Oleh
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahNya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas ini dengan lancar. Tidak lupa juga sholawat serta salam kami panjatkan kepada junjungan kita
Nabi Besar Muhammad SAW yang menjadi tauladan dalam menuntut ilmu.
Adapun maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas “Keperawatan Medikal Bedah “ yang
saya susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul “PJK (Penyakit Jantung Koroner) “ dan dengan selesainya
penyusunan rangkuman ini, saya juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Ns. Ginanjar sasmito,M.kep,Sp.Kep.MB,Pembimbing dan selaku dosen Keperawatan Medikal Bedah
I di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammmadiyah Jember
2. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu disini yang telah banyak memberikan
bantuan baik material maupun spiritual, demi selesainya makalah ini
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat senang dan
terbuka untuk menerima kritik dan saran untuk perbaikan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
Kurang pengetahuan
Penyempitan lumen
pembuluh darah
Asam laknat
Menurunkan PH
miokardium
d. Pengkajian Primer
1) Airway (Jalan napas): Tidak ada sumbatan benda asing,
2) Breathing (Pernapasn): Tidak ada sesak napas, tidak ada suara napas tambahan, Irama napas
teratur.
3) Circulation
Sirkulasi perifer: Nadi 120 kali/menit, irama teratur, denyut nadi kuat, tekanan darah
90/70 mmhg, ekstremitas hangat, warna kulit pucat, adanyeri dada seperti tertusuk-tusuk,
skala nyeri 5, CRT < 3 detik, tidak adanya edema.
Cairan dan elektrolit: elastisitas turgor kulit baik (< 3 detik), mukosa bibir kering,
kebutuhan nutrisi: parental: IVFD NACL 0,9% 500 ml/24 jam, Eliminasi: BAK 5 kali
sehari, jumlah 600-1000 cc, warna urin kuning jernih, tidak ada nyeri saat BAK, tidak ada
keluhan sakit pinggang, BAB 1 kali sehari, konsistensi lembek. Bising usus 20 kali/menit.
4) Disability Tingkat kesadaran compos mentis, pupil isokor, reaksi terhadap cahaya kiri dan
kanan positif, GCS E/V/M : 4/5/6 = 15.
e. Pengkajian sekunder
1) Muskuloskeletal Tidak ada spasme otot, tidak ada vulnus, kerusakan jaringan, tidak ada
krepitasi, tidak ada fraktur dan dislokasi.
Kekuatan otot 5 5 4 5
Pasien diindikasikan untuk bedrest
2) Integumen: Tidak dan luka tidak ada vulnus
f. Data Laboratorium:
Pemeriksaan darah:
HB 10,5 gr% (Nilai normalnya 12,0-16,0 gr%)
GDS 243 mg/dl (Nilai normalnya 70-150 mg/dl)
Gula darah puasa: 161 mg/dl (Nilai normalnya 74-109 mg/dl)
Gula darah 2 jam PP: 205 mg/dl. (Nilai normalnya 75-140 mg/dl)
Kreatinin darah 1,38 mg/dl (Nilai normalnya 0,6-1,1 mg/dl)
g. Pengobatan:
IVFD Nacl 0,9 % 500 cc/24 jam, ISDN3 x 5 mg, Aspilet 1x80 mg/oral (1-0- 0), CPG 1x75 mg (0-0-
1), Simvastatin 1x25 mg/oral (0-0-1), Arixtra 1x25 mg/sc/abdomen
2. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan NANDA 2015.
Dari hasil pengkajian dilakukan analisa dan dan prioritas masalah keperawatan sebagai berikut:
a. Analisa Data
DS : Pasien mengatakan sakit pada dada bagian kiri, tertikam dan tembus sampai di punggung,
merasa tegang pada tengkuk. DO: Wajah pasien tampak meringis, PQRST: P : Pada saat stress
dan tiba-tiba, Q : Nyeri dirasakan tertusuk-tusuk, R : Nyeri dirasakan pada dada kiri, S : Skala
nyeri 5 (Dengan menggunakan angka 0-10), T : Nyeri dirasakan sewaktu-waktu, GDS 243 mg/dl
(Nilai normalnya 70-150 mg/dl), Gula darah puasa: 161 mg/dl (Nilai normalnya 74-109 mg/dl),
Gula darah 2 jam PP: 205 mg/dl. (Nilai normalnya 75-140 mg/dl). Masalah keperawatan: Nyeri
akut. Etiologi: Agens cedera biologis (iskemia)
DS : Pasien mengatakan rasa tidak nyaman dengan alat yang terpasang. DO: Pasien tampak
berbaring lemas, Tampak terpasang monitor, Tampak sebagian besar ADLs dibantu keluarga dan
perawat , TTV : TD : 90/70 mmHg, Nadi : 120 kali/menit, Suhu : 36 oC, RR: 20 x/menit, HB
10,5 gr% (Nilai normalnya 12,0-16,0 gr%), Kreatinin darah 1,38 mg/dl (Nilai normalnya 0,6-1,1
mg/dl). Masalah keperawatan: Intoleransi aktivitas. Etiologi: Immobilitas.
b. Prioritas Diagnosa Keperawatan Terpilih.
Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (iskemia)
ntoleransi aktivitas berhubungan dengan immobilitas.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau rencana keperawatan adalah sebagai suatu dokumen tulisan yang berisi tentang cara
menyelesaikan masalah, tujuan, intervensi (NOC & NIC 2013, edisi kelima). Perencanaan tindakan
keperawatan pada kasus ini didasarkan pada tujuan intervensi pada :
Diagnosa keperawatan pertama: Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (iskemia) Goal:
Pasien akan mempertahankan rasa nyaman nyeri selama dalam perawatan. Obyektif: Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri terkontrol. Domain 4: Pengetahuan tentang
kesehatan dan perilaku. Kelas Q: Perilaku sehat. Kode 1605: Kontrol nyeri yaitu tindakan pribadi untuk
mengon trol nyeri, meningkat dari 2 (jarang menunjukan) menjadi 4 (sering menunjukan).
Indikator/Outcome: 160502: Mengenali kapan nyeri terjadi. 160501: Menggambarkan faktor penyebab.
160504: Menggunakan tindakan penanganan nyeri tanpa analgesik, 160505: Menggunakan analgesik yang
telah direkomendasikan 160511: Melaporkan nyeri yang terkontrol, 160513: Melaporkan perubahan terhadap
gejala nyeri kepada professional kesehatan, Domain 1: Fisiologis Dasar, Kelas E: Peningkatan kenyamanan
fisik, Kode 1400: Manajemen nyeri, yaitu pengurangan atau reduksi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan
yang dapat diterima oleh pasien. Aktivitas-aktivitas:
a. Lakukan pengkajian nyeri kompre hensif yang meliputi : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas (beratnya) nyeri dan factor pencetus.
b. Observasi tanda-tanda vital.
c. Observasi adanya petunjuk non verbal mengenai ketidaknyamanan.
d. Berikan informasi mengenai nyeri, misalnya penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan, dan
antisipasinya.
e. Ajarkan tentang penggunaan teknik non farmakologi untuk pengurangan nyeri.
f. Anjurkan pasien dan keluarga untuk menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan nyeri.
g. Kolaborasi pemberian terapy analgetik
Diagnosa keperawatan kedua: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan immobilitas. Goal: Pasien akan
meningkatkan toleransi terhadap aktivitas selama dalam perawatan. Obyektif: Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien meningkat dalam beraktivitas. Domain 1: Fungsi
Kesehatan Kelas A: Pemeliharaan Kesehatan. Kode 0005: Toleransi terhadap aktivitas, yaitu: respon
fisiologis terhadap pergerakan yang memerlukan energy dalam aktivitas sehari-hari . Meningkat dari 2
(banyak terganggu) menjadi 4 (sedikit terganggu. Indikator/Outcome: 000501: Saturasi oksigen ketika
beraktivitas, 000502: Frekuensi nadi ketika beraktivitas, 000503: Frekuensi pernapasan ketika beraktivitas,
000508: Kemudahan bernapas ketika beraktivitas, 000504: Tekanan darah sistolik ketika beraktivitas,
000505: Tekanan darah diastolik ketika beraktivitas, 000517: Kekuatan tubuh bagian bawah. NIC: Domain
1: Fisiologis dasar. Kelas L: Manajemen aktivitas dan latihan. Kode 3550: Manajemen energi, yaitu
Pengaturan energi yang digunakan untuk menangani atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi.
Aktivitas-aktivitas:
a. Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan gangguan aktivitas.
b. Anjurkan pasien menganjurkan perasaan secara verbal mengenai keterbatasan yang dialami.
c. Pilih intervensi untuk mengurangi gangguan aktivitas baik secara farmakologis maupun non
farmakologis dengan tepat.
d. Tentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan.
e. Monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat.
f. Monitor/catat waktu dan lama istirahat/tidur pasien.
g. Bantu pasien identifikasi pilihan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan.
h. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan. Implementasi keperawatan respiratory distress syndrome sesuai dengan intervensi yang telah
dibuat sebelumnya. (Ngastiyah, 2005).
Hari pertama dilakukan pada tanggal 15 Juli 2019 yaitu:
Diagnosa keperawatan 1: Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (iskemia) Implementasi:
a. Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi : P: Pada saat ditekan dan tertekuk, Q:
Nyeri dirasakan tertusuk-tusuk R: Nyeri dirasakan di dada bagian kiri. S: Skala nyeri 4 (Dengan
menggunakan angka 0-10). T: Nyeri dirasakan sewaktu-waktu.
b. Mengoservasi tanda-tanda vital.
c. Mengobservasi adanya petunjuk non verbal mengenai ketidaknya manan yaitu: sering memegang
daerah yang sakit yaitu dada bagian kiri.
d. Memberikan informasi kepada pasien mengenai nyeri, yaitu penyebab nyeri karena adanya
penyimpatan pada pembuluh darah jantung.
e. Mengajarkan pasien tentang penggunaan teknik non farmakologi untuk pengurangan nyeri yaitu
dengan latihan teknik napas dalam.
f. Menganjurkan pasien dan keluarga untuk menghindari hal-hal yang menyebabkan nyeri misalnya
kurangi dalam melakukan aktivitas fisik apabila nyeri bertambah.
Diagnosa keperawatan 2:
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan immobilitas. Implementasi:
1) Mengkaji status fisiologis pasien yang menyebabkan gangguan aktivitas.
2) Menganjurkan pasien menganjurkan perasaan secara verbal mengenai keterbatasan yang dialami.
3) Memilih intervensi untuk mengurangi kelelahan baik secara farmakologis maupun non farmakologis
dengan tepat.
4) Menentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan.
5) Memonitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat.
6) Memonitor/catat waktu dan lama istirahat/tidur pasien.
7) Membantu pasien identifikasi pilihan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan.
8) Membantu pasien dalam melakukan aktivitas.
Hari kedua dilakukan pada tanggal 16 Julii 2019 yaitu:
Diagnosa keperawatan 1: Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (iskemia) Implementasi:
1) Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi : P: Pada saat ditekan dan tertekuk, Q:
Nyeri dirasakan tertusuk-tusuk R: Nyeri dirasakan di dada bagian kiri. S: Skala nyeri 3 (Dengan
menggunakan angka 0-10). T: Nyeri dirasakan sewaktu-waktu.
2) Mengoservasi tanda-tanda vital.
3) Mengobservasi adanya petunjuk non verbal mengenai ketidaknya manan yaitu: sering memegang
daerah yang sakit yaitu dada bagian kiri.
4) Memberikan informasi kepada pasien mengenai nyeri, yaitu penyebab nyeri karena adanya
penyimpatan pada pembuluh darah jantung.
5) Mengajarkan pasien tentang penggunaan teknik non farmakologi untuk pengurangan nyeri yaitu
dengan latihan teknik napas dalam.
Menganjurkan pasien dan keluarga untuk menghindari hal-hal yang menyebabkan nyeri misalnya kurangi
dalam melakukan aktivitas fisik apabila nyeri bertambah.
Diagnosa keperawatan 2: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan immobilitas.
mplementasi:
1) Mengkaji status fisiologis pasien yang menyebabkan gangguan aktivitas.
2) Menganjurkan pasien menganjurkan perasaan secara verbal mengenai keterbatasan yang dialami.
3) Memilih intervensi untuk mengurangi kelelahan baik secara farmakologis maupun non farmakologis
dengan tepat.
4) Menentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan.
5) Memonitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat.
6) Memonitor/catat waktu dan lama istirahat/tidur pasien.
7) Membantu pasien identifikasi pilihan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan.
8) Membantu pasien dalam melakukan aktivitas.
Hari ketiga dilakukan pada tanggal 17 Juli 2019 yaitu:
Diagnosa keperawatan 1: Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (iskemia) Implementasi:
1) Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi : P: Pada saat ditekan dan tertekuk, Q:
Nyeri dirasakan tertusuk-tusuk R: Nyeri dirasakan di dada bagian kiri. S: Skala nyeri 4 (Dengan
menggunakan angka 0-10). T: Nyeri dirasakan sewaktu-waktu.
2) Mengoservasi tanda-tanda vital.
3) Mengobservasi adanya petunjuk non verbal mengenai ketidaknya manan yaitu: sering memegang
daerah yang sakit yaitu dada bagian kiri.
4) Memberikan informasi kepada pasien mengenai nyeri, yaitu penyebab nyeri karena adanya
penyimpatan pada pembuluh darah jantung.
5) Mengajarkan pasien tentang penggunaan teknik non farmakologi untuk pengurangan nyeri yaitu
dengan latihan teknik napas dalam.
6) Menganjurkan pasien dan keluarga untuk menghindari hal-hal yang menyebabkan nyeri misalnya
kurangi dalam melakukan aktivitas fisik apabila nyeri bertambah.
Diagnosa keperawatan 2: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan immobilitas.
Implementasi:
1) Mengkaji status fisiologis pasien yang menyebabkan gangguan aktivitas.
2) Menganjurkan pasien menganjurkan perasaan secara verbal mengenai keterbatasan yang dialami.
3) Memilih intervensi untuk mengurangi kelelahan baik secara farmakologis maupun non farmakologis
dengan tepat.
4) Menentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan.
5) Memonitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat.
6) Memonitor/catat waktu dan lama istirahat/tidur pasien.
7) Membantu pasien identifikasi pilihan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. 8) Membantu pasien
dalam melakukan aktivitas.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan klien (Ngastiyah,
2005). Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan yang dilakukan. Evaluasi hari
pertama tanggal 15 Juli 2019.Diagnosa keperawatan 1: Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera
biologis (iskemia). Jam 13.00,S: 1)Pasien mengatakan sakit pada dada bagian kiri, tertikam dan tembus
sampai di punggung. 2) Merasa tegang pada tengkuk. O: 1)Wajah pasien tampak meringis. PQRST: P: Pada
saat stress dan tiba-tiba. Q: Nyeri dirasakan tertusuk-tusuk. R: Nyeri dirasakan pada dada kiri. S: Skala nyeri
5 (dengan menggunakan angka 0-10). T: Nyeri dirasakan sewaktu-waktu. A: Masalah belum teratasi. P:
Intervensi dilanjutkan. Diagnosa keperawatan 2: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan immobilitas. S:
Pasien mengatakan rasa tidak nyaman dengan alat yang terpasang. O: 1)Pasien tampak berbaring lemas.
2)Tampak terpasang monitor. 3)Tampak sebagian besar activity daily livings (ADL) dibantu keluarga dan
perawat.4)TTV: TD: 90/70 mmHg, Nadi: 120 kali/menit, Suhu: 36 oC, RR: 20 x/menit. A: Masalah belum
teratasi. P: Intervensi dilanjutkan.
Evaluasi hari kedua tanggal 16 Juli 2019
Diagnosa keperawatan 1: Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (iskemia). Jam 13.00, S:
1)Pasien mengatakan sakit pada dada bagian kiri, tertikam dan tembus sampai di punggung.2)Merasa tegang
pada tengkuk. O: 1)Wajah pasien tampak meringis. PQRST: P: Pada saat stress dan tiba-tiba. Q: Nyeri
dirasakan tertusuk-tusuk. R: Nyeri dirasakan pada dada kiri. S: Skala nyeri 3 (dengan menggunakan angka 0-
10). T: Nyeri dirasakan sewaktu-waktu. A: Masalah belum teratasi. P: Intervensi dilanjutkan. Diagnosa
keperawatan 2: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan immobilitas. S: Pasien mengatakan rasa tidak
nyaman dengan alat yang terpasang. O:1)Pasien tampak berbaring lemas. 2) Tampak terpasang monitor. 3)
Tampak sebagian besar activity daily livings (ADL) dibantu keluarga dan perawat. 4)TTV: TD: 90/70
mmHg, Nadi: 120 kali/menit, Suhu: 36 oC, RR: 20 x/menit. A: Masalah belum teratasi. P: Intervensi
dilanjutkan.
Evaluasi hari ketiga tanggal 17 Juli 2019
Diagnosa keperawatan 1: Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (iskemia). Jam 13.00,
S: 1)Pasien mengatakan sakit pada dada bagian kiri berkurang, 2)Tengkuk tidak tegang. O: 1)Wajah pasien
tampak segar, Skala nyeri 0. A: Masalah teratasi. P: Intervensi dihentikan. Diagnosa keperawatan 2:
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan immobilitas. S: Pasien mengatakan sudah merasa nyaman karena
alat sudah dilepas. O: 1)Pasien tampak segar dan sudah bisa duduk. 2)Tampak monitor sudah dilepas.
3)Tampak sebagian kecil activity daily livings (ADL) masih dibantu keluarga dan perawat. 4)TTV: TD:
100/70 mmHg, Nadi: 88 kali/menit, Suhu: 36,5 oC, RR: 20 x/menit. A: Masalah teratasi. P: Intervensi
dihentikan dan pasien pindah ruangan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit jantung koroner disebabkan karena terjadinya penumpukan plak pada arteri koroner yang
berlangsung lama. Plak yang menempel pada arteri koroner lambat laun akan menyebabkan aterosklerosis.
Penatalaksanaan hal ini dapat dilakukan dengan cara non operatif dan operatif. Non operatif meliputi
penggunaan obat-obatan dan perubahan gaya hidup sedangkan operatif dengan cara agioplasty dan CABG.
Obat-obatan yang biasa digunakan untuk managemen lipid antara lain adalah golongan resin, kolestiramin,
lovastatin dsb yang mempunyai efek samping berbeda-beda.
B. Saran
Makalah ini masih memiliki berbagai jenis kekuarangan oleh karena itu kritik yang sifatnya membangun
sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar TB. 2004. Faktor Resiko Penyakit jantung Koroner. Medan: Bagian Ilmu Gizi
Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara. Digitized by USU digital
library.
Hardinsyah. 2011. Analisis Konsumsi Lemak, Gula dan Garam Penduduk Indonesia:
Gizi Indonesia. Jakarta.
Irianto A. Menilai Status Gizi Untuk Mencapai Sehat Optimal. Grafina Mediacipta;
2011.
M. N. Buston 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat Jilid III. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
Puspaningtyas. 2013. DE. The Miracle of Fruits. Jakarta: PT. Agromedia Pusta
ANALISA JURNAL
Jurnal 1:
Abstract
The development of coronary heart disease (CHD) is one of the most significant advances in
understanding this important disease. Extensive epidemiological studies have established
smoking,1 diabetes,2 hyperlipidemia,3 and hypertension4 as independent risk factors for CHD.
Context It is generally suggested that more than 50% of patients with coronary heart disease
(CHD) do not have any of the conventional risk factors (smoking, diabetes, hyperlipidemia, and
hypertension). This claim implies that other factors play an important role in CHD and have led
to considerable interest in nontraditional risk factors and genetic causes of CHD. Objective To
determine the prevalence of the 4 conventional risk factors among patients with CHD. Design,
Settings, and Patients In 2002–2003, we analyzed data for 122458 patients enrolled in 14
international randomized clinical trials of CHD conducted over the previous decade. Patients
included 76,716 with ST-elevation myocardial infarction, 35527 with unstable angina/non-ST-
elevation myocardial infarction, and 10215 undergoing percutaneous coronary intervention.
Main Outcome Measures Prevalence of each conventional risk factor and number of
conventional risk factors present among patients with CHD , compared between men and women
and by age at trial entry. Results Among patients with CHD, at least 1 of the 4 conventional risk
factors was present in 84.6% of women and 80.6% of men. In younger patients (men -55 years
and women -65 years) and most patients with unstable angina or for percutaneous coronary
intervention, only 10% to 15% of patients do not have any of the 4 conventional risk factors.
This pattern was largely independent of gender, geographic region, trial entry criteria, or
previous CHD. Premature CHD is associated with smoking in men and smoking and diabetes in
women. Smoking decreased age at the onset of CHD (at trial entry) by almost 1 decade across all
risk factor combinations. Conclusions In direct contrast to conventional thinking, 80% to 90% of
patients with CHD have conventional risk factors. Although research on nontraditional risk
factors and genetic causes of heart disease is important, clinical medicine, public health policy,
and research efforts should place significant emphasis on the 4 conventional risk factors and
lifestyle behaviors that contribute to reducing the CHD epidemic.
Journal summary
Overall among patients with CHD, the prevalence of those with at least 1 of the 4 conventional
risk factors was 84.6% in women and 80.6% in men. For all risk factors except smoking,
prevalence was significantly higher in women than in men. However, women 65 years of age or
younger had almost the same smoking rates as men of the same age (TMAMPU 2). The
prevalence of the 4 conventional risk factors is related to age. The majority (85%-90%) of
patients with preterm CHD have at least 1 conventional risk factor, with smoking being the most
common.
Among women and men 45 years of age or younger, the prevalence of patients without any of
the 4 conventional risk factors was only 9.4% and 11.4%, respectively. There is a gradual
increase with age in the prevalence of patients lacking any of the conventional risk factors. Only
among women older than 75 years and men older than 65 years did the prevalence of patients
lacking any of the 4 conventional risk factors exceed 20%. Older patients have significantly
lower rates of smoking but usually higher rates of diabetes and hypertension. Some young
patients (-65 years) did not have any of the 4 conventional risk factors, regardless of trial entry
criteria (TMAMPU 3). Fewer older patients (65 years) with unstable angina/non-ST-elevation
MI or for PCI did not have any of the conventional risk factors than those presenting with ST-
elevation MI. Patients with ST-elevation MI had higher rates of smoking but lower rates of
diabetes, hyperlipidemia, and hypertension compared with unstable angina/non-ST-elevation MI
or PCI. Patients presenting for PCI had moderate smoking rates but the highest prevalence of
diabetes, hyperlipidemia, and hypertension. The overall pattern of conventional risk factors
exists regardless of geographic origin (TMAMPU 4). Patients without previous CHD (74.4%
women and 69.7% men) had slightly higher smoking rates and slightly lower rates of
hyperlipidemia, hypertension, and diabetes compared with patients with prior CHD (data not
shown). The overall prevalence of patients without previous CHD who did not have any of the 4
conventional risk factors remained largely unchanged (17.2% in women and 20.7% in men). The
inclusion of a family history of CHD and obesity (body mass index [calculated as weight in
kilograms divided by the square of height in meters] 30) as risk factors further reduced the
prevalence of patients without risk factors to 8.5% in women and 10.7% in men. As the number
of conventional risk factors increased, the mean age at occurrence of CHD (at trial entry) was
determined to increase by a decade, mainly due to smoking in both sexes.
Jurnal 2:
Faktor Yang Memengaruhi Kualitas Hidup Pasien Dengan Penyakit Jantung Koroner
Abstrak
Prevalensi Penyakit Jantung Koroner (PJK) terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dan
menjadi masalah kesehatan utama di masyarakat saat ini. PJK berdampak terhadap berbagai
aspek kehidupan penderitanya baik fisik, psikososial maupun spiritual yang berpengaruh
terhadap kualitas hidup pasien. Isu kualitas hidup dan faktor-faktor yang berhubungan
didalamnya belum tergambar jelas di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengidentifikasi faktor yang memengaruhi kualitas hidup pada pasien PJK yang sedang
menjalani rawat jalan. Faktor-faktor yang diteliti dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin,
tingkat penghasilan, revaskularisasi jantung, rehabilitasi jantung, kecemasan, depresi dan
kesejahteraan spiritual. Kecemasan diukur dengan Zung Self-rating Anxiety Scale, depresi
diukur dengan Beck Depression Inventory II, kesejahteraan spiritual diukur dengan kuesioner
Spirituality Index of Well-Being dan kualitas hidup diukur menggunakan Seattle Angina
Questionnaire. Penelitian ini menggunakan rancangan kuantitatif deskriptif dan analitik
multivariate dengan regresi logistic. Diteliti pada 100 responden yang diambil secara random
dalam kurun waktu 1 bulan di Poli Jantung. Hasil penelitian menunjukkan faktor yang
memengaruhi kualitas hidup pada pasien PJK adalah cemas (p) 0,002; Odd Ratio (OR) 4,736
(95% confidence interval (CI), 1,749 – 12,827); depresi (p) 0,003; OR 5,450 ( 95% CI, 1,794 –
16,562); dan revaskularisasi (p) 0,033; OR 3,232 (95% CI, 1,096 – 9,528). Depresi menjadi
faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien PJK. Faktor yang memengaruhi
kualitas hidup pada pasien PJK meliputi depresi, cemas dan revaskularisasi. Dari ketiga variabel
tersebut depresi merupakan variabel yang paling signifikan berpengaruh, sehingga manajemen
untuk mencegah depresi perlu mendapatkan perhatian lebih baik lagi dalam discharge planning
ataupun rehabilitasi jantung.
Ringkasan jurnal
Berdasarkan hasil analisis multivariate, dapat diketahui bahwa yang menjadi faktor yang
memengaruhi kualitas hidup pada pasien PJK dalam penelitian ini adalah cemas, depresi, dan
revaskularisasi jantung dengan depresi menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas
hidup pasien PJK dibanding kedua faktor yang lain. Lebih jauh hasil penelitian menjelaskan
bahwa pasien PJK yang tidak mengalami kecemasan kualitas hidupnya 4,7 kali lebih baik
dibanding pasien cemas, sedangkan pasien yang tidak mengalami depresi memiliki kualitas
hidup 5,4 kali lebih baik dibanding dengan pasien depresi dan pasien yang menjalani
revaskularisasi memiliki kualitas hidup 3,23 kali lebih baik dibanding pasien yang tidak
menjalani revaskularisasi. Pasien dengan PJK secara fisik mengalami berbagai perubahan yang
dapat berpengaruh terhadap aspek lainnya seperti aspek psikologis dan spiritual. Secara fisik
pasien dapat mengalami angina, sesak, mudah lelah. serta gangguan seksual (Rosidawati et al.,
2015) dan secara psikologis pasien dengan PJK sering mengalami cemas dan depresi (Aldana et
al., 2006; Fukuoka, Lindgren, Rankin, Cooper, & Carroll, 2007; Davidson et al., 2013), lebih
lanjut Sarafino dan Smith (2014) mengungkapkan bahwa masalah psikososial yang dialami oleh
pasien dengan penyakit kronis adalah cemas, depresi, kemarahaan, dan keputusasaan. Cemas dan
depresi yang dialami oleh pasien PJK menurut Amin, Jones, Nugent, Rumsfeld, dan Spertus
(2006) dapat terjadi karena diagnosis dokter tentang penyakit serius, status kesehatan yang
memburuk, intervensi pengobatan, dan kekambuhan gejala yang berulang. Stres, cemas maupun
depresi secara langsung dapat memengaruhi jantung. Berawal dari stimulasi sistem saraf simpatis
kemudian akan meningkatkan heart rate (HR), kecepatan konduksi melalui AV node, dan
kekuatan kontraksi atrial dan ventrikel jantung serta vasokonstriksi pembuluh darah yang akan
mengaktifkan sistem renin angiotensin. Kondisi tersebut akan meningkatkan kebutuhan supply
oksigen di jantung, sedangkan pasien dengan PJK memiliki gangguan dalam aliran darah
koroner dengan kata lain kebutuhan oksigen yang meningkat tersebut sulit untuk terpenuhi
(Lewis, Heitkemper, & Dirksen, 2010; Monahan, Sands, Neighbors, Marek, & Green, 2007).
Efek yang muncul akibat dari gangguan pemenuhan oksigenasi dapat berupa nyeri dada, sesak,
intoleransi aktivitas dan meningkatkan pula stress ataupun kecemasan yang sudah dialami
sebelumnya
Faktor lain yang memengaruhi kualitas hidup pasien jantung koroner adalah revaskularisasi.
Revaskularisasi adalah suatu tindakan membuka sumbatan yang terjadi pada pasien dengan PJK.
Tindakannya dapat berupa terapi trombolitik, percutaneous coronary intervension (PCI) dan
coronary artery by pass graft (CABG). Revaskularisasi merupakan satu-satunya faktor yang
memengaruhi positif yang mampu meningkatkan kualitas hidup pasien PJK dalam penelitian ini.
Dengan terbukanya kembali aliran darah koroner hal ini dapat meningkatkan perfusi pada otot
jantung sehingga dapat meningkatkan kembali cardiac output (CO) yang terganggu akibat
gangguan kontraktilitas miokard. Peningkatan CO dapat meningkatkan aliran darah yang
membawa oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh sehingga metabolisme dapat berjalan dengan
baik lebih lanjut hal ini akan meningkatkan kemampuan fisik pasien, menurunkan frekuensi
angina, meningkatkan persepsi yang baik terhadap penyakit, serta meningatkatkan kepuasaan
terhadap pengobatan. Peningkatan dari parameter tersebut akan berpengaruh terhadap
peningkatan skor kualitas hidup pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Benefits of Quitting Smoking for Health: General Surgeon Report. Rockville, Md:
DepartmentUS Health and Human Services; 1990.DHHS Publications (CDC) 90-8416.
Stamler J, Vaccaro O, Neaton JD, Wentworth D. Diabetes,other risk factors, and cardiovascular
mortality at 12 yearsfor men screened in the Intervention TrialMultiple Risk Factors. Diabetes
Treatment. 1993;16:434-444.
Verschuren WM, Jacobs DR, Bloemberg BP, et al. Cholesterol total serum and long-term
coronary heart disease mortality length in different cultures: follow-up studies Seven Countries
for twenty five years.JAMA.1995;274:131-136.
MacMahon S, Peto R, Cutler J, et al. Blood pressure,stroke, and coronary heart disease, I:
differencesprolonged blood pressure: studyprospective observational corrected for bias
Aldana, S. G., Whitmer, W. R., Greenlaw, R., Avins, A. L., Thomas, D., Salberg, A., …
Fellingham, G. W. (2006). Effect of intense lifestyle modification and cardiac rehabilitation on
psychosocial cardiovascular
disease risk factors and quality of life. Behavior Modification, 30(4), 507–25.
http://doi.org/10.1177/0145445504267797.
Amin, A. ., Jones, A. M. ., Nugent, K., Rumsfeld, J. ., & Spertus, J. . (2006). The prevalence of
unrecognized depression in patients with acute coronary syndrome. American Heart Journal,
152(5),928–934.
Retrievedfromhttp://ovidsp.ovid.com/ovidweb.cgi?
T=JS&PAGE=reference&D=emed7&NEWS=N&AN=2006527695.
Belmaker, & Agam, G. (2008). Major Depressive Disorder. The New England Journal of
Medicine, 358, 55 – 68. http://doi.org/10.1056/NEJMra073096Chan, D. S. K., Chau, J. P. C., &
Chang, A. M. (2005).Acute coronary syndromes: Cardiac rehabilitation programmes and quality
of life. Journal of Advanced Nursing,49, 591–599. http://doi.org/10.1111/j.1365-
2648.2004.03334.x