Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan dan ide
oleh karena itu bahasa sangat penting bagi manusia karena dengan bahasa
manusia dapat mengetahui informasi yang dibutuhkan. Adanya bahasa merupakan
akibat dari adanya interaksi antarindividu. Selain untuk mengekspresikan suatu
ide bahasa juga digunakan sebagai integrasi dan adaptasi sosial dalam
mengembangkan peradabannya.
Menurut Chaer dan Agustina (1995:14) fungsi utama bahasa adalah
sebagai alat komunikasi. Menurut Kridalaksana (1993:21) bahasa yakni cara
lambang suara yang arbitrer yang dipergunakan oleh masyarakat untuk bekerja
sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri.

Bedasarkan data dari beberapa sumber yang dihimpun, Indonesia tercatat


salah satu negara yang memiliki banyak beraneka ragam bahasa daerah yang
tersebar di seluruh Indonesia. Menurut Sugono (2010), jumlah bahasa daerah di
Indonesia mencapai lebih dari 746 bahasa. Dalam Politik Bahasa (Halim,
1980:21) menyatakan bahwa bahasa daerah merupakan bagian kebudayaan
Indonesia yang masih hidup sehingga harus dihargai dan dipelihara atau
dilestarikan. Salah satu usaha pelestarian bahasa daerah adalah dengan melakukan
penelitian-penelitian yang nantinya akan menambah wawasan kebahasaan kita,
terutama tentang bahasa daerah yang diteliti.

Pada saat ini banyak bahasa daerah yang penuturnya seiring dengan
kemajuan jaman, sehingga berkurang kemurnian bahasanya yang dikarenakan
lemahnya tradisi untuk mewarisi bahasa leluhur masing-masing. Melemahnya
bahasa daerah itu sendiri dikarenakan anak muda jaman sekarang yang kurang
berminat dalam menggunakan bahasa daerahnya untuk digunakan dalam
percakapan sehari-hari itu semua yang menjadi salah satu faktor semakin
berkurangnya bahasa daerah. Ada juga bahasa daerah yang penuturnya banyak
akan tetapi kaidah-kaidah kebahasaan yang semestinya dipakai telah banyak yang

1
diabaikan padahal bahasa daerah berperan dalam memperkaya budaya negara dan
menambah kosakata bahasa nasional.

Salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia adalah bahasa Melayu dan
bahasa padang. Suku Melayu dipercaya berasal dari golongan Austronesia yang
berada di yunani yang kemudian pindah ke Asia Tenggara pada zaman batu 2500
SM dan tersebar di Semenanjung Malaysia, Dayak Sarawak, dan Batak di
sumatera yang disebut dengan Melayu Proto. Dalam perkembangannya, bahasa
Melayu pernah menjadi lingua franca bagi perdagangan dan hubungan politik di
Nusantara (Ritonga, 2016: 22). Suku padang merupakan dari masyarakat Deutro
Melayu (Melayu Muda) yang melakukam migrasi dari daratan china selatan ke
pulau sumatera sekitar 2000-2500 tahun yang lalu.

Akibat dari penyebaran suku Melayu di berbagai daerah melahirkan


dialek- dialek yang berbeda. Dialek Melayu di Indonesia antara lain; Dialek
Tamiang, Dialek Langkat, Dialek Deli, Dialek Batubara, Dialek Asahan, Dialek
Panai, Dialek Riau, Dialek Riau Daratan, Dialek Anak Dalam, Dialek Jambi,
Dialek Bengkulu, Dialek Palembang, Dialek Bangka Belitung, Dialek
Pontianak, Dialek Landak, Dialek Sambas, Dialek Ketapang, Dialek Berau,
Dialek Kutai, Dialek Loloan, Dialek Riau Kepulauan, dan sebagainya.

Bahasa Melayu Dialek Batubara merupakan bahasa Melayu yang


digunakan di daerah kabupaten Batubara di Provinsi Sumatera Utara yang
merupakan pemekaran dari Kabupaten Asahan. Kabupaten ini diresmikan pada
tanggal 15 Juni 2007, terdiri atas tujuh kecamatan, yaitu: (1) Lima Puluh, (2)
Tanjung Tiram, (3) Air Putih, (4) Sei Suka, (5) Medang Deras, (6) Sei Balai, dan
(7) Talawi. Mayoritas penduduknya adalah etnis Melayu. Dari tujuh kecamatan di
atas, penulis hanya mengambil data di Kecamatan

Bahasa Minangkabau merupakan rumpun bahasa Melayu juga memiliki


berbagai macam dialek berdasarkan wilayah persebarannya, seperti bahasa
Mianangkabau Dialek Ulu, Dialek Penghulu, Dialek Batu sangkar-Pariaman,
Dialek Singkarak, Dialek Pancuang soal, Dialek Pajokumbuh, Dialek Tanah, Si
Junjung, Dialek Pasaman.

2
Bahasa Minangkabau Dialek Pasaman merupakan bahasa yang digunakan
di daerah Kabupaten Pasaman Barat di Provinsi Sumatera Barat. Kabupaten ini
terdiri dari 11 kecamatan yaitu : (1) Gunung Tuleh, (2) Kinali, (3) Lembah
Melintang, (4) Luhak Nan Duho, (5) Pasaman, (6) Ranah Balingka, (7) Ranah
Batahan, (8) Sasak Ranah Pesisir, (9) Sungai Aur, (10) Sungai Beremas, (11)
Talamau. Dari sebelas kecamatan diatas penulis hanya mengambil data di
Kecamatan Pasaman tepatnya di Desa Pinagar.

Jika dianalisis lebih lanjut, keberagaman bahasa daerah yang ada di


Indonesia ini pasti berasal dari sumber yang sama . Tidak heran jika ada beberapa
kosakata dalam bahasa daerah yang letak geografisnya berjauhan tapi memiliki
kesamaan dan kekerabatan termasuk bahasa Melayu dan Bahasa Minangkabau.
Pada penelitian ini, penulis akan membandingkan Bahasa Melayu Dialek
Batubara (BMDB) dengan Bahasa Minangkabau Dialek Pasaman (BMDP) untuk
mengetahui kekerabatan antara kedua bahasa tersebut sama-sama berasal dari
rumpun yang sama serta mengetahui waktu pisah antara kedua bahasa
tersebut. Hubungan kekerabatan dua bahasa atau lebih dapat dilihat dari bentuk
kosakata dan maknanya. Dalam BMDB terdapat kemiripan kosakata dengan
BMDP Contohnya kosakata “bapak”, pada BMDB menyatakan “apak” dan pada
BMDP menyatakan “abak”. Pada kata “dekat”, BMDB menyatakan “dokat” dan
BMDP menyatakan “dakek”.

Kridalaksana (2008:116) dalam kamus linguistic mengatakan kekerabatan


adalah hubungan antara dua bahasa atau lebih yang diturunkan dari sumber bahasa
induk yang sama yang disebut bahasa purba. Kekerabatan dalam istilah linguistik
diartikan sebagai hubungan antara dua bahasa atau lebih yang diturunkan dari
sumber yang sama (KBBI, 2008:23).

Bahasa berkerabat adalah bahasa yang memiliki hubungan antara bahasa


yang satu dengan yang lain. Hubungan ini bisa jadi merupakan asal dari induk
yang sama sehingga terdapat kemiripan atau karena adanya ciri-ciri umum yang
sama. Dalam hal bahasa, kemiripan ini terlihat dari segi fonologi, morfologi, dan
sintaksis.

3
Didasari dari ilmu Linguistik Historis Komparatif, yakni yaitu satu jenis
disiplin ilmu yang mempelajari bahasa dalam bidang waktu serta perubahan-
perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam bidang waktu tersebut. Makalah ini
menggunakan metode leksikostatistik, yakni sebuah metode dalam
pengelompokkan bahasa yang lebih cenderung mengutamakan pengamatan kata-
kata atau leksikon secara statistik kemudian berusaha untuk menetapkan
pengelompokan berdasarkan prosentase kesamaan atau perbedaan suatu bahasa
dengan bahasa yang lain. Untuk memperoleh penggolongan bahasa-bahasa tanpa
bertujuan untuk menentukan silsilah atau bentuk-bentuk proto (Nababan, 1993:
18).

1.2 Rumusan Masalah


Masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Berapakah prosentase tingkat kekerabatan antara BMDB dengan BMDP ?
b. Kapan waktu pisah antara BMDB dengan BMDP?

1.3 Tujuan Penelitian


Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Mengetahui Prosentase kekerabatan antara BMDB dengan BMDP
b. Mengetahui waktu pisah BMDB dengan BMDP

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang ingin dicapai dari penulisan proposal penelitian ini
diantaranya sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Teoretis
a. Sebagai salah satu bahan informasi dalam hal penelitian tentang kekerabatan
BMDB dengan BMDP , serta bahan masukan bagi penelitian yang relevan,
khususnya dalam hal linguistik historis komparatif (kekerabatan bahasa).
b. Untuk kontribusi bagi perkembangan ilmu linguistik, khususnya linguistik
komparatif yang berkaitan dengan leksikostatistik.

4
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Diharapkan penelitian ini menjadi bahan masukan bagi para penutur bahasa
Melayu dan Minangkabau agar tetap menggunakan dan melestarikannya,
karena bahasa Melayu dan Minangkabau adalah kekayaan budaya.
b. Penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk mengetahui lebih lanjut tentang
kekerabatan antara BMDB dengan BMDP

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan Yang Relevan


Beberapa peneliti terdahulu yang berkaitan dengan kajian leksikostatistik
adalah sebagai berikut sebagai berikut:
Rismanto (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Kekerabatan Kosakata
Bahasa Sunda dengan Bahasa Melayu Betawi di Kota Tangerang Selatan Kajian
Linguistik Historis Komparatif”, Penelitian ini dilakukan di kota Tangerang
Selatan dengan jumlah informan 4 orang. Instrumen penelitian yang digunakan
untuk wawancara berupa daftar kosakata sebanyak 200 kata. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode dan teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah metode simak dengan teknik sadap, cakap, dan rekam.
Metode dan teknik analisis data yang digunakan masing-masing adalah metode
kualitatif dan kuantitatif dengan teknik leksikostatistik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terjadi hubungan kekerabatan antara Bahasa Sunda dengan
Bahasa Melayu Betawi di Kota Tangerang Selatan. Terdapat 82 pasangan kata
yang berkerabat, yaitu 42 pasangan kata yang identik, 32 pasangan kata yang
memiliki korespondensi fonemis, dan 8 pasangan kata yang memiliki perbedaan
pada satu fonem. Hubungan kekerabatan itu termasuk ke dalam keluarga bahasa
yaitu sebesar 43%. Waktu pisah yang terjadi antara bahasa Sunda dan bahasa
Melayu Betawi di Kota Tangerang Selatan dari bahasa proto antara 212 sebelum
Masehi sampai 216 Masehi (jika dihitung dari tahun 2012), atau dapat dinyatakan
bahwa bahasa Sunda dengan bahasa Melayu Betawi di Kota Tangerang Selatan
merupakan bahasa tunggal pada 2.224-1.796 tahun yang lalu. Penelitian pada
Rismanto ini memberikan kontribusi berupa cara menetapkan kekerabatan
antarbahasa dan cara menghitung waktu pisah bahasa berkerabat.
Dardanila (2016) dalam disertasinya yang berjudul “Kekerabatan Bahasa
Karo, Bahasa Alas, dan Bahasa Gayo”, metode penelitian yang digunakan dalam
disertasi ini adalah metode komparatif dengan cara membandingkan data Swadesh
dengan data Holle yang dialihbahasakan ke dalam BK, BA, dan BG. Masalah
penelitian ini meliputi bagaimanakah keeratan relasi kekerabatan BK, BA, dan

6
BG secara kuantitatif dan perkiraan waktu pisah ketiga bahasa itu dari bahasa
protonya, bagaimanakah sistem fonem Protobahasa Karo, Alas, dan Gayo, dan
bagaimanakah pewarisan fonem Protobahasa Karo, Alas, dan Gayo, baik secara
linear maupun perubahannya. Hasil penelitian ini menunjukkan secara kuantitatif
diperlihatkan bahwa relasi kekerabatan yang erat dipertalikan pada persentase
kognat sebesar 73%, tingkat kekerabatan antara BK dengan BA, 43,5% tingkat
kekerabatan antara BK dengan BG, 52,5% tingkat kekerabatan antara BA dengan
BG. Perhitungan waktu pisah BK dan BA adalah 0,729 ribuan tahun yang lalu.
Atau, dengan kata lain, perhitungan waktu pisah BK dan BG dapat dinyatakan
satu bahasa tunggal sekitar 1,926 ribuan tahun yang lalu. Atau, dengan kata lain,
perhitungan waktu pisah BK dan BG dapat dinyatakan satu bahasa tunggal
sekitar 1,926 ribuan tahun yang lalu. Perhitungan waktu pisah BA dan BG adalah
1,484 ribuan tahun yang lalu. Atau, dengan kata lain, perhitungan waktu pisah BA
dan BG dapat dinyatakan satu bahasa tunggal sekitar 1,484 ribuan tahun yang
lalu. Penelitian Dardanila ini memberikan kontribusi berupa penetapan kata
kerabat dan cara perhitungan waktu pisah.
Afria (2017) dalam jurnal yang berjudul “Kekerabatan Bahasa-Bahasa
Etnis Melayu, Batak, Sunda, Bugis, dan Jawa di Provinsi Jambi: Sebuah Kajian
Linguistik Historis Komparatif”, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian
linguistik historis komparatif dengan tujuan melihat kekerabatan antarbahasa etnis
yang ada di Provinsi Jambi. Metode yang digunakan metode kualitatif dan metode
kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk membandingkan data-data
kebahasaan berdasarkan fakta-fakta linguistik sedangkan metode kuantitatif
digunakan untuk memperoleh deskripsi persentase kekerabatan antara varian
bahasa-bahasa etnis tersebut. Objek penelitian ini ialah bahasa Melayu, Jawa,
Bugis, Sunda, dan Batak, sasaran penelitian ini mencakupi tuturan yang
bersumber dari penutur etnis-etnis tersebut. Sumber data penelitian ini adalah
data-data kognat atau kata-kata kerabat yang diperoleh dari 200 kosakata dasar
yang bersumber dari Swadesh. Instrumen yang digunakan adalah berupa alat
rekam/kamera dan alat tulis. Metode dan teknik penyediaan data adalah metode
cakap (teknik pancing dan teknik cakap semuka) dan metode simak (teknik simak
libat cakap dan teknik catat). Metode analisis data menggunakan dua metode,

7
yaitu metode perbandingan dan metode leksikostatistik. Penyajian hasil analisis
data dengan metode informal dan metode formal. Variasi fonem vokal merupakan
variasi-variasi vokal yang terdapat pada masing-masing bahasa etnis di provinsi
Jambi (Mly, Btk, Bgs, Snd, Jw). Variasi-variasi tersebut adalah bunyi [i], [u],
[ə],[e], [o]. Sedangkan variasi bunyi konsonan yang didapatkan di lapangan
adalah 19 buah fonem konsonan. Variasi-variasi tersebut adalah bunyi /p/, /b/, /t/,
/d/, /k/, /g/, /Ɂ/, /m/, /n/, /ɲ/, /ŋ/, /s/, /ʃ/, /l/, /w/, /j/, /y/, /r/, dan /h/.Hasil
perhitungan leksikostatistik yang membandingkan kesamaan antar bahasa etnis
dari data didapatkan perbedaan-perbedaan persentase. Bahasa Melayu
memperoleh data kognat sebanyak 63 data (31,5%) diperbandingkan dengan
bahasa Batak, 30 data (15%) dengan bahasa Bugis, 52 data (26%) dengan bahasa
Jawa, dan 88 data (44%) dengan bahasa Sunda. Selanjutnya Bahasa batak yang
diperbandingkan dengan bahasa bugis didapatkan kekerabatan antara bahasa
Bugis sebanyak 28 data (14%), 26 data (13%) dengan bahasa Jawa, dan 54 data
(27%) dengan bahasa Sunda. Kemudian bahasa bugis yang diperbandingkan
dengan bahasa Jawa didapatkan 26 data (13%) bahasa yang kognat dan 33
data(16,5%) dengan bahasa Sunda. Terakhir bahasa Jawa yang diperbandingkan
dengan bahasa sunda didapatkan 53 data kognat (26,5%). Penelitian Afria ini
memberikan kontribusi berupa teori dan cara penggunaan teorinya berupa metode
banding dan teknik leksikostastistik.
Padilah (2018) dalam skripsi yang berjudul Skripsi ini berjudul
“Kekerabatan Bahasa Jawa dengan Bahasa Melayu Deli”, menggunakan teori
Linguistik Historis Komparatif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
kuantitatif. Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode
cakap berupa wawancara dan observasi langsung. Kemudian didukung dengan
teknik dasar yakni teknik pancing, dan teknik lanjutan berupa teknik cakap
semuka, teknik rekam, dan catat. Metode dan teknik analisis data yang digunakan
adalah metode klasik yang meliputi korespondensi fonemis dengan teknik
leksikostastistik. Untuk menentukan kata kerabat, dari 200 kosakata Swadesh
yang telah diklasifikasikan dan terdapat 4 kata yang tidak diperhitungkan, yakni 3
berupa kata pinjaman dan 1 merupakan kata jadian. Kemudian terdapat 1 morfem
terikat yang telah diisolir. Maka terdapat 5 kata yang didiskualifikasi dan terdapat

8
195 kosakata yang diperhitungkan. Berdasarkan penetapan kata kerabat, terdapat
50 pasangan identik, 31 pasangan berkorespondensi fonemis, 4 pasangan mirip
secara fonetik, dan 3 pasangan dengan satu fonem beda. Maka total keseluruhan
kata berkerabat antara BJ dan BMD adalah 88 kosakata dan terdapat 107
kosakata yang tidak berkerabat. Perhitungan persentase kekerabatan antara BJ dan
BMD yang terdiri dari 195 pasang kata Swadesh adalah 45%, maka dapat
ditentukan status kedua bahasa yang diteliti itu masuk ke dalam kategori Bahasa
dari Satu Subkeluarga. Dalam menentukan waktu pisah antara bahasa yang
berkerabat, diketahui jumlah keseluruhan glos yang memiliki pasangan kata
dalam BJ dan BMD adalah 195 pasang kata. Dari 195 pasangan kata itu terdapat
88 pasang
Kata yang berkerabat atau sebesar 45%. Sehingga dapat diperoleh
penetapan waktu pisah antara BJ dan BMD yakni sejak 1,901 ribu tahun yang lalu
atau dapat diketahui bahwa kedua bahasa ini berpisah sejak tahun 117M terhitung
dari tahun 2018. Maka dapat disimpulkan bahwa kekerabatan kedua bahasa ini
berasal dari satu subkeluarga yang memiliki waktu pisah antara 5-25 abad yang
lalu.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Linguistik Historis Komparatif
Linguistik Bandingan Historis ( Linguistik Historis Komparatif) adalah
suatu cabang dari Ilmu Bahasa yang mempelajari tentang bahasa dalam bisang
waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam bidang waktu
tersebut. Ia mempelajari data-data dari suaru bahasa atau lebih, sekurang-
kurangnya dalam dua priode atau lebih itu diperbandingkan berdasarkan
berdasarkan kenyataaan dalam priode yang sama, maupun perubahan-perubahan
yang telah terjadi diantara berapa priode (Keraf, 1996 :22).

Linguistik Bandingan Historis pertama-tama merupakan sebuah cabang


Ilmu Bahasa yang tidak memiliki data-data tertulis, atau dapat pula dikatakan
bahwa Linguistik Bandingan Historis adalah suatu cabang Ilmu Bahasa yang lebih
menekankan teknik dalam pra-sejarah bahasa.

9
Pengenalan atas dua bahasa atau lebih selalu menjadi kajian yang menarik
bagi para peneliti. Pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam pencarian peneliti
tentang apakah ada hubungan antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain
pada masa lampau, atau apakah pada dasarnya, dahulu ada bahasa tunggal yang
kemudian terpecah menjadi banyak bahasa di dunia, akhirnya mengarahkan para
ahli bahasa untuk meneliti kemungkinan tersebut.

Penelitian tentang linguistik historis komparatif sudah mulai dilakukan


jauh sebelum abad ke -19. Dapat dikatakan, Dante adalah pelopornya (1265-
1321).Dante membuat perbandingan dari dialek-dialek bahasa daerah di Eropa
dalam tulisannya De Vulgary Eloquentia. Setelah itu, banyak nama yang terukir
dalam sejarah, termasuk Catherine II dari Rusia, Jacob Grimm (1787-1863) yang
menemukan adanya pergeseran bunyi atau pertukaran bunyi yang berlangsung
secara teratur antara bahasa Jerman dan bahasa Yunani-Latin. Pergeseran bunyi
ini diuraikan dalam bukunya Deutsche Grammatik pada tahun 1819 yang dikenal
dengan nama Hukum Grimm.

Selanjutnya August Shleicher (1823-1868), orang yang sangat berperan


dalam linguistik historis komparatif. Shleicher mengemukakan pengertian-
pengertian baru seperti Ursprache (proto language) yaitu bahasa-bahasa tua yang
menurunkan bahasa-bahasa kerabat. Selain itu, mencetuskan stamm baum theorie
(1866) atau yang kemudian dikenal dengan nama Family Tree atau silsilah. Dalam
teori ini dikemukakan dengan jelas tentang bahasa-bahasa, mulai dari bahasa
proto yang berkembang menjadi cabang-cabang bahasa, serta pengembangan
selanjutnya dari cabang-cabang utama sampai ke cabang-cabang yang lebih kecil
dengan tetap memperlihatkan hubungannya.

10
2.2.2 Tujuan Linguistik Historis Komparatif

Keraf (1996 :22) mengemukakan tujuan dan kepentingan Linguistik


Bandingan Historis sebagai berikut:

1. Mempersoalkan bahasa-bahasa yang serumpun dengan mengadakan


perbandingan mengenai unsur-unsur yang menunjukkan kekerabatannya.
Bidang-bidang yang dipergunakan untuk mengadakan perbandingan
semacam itu adalah : fonologi dan morfologi.
2. Mengadakan rekonstruksi bahasa-bahasa yang ada kepada bahasa-bahasa
purba (bahasa-bahasa proto) atau bahasa-bahasa yang menurunkan bahaa-
bahasa kontemporer. Atau dengan kata lain linguistik bandingan historis
berusaha menemukan bahasa proto yang menurubkan bahasa-bahasa modern.
3. Mengadakan pengelompokkan (sub-grouping) bahasa-bahasa yang termasuk
dalam suatu rumpun bahasa. Bahasa-bahasa yang termasuk dalam satu
rumpun yang sama belum tentu sama tingkat kekerabatannya atau sama
tingkat kemiripannya satu sma lain. Ada beberapa bahasa yang menunjukan
bahwa keanggotaanya lebih dekat satu sama lain, bila dibandingkan dengan
beberapa anggota lainnya.
4. Akhirnya linguistik historis komparatif juga berusaha untuk menemukan
pusat-pusat penyebaran bahasa-bahasa proto (pusat penyebaran = homeland =
centre of gravity = negeri asal) dari bahasa-bahasa kerabat, serta menentukan
gerak migrasi yang pernah terjadi. Bila wilayah bahasa-bahasa kerabat sudah
diketahui, dan sudah berhasil pula ditentukan negeri asal dari bahasa-bahasa
kerabat itu, maka dapat direkonstruksi gerak perpindahan (migrasi) dari
negeri asal kedaerah-daerah yang sekarang diduduki oleh penutur bahasa-
bahasa kerabat tersebut.

2.2.3 Leksikostatistik
Leksikostatistik merupakan salah satu metode pengelompokkan. Namun
karena fungsinya bukan semata-mata untuk mengadakan pengelompokkan, maka
metode ini akan dibicarakan secara khusus. selain leksikostatistik dikenal juga
dengan istilah lain yaitu glotokronologi (glottochronology).

11
Pengertian pokok antara kedua istilah itu dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Leksikostatistik : adalah suatu teknik dalam pengelompokkan bahasa yang


lebih cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara
statistic, untuk kemudian berusaha menetapkan pengelompokkan itu
berdasarkan prosentase kesamaan dan perbedaan suatu bahasa dengan bahasa
lain.
2. Glotokronologi : adalah suatu teknik dalam linguistik historis yang berusaha
mengadakan pengelompokkan yang lebih mengutamakan perhitungan waktu
( time depth) atau perhitungan usia bahasa-bahasa kerabat. Dalam hal ini usia
bahasa tidak dihitung secara umum, misalnya mempergunakan satuan ribuan
tahun (millenium).

Kedua bidang itu selalu dipakai secara bergandengan, karena untuk


menghitung usia bahasa dengan teknik glotokronologi harus dipergunakan
leksikostatistik. Sebaliknya untuk mengadakan pengelompokkan bahasa dengan
metode leksikostatistik tersirat juga masalah waktu, yang menjadikan landasan
bagi pengelompokkan itu. Dengan demikian Leksikostatistik dan Glotokronologi
dapat dibatasi sebagai : suatu teknik yang berusaha menemukan keterangan-
keterangan (data-data) untuk suatu tingkat waktu yang agak tua dalam bahasa
guna menentukan usia bahasa dan pengelompokkan bahasa bahasa.

Dengan demikian, yang ingin dicapai dalam teknik ini adalah kepastian
mengenai usia bahasa, yaitu mengenai kapan sebua bahasa muncul, dan
bagaimana hubungannya dengan bahasa-bahasa kerabat lainnya. seperti halnya
dengan metode historis komparatif lainnya, teknik ini dikembangkan terutama
untuk bahasa-bahasa yang tidak memiliki naskah-naskah kuno. Beberapa metode
telah dikembangkan terlebih dahulu untuk mengadakan pengelompokan bahasa-
bahasa, guna mengetahui tingkat kekerabatan antar bahasa. Tetapi metode-metode
tersebut tidak dapat dipakai untuk menghitung eratnya hubungan antara bahasa
yang satu dengan bahasa yang lainnya.

12
1. Asumsi Dasar Leksikostatistik

Dari penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap berbagai bahasa


akhirnya diperoleh empat macam asumsi dasar ( semacam hipotesa yang diyakini
kebenarannya, tetapi tidak perlu diadakan pembuktian mengenai kebenarannya
itu) yang dapat dipergunakan sebagai titik tolak dalam usaha mencari jawaban
mengenai usia bahasa, atau secara tepatnya bilamana terjadi diferensiasi antara
dua bahasa atau lebih.

Keraf (1996: 123) menyebutkan empat asumsi dasar leksikostatistik


tersebut adalah :

a) Sebagian dari kosakata suatu bahasa sukar sekali berubah bila dibandingkan
dengan bagian lainnya.
b) Retensi (ketahanan) kosakata dasar adalah konstan sepanjang masa.
c) Perubahan kosakata dasar pada semua bahasa adalah sama.
d) Bila presentase dari dua bahasa kerabat (cognate) diketahui, maka dapat
dihitung waktu pisah kedua bahasa tersebut.

Asumsi-asumsi dasar tersebut adalah:

1. Sebagian dari kosa kata suatu bahasa sukar sekali berubah bila
dibandingkan dengan bagian lainnya.

Kosa kata dasar yang diambil dalam metode leksikostatistik dibatasi


jumlahnya, setelah diadakan penilaian yang ketat dan pengujian-pengujian untuk
menerangkan metode ini secara baik. Kosa kata dasar ini meliputi kata-kata ganti,
kata-kata ganti, kata-kata mengenai anggota badan (dan sifat atau aktivitasnya),
alam dan sekitarnya (seperti udara, langit, air, gunung dan sebagainya), dan alat-
alat perlengkapan sehari-hari yang sudah ada sejak permulaan (tongkat, pisau,
rumah, dan sebagainya). Moris Swades mengusulkan sekitar 200 kosa kata dasar
yang dianggapnya universal , artinya bisa terdapat pada semua bahasa dunia.

13
2. Retensi (ketahanan) kosa kata dasar adalah konstan sepanjang masa.

Asumsi dasar yang kedua mengatakan bahwa dari kosa kata dasar yang
ada dalam suatu bahasa, suatu prosentase tertentu selalu akan bertahan dalam
1000 tahun. Kalau asumsi ini diterima, maka implikasinya adalah bahwa dari 200
kosa kata dasar yang dimiliki sebuah bahasa, sesudah 1000 tahun akan bertahan
lagi prosentase yang sama.

3. Perubahan kosa kata dasar pada semua adalah sama

Asumsi ketiga ini telah diuji dalam 13 bahasa, diantaranya ada yang
memiliki naskah-naskah tertulis. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam tiap 1000
tahun, kosa kata dasar suatu bahasa bertahan antara 86,4 – 74,4%, atau dengan
angka rata-rata 80,5%..

Bila diadakan komputasi dengan mempergunakan asumsi kedua, maka


retensi rata-rata kosa dasar suatu bahasa dalam tiap 1000 tahun dapat dinyatakan
𝐾
dalam rumus C = 𝑁 × 100% di mana C adalah tingkat kekerabatan, K adalah

jumlah prosentase kata kerabat dan N adalah jumlah kosa kata dasar yang ada
pada awal kelipatan 1000 tahun yang bersangkutan. Pada tahun pertama akan
161
tinggal : 200 × 100% = 80,5% = 161 kata. Sesudah 1000 tahun kedua akan tinggal

80,5% × 161 kata = 129,6 kata atau dibulatkan menjadi 130 kata. Demikian
selanjutnya sesudah 1000 tahun ketiga, maka kosa kata dasarnya tinggal 80,5% ×
130 kata = 104,6 kata atau dibulatkan menjadi 105 kata dan seterusnya.

4. Bila Prosentase dari dua bahasa kerabat (cognate) diketahui, maka dapat
dihitung waktu pisah kedua bahasa tersebut.

Asumsi dasar keempat ini mrupakan konsekuensi logis dari asumsi dasar
kedua dan ketiga. Asumsi ini berlaku dengan syarat bahwa tidak ada hal-hal yang
memperlambat atau mempercepat pemisahan tadi (ceteris paribus), misalnya
karena penaklukan atau kontak-kontak sosial yang lain.

14
Berdasarkan asumsi dasar yang kedua, ketiga, dan keempat, kita dapat
menghitung usia atau waktu pisah bahasa A dan B kalua diketahui prosentase kata
kerabat kedua bahasa itu. Dan karena dalam tiap 1000 tahun kedua bahasa kerabat
itu masing-masing akan kehilangan kosa kata dasarnya dalam prosentase yang
sama, maka waktu pisah antara kedua bahasa tersebut dibagi dua. Misalnya
prosentase kata kerabatnya adalah 80,5%, maka waktu pisah kedua bahasa adalah
500 tahun yang lalu

Berdasarkan prinsip itu, waktu pisah kedua bahasa kerabat denagn


prosentase kata kerabat yang diketahui adalah seperti tertera dalam table berikut:

Jumlah kata Usia (waktu pisah) antara


kerabat antara Prosentase kata kerabat bahasa A-B sekian tahun yang
A-B lalu (sudah dibagi 2)
200-162 100-81 0-500
162-132 81-66 500-1.000
132-106 66-53 1.000-1500
106-86 53-43 1.500-2.000
86-70 43-35 2.000-2.500
70-56 35-28 2.500-3.000
56-44 28-22 3.000-3.500
44-36 22-18 3.500-4.000
36-30 18-15 4.000-4.500
30-24 15-12 4.500-5.000
Dan seterusnya

2. Teknik Leksikostatistik
Untuk menerapkan keempat asumsi dasar di atas, maka perlu diambil
langkah-langkah tertentu. Langkah-langkah tersebut sekaligus merupakan
teknik-teknik metode leksikostatistik. Di antara langkah-langkah yang
sangat diperlukan adalah:

15
a. Mengumpulkan Kosa Kata Dasar

Dalam pengumpulan data, setiap gloss harus diterjemahkan dengan


percakapan sehari-hari. Bila kita menghadapi pilihan antara dua kata atau lebih
untuk suatu gloss, maka pilihan harus dilakukan secara random atau diundi.
Dalam statistik dikehendaki agar kesalahan yang terjadi haruslah merupakan
kesalahan karena random, yang kelak akan diimbangi oleh kesalahan random
yang lain. Makna dan pengertian kata-kata dalam daftar harus sama nilainya.
Misalnya dalam menterjemahkan kata tahu harus dicari kata yang sama nilainnya
dengan pengertian itu yakni yang menyangkut fakta bukan mengenai orang.

b. Menghitung Kata Kerabat

Dalam membandingan kata kata untuk menetapkan kata kata mana yang
merupakan kata kerabat dan mana yang tidak, maka perlu dikemukakan lagi suatu
asumsi lain dalam metode perbandingan yaitu: fonem bahasa proto yang sdah
berkembang secara berlainan dalam bahasa-bahasa kerabat, akan berkembang
terus secara konsisten dalam lingkungan linguistis masing-masing bahasa
kerabat.

Untuk menetapkan kata-kata kerabat (cognates) dari bahasa-bahasa yang


diselidiki, maka hendaknya diikuti prosedur-prosedur berikut:

Untuk menetapkan kata-kata kerabat (cognate) dari bahasa-bahasa yang


diselidiki, maka hendaknya diikuti prosedur-prosedur berikut:
1) Gloss yang tidak diperhitungkan (kata-kata kosong, kata serapan atau
pinjaman):
GLOS BMDB BMDP
Es [es] [es]

2) Pengisolasian morfem terikat.


GLOS BMDB BMDP
Renang (be) [Ronang (be)] [ ranaŋ (ba)]
Jalan (ber) [jalan (be)] [ jalan (ba)]

16
3) Penetapan kata kerabat;
a. Pasangan itu identik; kata yang semua fonemnya sama

GLOS BMDB BMDP


Abu [abu] [abu]
Hati [hati] [hati]
Itu [itu] [itu]

b. Pasangan itu memiliki korespondensi fonemis; bila perubahan fonemis antara


kedua bahasa itu terjadi secara timbal balik dan teratur, serta tinggi
frekuensinya, maka bentuk yang berimbang antara kedua bahasa itu dianggap
berkerabat. Dalam hubungan ini okurensi fonem-fonem yang menunjukkan
korespondensi itu dapat mengikut-sertakan gejala-gejala kebahasaan yang
lain di sebut ko-okurensi.

GLOS BMDB BMDP


Balik [bale?] [balia?]
Cacing [caceŋ] [caciaŋ]
Hidung [idoŋ] [hiduaŋ]

c. Kemiripan secara fonetis ; bahasa itu mengandung korespondensi secara


fonemis, tetapi pasangan itu mengandung kemiripan secara fonetis dalam
posisi artikulatoris yang sama. Yang dimaksdud dengan ‘mirip secara fonetis’
adalah bahwa ciri-ciri fonetisnya harus cukup serupa sehingga dapat dianggap
sebagai alofon.

GLOS BMDB BMDP


Anak [budak] [anak]
Dekat [dokat] [dake?]
Empat [ompat] [ampe?]

d. Satu fonem berbeda; bila dalam satu pasangan kata terdapat perbedaan satu
fonem, tetapi dapat dijelaskan bahwa perbedaan itu terjadi karena pengaruh
lingkungan yang dimasukinya, sedangkan dalam bahasa lain pengaruh

17
lingkungan itu tidak mengubah fonemnya, maka pasangan itu dapat
ditetapkan sebagai kata kerabat, asal segmennya cukup panjang.

GLOS BMDB BMDP


Bapak [apak] [abak]
Belah [bolah] [balah]
Debu [dobu] [debu]

c. Menghitung Waktu Pisah

Waktu pisah antara dua bahasa kerabat yang telah diketahui prosentase
kata kerabatnya, dapat dihitung dengan mempergunakan rumus berikut:

𝑙𝑜𝑔. 𝐶
W = 2 𝑙𝑜𝑔.𝑟

Dimana W = waktu pisah dalam ribuan (millenium) tahun yang lalu; r =


retensi, atau prosentase konstan dalam 1000 tahun, atau disebut juga indeks; C =
prosentase kerabat; log = logaritma dari.

Rumus diatas dapat diselesaikan dengan mengikuti tahap-tahap berikut :

1) Mula –mula mencari logaritma C dan r dalam daftar logaritma;


2) Kemudian logaritma r dikalikan dengan dua
3) Hasil logaritma C dibagi dengan hasil (2);
4) Hasil dari pembagian dalam no. (3) menunjukkan waktu pisah dalam satuan
ribuan tahun. Hasil terakhir ini dapat diubah menjadi tahun biasa setelah
dikalikan dengan 1000. Tetapi karena perpisahan itu tidak terjadi dalam satu
tahun tertentu lebih baik dipertahankan dalam bentuk satuan ribuan tahun
(millennium).

d. Menghitung Jangka Kesalahan


Cara ini biasa digunakan untuk menghindari kesalahan dalam statistik
adalah memberi suatu perkiraan bahwa hal terjadi bukan dalam waktu tertentu,
tetapi dalam suatu jangka tertentu. Dalam jangka waktu itu terjadi akumulasi
perbedaan-perbedaan antara kedua bahasa itu, yang sekian hari bertambah besar,

18
sehingga perlahan-lahan tetapi pasti menandai perpisahan antara kedua bahasa
tersebut.
Dalam metode statistik dikembangkan cara tertentu untuk menghitung
jangka kesalahan yang mungkin timbul dalam perhitungan tersebut. Jangka
kesalahan itu biasanya dibuat untuk tiga asumsi yang berbeda (Keraf 1996 : 131)
1) Ketetapan perhitungan diperkirakan berkisar sekitar 68% dari kebenaran, atau
untuk mudahnya dikatakan 0,7 mengandung kebenaran;
2) Ketetapan perhitungan dapat diperkirakan 90% atau 0.9 dari kebenaran;
3) Kebenaran diperkirakan 50% atau 0,5 dari keadaan yang sebenarmya

Semakin tinggi harkat kepastian mengenai kebenaran, maka semakin besar


pula jangka tahunnya. Bila kita menyempitkan jangka tahunnya. Sebaliknya
semakin besar jangka tahunnya, kemungkinan kebenarannya akan bertambah
besar.

Untuk menghitung jangka kesalahan biasanya dipergunakan kesalahan


standar, yaitu 70% dari kebenaran yang diperkirakan kesalahan standar
diperhitungkan dengan rumus berikut (Keraf 1996 :132).

C (1 − C)
S= √
n

Dimana S adalah kesalahan standar dalam prosentase kata kerabat; c


adalah prosentase kata kerabat; n= jumlah kata yang diperbandingkan (baik
kerabat maupun non kerabat).

19
3. Klasifikasi Bahasa
Metode Leksikostatistik atau Glotokronologi bukan semata-mata
merupakan metode untuk menentukan waktu pisah dua bahasa kerabat, tetapi juga
bisa menjadi metode untuk mengadakan pengelompokkan bahasa-bahasa kerabat.

Dengan menggunakan dasar-dasar leksikostatistik, Swadesh mengusulkan


suatu klasifikasi untuk menetapkan kapan dua bahasa disebut dialek, kapan
sekelompok bahasa disebut keluarga bahasa (Languange Family), atau
sekelompok bahasa termasuk rumpun bahasa (stock) dan sebagainya. Klasifikasi
yang dimaksud adalah sebagai berikut.

Waktu Pisah Dalam Prosentase Kata


Tingkatan Bahasa
Abad Kerabat
Bahasa (Languange) 0-5 100-81
Keluarga (Family) 5-25 81-36
Rumpun (Stock) 25-50 36-12
Mikrofilum 50-75 12-4
Mesofilum 75-100 4-1
Makrofilum 100- ke atas 1- kurang dari 1%

Klasifikasi Swadesh seperti tabel diatas hanya berlaku sebagai dasar. Yang
akan dicapai dengan metode ini adalah klasifikasi nyata atas bahasa-bahasa
kerabat sehingga jelas bagaimana kedudukan atau hubungan antara bahasa-bahasa
itu satu sama lain.

20
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian bahasa Melayu Dialek Batubara ini dilakukan di Desa Suka


Jaya Dusun IX, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara
dan penelitian bahasa Minangkabau Dialek Pasaman dilakukan di Desa Pinagar,
Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman barat. Kedua desa ini dipilih sebagai
lokasi penelitian karena desa ini memiliki pemakaian isoleknya yang homogen.
Tahap penelitian lapangan ini diusahakan seefisien mungkin dengan
memperhitungkan keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya yang digunakan.

3.2 Data Dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini dijaring dengan menggunakan instrumen


penelitian berupa daftar Swadesh 200 kosa kata dasar yang kemudian dialih
bahasakan ke bahasa Melayu Dialek Batubara di Desa Suka Jaya Dusun IX,
Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara dan bahasa
Minangkabau Dialek Pasaman dilakukan di Desa Pinagar, Kecamatan Pasaman,
Kabupaten Pasaman barat dengan menggunakan narasumber dari penutur asli dari
kedua bahasa tersebut.

3.3 Metode Penelitian

Dalam Linguistik Historis Komparatif metode kuantitatif menggunakan


teknik leksikostatistik untuk mencari silsilah kekerabatan bahasa, tujuannya untuk
mendapatkan gambaran sekilas tentang peringkat relasi historis atau hubungan
kekerabatan (instrumennya berupa 200 kata kata swadesh), serta mencari
persentase kekerabatan antarbahasa dan jangka waktu pisah dari bahasa proto.
Untuk penerapan teknik leksikostatistik ini, harus mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:

1. Mengumpulkan kosa kata dasar bahasa kerabat (200 kosa kata swadesh);

21
2. Menghitung persentase kekerabatan dengan cara menetapkan dan menghitung
pasangan kata-kata kerabat yang sama dan mirip;
3. Menghitung usia atau waktu pisah kedua bahasa
4. Menghitung jangka kesalahan (Keraf, 1996: 126).

3.4 Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data yang dilakukan ialah metode cakap berupa


wawancara dan observasi langsung. Kemudian didukung dengan teknik dasar
yakni teknik pancing, dan teknik lanjutan berupa teknik cakap semuka, teknik
rekam, dan catat (Mahsun, 2005:121). Metode cakap ini berupa percakapan
(wawancara) yang merupakan dialog antara peneliti dan informan untuk menggali
sejumlah gloss yang terkait dengan data swadesh yang dialih bahasakan ke bahasa
Melayu Dialek Batubara dan bahasa Minangkabau Dialek Pasaman. Hal yang
perlu diperhatikan untuk tahapan pengumpulan data (Mahsun, 2005:129) adalah

a) Satuan daerah pengamatan


b) Teknik penentuan daerah pengamatan
c) Daftar pertanyaan
d) Informan, Adapun syarat-syarat informan (Mashun, 2015:135)
adalah :
1. Berjenis kelamin pria atau wanita;
2. Berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun);
3. Orang tua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta
jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya;
4. Berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar (SD-SLTP);
5. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan
tidak terlalu tinggi mobilitasnya;
6. Pekerjaannya bertani atau buruh;
7. Memiliki kebanggaan terhadap isoleknya;
8. Dapat mengerti bahasa Indonesia;
9. Sehat jasmani dan rohani

22
Dalam penelitian ini informan berjumlah minimal tiga orang dari Desa
Suka Jaya Dusun IX, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara, Sumatera
Utara dan tiga orang dari Desa Pinagar, Kecamatan Pasaman, Kabupaten
Pasaman barat.. Dari tiga orang informan itu ditentukan satu orang sebagai
informan utama, sedangkan yang lainnya sebagai pendamping (Mashun, 2005:
135). Atau dapat pula disimpulkan informan pertama sebagai informan utama,
informan kedua sebagai pendamping, dan informan ketiga sebagai pembanding.
Wawancara dilakukan berdasarkan daftar pertanyaan yang terdiri atas data
swadesh yang dialih bahasakan ke bahasa Melayu dan Minangkabau. Dalam
berinteraksi dengan informan digunakan bahasa Indonesia.

3.5 Analisis Data

Pada penelitian ini data dianalisis dengan menggunakan metode padan


ekstralingual yang alat penentunya adalah langue lain. Dengan mengalih
bahasakan, sebenarnya ditujukan untuk menguji kemampuan pemahaman
informan dalam melakukan terjemahan atau mengetes tingkat kedwibahasaan
informan bukan mengetes tingkat pemahaman timbal balik (Mahsun, 1995 : 115).
Teknik dasar yang digunakan adalah Teknik Pilah Unsur Penentu (PUP); yakni
daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya (Sudaryanto, 2015:
25-26). Dalam penelitian ini juga digunakan metode analisis klasik; yakni
mengadakan perbandingan antar bahasa guna menemukan kesamaan-kesamaan
antarbahasa-bahasa berkerabat yang meliputi penetapan kata berkerabat pada
bahasa yang akan diteliti (Keraf, 1996: 40).

Metode perbandingan klasik itu meliputi hukum bunyi. Istilah hukum


bunyi mengandung tendensi adanya ikatan yang ketat, maka istilah itu diganti
dengan istilah korespondensi fonemis (phonemic correspondence atau
kesepadanan bunyi) yang pada hakikatnya adalah suatu metode untuk menemukan
hubungan antarbahasa dalam bidang bunyi bahasa atau dapat juga didefinisikan
sebagai hubungan yang teratur mengenai bunyi-bunyi bahasa yang didasarkan
pada kata-kata dengan makna yang mirip (Keraf, 1996).

23
Untuk menyusun atau menetapkan suatu perangkat korespondensi bunyi
yang absah harus dipenuhi prosedur sebagai berikut:

1) Rekurensi fonemis (phonemic recurrence); yakni perangkat bunyi yang


muncul secara berulang-ulang dalam sejumlah pasang kata yang lain.
2) Ko-okurensi (co-occurrence); yakni gejala-gejala tambahan yang terjadi
sedemikian rupa pada kata-kata kerabat yang mirip bentuk dan maknanya,
sehingga dapat mengaburkan baik kemiripan bentuk-bentuk maknanya
maupun korespondensi fonemisnya dengan kata-kata lain dalam bahasa
kerabat lainnya. Analogi; yakni kesepadanan antara bentuk bahasa yang
menjadi satu dasar terjadinya bentuk lain.
3) Teknik leksikostatistik; yakni suatu teknik dalam pengelompokan bahasa
yang lebih cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon)
secara statistik, untuk kemudian berusaha menetapkan pengelompokan itu
berdasarkan persentase kesamaan dan perbedaan suatu bahasa dengan bahasa
lain (Keraf, 1996: 121).

24
Contoh Data

Kata Kerabat

GLOS BMDB BMDP


Abu [abu] [abu]
Awan [awan] [awan]
Api [api] [api]

Kata Non-Kerabat

GLOS BMDB BMDP


Kotor [kotoR] [kumuah]
Basah [basah] [biya?]
pegang [pogaŋ] [pacia?]

3.6 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penyajian hasil analisis data adalah metode
informal dan metode formal. Metode informal digunakan untuk menyajikan hasil
analisis data dengan kata-kata biasa. Metode formal digunakan untuk menyajikan
hasil penelitian dengan simbol dan angka-angka (Sudaryanto, 2015: 241).

25
DAFTAR PUSTAKA

A.M, Sudirman, dkk. 2005. “Hubungan Kekerabatan Bahasa Melayu dan Bahasa
Lampung” Jurnal Humaniora Nomor 1 Volume 17 . Diakses tanggal 23
April 2019.

Afria, Rengki dan Yundi Fitrah. 2017. “Kekerabatan Bahasa-Bahasa Etnis


Melayu, Batak, Sunda, Bugis, dan Jawa di Provinsi Jambi: Sebuah Kajian
Linguistik Historis Komparatif” Jurnal Titian Nomor 2 Volume 1. Diakses
tanggal 23 April 2019.

Dardanila, 2016. “Kekerabatan Bahasa Karo, Bahasa Alas, dan Bahasa Gayo”
(Disertasi). Medan, Universitas Sumatera Utara.

Keraf, Gorys. 1996. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.

Mashun. 1995. Dialektologi Diakronis. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Pusposari, Dewi. 2017. “Kajian Linguistik Historis Komparatif dalam Sejarah


Perkembangan Bahasa Indonesia” Jurnal Inovasi Pendidikan Nomor 1,
Volume 1. Diakses tanggal 23 April 2019.

Rinah, Noelihariso Jasmine. 2010. “Hubungan Kekerabatan Bahasa Malagasy


dengan Bahasa Maanyan” (Tesis). Surakarta, Universitas Sebelas Maret.
Diakses tanggal 23 April 2019.

Rismanto, Rendi. 2012. “Kekerabatan Kosakata Bahasa Sunda dengan Bahasa


Melayu Betawi di Kota Tangerang Selatan: Kajian Linguistik Historis
Komparatif” (Skripsi) Padjajaran, Universitas Padjajaran. Diakses tanggal
24 April 2019

Sudaryanto. 2015. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Sanata


Dharma University Press.

26
Surbakti, Ernawati. 2014. “Kekerabatan Bahasa Karo, Minang, dan Melayu
Kajian Linguistik Historis Komparatif” Jurnal Ilmiah Nomor 1 Volume II.
Diakses tanggal 23 April 2019 .

27

Anda mungkin juga menyukai