Anda di halaman 1dari 19

“ HUBUNGAN BAHASA DENGAN KONTEKS SOSIAL”

DOSEN PEMBIMBING
DR. HERDAH, M.Pd

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah


Psikolinguistik Pada Program Pascasarjana IAIN
Parepare

Oleh:
Said Salihin
Nim: 18.0212.006

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA ARAB


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PAREPARE

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah swt. Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan ringkasan materi tentang "Hubungan Bahasa dengan Konteks

Sosial”.

Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal, namun penulis

menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan. Oleh karena itu, dengan

tangan terbuka penulis menerima segala kritik dan saran dari pembaca agar

penulis dapat memperbaiki ringkasan materi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan

manfaat maupun inspirasi kepada pembaca.

Takkalasi, 28 Agustus 2019

Said Salihin

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................... i

Daftar Isi .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Bahasa Dalam Konteks Sosial ........................................................ 3

B. Hubungan Bahasa dan Jenis Kelamin............................................. 8

C. Hubungan Bahasa Dengan Umur ................................................... 10

BAB III PENUTUP

A. Simpulan ......................................................................................... 14

B. Saran ................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sosiolinguistik menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya
dengan pemakaian bahasa itu dalam masyarakat, sehingga memandang bahasa
sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi. Pemakaian bahasa (langusge use)
merupakan bentuk interaksi sosial yang terjadi dalam situasi kongkret. Dengan
demikian bahasa tidak hanya sebagai gejala individual, tetapi juga sebagai gejala
sosial.

Sebagai gejala sosial bahasa dan pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan
oleh faktor linguistik, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor sosial dan situasional.
Faktor sosial misalnya: status sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi,
jenis kelamin, dsb. Faktor situasional misalnya: siapa yang berbicara, dengan
bahasa apa, kepada siapa, kapan, di mana, dan mengenai masalah apa.1

Jika bahasa dikaitkan dengan umur, jenis kelamin, dan status sosial, maka
itu tidak akan terlepas dari kajian ilmu sosial (sosiologi) dan ilmu bahasa sendiri
(linguistik), tiga hal diatas secara langsung akan menggolongkan masyarakat
menjadi berbagai kelompok. Disiplin ilmu yang mengkaji hubungan antara bahasa
dengan masyarakat dinamakan kajian sosiolinguistik, yaitu gabungan dari
disiplinsosiologi dan linguistik. Berikut ini akan diuraikan secara rinci antara
hubungan bahasa dengan umur, jenis kelamin, dan status sosial dalam kajian
sosiolinguistk

1
http://ariabayusetiajiii.blogspot.com/2017/04/bahasa-dan-gender-sosiolinguistik.html

1
2

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan latar belakang di atas, maka yang dijadikan
sebagai rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah hubungan bahasa dengan konteks sosial


2. Bagaimana keterkaitan bahasa dengan jenis kelamin
3. Bagaimana keterkaitan bahasa dengan jenis usia

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui hubungan bahasa dengan konteks sosial


2. Untuk mengetahui keterkaitan bahasa dengan jenis kelamin
3. Untuk mengetahui keterkaitan bahasa dengan jenis usia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Bahasa Dalam Konteks Sosial

Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan
selalu berinteraksi dengan sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi sekaligus sebagai identitas
kelompok. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan terbentuknya bagaian bahasa di
dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang menyebabkan berbeda dengan
bahasa lainnya.

Hubungan antara bahasa dengan konteks sosial tersebut dipelajari dalam


bidang Sosiolinguistik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Trud gill bahwa
“Sosiolinguistik adalah bagian linguistik yang berkaitan dengan bahasa, fenomena
bahasa dan budaya. Bidang ini juga mengkaji fenomena masyarakat dan
berhubung kaitan dengan bidang sain sosial seperti Antropologi seperti sistem
kerabat. Antropologi bisa juga melibatkan geografi dan sosiologi serta psikologi
sosial”.2

Manakala, Fishman menyatakan bahwa Sosiolinguistik memiliki komponen


utama yaitu ciri-ciri bahasa dan fungsi bahasa. Fungsi bahasa dimaksud adalah
fungsi sosial (regulatory) yaitu untuk membentuk arahan dan fungsi interpersonal
yaitu menjaga hubungan baik serta fungsi imajinatif yaitu untuk menirukan alam
fantasi serta fungsi emosi seperti untuk mengungkapkan suasana hati seperti
marah, sedih, gembira dan apresiasi.

Konteks sosial bahasa mempunyai kelas sosial (sosial class) yang mengacu
kepada golongan masyarakat yang mempunyai kesamaan tertentu dalam bidang
kemasyarakatan seperti ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kedudukan, kasta, dan
sebagainya. Misalnya si A adalah seorang bapak di keluarganya, yang juga

2
https://khoirulhuda07.wordpress.com/2014/05/10/bahasa-dalam-konteks-sosial/

3
4

berstatus sosial sebagai guru. Jika dia guru di sekolah negeri, dia juga masuk ke
dalam kelas pegawai negeri. Jika dia seorang sarjana, dia bisa masuk kelas sosial
golongan “terdidik”.

Kita melihat di Indonesia kelas sekelompok pejabat yang mempunyai


kedudukan tinggi. Tetapi ragam bahasanya justru nonbaku. Ragam bahasa mereka
dapat dikenali dari segi lafal mereka, yaitu akhiran -kan yang dilafalkan -ken. Jadi
perbedaan atau penggolongan kelompok masyarakat manusia tercermin dalam
ragam bahasa golongan masyarakat itu.3

Tahun 1966, William Labov menerbitkan hasil penelitiannya yang luas


tentang tutur kota New York, berjudul The Social Stratification of English in New
York City (lapisan sosial Bahasa Inggris di Kota New York). Ia mengadakan
wawancara yang direkam, tidak dengan sejumlah kecil informan, hanya terdiri
dari 340 orang. Dengan ini Lobov memasukkan metode sosiologi ke dalam
penelitiannya. Sosiologi menggunakan metode pngukuran kuantitatif dengan
jumlah besar, dan dengan metode sampling.

Ada kaidah yang baku dalam bahasa Inggris. Jika subjek adalah kata ganti
orang ke tiga tunggal (she, he, it), predikat kata kerjanya harus menggunakan
sifiks-s. kemudian diadakan penelitian apakah ada hubungan antara kelompok
sosial dengan gejala bahasa ini. Penelitian diadakan di dua tempat, yaitu di Detroit
(AS) dan di Norwich (Inggris). Informannya meliputi berbagai tingkat kelas
sosial, yaitu:

1) Kelas Menengah Tinggi (KMT)


2) Kelas Menengah Atas (KMA)
3) Kelas Pekerja (buruh) Menengah (KPM)
4) Kelas Pekerja Bawah (KPB)

Tidak diikuti Tanya jawab. Dalam komunikasi dua arah, secara berganti-
ganti si pengirim bisa menjadi penerima, dan penerima menjadi pangirim.

3
Abdul chaer, Sosiolinguistik (Jakarta: Rineka Cipta, 1980)
5

Komunikasi dua arah ini terjadi dalam rapat, perundingan, diskusi dan
sebagainya. Sebagai alat komunikasi, bahasa itu terdiri dari dua aspek yaitu:

1) Aspek linguistic.
2) Aspek nonlinguistik atau paralinguistik.

Kedua aspek itu bekerjasama dalam membangun komunikasi bahasa. Aspek


linguistik mencakup tataran fonologis, morfologis, dan sintaksis. Ketiga tataran
ini mendukung terbentuknya yang akan disampaikan, yaitu semantik (yang di
dalamnya terdapat makna, gagasan, idea atau konsep). Aspek paralinguistik
mencakup: Kualitas ujaran, yaitu pola ujaran seseorang seperti falsetto (suara
tinggi), staccato (suara terputus-putus), dan sebagainya.4

Aspek linguistic dan paralinguistik berfungsi sebagai alat komunikasi,


bersama-sama dengan konteks situasi membentuk atau membangun situasi
tertentu dalam proses komunikasi.

Bahasa dalam konteks sosial mempunyai unsur supra segimental, yaitu


tekanan (stress), nada (pitch), dan intonasi, Jarak dan gerak-gerik tubuh, seperti
gerakan tangan, anggukan kepala, rabaan dan sebagainya. Rabaan, yakni yang
berkenaan dengan indera perasa (pada kulit).

Aspek linguistic dan paralinguistik berfungsi sebagai alat komunikasi,


bersama-sama dengan konteks situasi membentuk atau membangun situasi
tertentu dalam proses komunikasi.

Bahasa dalam konteks sosial meliputi tataran Sosiolinguistik, Wacana, dan


Psikolinguistik.

1) Sosiolinguistik : Hubungan antara bahasa dengan konteks sosial tersebut


dipelajari dalam bidang Sosiolinguistik, sebagaimana yang dikemukakan
oleh Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin sosiologi dan linguistik.
Menurut Abdul chaer dan Leoni Agustina (linguistik perkenalan awal,

4
A Chaedar al Wasiah, Sosiologi Bahasa (Bandung:Angkasa, 1985)
6

2004: 2-4) mendefinisikan sosiologi merupakan kajian yang objektif dan


ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat dan mengenai lembaga-
lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat. Sedangkan
linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari tentang bahasa atau
bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Bidang ini
juga mengkaji fenomena masyarakat dan berhubung kaitan dengan bidang
sain sosial seperti Antropologi seperti sistem kerabat. Antropologi bisa
juga melibatkan geografi dan sosiologi serta psikologi sosial”. Bahasa
pada hakikatnya digunakan untuk komunikasi interaktif. Oleh sebab itu,
kajian yang cocok untuk itu adalah kajian tentang fungsi komunikatif
bahasa: apa yang diketahui anak tentang berbicara dengan ank-anak yang
lain?
2) Wacana : Tentang bulir-bulir wacana yang berhubungan (hubungan antara
kalimat-kalimat; interaksi antara pendengar dan pembicara; isyarat
percakapan). Dalam perspektif semacam itu, jantung bahasa, fungsi
pragmatik dan komunikatif dikaji dengan segala variabilitasnya. Menurut
pendapat para ahli bahasa tentang wacana mengingatkan kita pada
pemahaman bahwa wacana adalah:
a) Perkataan, ucapan, tutur yang merupakan satu kesatuan
b) Keseluruhan tutur. (Adiwimarta, dkk, 1983) Dalam hal ini,
wacana digambarkan wujudnya dengan keseluruhan tutur yang
menggambarkan muatan makna (simantik)
3) Psikolinguistik : Menurut Suparwa (2008: 2) psikolinguistik
merupakan importasiteori-teori linguistik untuk mengkaji proses-proses
mental yang mendasari pemakaian bahasa, termasuk di dalamnya produksi
bahasa, persepsi bahasa, dan pemerolehan/belajar bahasa.
7

a. Peristiwa Tutur

Yang dimaksud dengan peristiwa tutur adalah terjadinya atau


berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang
melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan,
didalam tempat, waktu dan situasi tertentu.

Dell Hymes mengatakan bahwa peristiwa tutur harus memenuhi delapan


komponen, yang dikenal dengan speaking. Kedelapan komponen tersebut adalah:

1) S (Setting and Scene) : Waktu, tempat dan situasi yang berbeda dapat
menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda.
2) P (Participants) : pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, biasa
pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa atau pengirim pesan dan
penerima pesan.
3) E (End : purupose and goal) : merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan
peristiwa yang terjadi pada ruang pengadilan bermaksud untuk
menyelesaikan suatu perkara, namun para partisipan di dalam peristiwa
tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda.
4) (Act Sequences) :Bentuk ujaran dalam perkuliahan, dalam percakapan
biasa dan dalam pesta pasti berbeda. Begitu juga dengan isi yang
dibicarakan
5) (Key : tone or spirit of Act) : mengacu pada nada, cara dan semangat
dimana suatu pesan disampaikan
6) (Instrumentalities) : mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti
jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon.
7) N (Norm of interaction and interpretation) : mengacu pada norma atau
aturan dalam berinteraksi.
8) G (Genres) : mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi,
puisi, pepatah, doa dan sebagainya.
8

b. Tindak Tutur

Kegiatan berkomunikasi tentunya melakukan suatu proses tindak tutur.


Salah satu teori tindak tutur Austin (dalam Sumarsono, 2002: 322) membedakan
daya ilokusioner dan daya perlokusioner yang ada pada tindak tutur, di samping
daya lokusi. Menurut Austin, mengucapkan sesuatu adalah melakukan sesuatu,
dan bahasa atau tutur dapat dipakai untuk membuat kejadian karena kebanyakan
ujaran yang merupakan tindak tutur, mempunyai daya-daya.

1. Daya lokusi adalah suatu ujaran makna dasar dan refrensi (makna yang
diacu) oleh ujaran itu;
2. Daya Ilokusi adalah daya yang ditimbulkan oleh penggunaannya sebagai
perintah, ejekan, keluhan, janji, pujian, dan sebagainya.
3. Daya Perlokusi adalah hasil atau efek ujaran terhadap pendengarnya, baik
yang nyata maupun yang diharapkan.

Pada dataran sosiolinguitik dalam proses intraksi sosial pada pembelajaran


bahasa ini terkait juga dengan proses alih kode dan campur kode.

B. Hubungan bahasa dengan jenis kelamin

Di dalam masyarakat, ada dua jenis kelamin yang diakui yaitu laki-laki dan
permpuan. Dalam kaitanya dengan penggunaan bahasa, menurut ilmu
sosiolinguistik, dapat dilihat adanya perbedaan ragam tutur yang digunakan oleh
laki-laki dan perempuan. Untuk mempermudah pemahaman, selanjutnya pria akan
disingkat menjadi P dan wanita akan disingkat menjadi W.

Sumarsono (2008) menyatakan ada beberapa faktor yang berhubungan


dengan perbedaan bahasa antara laki-laki dan perempuan, diantaranya adalah
faktor suara dan intonasi. Sudah diketahui bersama bahwa antara laki-laki dan
perempuan memiliki jenis suara yang berbeda, jenis suara wanita pada umumnya
adalah alto dan sopran, sedangkan jenis suara pria adalah tenor dan bas. Hal
tersebut tentu saja berkaitan dengan perbedaan organ-organ tubuh penghasil suara
antara laki-laki dan perempuan.
9

Menurut Wardhaugh (1988), terdapat perbedaan berbahasa antara laki-


laki dan perempuan. Perbedaan itu meliputi beberapa tataran kebahasaan dengan
beberapa contoh kasus yang ditemukan dalam bahasa tersebut: (a) Perbedaan
fonologi. Ditemukan perbedaan fonologi antara tuturan bahasa laki-laki dan
perempuan. Sebagaimana perbedaan variasi yang ditemukan di dalam perbedaan
dialek-dialek yang ada di Inggris. Seperti bahasa Siberian Chukchi, pada L (dan
tidak pada P) kerap menghapus salah satu fonem /n/ dan /t/ ketika keduanya
bertemu di antara dua vokal dalam satu kata. Seperti, P menuturkan nitvaqenaat
sedangkan L menuturkan nitvaqaat; (b) Perbedaan pada tataran morfologi dan
leksikon. Dalam tataran ini Wardhaugh mengutip contoh yang dikemukakan oleh
Lakoff yang menyatakan bahwa pada bahasa Inggris wanita sering menggunakan
kosakata warna seperti mauve, beige, aquamarine, lavender, dan magenta;
sedangkan laki-laki tidak. Dan bahasa Inggris pula memiliki kosakata yang di
dasarkan pada perbedaan gender/jenis kelamin, seperti actor – actress, waiter –
waitress, master – mistress, dll.5

Dalam beberapa bahasa, terdapat juga beberapa contoh perbedaan


penggunaan kosakata yang digunakan oleh P dan L meskipun ini tidak secara
keseluruhan. Dalam bahasa Jepang, terdapat beberapa contoh yang jelas.

Perempuan Laki-laki
Ohiya Mizu ‘air’

Onaka Hara ‘perut’

Oisii Umai ‘lezat’


Taberu Kuu ‘makan’
Tabel Holmes (1992:165)

Beberapa tanda kebahasaan berdasarkan jenis kelamin pengguna tuturan


terdapat dalam pengucapanya. Dalam bahasa Jepang, ada sebuah kata atashi yang
berarti ‘saya’ hanya digunakan oleh perempuan, dan boku yang hanya digunakan

5
http://rudhawidagsa.blogspot.com/2010/09/hubungan-bahasa-dengan-umur-jenis.html
10

oleh laki-laki, akan tetapi terdapat juga kata watakushi yang bisa digunakan oleh
keduanya baik penutur laki-laki maupun perempuan (Holmes, 1992:165-166).

C. Hubungan bahasa dengan umur

Bahasa adalah alat atau sarana untuk berkomunikasi atau untuk


menyampaikan sesuatu kepada seseorang. Tentunya dalam hubungan sosial
bahasa sangat penting sekali untuk dikuasai dan dipelajari. Bila ada orang yang
bertanya apakah bahasa memiliki hubungan dengan umur? Tentu ada. Mengapa?
Karena umur seseorang dapat dilihat dari cara ia berbahasa. Contohnya: anak
kecil pasti ia akan memakai bahasa atau kosakata yangsederhana, dan orang
dewasa tentu akan berpribahasa tinggi , karena mempunyai banyak wawasan dan
pengalaman.

Berbicara tentang bahasa dan umur akan melibatkan hubungan keduanya,


bahasa dan umur memiliki hubungan yang erat. Seorang penutur bahasa dapat
menunjukkan identitasnya melalui gaya bahasa yang digunakan. seorang penutur
bahasa memiliki perbedaan dalam gaya bahasa yang digunakan. Perbedaan itu
mengambil posisi untuk mengambil peranan seperti siapa dan menempatkan diri
sesuai dengan umur, gender, profesi, kelas sosial, etnis dan lain-lain yang
menyebabkan terjadinya variasi bahasa.6

Umur adalah suatu fakta biologis yang karakteristiknya berimplikasi pada


berbagai organisasi sosial, seperti aturan umur sekolah, wajib militer, pengadilan
anak, atau perlakuan khusus manula. Melalui umur dapat dijadikan kategori social
yang sangat penting untuk menentukan hak dan kewajiban. Tiap umur memiliki
label yang terdiri dari balita, orang berumur 20-60 tahun, dan orang diatas umur
60 tahun. Wujud label balita seperti person, child, youngster, boy, girl dan lain-
lain. Wujud label orang berumur 20-60 tahun dan oran diatas 60 tahun seperti
person, adult, man, woman, lady, oldster, dan lain-lain. Istilah orang tua dan anak

6
https://www.kompasiana.com/ety_melianti/5528b936f17e61e97d8b4591/bahasa-dan-
umur. Diakses pada tanggal 25 Juni 2016
11

kecil mengacu pada criteria bahwa orang tua selalu bijak, berwibawa, bawel, dan
rapuh, sedangkan anak kecil selalu nakal, lucu, dan lompat-lompat.

Tuturan merupakan salah satu karakteristik yang dapat mengungkapkan


penilaian umur dan membedakan satu kelompok umur dengan kelompok umur
yang lain. Tuturan dilakukan menurut usia penutur sehingga ada kosa kata yang
hanya dipahami oleh anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua. Tuturan bahasa
sekaligus menunjukkan budaya dan adat istiadat. Tuturan bahasa sebenarnya juga
mencerminkan status dari balita.

Berbicara kepada anak kecil dan manula harus mengetahui karakteristik


keduanya. Sebenarnya kedua gaya bahasanya sama. yang mana gaya bahasa balita
bercirikan nada lebih tinggi dari orang dewasa, pengucapannya lebih lambat, lebih
banyak jeda, dan kata-katanya lebih jelas. berbeda dari orang tua karena memang
masih pada tahap belajar. Sedangkan gaya bahasa manula memang sudah
berpengalaman tetapi manula berada pada tingkat kemampuan komunikasi yang
menurun.

Berbeda dengan bahasa generasi muda (remaja)barangkali yang paling


banyak diteliti dari semua variasi umur. Intinya adalah bagaimana bahasa remaja
itu mengandung fitur istimewa dari ujaran-ujarannya yang dapat dideskripsikan.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa yang paling penting dalam penelitian
semacam itu adalah sebuah register remaja dapat membedakanbahasa remaja dari
bahasa anak-anak disatu sisi dan bahasa orang dewasa disisi lain (widdi cuabe dan
wooffitt,1995)

Remaja merupakan penutur yang kompeten dalam bahasanya dan tidak


tertutup dalam pilihan bahasanya. Ketika menyerap bahasa dengan
mengembangkan kosakata dan jarak statistiknya, mereka mengontrol secara
penuh. Mereka sering memilih kata yang berbeda dari orang dewasa. Tidak salah
ini dapat disimpulkan bahwa fungsi dan fitur yang menandai bahasa remaja
adalah bentuk substandard, dialek dan logat, bahasa slang serta inovatif.
Penggunaan bahasa remaja itu memiliki 3 fungsi utama, yaitu:
12

1) Menyediakan bahasa untuk tujuan penutur.


2) Memanifestasikan anggota kelompok, dan
3) Membangun satu identitas yang berbeda.

Bahasa dalam perspektif lintas generasi memperlihatkan bahwa setiap


generasi memiliki “kreasi” bahasa yang berbeda dengan bahasa yang digunakan
pendahulunya. Semua itu terjadi karena, (1) kebutuhan komunikasi lambat laun
berubah dan memaksa setiap generasi baru melakukan pengenalan bahasa untuk
disesuaikan dengan pengalaman mereka, (2) pada waktu tertentu kebutuhan dan
kemampuan komunikasi dari generasi terkini berbeda dengan pendahulunya.
Kedua fakta tersebut menjelaskan bahwa umur dan perbedaan generasi merupakan
factor yang menyebabkan variasi khusus dalam pilihan bahasa.

Tidak dapat dipungkiri bahwa umur membedakan cara berbicara ada


perbedaan kata yang digunakan. Seorang remaja tentu tidak akan berbicara seperti
orang yang berumur 80 tahun. Setiap bahasa meliputi ungkapan, pengucapan kata,
dan konstruksi yang telah dipakai dalam jangka waktu yang lama. Ungkapan,
pilihan kata, dan konstruksi itu dipilih oleh penutur dari generasi yang berbeda
dengan frekuensi yang berbeda pula. Lebih dari itu, ada bagian bahasa lebih pada
tataran leksikal dan sintaksis yang dirasakan berbeda dari penutur yang “modern”
dan yang “kuno”.

Umur secara langsung membagi masyarakat menjadi beberapa golongan


usia, yaitu anak-anak, remaja, dan dewasa. Batasan antar golongan usia disini
tidak dapat ditentukan secara pasti. Jika membicarakan hubungan antara bahasa
dengan umur atau usia pengguna bahasa itu sendiri, berarti secara langsung
mengkaitkan hal di atas dengan dialek sosial (sosiolek), yakni variasi bahasa yang
berkaitan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Menurut
Chaer dan Agustina (2004), berdasarkan usia, dapat dilihat perbedaan variasi
bahasa yang digunakan oleh anak-anak, para remaja, orang dewasa, dan orang
yang tergolong lansia(=lanjut usia). Namun demikian, variasi tutur tersebut sifatya
temporer karena pengguna ragam tutur tersebut juga mengalami perubahan usia,
13

seiring dengan perubahan usia tersebut maka ragam tutur yang digunakan
seseorang akan berubah, sebagai contohnya ketika seorang anak menginjak usia
remaja, maka anak tersebut meninggalkan ragam tutur anak-anaknya yang
terkesan sederhana dan beralih ke ragam tutur remaja yang lebih unik dan
bervariasi. Labov dalam Pateda (1990) mengatakan, makin tinggi umur seseorang,
maka makin banyak kata yang dikuasainya, begitu juga pemahamanya dalam
struktur bahasanya.

Anak-anak dalam menggunakan bahasanya menggunakan ragam tutur


yang berbeda dengan ragam tutur remaja maupun dewasa. Ragam tutur ini
bercirikan adanya pengurangan (reduksi) pada kata-kata penghubung, kata
sambung, kata depan, partikel, dan sebagainya.

Seperti disebutkan di atas, ragam tutur remaja lebih tekesan unik dan
bervariasi. Keunikan tersebut disebabkan oleh kecenderungan para remaja yang
suka membentuk kelompok-kelompok yang bersifat eksklusif yang membedakan
dengan kelompok lain sehingga menghasilkan bahasa-bahasa yang terkesan
rahasia (slang) yang hanya dimengerti oleh anggota kelompok tersebut.

Adapun ragam orang dewasa dalam masyarakat dicirikan dengan


keteraturan atau kesesuaian dengan kaidah kebahasaan yang berlaku dalam tiap-
tiap bahasa tersebut.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
1. Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa di dalam
pembelajaran bahasa dalam konteks sosial teori yang digunakan adalah
Bahasa dalam konteks sosial mempunyai unsur supra segimental, yaitu
tekanan (stress), nada (pitch), dan intonasi, Jarak dan gerak-gerik tubuh,
seperti gerakan tangan, anggukan kepala, rabaan dan sebagainya. Rabaan,
yakni yang berkenaan dengan indera perasa (pada kulit). Aspek linguistic
dan paralinguistik berfungsi sebagai alat komunikasi, bersama-sama
dengan konteks situasi membentuk atau membangun situasi tertentu dalam
proses komunikasi. Bahasa dalam konteks sosial meliputi tataran
Sosiolinguistik, Wacana, dan Psikolinguistik.
2. Di dalam masyarakat, ada dua jenis kelamin yang diakui yaitu laki-laki
dan permpuan. Dalam kaitanya dengan penggunaan bahasa, menurut ilmu
sosiolinguistik, dapat dilihat adanya perbedaan ragam tutur yang
digunakan oleh laki-laki dan perempuan jenis suara wanita pada umumnya
adalah alto dan sopran, sedangkan jenis suara pria adalah tenor dan bas.
Hal tersebut tentu saja berkaitan dengan perbedaan organ-organ tubuh
penghasil suara antara laki-laki dan perempuan.
3. Umur secara langsung membagi masyarakat menjadi beberapa golongan
usia, yaitu anak-anak, remaja, dan dewasa. Batasan antar golongan usia
disini tidak dapat ditentukan secara pasti. Menurut Chaer dan Agustina
(2004), berdasarkan usia, dapat dilihat perbedaan variasi bahasa yang
digunakan oleh anak-anak, para remaja, orang dewasa, dan orang yang
tergolong lansia(=lanjut usia). Namun demikian, variasi tutur tersebut
sifatya temporer karena pengguna ragam tutur tersebut juga mengalami
perubahan usia, seiring dengan perubahan usia tersebut maka ragam tutur
yang digunakan seseorang akan berubah.

14
15

B. Saran

Berdasarkan penjelasan dari isi makalah sederhana ini kami menyadari


bahwa masih jauh dari kesempurnaan seperti yang diiharapkan oleh pembaca dan
pada khususnya dosen pengampu mata kuiah ini. Oleh karena itu kami
mengharapkan kepada para pembaca atau mahasiswa serta dosen pengampu kritik
dan saran yang bersifat konstruktif dalam terselesainya makalah selanjutnya.
16

DAFTAR PUSTAKA

Al Wasiah A Chaedar, Sosiologi Bahasa (Bandung:Angkasa, 1985)

Chaer Abdul, Sosiolinguistik (Jakarta: Rineka Cipta, 1980)

Chaer, Abdul. dan Leoni Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal. (Jakarta :


Rineka Cipta, 2004)

Djajasudarma, T. Fatimah, Wacana Pemahaman dan Hubungan Antarunsur.


(Bandung : Refika Aditama, 2006)

J.S Badudu, Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar (Jakarta: PT. Gramedia, 1989)

Pateda Mansyur, Sosiolinguistik (Bandung:Angkasa,1987)

Rahardi, R. Kunjana. Sosiolinguistik, Kode dan Alih Kode. (Yogyakarta: Pustaka


pelajar, 2001)

Suparwa, I Nyoman, “Buku Ajar Psikolinguistik”. (Denpasar : Universitas


Udayana, 2008)

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008)

Anda mungkin juga menyukai