik jantung adalah indikator infark miokardium.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Analisa gas darah (AGD)
2. Pemeriksaan darah lengkap
3. Hb, Ht
4. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan aktifitas listrik jantung atau gambaran elektrokardiogram (EKG)
adalah pemeriksaan penunjang untuk memberi petunjuk adanya PJK. Dengan
pemeriksaan ini kita dapat mengetahui apakah sudah ada tanda-tandanya. Dapat
berupa serangan jantung terdahulu, penyempitan atau serangan jantung yang baru
terjadi, yang masing-masing memberikan gambaran yang berbeda.
5. Foto Rontgen Dada
Dari foto rontgen dada dapat menilai ukuran jantung, ada-tidaknya pembesaran
(Kardomegali). Di samping itu dapat juga dilihat gambaran paru. Kelainan pada
koroner tidak dapat dilihat dalam foto rontgen ini. Dari ukuran jantung dapat
dinilai apakah seorang penderita sudah berada pada PJK lanjut. Mungkin saja PJK
lama yang sudah berlanjut pada payah jantung.
6. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan untuk mengetahui kadar trigliserida sebagai factor resiko meningkat.
Dari pemeriksaan darah juga diketahui ada-tidaknya serangan jantung akut
dengan melihat kenaikan enzim jantung
7. Treadmill
Berupa ban berjalan serupa dengan alat olah raga umumnya, namun dihubungkan
dengan monitor dan alat rekam EKG. Prinsipnya adalah merekam aktifitas fisik
jantung saat latihan. Dapat terjadi berupa gambaran EKG saat aktifitas, yang
memberi petunjuk adanya PJK. Hal ini disebabkan karena jantung mempunyai
tenaga serap, sehingga pada keadaan sehingga pada keadaan tertentu dalam
keadaan istirahat gambaran EKG tampak normal.
8. Kateterisasi Jantung
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter semacam selang seukuran
ujung lidi. Selang ini dimasukkan langsung ke pembuluh nadi (arteri). Bisa
melalui pangkal paha, lipatanlengan atau melalui pembuluh darah di lengan
bawah. Kateter didorong dengan tuntunan alar rontgen langsung ke muara
pembuluh koroner. Setelah tepat di lubangnya, kemudian disuntikkan cairan
kontras sehingga mengisi pembuluh koroner yang dimaksud. Setelah itu dapat
dilihat adanya penyempitan atau malahan mungkin tidak ada penyumbatan.
Penyempitan atau penyumbatan ini dapat saja mengenai beberapa tempat pada
satu pembuluh koroner. Bisa juga sekaligus mengenai beberapa pembuluh
koroner. Atas dasar hasil kateterisasi jantung ini akan dapat ditentukan
penanganan lebih lanjut. Apakah apsien cukup hanya dengan obat saja, disamping
mencegah atau mengendalikan factor resiko. Atau mungkin memerlukan
intervensi yang dikenal dengan balon. Banyak juga yang menyebut dengan istilah
ditiup atau balonisasi. Saat ini disamping dibalon dapat pula dipasang stent,
semacam penyangga seperti cincin atau gorng-gorong yang berguna untuk
mencegah kembalinya penyempitan. Bila tidak mungkin dengan obat-obatan,
dibalon dengan atau tanpa stent, upaya lain adalah dengan melakukan bedah
pintas koroner.

G. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

1. Identitas Pasien

Usia kurang lebih 40 tahun beresiko terkena penyakit coroner dan lebih banyak terjadi pada laki
laki dari pada perempuan.

2. Keluhan Utama

Keluuhan yang paling sering di jadikan alasan pasien merasa nyeri pada dada, jantung berdebar
debar bahkan sampai sesak napas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang

Di kaji di mulai dari keluhan yag di rasakan pasien, sebelum masuk rumah sakit, ketika
mendapat perawat di rumah sakit sampai di lakukan pengkajian. Pada pasien penyakit jantung
coroner biasanya di dapatkan adanya keluhan seperti ada nyeri pada dada.

4.Riwayat Penyakit Dahulu

Dalam hal ini peru di kaji pada klien tentang peyakit apa saja yang pernah di derita seperti nyeri
dada, hipertensi, dan sudah beberapa lama menderita penyakit yang dideritanya, tanyakan apakah
pernah masuk rumah sakit sebelumnya

5.Riwayat Penyakit keluarga

Untuk mengetahui riwayat penyakit keluarga tanyakan pada pasien mengenai riwayat penyakit
yang di alami keluarganya.

6.Pola kebiasaan sehari hari

7.Pemeriksaan fisik

2. Diagnosa Keperawatan

Diagosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan CAD yaitu :

1). Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.

2). Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardium ditandai
dengan dyspnea, terdengar suara S3 atau S4, dan EF menurun.

3). Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan peurunan aliran arteri atau vena.

4). Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan sindrom hipoventilasi ditandai dengan
keluhan sesak pola napas abnormal.

5). Hipervolemia berhubungan dengan peningkatan natrium dan air.

6). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen ke
miokard.

7). Ansietas berhubungan dengan rasa ketakutan akan ancaman dan perubahan kesehatan atau
kematian.
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Intervensi (SIKI)


Keperawatan Kriteria Hasil
(SDKI) (SLKI)

Nyeri akut Tujuan : Manajemen nyeri :


berhubungan
dengan agen Setelah di Observasi
pencedera lakukan
asuhan 1. Identifikasi lokasi,
fisiologis(iskemia Karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas,intensitas atau berat
akibat keperawatan
selama 1x24 nyeri, dan faktor pancetus
ketidakseimbangan
suplai darah dan jam nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
oksigen ke berkurang atau
hilang 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
niokardiom) di
tandai dengan Kriteria hasil 4. Identifikasi faktor yang dapat memperberat dan
klien mengeluh : memperingan nyeri
nyeri, tampak
meringis, Tingkat nyeri 5. Idntifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
gelisah,sulit
1. Keluhan 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap responds nyeri
tidur,tekanan darah
nyeri menurun
dan nadi 7. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
2-0
meningkat. di berikan
2. Tidak
8. Monitor efek samping penggunaan analgetik .
terlihat
meringis Terapeutik:
3. Ekspresi 9. Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa
tenang nyeri(mis TENS,hiposis,akupresur,terapi
musik,biofeedback,terapi pijat,aromaterpi,teknik imajinasi
4. Tidak
gelisah 10. Terbimbing,kompres hangat-dingin,terapi bermain
5. Tidak ada 11. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
kesulitan tidur (miss kebisingan,pencahayaan,suhu ruangan)

6. Tidak mual 12. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam


dan muntah pemilihan strategi meredakan nyeri

7. Frekuensi 13. Fasilitasi istirahat dan tidur


nadi membaik
(60- Edukasi:
100xpermenit) 14. Anjuran memonitor nyeri secara mandiri

8. Pola napas 15. Jelaskan penyebab,priode dan pemicu nyeri


membaik(12-
20xpermenit) 16. Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi
rasa nyeri
9. Tekanan
darah 17. Jelaskan strategi meredakan nyeri
membaik
18. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
(sistole 80-120
mmHg Kolaborasi:
diastole 60-80
mmHg 19. Kolaborasi pemberian analgetik

Pemberian analgetik

Observasi:

1. Identifikasi karakteristik nyeri(miss


lokasi,pancetus,intensitas,perada,frekuensi,kualitas,durasi)

2. Identifikasi riwayat alergi obat,identifikasi kesesuaian


jenis analgesic(narkotika,non-narkotik,atau
NSAID)dengan tingkat keparahan nyeri

3. Monitor efektifitas analgesik

4. Monitor tanda tanda vital sebelum dan sesudah


pemberian analgesik

Terapeutik:

5. Tetapakan target aktifitas analgesic untuk


mengoptimalkan respon pasien

6. Diskusikan jenis analgesik yang di sukai untuk


mencapai analgesia ,optimal jika perlu pertimbangkan
penggunaan infus kontinu

7. Dokumentasikan respon terhadap efek analgesik dan


efek yang tidak diinginkan

Edukasi :

8. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat

Kolaborasi :

9. Kolaborasi pemerian dosis dan jenis analgesic

Penurunan curah Tujuan : Perawatan Jantung


jantung
berhubungan Setelah Observasi
dengan perubahan dilakukan
tindakan 1. Identifikasi tanda atau gejala primer penurunan jantung
kontraktilitas (Dispnea, kelelahan, edema)
miokardium keperawatan
ditandai dengan selama 1 x 8 2. Identifikasi tanda atau gejala skunder penurunan curah
dispenia, terdengar jam curah jantung (Peningkatan BB, distensi vena jugolaris,
suara jantung jantung palvitasi, ronkhi. Dan kulit pucat)
S3/S4 dan EF meningkat,
dengan 3. Monitor tekanan darah
menurun
kriteria hasil
4. Monitor keluhan nyeri dada
sebagai
berikut 5. Monitor EKG 12 sadapan
Kriteria Hasil 6. Monitor aritmia
:
7. Monitor nilai elektrolit
Curah
Jantung 8. Monitor tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan
setelah aktivitas
1. Takikardia
menurun ( 60- Terapeutik:
100 x/mnt )
9. Posisikan klien semifowler atau fowler dengan kaki ke
2. Gambaran bawah atau posisi nyaman
EKG normal
10. Berikan diet jantung yang sesuai (miss. Batasi asupan
3. Lemah kafein, natrium, koletrol dan makanan tinggi lemak)
menurun
11. Berikan dukungan emosional dan spritual
4. Dispnea
menurun 12. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
( RR: 12/20 oksigen >94%
x/mnt )
Edukasi :
5. Tekanan
darah 13. Ajarkan klien dan keluarga mengukur intake dan
membaik output cairan harian
( sistole 80- Kolaborasi :
120 mmHg
14. Kolaborasi pemberian antiaritmia jika perlu

Tujuan :
Perfusi perifer Perawatan Sirkulasi
tidak efektif Setelah di
berhubungan lakukan Observasi
penurunan aliran intervensi
arteri atau vena di 1. Periksa sirkulasi perifer(miss.nadi
keperawatan
tandai dengan CRT perifer,edema,pengisian kapiler,warna,suhu)
selama 1x8
>3 detik, akral jam di 2. Monitor panas, kemerahan nyeri, atau bengkak pada
dingin, turgor kulit harapkan ektermitas
menurun dll perfusi perifer
meningkat, Teraupeutik
dengan
3. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di
kriteria hasil
area keterbatasan perfusi
sebagai
berikut 4. Hindari pengukuran tekanan darah pada eksternitas
dengan keterbatasan perfusi
Kriteria Hasil
: 5. Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada area
yang cidera
1. Denyut nadi
perifer 6. Lakukan pencegahan infeksi
meningkat
(60-100 7. Lakukan perawatan kaki dan kuku
x/mnt) 8. Lakukan hidrasi
2. Sianosis Edukasi
menurun
9. Anjurkan mengonsumsi obat penurun tekanan darah
3. Edema secara teratus
perifer
menurun 10. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus di
laporkan (miss. Rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat,
4. CRT luka tidak sembuh, hilangnya rasa )
membaik
kurang lebih 2

5. Akral
membaik
(hangat, kerin,
merah)

4. Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan. Tujuan implementasi


adalah mengatasi masalah yang terjadi pada manusia. Setelah rencana keperawatan disusun,
maka rencana tersebut diharapkan dalam tindakan nyata untuk mencapai tujuan yang diharapkan,
tindakan tersebut harus terperinci sehingga dapat diharapkan tenaga pelaksanaan keperawatan
dengan baik dan sesuai dengan waktu yang ditentukan Implementasi ini juga dilakukan oleh
perawat dan harus menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai manusia yang unik (Price &
Wilson, 2014).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai informasi
mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil
yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan (Price & Wilson.
2014). Menurut Price & Wilson (2014), evaluasi keperawatan ada 2 yaitu:

1. Evaluasi proses (formatif) yaitu evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan.
Berorientasipada etiologi dan dilakukan secara terus-menerus sampai tujuan yang telah
ditentukan tercapai.

2. Evaluasi hasil (sumatif) yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan
keperawatansecara paripurna. Berorientasi pada masalah keperawatan danmenjelaskan
keberhasilan atau ketidakberhasilan. Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien
sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.
BAB III

PEMBAHASAN DECOMPENSASI CORDIS


A. Definisi

Gagal jantung merupakan sindrom klinis kompleks yang disebabkan oleh adanya gangguan
baik fungsional maupun struktural jantung sehingga mengurangi kemampuan ventrikel untuk
menerima dan memompa darah (Kusmatuti, 2014).

Decompensasi Cordis adalah ketidakmampuan jantung memompa darah dalam jumlah yang
cukupuntuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrisi. Penurunan curah
jantung adalah ketidak adekuatan pompa darah oleh jantung untuk memebuhi kebutuhan
metabolisme tubuh (Kusmatuti, 2014)

B. Etiologi

Penggolongan penyebab gagal jantung menurut apakah gagal jantung tersebut menimbulkan
gagal yang dominan sisi kiri atau gagal dominan sisi kanan.

1) Dominan sisi kiri : penyakit jantung iskemik, amiloidosis jantung, penyakit


jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis,
kardiomiopati, keadaan curah tinggi (anemia ,tirotoksikosis, fistula
arteriovenosa).
2) Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri, penyakit jantung kongenital (VSD,
PDA), penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid,
hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif (Majid, 2017).

C. Manifestasi Klinis

Berikut adalah manifestasi klinis gagal jantung, (Majid, 2017)

1) Tanda dominan : Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringanakibat


tekanan arteri dan vena meningkat karena penurunan curah jantung. Manifestasi
kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan yang terjadi di ventrikel.
2) Gagal jantung kiri : Kongesti paru menonjol, hal ini disebabkan ketidak mampuan
ventrikel kiri memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang
terjadi yaitu :
a. Dispnea : Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan
mengganggu pertukaran gas, bisa juga terjadi ortopnea. Beberapa pasien
bisa mengalami kondisi ortopnea pada malam hari yang sering disebut
Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND).
b. Batuk.
c. Mudah lelah : Terjadi karena curah jantung berkurang dan menghambat
jaringan dari sirkulasi normal, serta terjadi penurunan pada pembuangan
sisa dari hasil katabolisme yang diakibatkan karena meningkatnya energi
yang digunakan saat bernafas dan terjadinya insomnia karena
distresspernafasan.
d. Kegelisahan dan kecemasan. Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan,
stress akibat kesakitan saat bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi bagaimana semestinya.
3) Gagal jantung kanan
e. Koghesif pada jaringan perifer dan jaringan viseral.
f. Edema ekstrimitas bawah, biasanya edema pitting, penambahan berat
badan.
g. Hepatomegali dan nyeri tekan pada abdomen di kuadran kanan atas,
terjadi karena adanya pembesaran vena di hepar.
h. Anoreksia dan mual. Terjadi karena adanya pembesaran vena dan statis
vena di dalam rongga abdomen.
i. Nokturia (sering kencing malam hari).
j. Kelemahan

D. Komplikasi

Berikut komplikasi dari gagal jantung menurut (Wijaya & Putri 2013) antara lain :

1) Adema paru akut dapat terjadi akibat gagal jantung kiri.


2) Syok kardiogenik.Akibat penurunan dari curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak
adekuat ke organ vital (jantung dan otak).
3) Episode trombolik.Thrombus terbentuk akibat imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi,
trombus dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah.
4) Efusi pericardial dan tamponade jantung.Masuknya cairan ke kantung pericardium,
cairandapat meregangkan pericardium sampai ukuran maksimal. Cardiac output menurun
dan aliran balik vena ke jantung.

E. Patofisiologi

Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Apabila curah jantung berkurang,
maka sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk tetap mempertahankan
curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk dapat mempertahankan perfusi
jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantung-lah yang harus menyesuaikan diri untuk
tatap bisa mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup merupakan jumlah darah yang dipompa pada setiap jantung berkontraksi, hal
ini tergantung pada 3 faktor, yaitu : preload (jumlah darah yang mengisi jantung berbanding
langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung),
kontraktilitas (beracuan pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium), afterload (mengacu
pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan
perbedaan tekanan)

Tubuh mengalami beberapa adaptasi pada jantung dan hal ini terjadi secara sistemik, jika terjadi
gagal jantung. Volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung
meningkat, apabila terjadi pengurangan volume sekuncup kedua ventrikel akibat penekanan
kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut
miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Akan terjadi
dilatasi ventrikel jika kondisi ini berlangsung lama. Pada saat istirahat, cardiac output masih bisa
berfungsi dengan baik, akan tetapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik)
akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Yang pada akhirnya
tekanan kapiler akan meningkat dan menyebabkan transudasi cairan serta timbul edema paru
atau edema sistemik (Oktavianus & Rahmawati, 2014).
F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada penderita gagal jantung dapat melalui pemeriksaan sebagai berikut:

a) Radiogram dada
b) Kimia darah
c) Urin lengka
d) Pemeriksaan fungsi hati

G. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Langkah awal pada proses keperawatan melalui kegiatan pengumpulan data yang akurat dari
pasien untuk mengetahui berbagai permasalahan yang ada. Perawat harus dapat menciptakan
hubungan saling membantu, membangun kepercayaan dalam melakukan pengkajian atau
melakukan pemeriksaan fisik keperawatan.

1) Biodata

a. Inisial :

b. Umur :

c. Jenis kelamin :

d. Suku / bangsa :

2) Riwayat Kesehatan

a. Sesak napas (dypsnea) karena adanya akumulasi cairan dalam paru- paru karena ventrikel kiri
tidak efektif sehingga timbul sesak.

b. Paroximal noctural dypsnea (bangun tengah malam hari karena kesulitan bernapas) yang
disebabkan oleh reabsorpsi cairan dalam paru.

c. Kelelahan, karena penurunan cardiac out put yang menyebabkan penurunan ATP sebagai
sumber energi untuk kontraksi otot.

d. Ascites, karena terakumulasinya cairan pada rongga abdomen akibat peningkatan vena portal
sehingga mendorong cairan serous dan keluar dari sirkulasi portal.
3) Riwayat penyakit dahulu, Penyakit yang pernah dialami klien dan berhubungan dengan
decompensasi cordis (misal, kerusakan katub jantung bawaan, hipertensi, diabetes
mellitus, bedah jantung, Infark myocard kronis).
4) Riwayat penyakit keluarga, Seseorang yang memiliki riwayat keluarga menderita
penyakit jantung akan lebih beresiko menderita penyakit yang sama.
5) Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum : kesadaran klien gagal jantung biasanya baik atau compos mentis dan akan
berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.

2. B1 (Breathing) Pengkajian yang di dapat adalah adanya tanda kongesti vaskular pulmonalakut.
Crackles atau ronki basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior paru.

3. B2 (Bleeding)

a) Inspeksi Inspeksi adanya parut pasca pembedahan jantung. Lihat adanya dampak
penurunan penurunan curah jantung. Klien dapat mengeluh lemah, mudah lelah,
apatis, letargi, kesulitan konsentrasi, defisit memori, dan penurunan toleransi
latihan.
b) Palpasi Karena peningkatan frekuensi jantung merupakan awal jantung terhadap
stres, bisa dicurigai sinus takikardia dan sering di temukan pada pemeriksaan
klien dengan kegagalan pompa jantung. Irama lain yang berhubungan dengan
kegagalan pompa meliputi: kontraksi atrium prematur, takikardia atrium
proksimal, dan denyut ventrikel prematur.
c) Auskultasi Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan isi sekuncup.
Tanda fisik yang berkitan dengan kegagalan ventrikel kiri dapat dikenali dengan
mudah dibagian yang meliputi:bunyi jantung ketiga dan keempatS3,S4) serta
crakles pada paru-paru. S4 atau gallop atrium, mengikuti kontraksi atrium.
d) PerkusiBatas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya hipertrofi jantung
(kardiomegali).

4. B3 (Brain)Kesadaran compos mentis, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi


jaringan berat. Pengkajian obyektif klien: wajah meringis, menangis, merintih,meregang, dan
menggeliat.

5. B4 (Bladder) Pengukuran volume keluaran urin berhubungan dengan asupan cairan, karena itu
perawat perlu memantau adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik.
Adanya edema ekstremitas menandakan adanya retensi cairan yang parah.

6. B5 (Bowl) Klien biasanya didapatkan mual dan muntah, penurunan nafsu makan akibat
pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abnomen, serta penurunan berat badan.
1) Hepatomegali Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abnomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar merupakan manisfestasi dari kegagalan jantung.

7. B6 (Bone)

Hal-hal biasanya terjadi dan ditemukan pada pengkajian B6 adalah Sebagai berikut.

a) Kulit dingin
Gagal depan pada ventrikel kiri meninbulkan tanda-tanda berkurangnya perfusi ke organ.
Karena darah di alihkan dari organ-organ non-vital demi mempertahankan perfusi ke
jantung dan otak, maka manisfestasi paling dini paling depan adalah berkurangnya
perfusi organorgan seperti kulit dan otot-otot rangka. Kulit yang pucat dan dingin di
akibatkan oleh vasokontriksi perifer, penurunan lebih lanjut dari curah jantung dan
meningkatnya kadar hemoglobin tereduksi mengakibatkan sianosis.
b) Mudah lelah
Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang, sehingga menghambat jaringan
dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik mengenai respon individu, klien atau
masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial sebagai dasar seleksi intervensi
keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat
(Herdman & Kamitsuru, 2015). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita
gagal jantung menurut Nurarif & Kusuma (2015) antara lain :

1) Penurunan Curah Jantung


2) Resti Gangguan Pertukaran Gas
3) Intoleransi Aktivitas
4) Resiko Tinggi Kerusakan Integrasi Kulit
5) Kelebihan Volume Cairan

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi

Penurunan curah jantung b.d Setelah diberikan tindakan 1. Auskultasi nadi apikal, kaji
perubahan kontraktilitas keperawatan terjadi penurunan frekuensi irama jantung.
miocard atau perubahan episode dispnea angine
inopiotik, perubahan menujukan tanda vital dalam Rasional : Biasanya terjadi
frekuensi, irama, konduksi batas yang dapat diterima takikardi (meskipun saat
listrik, perubahan struktural (disritmia terkontrol aau istirahat), untuk
(mis : kelainan katup, hilang) dan bebas gerak gagal mengkompensasi penurunan
aneurisme ventrikular) jantung (mis : parameter kontraktivitas fentrikuker.
hemodirakit dalam batas
norma, haluan urine adekuat), 2. Pantau tekanan darah.
ikut serta dalam aktivitas yang Rasional : Pada gejala dini,
mengurangi beban kerja sedang/kronis TD dapat
jantung. meningkat sehubungan
dengan SVR.

3. Kaji kulit terdapat pucat


dan diagnosis.

Rasional : Pucat menunjukkan


menurunnya perfusi parifet
sekunder terhadap tidak
adekuatnya curah jantung
fasokontriksi, dan anemia,
area yang sakit sering
berwarna biru/belang karna
peningkatan kongesti vena.

4. Kaji perubahan pada


sensori, contoh letergi.

Rasional : Dapat
menunjukkan tidak
adekuatnya perfusi cerebral
sekunder terhadap penurunan
curah jantung.

5. Berikan istirahat psikologi


dengan lingkungan tenang.

Rasional : Stress, emosi


menghasilkan fasokontriksi
yang meningkatkan TB dan
meningkatkan frekuensi kerja
jantung.
6. Kolaborasi

Berikan oksigen tambahan.

Rasional : Meningkatkan
sediaan O2 untuk kebutuhan
miocard untuk melawan
efekhipoksia/ischemia.

Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau kesimbangan


berhubungan dengan keperawatan, pasien mampu pemasukan dan pengeluaran
menurunnya laju filtrasi mendemostrasikan volume sselama 24jam.
gelomelurus ( menurunnya cairan stabil dengan Rasional : Terapi diuretik
curah jantung ) meningkatnya kesimbangan masukan dan dapat di sebabkan untuk
produksi antidiuretik harmone pengeluaran bunyi nafas kehilangan cairan tiba tiba
dan retensi natrium atau air. bersih/jelas, vital dalam atau berlebihan meskipun
rentang yang dapat di terima, oedema / asites masukada.
BB stabil, tak ada oedem,
pasien menyatakan paham 2. Pertahankan duduk atau
dengan pembatasan cairan. tirah baring semifowler
selama masa akut.

Rasional : Posisikan telentang


meningkatkan filtrasi ginjal
dan menurunkan produksi
ADH sehingga meningkatkan
deuresis.

3. Timbang BB tiap hari

Rasional : Catat perubahan


ada/hilangnya oedema
sehingga respon terhadap
terapi, peningkatan 25 kg
menunjukan 2 lt cairan.

4. Ubah posisi dengan sering,


tinggikan kaki bila duduk,
pertahankan permukaan kulit
tetap kering, berikan bantalan.

Rasional : Pembentukan
oedema, sirkulasi melambat,
gangguan pemasukan nutrisi
dan imobilisasi atau tirah bar
ing lama merupakan
kumpulan stresor yang
mempengaruhi intergritas
kulit.

5. Kolaborasi
Mempertahankan cairan atau
pembatasan nutrium
sesuaiindikasi.

Rasional : Menurunkan air


total tubuh atau mencegah
reakumulasi cairan.

1. Periksa tanda vital sebelum


dan setelah aktivitas
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan
Rasional : hipotensi
berhubungan dengan ketidak keperawatan, pasien dapat
ortostastik dapat terjadi
seimbangan antara suplai O2 berpatisipasi pada aktivitas
dengan aktivitas karenaotot-
kebutuhan, kelemahan umum, yang diinginkan, memenuhi
otot perpindahan
tirah baring lama. kebutuhan perawat sendiri.
cairan/pengaruh fungsi
Setelah dilakukan tindakan jantung.
keperawatan, pasien dapat
2. Catat respon
berpatisipasi padaaktivitas
kardiopulmonal terhadap
yang diinginkan, memenuhi
aktivitas (takikardi, disritmia,
kebutuhan perawat sendiri.
dispnea, berkeringat, pucat).

Rasional:
penurunan/ketidakmampuan
miokardium untuk
meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas
dapat menyebabkan
peningkatan segera pada
frekuensi jantung dan
kebutuhan O2. Peningkatan
kelelahan dan kelemahan.

3. Kaji presipitasi atau


penyebab kelemahan . Contoh
: nyeri pengobatan.

Rasional : kelemahan atau


efek samping beberapa obat
(Beta Blocker).

4. Berikan batuan dalam


aktivitas perawat diri, sesuai
indikasi

Rasional : Pemenuhan
kebutuhan perawat diri pasien
tanpamempengaruhi stress
miokard atau kebutuhan O2
berlebihan.

5. Kolaborasi Implementasi
program rehabilitasi jantung
atau aktivitas konsumsi
berlebihan.

Rasional: peningkatan
bertahap pada aktivitas
menghindari kerja / konsumsi
O2 berlebihan, penjualan dan
perbaikan fungsi jangtung
dibawa stress

1. Auskultasi bunyi nafas,


catat krekles.
Resiko tinggi gangguan Setelah diberikan tindakan
pertukaran gas berhubungan keperawatan pasien mampu Rasional : Menyatakan adanya
dengan faktor resiko memdemontrasikan ventilasi kongesti paru atau
perubahan membran kapiler dan oksigensi adekuat, analisa pengumpulan secret
alveolus gas darah rentang normal menunjukan kebutuhan untuk
intervensi lanjut.

2. Anjurkan batuk efektif dan


nafas dalam.

Rasional : Membersihkan
jalan nafas dan memudahkan
aliran O2

3. Dorong untuk mengubah


posisi dengan sering.

Rasional : Membantu
mencegah atelektasis dan
pneumonia

4.Pertahankan duduk dan tirah


baring dengan posisi
semifowler.

Rasional menurunkan
konsumsi O2 atau kebutuhan
dan meningkatkan inflamasi
paru maksimal.

5. Kolaborasi : Beri O2 sesuai


dengan indikasi.

Rasional : Meningkatkan
konsentrasi O2 alveolar, yang
dapat memperbaiki atau
menurunkan hipoksia
jaringan.

Resiko tinggi terhadap Setelah dilakukan tindakan 1. Lihat kulit, catat adanya
kerusakan integritas kulit keperawatan diharapkan penonjolan tulang, oedema.
dengan faktor resiko tirah pasien dapat mempertahankan Rasional : Kulit beresiko
baring lama, oedema, integritas kulit, karena gangguan sirkulasi
penurunan defusi. mendemonstrasikan perifer, imobilitas fisik dan
perilaku/teknik mencegah
kerusakan kulit. gangguan status nutrisi.

2. Pijat area kemerahan atau


yang memutih.

Rasional : Meningkatkan
aliran darah, meminimalkan
hipoksia jaringan.

3. Ubah posisi sering di


kursi/tempat tidur, bantu
latihan gerak aktif/pasif

Rasional : Memperbaiki
sirkulasi atau menurunkan
waktu satu area yang
menggangu aliran darah.

4. Berikan perawatan kulit


sering dan meminimalkan
kelembaban atau ekskresi.

Rasional : Terlalu kering atau


lembab merusak kulit dan
mempercepat kerusakan.

5. Kolaborasi : Berikan
tekanan alternatif,
perlindungan siku/tumit.

Rasional : Menurunkan
tekanan pada kulit dapat
memperbaiki sirkulasi.

4. Implementasi

Implementasi Keperawatan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dengan


melaksanakan berbagai tindakan keperawatan yang telah direncanakan (Hidayat Alimul, 2012).
5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan
yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah. (Meirisa, 2013). Pada
tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaan telah tercapai.
BAB IV

PEMBAHASAN HIPERTENSI

A. Definisi

Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah arteri yang persinten. Dimana tekanan sistolik
sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan diastol sama atau lebih besar dari 90 mmHg
(North american Nursing Diagnosis association, 2013).

Hipertensi merupakan gangguan yang ditandai meningkatnya tekanan darah sistol dan diastol
keduanya secara konsisten, yang pada umumnya tekanan normal sistol 140 mmHg atau lebih dan
tekanan diastol 90 mmHg atau lebih ditetapkan sebagai hipertensi (Jenifer, 2013)..

B. Etiologi

Menurut North American Nursing Diagnosis Association (2013) Etiologi Hipertensi


berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

b. Hipertensi Primer
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya.
Faktor yang mempengaruhinya yaitu: genetik, lingkungan, hiperaktifitas
saraf simpatis, sistem renin angiotensin dan peningkatan Na+Ca
intraseluler. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko: obesitas, merokok,
alkohol dan polisitemia.
c. Hipertensi Sekunder
Penyebab yaitu : penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom cushing
dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.

Secara klinis hipertensi dapat dikelompokkan yaitu :

NO KATAGORI SISTOL DIASTOL

1. Optimal <120 <80

2. Normal 120 - 129 80 - 84

3. High Normal 130 - 139 85 - 89

4. Hipertensi
Grade 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99

Grade 2 (sedang) 160 – 179 100 -100

Grade 3 (berat) 180 – 209 100 -119

Grade 4 (sangat >210 >120


berat)

C. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala hipertensi menurut Nurarif dan Kusuma (2013) dibedakan menjadi:

a. Tanda ada gejala


Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosis jika tekanan arteri tidak terukur;
b. Gejala yang lazim
Sering dikaitkan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala
dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebayakan pasien yang mencari pertolongan medis;
c. Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
Mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual, muntah,
epistaksis kesadaran menurun.

D. Komplikasi

Menurut Sustrani (2014), membiarkan hipertensi membiarkan jantung bekerja lebih keras dan
membiarkan proses perusakan dinding pembuluh darah berlangsung dengan lebih cepat.
Hipertensi meningkatkan resiko penyakit jantung dua kali dan meningkatkan resiko stroke
delapan kalindibanding dengan orang yang tidak mengalami hipertensi.

a) Penyakit Jantung Koroner Dan Arteri


Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di tubuh akan semakin
mengeras, terutama di jantung, otak dan ginjal. Hipertensi sering diasosiasikan
dengan kondisi arteri yang mengeras ini.
b) Payah Jantung
Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi dimana jantung tidak
mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi karena
krusakan otot jantung atau system listrik jantung.
c) Stroke
H adalah faktor penyebab utama terjadinya stroke, karena tekanan darah yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi
pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah di otak, maka terjadi perdarahan
otak yang dapat berakibat kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan
dari gumpalan darah yang macet di pembuluh yang sudah menyempit.
d) Kerusakan Ginjal
Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menuju ginjal,
yang berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya gangguan
tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali
kedarah. Gagal ginjal dapat terjadi dan diperlukan cangkok ginjal baru.
e) Kerusakan Penglihatan
Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata, sehingga
mengakibatkan mata menjadi kabur atau kebutaan.

E. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh Angiotensin I Converting Enzyme (ACE) yang memegang peran fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di
hati. Selanjutnya hormone renin akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di
paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Renin disintesis dan disimpan dalam
bentuk inaktif yang disebut prorenin dalam sel-sel jukstaglomerular (sel JG) pada ginjal. Sel JG
merupakan modifikasi dari sel-sel otot polos yang terletak pada dinding arteriol aferen tepat di
proksimal glomeruli. Bila tekanan arteri menurun, reaksi intrinsik dalam ginjal itu sendiri
menyebabkan banyak molekul protein dalam sel JG terurai dan melepaskan renin.

Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat dan memiliki efek lain yang juga
mempengaruhi sirkulasi. Selama angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II
mempunyai dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh pertama
yaitu vasokonstriksi, timbul dengan cepat. Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan
sedikit lemah pada vena. Cara kedua dimana angiotensin II meningkatkan tekanan arteri adalah
dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan ekskresi garam dan air. Vasopressin atau disebut
juga dengan ADH (Anti Diuretic System), bahkan lebih kuat daripada angiontensin sebagai
vasokonstriktor, jadi kemungkinan merupakan bahan vasokonstriktor yang paling kuat dari
tubuh. Bahan ini dibentuk hipotalamus tetapi diangkut menuruni pusat akson saraf ke glandula
hipofise posterior, dimana akhirnya disekresi ke dalam darah.
Aldosteron yang disekresikan oleh sel-sel zona glomerulosa pada korteks adrenal, adalah
suatu regulator penting bagi reabsorpsi natrium (Na+) dan sekresi kalium (K+) oleh tubulus
ginjal. Tempat kerja utama aldosterone adalah pada selsel principal di tubulus koligentes
kortikalis. Mekanisme dimana aldosterone meningkatkan reabsorpsi natrium sementara pada saat
yang sama meningkatkan sekresi kalium adalah merangsang pompa natrium kalium ATPase
pada sisi basolateral dari membrane tubulus koligentes kortikalis. Aldosteron juga meningkatkan
permeabilitas natrium pada sisi luminal membrane. Sampai sekrang pengetahuan tentang
pathogenesis hipertensi primer terus berkembang karena belum didapat jawaban yang
memuaskan yang dapat menerangkan terjadinya peningkatan tekanan darah. Tekanan darah
dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer (Sylvestris, 2014)
F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk pasien hipertensi sebenarnya cukup dengan menggunakan


tensimeter tetapi untuk melihat komplikasi akibat hipertensi, maka diperlukan pemeriksaan
penunjang antara lain:

a) Hemoglobin/Hematokrit untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan


(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti hipokoagulasi dan anemia.
b) Blood urea nitrogen (BUN)/kreatinin memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
c) Glukosa hiperglikemi dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d) Urinalisa darah, protein, gliukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan diabetes melitus.
e) EKG dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah
salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
f) Foto thorax untuk mengetahui pembesaran jantung.
g) Darah, ureum, dan elektrolit untuk menilai fungsi ginjal dan mencari alkalosis
hipokalemik pada sindrom conn dan cushing ( David Rubensten, D, Wayne, D, adley, J,
2013, hal 318)

G. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1. Anamnesa meliputi :
1) Identitas pasien
a. Nama
b. Usia
c. Jenis kelamin : tidak di pengaruhi oleh jenis kelamin
d. Jenis pekerjaan : tidak di pengaruhi oleh pekerjaan
e. Alamat
f. Suku bangsa
g. Agama
h. Tingkat pendidikan
i. Riwayat sakit dan kesehatan : keluhan utama , riwayat saat ini , riwayat peyakit dahulu

2) Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan , letih , napas pendek , gaya hidup monoton.
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
3) Sirkulasi
4) Integritas ego
5) Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat penyakit ginjal )
6) Makanan atau cairan
7) Neurosensori
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri hilang timbul pada tungkai , sakit kepala oksipital berat , nyeri apdomen
9) Pernapasan
10) Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi , cara jalan
Tanda : Episode parestesia unilateral transien
11) Pembelajaran atau penyuluhan
12) Pesikososial

2. Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload afterload. Perubahan irama
frekuensi jantung.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan , ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan jantung.
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional skunder adanya hipertensi yang di derita klien.
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit.

3.Intervensi Keperawatan

NO Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional

1. Curah jantung Perawatan jantung 1.Mengetahui


sedini mungkin
Cardiac effectiveness, vital 1. Identifikasi tanda gejala guna menentukan
sign status normal penurunsn curah jantung tindakan yang
( dispenea , keleahan, edema) adekuat
Kriteria Hasil : auskultasi suara jantung tambahan
1. Tanda vital dalam rentang S3 S4 2.Mengetahui
normal (tekanan darah , nadi 2. Monitor vital sign rutin (TD , perubahan tanda
resiparsi) vital guna
nadi , respirasi ) sebelum dan mengetahui tingkat
2. Dapat mentoleransi sesudah beraktivitas perkembangan
aktivitas tidak ada kelelahan klien
3. Evaluasi adanya keluhan nyeri
3. Tidak ada edema paru , dada (intensitas , lokasi , durasi) 3.Mengetahui
priver, dan tidak ada asites sedini mungkin
4. Monitor belance cairan intake resiko gagal
4. Tidak ada S3 S4 , tidak ada dan out put jantung dan
penurunan kesadaran . menangani nyeri
5. Berikan pendidikan kesehatan
terkait penyakit , die yang di 4. Mengetahui
anjurkan misal batasi asupan intake dan out put
kavein , natrium ,kolestrol untuk menentukan
6. Ajarkan terapi relaksasi dan balance cairan
berikan dukungan emosional dan 5.Dengan
spiritual. meningkatakan
pengetahuan dapat
mebuat klien
mengerti dan
menghindari faktor
resiko.

6.Terapi relaksasi
dan adanya
dukungan dapat
menurunkan
tingkat stres klien

2. Tujuan : Intoleransi aktivitas Manajemen energi 1. Tirah baring


akibat kelemahan dan dapat meringankan
ketidakseimbangan suplai O2 1. Tingkatkan tirah baring agar beban jantung dan
teratasi tidak meningkatkan beban dapat
jantung, atau duduk dan berikan meningkatkan
Kriteria Hasil : obat sesuai dengan indikasi stamina tubuh
1. Klien tampak lebih mudah 2. Berikan dukungan lingkungan pasien sehingga
aktivitas yang tenang dan nyaman dapat beraktivitas
kembali
2. Kekuatan otot bagian atas 3. Berikan latihan gerak ROM
meningkat aktif/pasip 2. Lingkungan
yang nyaman dan
3. Keluhan lelah dan sesak 4. Kaji keluhan klien setelah tenang dapat
saat dan setelah beraktivitas dilakukan aktivitas dan catat TTV mendukung pola
menurun (TTV normal) istirahat pasien
3. Latihan gerak
guna
mempererkuat otot
dan sendi agar
tersetimulus

4. Mengukur
perkembangan
klien setelah
beraktivitas

3. Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri 1. Mengetahui


tingkat keparahan
Diharapkan nyeri dapat 1. Identifikasi tanda nyeri, skala guna menentukan
teratasi nyeri, lokasi, karakteristik, durasi, tindakan
frekuensi, kualitas intensitas nyeri selanjutnya
Kriteria hasil :
2. Ajarkan teknik
1. Keluhan nyeri berkurang, nonfarmakologis seperti teknik 2. Dengan
skala nyeri menurun mengajarkan
napas dalam teknik napas dalam
2. Tanda nyeri gelisah, 3. Kolaborasi pemberian dapat meredakan
diaforesis, meringis menurun analgetik bila diperlukan nyeri berlebih

3. Mampu mengetahui 3. Analgetik dapat


penyebab nyeri, mampu mengatasi nyeri
menggunakan teknik non berlebih
farmakologi untuk
mengurangi nyeri

4. Mampu mengenali nyeri


(skala, intensitas, frekuensi,
durasi, kualitas nyeri)

5. Vital sign normal

4. Cemas pasien berkurang Reduksi Ansietas 1. Mengetahui


dengan kriteria hasil : tingkat kecemasan
1. Identifikasi tingkat kecemasan klien guna
Tingkat ansietas dan tanda ansietas menentukan
1. Klien relax dan ekspresi 2. Ciptakan sikon yang nyaman tindakan
wajah tidak pucat tidak dan bantu pasien mengenal situasi selanjutnya
tegang , prilaku gelisah dan yang menimbulkan kecemasan 2. Situasi yang
menurun
2. Ungkapan kebingungan , 3. Dorong pasien untuk nyaman akan
khawati , cemas berkurang mengungkapkan perasaan , menciptakan
ketakutan, persepsi hubungan saling
3. TTV normal . percaya antara
4. Ajarkan pasien menggunakan perawat dan klien
teknik relaksasi
3. Dengan teknik
5. Berikan obat untuk mengurangi relaksasi dapat
kecemasan bila perlu menurunkan
kecemasan klien

4. Obat anti
ansietas sesuai
indikasi bila perlu

5 Tujuan klien mendapatkan Edukasi kesehatan 1. Memberikan


informasi tepat dan efektif pengenalan tentang
1. Beri pendidikan kesehstsn masalah kesehatan
Kriteria Hasil : penyuluhan (penyakit , beri sedini mungkin
kesempatan klien atau keluarga dapat
Klien dapat menyebutkan untuk bertanya
penertian , penyebab , tanda meningkatkan
dan gejala , perawatan, 2. Mengajarakan prilaku bersih kesehatan klien
pencegahan dan pengobatan dan sehat serta faktor yang dapat dan
terkait masalah yang di mempengaruhi kesehatannya menghindarkan
alaminya resiko kekabuhan
3. Evaluasi tingkat pengetahuan
pasien setelah di lakukan 2. Meningkatkan
pendidikan kesehatan pengetahuan klien
agar hidup lebih
baik dan sehat
serta menghindari
faktor resiko

3. Mengetahui
seberapa umpan
baik setelah di
lakukan
pendidikan
kesehatan.

4. Implementasi
Implementasi merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan berdasarkan rencana
keperawatan yang telah disusun secara spesifik untuk setiap individu dan berfokus pada
pencapaian hasil. Tindakan yang dilakukan mencakup monitoring klien terhadap tanda
perubahan atau peningkatan, perawatan langsung yang diberikan kepada klien atau tindakan
kolaborasi, pendidikan kesehatan atau instruksi kepada klien tentang pengelolaan kesehatan dan
merujuk klien untuk follow-up carecar

5. Evaluasi

Tahap terakhir yang dilakukan perawat adalah melakukan evaluasi untuk melihat
keberhasilan terhadap implementasi yang telah dilakukan. Bila tidak atau belum berhasil, perlu
disusun rencana baru yang sesuai. Evaluasi berupa kognitif, afektif dan psikomotor. Tindakan
keperawatan berupa pendidikan kesehatan dapat langsung dievaluasi setelah diberikan.
Mengingat banyaknya individu yang harus dilayani di puskesmas, perawat kesehatan masyarakat
harus memiliki kemampuan memberikan asuhan keperawatan individu yang cepat dan tepat.
Perawat bertanggung jawab untuk mengevaluasi status dan kemajuan klien dan keluarga
terhadap pencapaian hasil dari tujuan keperawatan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kegiatan
evaluasi meliputi mengkaji kemajuan status kesehatan individu, membandingkan respon individu
dengan kriteria hasil dan menyimpulkan hasil kemajuan masalah dan kemajuan pencapaian
tujuan keperawatan.

BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan

Penyakit jantung koroner adalah gangguan fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan
darah karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Secara klinis, ditandai dengan nyeri
dada atau terasa tidak nyaman di dada atau dada terasa tertekan berat ketika sedang
mendaki/kerja berat ataupun berjalan terburu-buru pada saat berjalan di jalan datar atau berjalan
jauh.

Gagal jantung merupakan sindrom klinis kompleks yang disebabkan oleh adanya gangguan
baik fungsional maupun struktural jantung sehingga mengurangi kemampuan ventrikel untuk
menerima dan memompa darah (Kusmatuti, 2014).

Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah arteri yang persinten. Dimana tekanan sistolik
sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan diastol sama atau lebih besar dari 90 mmHg
(North american Nursing Diagnosis association, 2013).

2. Saran

Apabila ingin melakukan asuhan keperawatan maka harus melalui tahap pengkajian terlebih
dahulu dan dilanjut dengan menentukan diagnosa keperawatan, melakukan intervensi dan
implementasi keperawatan, kemudian menghasilkan evaluasi dari sebuah tindakan,. lalu di
dokumentasikan

DAFTAR PUSTAKA
Katz, M., & Nes, S. (2015). Coronary Artery Disease. Retrieved September 10, 2017,

Kemenkes, R. (2012). Buku Pintar Posbindu PTM. Penyakit Tidak Menular dan Faktor Risiko.

AHA. (2012). Coronary Artery Disease-The ABCs of CAD. Retrieved September 5, 2017, from
American Heart Association: http://www.heart.org

Anisah, Isah. 2011. Askep Decompensasi Cordis. Terdapat di


http://isahanisah.blogspot.com/2011/04/askep-decomp-cordis.html. Diakses pada Minggu, 8
September 2013 pukul 13.05 WITA.

Devalapaz. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Penyakit Decompensasi Cordis.
Terdapat di http://devalapaz.wordpress.com/2012/01/22/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-
penyakit-decomp-cordis.html . Diakses pada Minggu, 8 September 2013 pukul 13.20 WITA.

Rangga, Khaka. 2013. Laporan Pendahuluan pada Decompensatio.Terdapat di


http://khakarangga.blogspot.com/2013/05/laporan-pendahuluan-pada-decompensatio.html.
Diakses pada Minggu, 8 September 2013 pukul 13.25 WITA.

Saputra, M. H., Muhith, A., & Ferdiansyah, A. (2017). Analisis Sistem Infromasi Faktor Resiko
Hipertensi Berbasis Posbindu Di Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo . Prosiding Seminar
Nasional Hasil Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat Seri Ke-1 , 7-17.

WHO. (2013). Global Brief On Hypertension. World Health Day.

Kaliyaperumal, S., Hari, S. B., Siddela , P. K., & Yadala, S. (2016). Assessment Of Quality of
Life inHypertensive patients. Journal of Applied Pharmaceutical Science Vol 6, 144-147.

Nuraini, B. (2015). Risk Factors Of Hypertension. J MAJORITY, 10-19

Yulanda, G., & Lisiswanti, R. (2017). Penatalaksanaan Hipertensi Primer. Majority Volume 6,
25-33.

Anda mungkin juga menyukai