Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KOMUNIKASI DALAM KONTEKS SOSIAL BUDAYA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata

Komunikasi Dasar Keperawatan

Dosen Pengampu :

Ns.Yeni Suryaningsih S.Kep, M.Kep

Disusun Oleh :

Eko Prasetyo Susanto

2111011078

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kwhadirat tuhan yang maha esa atas segala limpahan rahmat dan
hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satuugas kuliah Komunikasi
Dasar Keperawatan.Makalah ini berisikan tentang informasi mengenai Komunikasi dalam
konteks social dan keanekaragaman budaya serta keyakinan,diharapkan makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua

Saya menyadari,sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya belum seberapa


dan masih banyak belajar dalam membentuk makalah.Oleh karna itu,saya sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar makalah ini menjadi lebih baik dan
berdaya guna. Hharapan saya,,mudah-mudahan makalah ini dapat berguna bagi sesama.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................i


DAFTAR ISI .................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ......................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................4
C. TUJUAN PENULISAN .....................................................................5
BAB II PEMBASHASAN
A. PENGERTIAN KOMUNIKASI DALAM JONTEKS SOSIAL .......6
B. FUNGSI KOMUNIKASI SOSIAL ...................................................7
C. KOMUNIKASI BUDAYA ................................................................8
D. FUNGSI-FUNGSI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA ..................9
E. KOMUNIKASI KEYAKINAN........................................................10
F. PERAN PEMERINTAH DAN MAHASISWA DALAM MENJAGA
KEANEKARAGAMAN BUDAYA.................................................11
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN .................................................................................12
B. SARAN .............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG

Keanekaragaman masyarakat dan sosial budaya Indonesia merupakan sebuah potensi


kekayaan yang harus dioptimalkan sehingga terasa manfaatnya. Oleh karena itu, potensi
tersebut perlu diwujudkan menjadi kekuatan riil sehingga mampu menjawab berbagai
tantangan kekinian yang ditunjukkan dengan melemahnya ketahanan budaya yang
berimplikasi pada menurunnya kebanggaan nasional. Untuk itu, sinergi segenap komponen
bangsa dalam melanjutkan pembangunan karakter bangsa (national and character building)
yang sudah dimulai sejak awal kemerdekaan perlu terus diperkuat sehingga memperkuat jati
diri bangsa dan mampu membentuk bangsa yang berkarakter, maju, dan berdaya saing.
Seiring dengan menguatnya persaingan arus lokal dan global dalam internalisasi nilai-nilai
baru, ketahanan budaya juga perlu semakin diperkuat sehingga memiliki kemampuan untuk
menumbuhsuburkan internalisasi berbagai nilai lokal dan global yang positif dan produktif.
Oleh sebab itu, upaya pengembangan kebudayaan diarahkan pada tujuan universal peradaban.

Bahasa merupakan salah satu ciri yang paling khas manusiawi yang membedakannya
dari makhluk- makhluk yang lain. Dari dulu di sadari bahwa bahasa adalah kunci utama
pengetahuan, memegang kunci utama berarti memegang kunci jendela dunia. Sebab sejuta
pengetahuan, seribu peradaban semuanya tercipta dan terbahasakan, bahkan sejarah tidak
akan terwujud jika tidak ada bahasa didunia . begitu juga dengan sosiolingistik yang
merupakan studi atau pembahasan dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai
anggota masyarakat, maka kami merasa sangat penting membahas bahasa dalam konteks
sosial. Karena kita ketahui bahwa, ada dua aspek yang mendasar dalam pengertian
masyarakat. Yang pertama ialah bahwa anggota-anggota suatu masyarakat hidup dan
berusaha bersama secara berkelompok-kelompok. Aspek yang kedua ialah bahwa anggota-
anggota dan kelompok-kelompok masyarakat dapat hidup bersama karena ada suatu
perangkat hukum dan adat kebiasaan yang mengatur kegiatan dan tindak laku mereka,
termasuk tindak laku berbahasa.

B.   RUMUSAN MASALAH

1.      Apa pengertian komunikasi dalam konteks social ?


2.      Apa pengertian komunikasi budaya ?
3.      Apa fungsi komunikasi social dan komunikasi budaya ?
4.      Bagaimana cara menjaga keanekaragaman budaya ?

C.    TUJUAN PENULISAN

1.      Mengetahui pengertian komunikasi dalam koneks social.


2.      Mengetahui pengertian komunikasi budaya.
3.      Mengetahui fungsi komunikasi social dan komunikasi budaya.
4.      Mengetahui cara menjaga keanekaragaman budaya.
BAB II
PEMBAHASAN
                                        
A.   Pengertian komunikasi dalam konteks social

Dalam kehidupannya, manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas komunikasi.


Manusia mungkin akan mati, atau setidaknya sengsara manakala dikucilkan sama sekali
sehingga ia tidak bisa melakukan komunikasi dengan dunia sekelilingnya. Oleh sebab itu
komunikasi merupakan tindakan manusia yang lahir dengan penuh kesadaran, bahkan secara
aktif manusia sengaja melahirkannya karena ada maksud atau tujuan tertentu.
Memang apabila manusia dibandingkan dengan mahluk hidup lainnya seperti hewan,
ia tidak akan hidup sendiri. Seekor anak ayam, walaupun tanpa induk, mampu mencari
makan sendiri. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Manusia tidak dikaruniai
Tuhan dengan alat-alat fisik yang cukup untuk hidup sendiri.
Dapat dikatakan bahwa didalam kehidupan komunikasi adalah persyaratan yang
utama dalam kehidupan manusia. Tidak ada manusia yang melepaskan hidupnya untuk
berkomuikasi antar sesama. Dengan seperti itu, komunikasi sosial sangat penting dalam
kehidupan manusia pada umumnya untuk membantunya berinteraksi dengan sesama, karena
manusia tercipta sebagai mahluk sosial.
Karena sifat manusia yang selalu berubah-ubah hingga kini belum dapat diselidiki dan
dianalisis secara tuntas hubungan antara unsur-unsur didalam masyarakat secara lebih
mendalam dan terorganisir

Bahasa Dalam Konteks Sosial (Peristiwa Tutur Dan Tindak Tutur )

Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan selalu
berinteraksi dengan sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia menggunakan bahasa
sebagai alat komunikasi sekaligus sebagai identitas kelompok. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan terbentuknya bagaian bahasa di dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang
menyebabkan berbeda dengan bahasa lainnya. 
Hubungan antara bahasa dengan konteks sosial tersebut dipelajari dalam bidang
Sosiolinguistik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Trudgill bahwa “Sosiolinguistik adalah
bagian linguistik yang berhubung kaitan dengan bahasa, fenomena bahasa dan budaya.
Bidang ini juga mengkaji fenomena masyarakat dan berhubung kaitan dengan bidang sain
sosial seperti Antropologi seperti sistem kerabat. Antropologi bisa juga melibatkan geografi
dan sosiologi serta psikologi sosial”.
Manakala, Fishman menyatakan bahwa Sosiolinguistik memiliki komponen utama
yaitu ciri-ciri bahasa dan fungsi bahasa. Fungsi bahasa dimaksud adalah fungsi sosial
(regulatory) yaitu untuk membentuk arahan dan fungsi interpersonal yaitu menjaga hubungan
baik serta fungsi imajinatif yaitu untuk menirukan alam fantasi serta fungsi emosi seperti
untuk mengungkapkan suasana hati seperti marah, sedih, gembira dan apresiasi.
Konteks sosial bahasa mempunyai kelas sosial (sosial class) yang mengacu kepada
golongan masyarakat yang mempunyai kesamaan tertentu dalam bidang kemasyarakatan
seperti ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kedudukan, kasta, dan sebagainya. Misalnya si A
adalah seorang bapak di keluarganya, yang juga berstatus sosial sebagai guru. Jika dia guru di
sekolah negeri , dia juga masuk ke dalam kelas pegawai negeri. Jika dia seorang sarjana, dia
bisa masuk kelas sosial golongan “terdidik”.
Kita melihat di Indonesia kelas sekelompok pejabat yang mempunyai kedudukan
tinggi. Tetapi ragam bahasanya justru nonbaku. Ragam bahasa mereka dapat dikenali dari
segi lafal mereka, yaitu akhiran - kan yang dilafalkan - ken. Jadi perbedaan atau
penggolongan kelompok masyarakat manusia tercermin dalam ragam bahasa golongan
masyarakat itu.
Tahun 1966, William Labov menerbitkan hasil penelitiannya yang luas tentang tutur
kota New York, berjudul The Social Stratification of English in New York City (lapisan
sosial Bahasa Inggris di Kota New York). Ia mengadakan wawancara yang direkam, tidak
dengan sejumlah kecil informan, hanya terdiri dari 340 orang. Dengan ini Lobov
memasukkan metode sosiologi ke dalam penelitiannya. Sosiologi menggunakan metode
pngukuran kuantitatif dengan jumlah besar, dan dengan metode sampling. 
Ada kaidah yang baku dalam bahasa Inggris. Jika subjek adalah kata ganti orang ke
tiga tunggal (she, he, it), predikat kata kerjanya harus menggunakan sifiks-s. kemudian
diadakan penelitian apakah ada hubungan antara kelompok sosial dengan gejala bahasa
ini. Penelitian diadakan di dua tempat, yaitu di Detroit (AS) dan di Norwich
(Inggris). Informannya meliputi berbagai tingkat kelas sosial, yaitu:
v  Kelas Menengah Tinggi (KMT)
v  Kelas Menengah Atas (KMA)
tidak diikuti Tanya jawab. Dalam komunikasi dua arah, secara berganti-ganti si
pengirim bisa menjadi penerima, dan penerima menjadi pangirim. Komunikasi dua arah ini
terjadi dalam rapat, perundingan, diskusi dan sebagainya. Sebagai alat komunikasi, bahasa itu
terdiri dari dua aspek yaitu:
a)      Aspek linguistic.
b)      Aspek nonlinguistik atau paralinguistik.
Kedua aspek itu bekerjasama dalam membangun komunikasi bahasa. Aspek linguistik
mencakup tataran fonologis, morfologis, dan sintaksis. Ketiga tataran ini mendukung
terbentuknya yang akan disampaikan, yaitu semantik (yang di dalamnya terdapat makna,
gagasan, idea atau konsep). Aspek paralinguistik mencakup: Kualitas ujaran, yaitu pola
ujaran seseorang seperti falsetto (suara tinggi), staccato (suara terputus-putus), dan
sebagainya.
Aspek linguistic dan paralinguistik berfungsi sebagai alat komunikasi, bersama-sama
dengan konteks situasi membentuk atau membangun situasi tertentu dalam proses
komunikasi.
Bahasa dalam konteks sosial mempunyai unsur supra segimental, yaitu tekanan
(stress), nada (pitch), dan intonasi, Jarak dan gerak-gerik tubuh, seperti gerakan tangan,
anggukan kepala, rabaan dan sebagainya. Rabaan, yakni yang berkenaan dengan indera
perasa (pada kulit).

B.    Fungsi komunikasi social

Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia bisa dipastikan akan
tersesat, karena ia tidak sempat menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial. Komunikasi
yang memungkin individu membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai
pantuan untuk menafsirkan, situasi apapun yang ia hadapi. Komunikasi pula yang
memungkinkannya mempelajari dan menerapkan strategi-strategi adaptif untuk mengatasi
situasi-situasi problematik yang ia masuki. Tanpa melibatkan diri dalam komunikasi,
seseorang tidak akan tahu bagaimana makan, minum, berbicar sebagai manusia dan
memperlakukan manusi lain secara beradap, karena cara-cara berprilaku tersebut harus
dipelajari lewat pengasuhan kluarga dan pergaulan dengan orang lain yang intinya adalah
komunikasi. Implasif adalah fungsi komunikasi sosial ini adalah fungsi komunikasi kultural.
Para ilmuan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu mempunyai hubungan timbal
balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi,
dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau
mewariskan budaya.
Fungsi komunikasi sosial bisa terbentuk dengan adanya pembentukan dari
dalam: pembentukan konsep diri, pernyataan eksistenssi diri dan untuk kelangsungan hidup,
memupuk hubungan & memperoleh kebahagiaan

C.   Komunikasi budaya

Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang


memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan
dari semua perbedaan ini. Menurut Stewart L. Tubbs,komunikasi antarbudaya
adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau
perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan
dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi. Hamid Mowlana
menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries.
Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari
berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Fred E. Jandt
mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang
yang berbeda budayanya.
Intercultural communication generally refers to face-to-face interaction among people of
diverse culture.
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya
adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia
dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya
komunikasi antarbudaya itu dilakukan:
1.Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang
membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang
dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti
ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan;
2.Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek yang
terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses
pemberian makna yang sama;
3.Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat
karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita;
4.Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari
kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan berbagai cara.

D.    Fungsi-Fungsi Komunikasi Antarbudaya


a.          Fungsi Pribadi

Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku


komunikasi yang bersumber dari seorang individu.
Pendeta Budha Jepang menyatakan identitas melalui baju yang dikenakan
 Menyatakan Identitas Sosial
Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang
digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan
berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui
identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul suku bangsa, agama, maupun
tingkat pendidikan seseorang.
 Menyatakan Integrasi Sosial
Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi,
antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur.
Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah memberikan makna yang sama
atas pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan. Dalam kasus komunikasi
antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya antar komunikator dengan komunikan, maka
integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi. Dan prinsip utama dalam proses
pertukaran pesan komunikasi antarbudaya adalah: saya memperlakukan anda sebagaimana
kebudayaan anda memperlakukan anda dan bukan sebagaimana yang saya kehendaki.
Dengan demikian komunikator dan komunikan dapat meningkatkan integrasi sosial atas
relasi mereka.
 Menambah Pengetahuan
Seringkali komunikasi antarpribadi maupun antarbudaya menambah pengetahuan bersama,
saling mempelajari kebudayaan masing-masing.

 Melepaskan Diri atau Jalan Keluar


Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan diri atau mencri
jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi. Pilihan komunikasi seperti itu kita
namakan komunikasi yang berfungsi menciptakan hubungan yang komplementer dan
hubungan yang simetris.
Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua pihak mempunyai perlaku yang berbeda.
Perilaku seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang lain. Dalam
hubungan komplementer, perbedaan di antara dua pihak dimaksimumkan. Sebaliknya
hubungan yang simetris dilakukan oleh dua orang yang saling bercermin pada perilaku
lainnya. Perilaku satu orang tercermin pada perilaku yang lainnya.

b.     Fungsi Sosial


 Pengawasan
Funsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi antarbudaya di antara
komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam
setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk
menginformasikan "perkembangan" tentang lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan
oleh media massa yang menyebarlusakan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi
disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.

 Menjembatani
Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua
orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di antara mereka. Fungsi
menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya
saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang
sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh pelbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi
massa.

 Sosialisasi Nilai
Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai
kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.
 Menghibur
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya. Misalnya
menonton tarian hula-hula dan "Hawaian" di taman kota yang terletak di
depan Honolulu Zaw, Honolulu, Hawai. Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan
antarbudaya.

E.    Komunikasi Keyakinan
 Keyakinan agama dan Keyakinan Spiritual adalah bagian integral dari keyakinan budaya
seseorang dan dapat memperngaruhi keyakinan klien mengenai penyebab penyakit, praktek
penyembuhan, dan pilihan tabib atau pemberi perawatan kesehatan.
Keyakian spiritual dan agama dapat menjadi sumber kekuatan dan kenyamanan bagi klien.
Perawat yang memiliki keyakinan yang sama dengan kliennya cenderung lebih mudah
memahami dan mengambil tindakan untuk menangani kliennya.
Perawat professional harus bisa memahami,mengantisipasi dan mengambil tindakan
yangtepat terhadap klien yang berbeda keyakinanterhadap perawat tersebut.Contoh : Klien
yang menolak memakan dagingdikarenakan oleh keyakinan yang dimiliki
olehagamanya.Perawat harus mengambil tindakan yang tepatbagaimana cara membujuk
pasien tersebut untukmemakan daging tersebut.Misalnya diberikan penjelasan yang
kuatmengenai alasan kenapa pasien tersebut harusmakan daging.

F.    Peran pemerintah dan mahasiswa dalam menjaga keanekaragaman budaya

·        Peran pemerintah menjaga keanekaragaman budaya

Sesungguhnya peran pemerintah dalam konteks menjaga keanekaragaman


kebudayaan adalah sangat penting. Dalam konteks ini pemerintah berfungsi sebagai
pengayom dan pelindung bagi warganya, sekaligus sebagai penjaga tata hubungan interaksi
antar kelompok-kelompok kebudayaan yang ada di Indonesia. Namun sayangnya pemerintah
yang kita anggap sebagai pengayom dan pelindung, dilain sisi ternyata tidak mampu untuk
memberikan ruang yang cukup bagi semua kelompok-kelompok yang hidup di Indonesia.
Misalnya bagaimana pemerintah dulunya tidak memberikan ruang bagi kelompok-kelompok
sukubangsa asli minoritas untuk berkembang sesuai dengan kebudayaannya. Kebudayaan-
kebudayaan yang berkembang sesuai dengan sukubangsa ternyata tidak dianggap serius oleh
pemerintah. Kebudayaan-kebudayaan kelompok sukubangsa minoritas tersebut telah
tergantikan oleh kebudayaan daerah dominant setempat, sehingga membuat kebudayaan
kelompok sukubangsa asli minoritas menjadi tersingkir. Contoh lain yang cukup menonjol
adalah bagaimana misalnya karya-karya seni hasil kebudayaan dulunya dipandang dalam
prespektif kepentingan pemerintah. Pemerintah menentukan baik buruknya suatu produk
kebudayaan berdasarkan kepentingannya. Implikasi yang kuat dari politik kebudayaan yang
dilakukan pada masa lalu (masa Orde Baru) adalah penyeragaman kebudayaan untuk menjadi
“Indonesia”. Dalam artian bukan menghargai perbedaan yang tumbuh dan berkembang
secara natural, namun dimatikan sedemikian rupa untuk menjadi sama dengan identitas
kebudayaan yang disebut sebagai ”kebudayaan nasional Indonesia”. Dalam konteks ini
proses penyeragaman kebudayaan kemudian menyebabkan kebudayaan yang berkembang di
masyarakat, termasuk didalamnya kebudayaan kelompok sukubangsa asli dan kelompok
marginal, menjadi terbelakang dan tersudut. Seperti misalnya dengan penyeragaman bentuk
birokrasi yang ada ditingkat desa untuk semua daerah di Indonesia sesuai dengan bentuk desa
yang ada di Jawa sehingga menyebabkan hilangnya otoritas adat yang ada dalam kebudayaan
daerah.
Tidak dipungkiri proses peminggiran kebudayaan kelompok yang terjadi diatas tidak
lepas dengan konsep yang disebut sebagai kebudayaan nasional, dimana ini juga berkaitan
dengan arah politik kebudayaan nasional ketika itu. Keberadaan kebudayaan nasional
sesungguhnya adalah suatu konsep yang sifatnya umum dan biasa ada dalam konteks sejarah
negara modern dimana ia digunakan oleh negara untuk memperkuat rasa kebersamaan
masyarakatnya yang beragam dan berasal dari latar belakang kebudayaan yang berbeda.
Akan tetapi dalam perjalanannya, pemerintah kemudian memperkuat batas-batas kebudayaan
nasionalnya dengan menggunakan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan militer yang
dimilikinya. Keadaan ini terjadi berkaitan dengan gagasan yang melihat bahwa usaha-usaha
untuk membentuk suatu kebudayaan nasional adalah juga suatu upaya untuk mencari
letigimasi ideologi demi memantapkan peran pemerintah dihadapan warganya. Tidak
mengherankan kemudian, jika yang nampak dipermukaan adalah gejala bagaimana
pemerintah menggunakan segala daya upaya kekuatan politik dan pendekatan kekuasaannya
untuk ”mematikan” kebudayaan-kebudayaan local yang ada didaerah atau kelompok-
kelompok pinggiran, dimana kebudayaan-kebudayaan tersebut dianggap tidak sesuai dengan
kebudayaan nasional.
Setelah reformasi 1998, muncul kesadaran baru tentang bagaimana menyikapi
perbedaan dan keanekaragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Yaitu kesadaran untuk
membangun masyarakat Indonesia yang sifatnya multibudaya, dimana acuan utama bagi
terwujudnya masyarakat Indonesia yang multibudaya adalah multibudayaisme, yaitu sebuah
ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara
individual maupun secara kebudayaan (Suparlan,1999). Dalam model multikultural ini,
sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) dilihat sebagai
mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang
coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari
masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang
lebih besar, yang mempunyai kebudayaan yang seperti sebuah mosaik tersebut. Model
multibudayaisme ini sebenarnya telah digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa
Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan sebagai kebudayaan bangsa, sebagaimana
yang terungkap dalam penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi: “kebudayaan bangsa
(Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah”.
Sebagai suatu ideologi, multikultural harus didukung dengan sistem infrastuktur
demokrasi yang kuat serta didukung oleh kemampuan aparatus pemerintah yang mumpuni
karena kunci multibudayaisme adalah kesamaan di depan hukum. Negara dalam hal ini
berfungsi sebagai fasilitator sekaligus penjaga pola interaksi antar kebudayaan kelompok
untuk tetap seimbang antara kepentingan pusat dan daerah, kuncinya adalah pengelolaan
pemerintah pada keseimbangan antara dua titik ekstrim lokalitas dan sentralitas. Seperti
misalnya kasus Papua dimana oleh pemerintah dibiarkan menjadi berkembang dengan
kebudayaan Papuanya, namun secara ekonomi dilakukan pembagian kue ekonomi yang adil.
Dalam konteks waktu, produk atau hasil kebudayaan dapat dilihat dalam 2 prespekif yaitu
kebudayaan yang berlaku pada saat ini dan tinggalan atau produk kebudayaan pada masa
lampau.

·        Peran mahasiswa dalam kebudayaan

Kita sebagai seorang mahasiswa yang aktif dan kreatif tentunya tidak ingin
kebudayaan kita menjadi pudar bahkan lenyap karena pengaruh dari budaya-budaya
luar.Mahasiswa memiliki kedudukan dan peranan penting dalam pelestarian seni dan budaya
daerah. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa mahasiswa merupakan anak bangsa yang menjadi
penerus kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia.
Sebagai intelektual muda yang kelak menjadi pemimpin-pemimpin bangsa, pada mereka
harus bersemayam suatu kesadaran kultural sehingga keberlanjutan negara bangsa Indonesia
dapat dipertahankan. Pembentukan kesadaran kultural mahasiswa antara lain dapat dilakukan
dengan pengoptimalan peran mereka dalam pelestarian seni dan budaya daerah.

Optimalisasi peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah dapat
dilakukan melalui dua jalur, yaitu intrakurikuler dan ekstrakulikuler. Jalur Intrakurikuler
dilakukan dengan menjadikan seni dan budaya daerah sebagai substansi mata kuliah;
sedangkan jalur ekstrakurikuler dapat dilakukan melalui pemanfaatan unit kegiatan
mahasiswa (UKM) kesenian dan keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan seni dan
budaya yang diselenggarakan oleh berbagai pihak untuk pelestarian seni dan budaya daerah.
BAB III
PENUTUP

A.             KESIMPULAN

Dalam kehidupannya, manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas komunikasi.


Manusia mungkin akan mati, atau setidaknya sengsara manakala dikucilkan sama sekali
sehingga ia tidak bisa melakukan komunikasi dengan dunia sekelilingnya. Oleh sebab itu
komunikasi merupakan tindakan manusia yang lahir dengan penuh kesadaran, bahkan secara
aktif manusia sengaja melahirkannya karena ada maksud atau tujuan tertentu.

Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan selalu
berinteraksi dengan sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia menggunakan bahasa
sebagai alat komunikasi sekaligus sebagai identitas kelompok. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan terbentuknya bagaian bahasa di dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang
menyebabkan berbeda dengan bahasa lainnya. 

B.                    SARAN

Komunikasi sangatlah penting dalam setiap konteks kehidupan manusia. Sebagai


perawat,kita sudah semestinya mempelajari dan memahami berbagai macam komunikasi
dalam konteks-konteks yang berbeda sehingga memudahkan kita dalam melakukan tindakan
keperawatan yang benar dan tepat terhadap pasien. Dengan telah mengetahui peran
komunikasi secara tidak langsung melalui pembelajaran ini yaitu konsep komunikasi dalam
konteks sosial,dan budaya, serta keyakinan.
DAFTAR PUSTAKA

 http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_sosial
      Mulyana Deddy, M.A., Ph.D. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2009
      King Larry dan Gilbert Bill. Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, Dimana Saja.
Jakarta: gramedia Pustaka Utama. 2000
      Jallaludi Rakhmat, Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya, 1985
  http://www.slideshare.net/theshizuka11/komunikasi-14456357
 Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. “Sosiolinguisitik Perkenalan Awal”.
http://tiuii.ngeblogs.com/2009/10/23/peran-budaya-lokal-memperkokoh-ketahanan-budaya-
bangsa-2/
http://staff.undip.ac.id/sastra/dhanang/2009/07/23/peningkatan-kualitas-pembelajaran-
sejarah-dan/
http://rendhi.wordpress.com/makalah-pengaruh-globalisasi-terhadap-eksistensi-kebudayaan-
daerah/
/Keragaman Budaya Indonesia « Tijok’s Weblog isbde.htm
file:///G:/isbdti.htm
file:///G:/artikel.phpisbd.htm

Anda mungkin juga menyukai