Anda di halaman 1dari 14

Natasya

Sabtu, 19 September 2015

MAKALAH KOMUNIKASI DALAM KONTEKS SOSIAL DAN


KEANEKARAGAMAN BUDAYA SERTA KEYAKINAN

MAKALAH
ILMU KEPERAWATAN DASAR II (IKD II)

KOMUNIKASI DALAM KONTEKS SOSIAL DAN KEANEKARAGAMAN BUDAYA


SERTA KEYAKINAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Dasar
Keperawatan II ( IKD II). Makalah ini berisikan tentang informasi mengenai Komunikasi dalam
konteks social dan keanekaragaman budaya serta keyakinan, diharapkan makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua.

Dalam menyelesaikan makalah ini, banyak kesulitan yang saya hadapi. Namun berkat
bimbingan dari Dosen, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Saya menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya belum seberapa dan
masih banyak belajar dalam membuat makalah. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang positif agar makalah ini menjadi lebih baik dan berdaya guna.
Harapan saya, mudah-mudahan makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………………………………...…………… i
Halaman Pengesahan …………………………………………………………………………ii
Kata Pengantar…………………………………………………………………...…….… ….iii
Daftar Isi…………………………………………………………………………...…………iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………………….. 5
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………. 6
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………….………..… 6

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Komunikasi dalam Konteks Social…………………………………….7
B. Fungsi Komunikasi Social………………………………………………………….9
C. Komunikasi Budaya …………………………………………………………..…..10
D. Fungsi-fungsi Komunikasi antar Budaya…………………………………………11
E. Komunikasi Keyakinan…………………………………………………….. …….12
F. Peran Pemerintah dan Mahasiswa dalam Menjaga Keanekaragaman Budaya……12

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan...………………………………………………………………...…… 16
B. Saran…….………………………………………………………………………… 16
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………... 17
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keanekaragaman masyarakat dan sosial budaya Indonesia merupakan sebuah potensi
kekayaan yang harus dioptimalkan sehingga terasa manfaatnya. Oleh karena itu, potensi tersebut
perlu diwujudkan menjadi kekuatan riil sehingga mampu menjawab berbagai tantangan kekinian
yang ditunjukkan dengan melemahnya ketahanan budaya yang berimplikasi pada menurunnya
kebanggaan nasional. Untuk itu, sinergi segenap komponen bangsa dalam melanjutkan
pembangunan karakter bangsa (national and character building) yang sudah dimulai sejak awal
kemerdekaan perlu terus diperkuat sehingga memperkuat jati diri bangsa dan mampu
membentuk bangsa yang berkarakter, maju, dan berdaya saing. Seiring dengan menguatnya
persaingan arus lokal dan global dalam internalisasi nilai-nilai baru, ketahanan budaya juga perlu
semakin diperkuat sehingga memiliki kemampuan untuk menumbuhsuburkan internalisasi
berbagai nilai lokal dan global yang positif dan produktif. Oleh sebab itu, upaya pengembangan
kebudayaan diarahkan pada tujuan universal peradaban.

Bahasa merupakan salah satu ciri yang paling khas manusiawi yang membedakannya dari
makhluk- makhluk yang lain. Dari dulu di sadari bahwa bahasa adalah kunci utama pengetahuan,
memegang kunci utama berarti memegang kunci jendela dunia. Sebab sejuta pengetahuan, seribu
peradaban semuanya tercipta dan terbahasakan, bahkan sejarah tidak akan terwujud jika tidak
ada bahasa didunia . begitu juga dengan sosiolingistik yang merupakan studi atau pembahasan
dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat, maka kami
merasa sangat penting membahas bahasa dalam konteks sosial. Karena kita ketahui bahwa, ada
dua aspek yang mendasar dalam pengertian masyarakat. Yang pertama ialah bahwa anggota-
anggota suatu masyarakat hidup dan berusaha bersama secara berkelompok-kelompok. Aspek
yang kedua ialah bahwa anggota-anggota dan kelompok-kelompok masyarakat dapat hidup
bersama karena ada suatu perangkat hukum dan adat kebiasaan yang mengatur kegiatan dan
tindak laku mereka, termasuk tindak laku berbahasa.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian komunikasi dalam konteks social ?
2. Apa pengertian komunikasi budaya ?
3. Apa fungsi komunikasi social dan komunikasi budaya ?
4. Bagaimana cara menjaga keanekaragaman budaya ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui pengertian komunikasi dalam koneks social.
2. Mengetahui pengertian komunikasi budaya.
3. Mengetahui fungsi komunikasi social dan komunikasi budaya.
4. Mengetahui cara menjaga keanekaragaman budaya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian komunikasi dalam konteks social

Dalam kehidupannya, manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas komunikasi. Manusia


mungkin akan mati, atau setidaknya sengsara manakala dikucilkan sama sekali sehingga ia tidak
bisa melakukan komunikasi dengan dunia sekelilingnya. Oleh sebab itu komunikasi merupakan
tindakan manusia yang lahir dengan penuh kesadaran, bahkan secara aktif manusia sengaja
melahirkannya karena ada maksud atau tujuan tertentu.
Memang apabila manusia dibandingkan dengan mahluk hidup lainnya seperti hewan, ia
tidak akan hidup sendiri. Seekor anak ayam, walaupun tanpa induk, mampu mencari makan
sendiri. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Manusia tidak dikaruniai Tuhan dengan
alat-alat fisik yang cukup untuk hidup sendiri.
Dapat dikatakan bahwa didalam kehidupan komunikasi adalah persyaratan yang utama
dalam kehidupan manusia. Tidak ada manusia yang melepaskan hidupnya untuk berkomuikasi
antar sesama. Dengan seperti itu, komunikasi sosial sangat penting dalam kehidupan manusia
pada umumnya untuk membantunya berinteraksi dengan sesama, karena manusia tercipta
sebagai mahluk sosial.
Karena sifat manusia yang selalu berubah-ubah hingga kini belum dapat diselidiki dan
dianalisis secara tuntas hubungan antara unsur-unsur didalam masyarakat secara lebih mendalam
dan terorganisir

Bahasa Dalam Konteks Sosial (Peristiwa Tutur Dan Tindak Tutur )

Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan selalu
berinteraksi dengan sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia menggunakan bahasa sebagai
alat komunikasi sekaligus sebagai identitas kelompok. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
terbentuknya bagaian bahasa di dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang menyebabkan
berbeda dengan bahasa lainnya.
Hubungan antara bahasa dengan konteks sosial tersebut dipelajari dalam bidang
Sosiolinguistik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Trudgill bahwa “Sosiolinguistik adalah
bagian linguistik yang berhubung kaitan dengan bahasa, fenomena bahasa dan budaya. Bidang ini
juga mengkaji fenomena masyarakat dan berhubung kaitan dengan bidang sain sosial seperti
Antropologi seperti sistem kerabat. Antropologi bisa juga melibatkan geografi dan sosiologi serta
psikologi sosial”.
Manakala, Fishman menyatakan bahwa Sosiolinguistik memiliki komponen utama yaitu
ciri-ciri bahasa dan fungsi bahasa. Fungsi bahasa dimaksud adalah fungsi sosial (regulatory) yaitu
untuk membentuk arahan dan fungsi interpersonal yaitu menjaga hubungan baik serta fungsi
imajinatif yaitu untuk menirukan alam fantasi serta fungsi emosi seperti untuk mengungkapkan
suasana hati seperti marah, sedih, gembira dan apresiasi.
Konteks sosial bahasa mempunyai kelas sosial (sosial class) yang mengacu kepada
golongan masyarakat yang mempunyai kesamaan tertentu dalam bidang kemasyarakatan seperti
ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kedudukan, kasta, dan sebagainya. Misalnya si A adalah seorang
bapak di keluarganya, yang juga berstatus sosial sebagai guru. Jika dia guru di sekolah negeri , dia
juga masuk ke dalam kelas pegawai negeri. Jika dia seorang sarjana, dia bisa masuk kelas sosial
golongan “terdidik”.
Kita melihat di Indonesia kelas sekelompok pejabat yang mempunyai kedudukan tinggi.
Tetapi ragam bahasanya justru nonbaku. Ragam bahasa mereka dapat dikenali dari segi lafal
mereka, yaitu akhiran - kan yang dilafalkan - ken. Jadi perbedaan atau penggolongan kelompok
masyarakat manusia tercermin dalam ragam bahasa golongan masyarakat itu.
Tahun 1966, William Labov menerbitkan hasil penelitiannya yang luas tentang tutur kota
New York, berjudul The Social Stratification of English in New York City (lapisan sosial Bahasa
Inggris di Kota New York). Ia mengadakan wawancara yang direkam, tidak dengan sejumlah kecil
informan, hanya terdiri dari 340 orang. Dengan ini Lobov memasukkan metode sosiologi ke dalam
penelitiannya. Sosiologi menggunakan metode pngukuran kuantitatif dengan jumlah besar, dan
dengan metode sampling.
Ada kaidah yang baku dalam bahasa Inggris. Jika subjek adalah kata ganti orang ke tiga
tunggal (she, he, it), predikat kata kerjanya harus menggunakan sifiks-s. kemudian diadakan
penelitian apakah ada hubungan antara kelompok sosial dengan gejala bahasa ini.Penelitian
diadakan di dua tempat, yaitu di Detroit (AS) dan di Norwich (Inggris).Informannya meliputi
berbagai tingkat kelas sosial, yaitu:
 Kelas Menengah Tinggi (KMT)
 Kelas Menengah Atas (KMA)
tidak diikuti Tanya jawab. Dalam komunikasi dua arah, secara berganti-ganti si pengirim
bisa menjadi penerima, dan penerima menjadi pangirim. Komunikasi dua arah ini terjadi dalam
rapat, perundingan, diskusi dan sebagainya. Sebagai alat komunikasi, bahasa itu terdiri dari dua
aspek yaitu:
a) Aspek linguistic.
b) Aspek nonlinguistik atau paralinguistik.
Kedua aspek itu bekerjasama dalam membangun komunikasi bahasa. Aspek linguistik
mencakup tataran fonologis, morfologis, dan sintaksis. Ketiga tataran ini mendukung terbentuknya
yang akan disampaikan, yaitu semantik (yang di dalamnya terdapat makna, gagasan, idea atau
konsep). Aspek paralinguistik mencakup: Kualitas ujaran, yaitu pola ujaran seseorang seperti
falsetto (suara tinggi), staccato (suara terputus-putus), dan sebagainya.
Aspek linguistic dan paralinguistik berfungsi sebagai alat komunikasi, bersama-sama
dengan konteks situasi membentuk atau membangun situasi tertentu dalam proses komunikasi.
Bahasa dalam konteks sosial mempunyai unsur supra segimental, yaitu tekanan (stress),
nada (pitch), dan intonasi, Jarak dan gerak-gerik tubuh, seperti gerakan tangan, anggukan kepala,
rabaan dan sebagainya. Rabaan, yakni yang berkenaan dengan indera perasa (pada kulit).

B. Fungsi komunikasi social


Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia bisa dipastikan akan tersesat,
karena ia tidak sempat menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial. Komunikasi yang
memungkin individu membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai pantuan
untuk menafsirkan, situasi apapun yang ia hadapi. Komunikasi pula yang memungkinkannya
mempelajari dan menerapkan strategi-strategi adaptif untuk mengatasi situasi-situasi problematik
yang ia masuki. Tanpa melibatkan diri dalam komunikasi, seseorang tidak akan tahu bagaimana
makan, minum, berbicar sebagai manusia dan memperlakukan manusi lain secara beradap,
karena cara-cara berprilaku tersebut harus dipelajari lewat pengasuhan kluarga dan pergaulan
dengan orang lain yang intinya adalah komunikasi. Implasif adalah fungsi komunikasi sosial ini
adalah fungsi komunikasi kultural. Para ilmuan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi
itu mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi
bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan,
memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya.
Fungsi komunikasi sosial bisa terbentuk dengan adanya pembentukan dari
dalam:pembentukan konsep diri, pernyataan eksistenssi diri dan untuk kelangsungan hidup,
memupuk hubungan & memperoleh kebahagiaan

C. Komunikasi budaya
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang
memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari
semua perbedaan ini. Menurut Stewart L. Tubbs,komunikasi antarbudaya
adalahkomunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau
perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan
dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi. Hamid Mowlana
menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries.
Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai
negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan
komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda
budayanya.
Intercultural communication generally refers to face-to-face interaction among people of diverse
culture.
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah
proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan
membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya komunikasi
antarbudaya itu dilakukan:
1. Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya
yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang
dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke
dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan;
2. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek
yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam
proses pemberian makna yang sama;
3. Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat
karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita;
4. Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari
kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan berbagai cara.

D. Fungsi-Fungsi Komunikasi Antarbudaya

a. Fungsi Pribadi

Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi
yang bersumber dari seorang individu.
Pendeta Budha Jepang menyatakan identitas melalui baju yang dikenakan
 Menyatakan Identitas Sosial
Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang
digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan
berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui
identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul suku bangsa, agama, maupun
tingkat pendidikan seseorang.
 Menyatakan Integrasi Sosial
Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi,
antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Perlu
dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah memberikan makna yang sama atas pesan
yang dibagi antara komunikator dan komunikan. Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang
melibatkan perbedaan budaya antar komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial
merupakan tujuan utama komunikasi. Dan prinsip utama dalam proses pertukaran pesan
komunikasi antarbudaya adalah: saya memperlakukan anda sebagaimana kebudayaan anda
memperlakukan anda dan bukan sebagaimana yang saya kehendaki. Dengan demikian
komunikator dan komunikan dapat meningkatkan integrasi sosial atas relasi mereka.
 Menambah Pengetahuan
Seringkali komunikasi antarpribadi maupun antarbudaya menambah pengetahuan bersama, saling
mempelajari kebudayaan masing-masing.

 Melepaskan Diri atau Jalan Keluar


Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan diri atau mencri jalan
keluar atas masalah yang sedang kita hadapi. Pilihan komunikasi seperti itu kita namakan
komunikasi yang berfungsi menciptakan hubungan yang komplementer dan hubungan
yang simetris.
Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua pihak mempunyai perlaku yang berbeda.
Perilaku seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang lain. Dalam
hubungan komplementer, perbedaan di antara dua pihak dimaksimumkan. Sebaliknya hubungan
yang simetris dilakukan oleh dua orang yang saling bercermin pada perilaku lainnya. Perilaku satu
orang tercermin pada perilaku yang lainnya.

b. Fungsi Sosial
 Pengawasan
Funsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi antarbudaya di antara
komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap
proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan "perkembangan"
tentang lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarlusakan
secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi
dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.

 Menjembatani
Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang
yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di antara mereka. Fungsi
menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling
menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi
ini dijalankan pula oleh pelbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa.

 Sosialisasi Nilai
Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai
kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.
 Menghibur
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya. Misalnya
menonton tarian hula-hula dan "Hawaian" di taman kota yang terletak di
depan Honolulu Zaw, Honolulu, Hawai. Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan
antarbudaya.

E. Komunikasi Keyakinan
Keyakinan agama dan Keyakinan Spiritual adalah bagian integral dari keyakinan budaya
seseorang dan dapat memperngaruhi keyakinan klien mengenai penyebab penyakit, praktek
penyembuhan, dan pilihan tabib atau pemberi perawatan kesehatan.
Keyakian spiritual dan agama dapat menjadi sumber kekuatan dan kenyamanan bagi klien.
Perawat yang memiliki keyakinan yang sama dengan kliennya cenderung lebih mudah
memahami dan mengambil tindakan untuk menangani kliennya.
Perawat professional harus bisa memahami,mengantisipasi dan mengambil tindakan yangtepat
terhadap klien yang berbeda keyakinanterhadap perawat tersebut.Contoh : Klien yang menolak
memakan dagingdikarenakan oleh keyakinan yang dimiliki olehagamanya.Perawat harus
mengambil tindakan yang tepatbagaimana cara membujuk pasien tersebut untukmemakan daging
tersebut.Misalnya diberikan penjelasan yang kuatmengenai alasan kenapa pasien tersebut
harusmakan daging.

F. Peran pemerintah dan mahasiswa dalam menjaga keanekaragaman budaya

 Peran pemerintah menjaga keanekaragaman budaya


Sesungguhnya peran pemerintah dalam konteks menjaga keanekaragaman kebudayaan
adalah sangat penting. Dalam konteks ini pemerintah berfungsi sebagai pengayom dan pelindung
bagi warganya, sekaligus sebagai penjaga tata hubungan interaksi antar kelompok-kelompok
kebudayaan yang ada di Indonesia. Namun sayangnya pemerintah yang kita anggap sebagai
pengayom dan pelindung, dilain sisi ternyata tidak mampu untuk memberikan ruang yang cukup
bagi semua kelompok-kelompok yang hidup di Indonesia. Misalnya bagaimana pemerintah
dulunya tidak memberikan ruang bagi kelompok-kelompok sukubangsa asli minoritas untuk
berkembang sesuai dengan kebudayaannya. Kebudayaan-kebudayaan yang berkembang sesuai
dengan sukubangsa ternyata tidak dianggap serius oleh pemerintah. Kebudayaan-kebudayaan
kelompok sukubangsa minoritas tersebut telah tergantikan oleh kebudayaan daerah dominant
setempat, sehingga membuat kebudayaan kelompok sukubangsa asli minoritas menjadi tersingkir.
Contoh lain yang cukup menonjol adalah bagaimana misalnya karya-karya seni hasil kebudayaan
dulunya dipandang dalam prespektif kepentingan pemerintah. Pemerintah menentukan baik
buruknya suatu produk kebudayaan berdasarkan kepentingannya. Implikasi yang kuat dari politik
kebudayaan yang dilakukan pada masa lalu (masa Orde Baru) adalah penyeragaman kebudayaan
untuk menjadi “Indonesia”. Dalam artian bukan menghargai perbedaan yang tumbuh dan
berkembang secara natural, namun dimatikan sedemikian rupa untuk menjadi sama dengan
identitas kebudayaan yang disebut sebagai ”kebudayaan nasional Indonesia”. Dalam konteks ini
proses penyeragaman kebudayaan kemudian menyebabkan kebudayaan yang berkembang di
masyarakat, termasuk didalamnya kebudayaan kelompok sukubangsa asli dan kelompok marginal,
menjadi terbelakang dan tersudut. Seperti misalnya dengan penyeragaman bentuk birokrasi yang
ada ditingkat desa untuk semua daerah di Indonesia sesuai dengan bentuk desa yang ada di Jawa
sehingga menyebabkan hilangnya otoritas adat yang ada dalam kebudayaan daerah.
Tidak dipungkiri proses peminggiran kebudayaan kelompok yang terjadi diatas tidak lepas
dengan konsep yang disebut sebagai kebudayaan nasional, dimana ini juga berkaitan dengan arah
politik kebudayaan nasional ketika itu. Keberadaan kebudayaan nasional sesungguhnya adalah
suatu konsep yang sifatnya umum dan biasa ada dalam konteks sejarah negara modern dimana ia
digunakan oleh negara untuk memperkuat rasa kebersamaan masyarakatnya yang beragam dan
berasal dari latar belakang kebudayaan yang berbeda. Akan tetapi dalam perjalanannya,
pemerintah kemudian memperkuat batas-batas kebudayaan nasionalnya dengan menggunakan
kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan militer yang dimilikinya. Keadaan ini terjadi berkaitan
dengan gagasan yang melihat bahwa usaha-usaha untuk membentuk suatu kebudayaan nasional
adalah juga suatu upaya untuk mencari letigimasi ideologi demi memantapkan peran pemerintah
dihadapan warganya. Tidak mengherankan kemudian, jika yang nampak dipermukaan adalah
gejala bagaimana pemerintah menggunakan segala daya upaya kekuatan politik dan pendekatan
kekuasaannya untuk ”mematikan” kebudayaan-kebudayaan local yang ada didaerah atau
kelompok-kelompok pinggiran, dimana kebudayaan-kebudayaan tersebut dianggap tidak sesuai
dengan kebudayaan nasional.
Setelah reformasi 1998, muncul kesadaran baru tentang bagaimana menyikapi perbedaan
dan keanekaragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Yaitu kesadaran untuk membangun
masyarakat Indonesia yang sifatnya multibudaya, dimana acuan utama bagi terwujudnya
masyarakat Indonesia yang multibudaya adalah multibudayaisme, yaitu sebuah ideologi yang
mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun
secara kebudayaan (Suparlan,1999). Dalam model multikultural ini, sebuah masyarakat (termasuk
juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) dilihat sebagai mempunyai sebuah kebudayaan yang
berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik
tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk
terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan yang seperti sebuah
mosaik tersebut. Model multibudayaisme ini sebenarnya telah digunakan sebagai acuan oleh para
pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan sebagai kebudayaan bangsa,
sebagaimana yang terungkap dalam penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi: “kebudayaan
bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah”.
Sebagai suatu ideologi, multikultural harus didukung dengan sistem infrastuktur demokrasi
yang kuat serta didukung oleh kemampuan aparatus pemerintah yang mumpuni karena kunci
multibudayaisme adalah kesamaan di depan hukum. Negara dalam hal ini berfungsi sebagai
fasilitator sekaligus penjaga pola interaksi antar kebudayaan kelompok untuk tetap seimbang
antara kepentingan pusat dan daerah, kuncinya adalah pengelolaan pemerintah pada keseimbangan
antara dua titik ekstrim lokalitas dan sentralitas. Seperti misalnya kasus Papua dimana oleh
pemerintah dibiarkan menjadi berkembang dengan kebudayaan Papuanya, namun secara ekonomi
dilakukan pembagian kue ekonomi yang adil. Dalam konteks waktu, produk atau hasil kebudayaan
dapat dilihat dalam 2 prespekif yaitu kebudayaan yang berlaku pada saat ini dan tinggalan atau
produk kebudayaan pada masa lampau.

 Peran mahasiswa dalam kebudayaan

Kita sebagai seorang mahasiswa yang aktif dan kreatif tentunya tidak ingin kebudayaan
kita menjadi pudar bahkan lenyap karena pengaruh dari budaya-budaya luar.Mahasiswa memiliki
kedudukan dan peranan penting dalam pelestarian seni dan budaya daerah. Hal ini didasari oleh
asumsi bahwa mahasiswa merupakan anak bangsa yang menjadi penerus kelangsungan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia. Sebagai intelektual muda yang kelak menjadi
pemimpin-pemimpin bangsa, pada mereka harus bersemayam suatu kesadaran kultural sehingga
keberlanjutan negara bangsa Indonesia dapat dipertahankan. Pembentukan kesadaran kultural
mahasiswa antara lain dapat dilakukan dengan pengoptimalan peran mereka dalam pelestarian seni
dan budaya daerah.

Optimalisasi peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah dapat dilakukan
melalui dua jalur, yaitu intrakurikuler dan ekstrakulikuler. Jalur Intrakurikuler dilakukan dengan
menjadikan seni dan budaya daerah sebagai substansi mata kuliah; sedangkan jalur ekstrakurikuler
dapat dilakukan melalui pemanfaatan unit kegiatan mahasiswa (UKM) kesenian dan keikutsertaan
mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan seni dan budaya yang diselenggarakan oleh berbagai pihak
untuk pelestarian seni dan budaya daerah.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam kehidupannya, manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas komunikasi. Manusia


mungkin akan mati, atau setidaknya sengsara manakala dikucilkan sama sekali sehingga ia tidak
bisa melakukan komunikasi dengan dunia sekelilingnya. Oleh sebab itu komunikasi merupakan
tindakan manusia yang lahir dengan penuh kesadaran, bahkan secara aktif manusia sengaja
melahirkannya karena ada maksud atau tujuan tertentu.

Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan selalu
berinteraksi dengan sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia menggunakan bahasa sebagai
alat komunikasi sekaligus sebagai identitas kelompok. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
terbentuknya bagaian bahasa di dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang menyebabkan
berbeda dengan bahasa lainnya.

B. SARAN

Komunikasi sangatlah penting dalam setiap konteks kehidupan manusia. Sebagai


perawat,kita sudah semestinya mempelajari dan memahami berbagai macam komunikasi dalam
konteks-konteks yang berbeda sehingga memudahkan kita dalam melakukan tindakan
keperawatan yang benar dan tepat terhadap pasien. Dengan telah mengetahui peran komunikasi
secara tidak langsung melalui pembelajaran ini yaitu konsep komunikasi dalam konteks sosial,dan
budaya, serta keyakinan.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_sosial
Mulyana Deddy, M.A., Ph.D. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
2009
King Larry dan Gilbert Bill. Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, Dimana Saja.
Jakarta: gramedia Pustaka Utama. 2000
Jallaludi Rakhmat, Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya, 1985
http://www.slideshare.net/theshizuka11/komunikasi-14456357
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. “Sosiolinguisitik Perkenalan Awal”.
http://tiuii.ngeblogs.com/2009/10/23/peran-budaya-lokal-memperkokoh-ketahanan-budaya-
bangsa-2/
http://staff.undip.ac.id/sastra/dhanang/2009/07/23/peningkatan-kualitas-pembelajaran-sejarah-
dan/
http://rendhi.wordpress.com/makalah-pengaruh-globalisasi-terhadap-eksistensi-kebudayaan-
daerah/
/Keragaman Budaya Indonesia « Tijok’s Weblog isbde.htm
file:///G:/isbdti.htm
file:///G:/artikel.phpisbd.htm

Diposting oleh Natasya Salmayanti di 21.16


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
1 komentar:

1.
noviyani eka putri23 Mei 2017 18.41

membantu sekali ,, trimakasih kakak


Balas
Posting Lebih BaruBeranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)
Mengenai Saya

Natasya Salmayanti
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
 ▼ 2015 (2)
o ► Desember (1)
o ▼ September (1)
 MAKALAH KOMUNIKASI DALAM KONTEKS SOSIAL DAN KEANEK...

Tema Perjalanan. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai