2.1 Konsep
menyangkut objek, proses, yang berkaitan dengan penelitian. Dalam KBBI dan
Kamus Linguistik, konsep diartikan sebagai gambaran mental dari objek, proses,
atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk
memahami hal-hal lain. Hal-hal yang dibicarakan dalam penelitian ini merupakan
dua bahasa atau lebih yang diturunkan dari sumber yang sama (KBBI, 2008 ).
berkerabat adalah bahasa yang memiliki hubungan antara yang satu dengan yang
lainnya. Hubungan ini bisa jadi merupakan asal dari induk yang sama sehingga
terdapat kemiripan, atau dapat juga karena adanya ciri-ciri umum yang sama.
Dalam hal bahasa, kemiripan ini terutama terlihat dari segi fonologinya, atau
hubungan antara dua bahasa atau lebih yang diturunkan dari sumber bahasa induk
berada dalam satu rumpun ini kemungkinan tidaklah sama. Sejauh mana tingkat
keeratan hubungan bahasa yang satu dengan yang lainnya dapat dilihat dari
dalam pergaulan, perdagangan, dan lainnya. Fungsi dan kedudukan bahasa terkait
erat dengan masyarakat penutur dan pemakai bahasa. Demikian pula dengan
suku bangsa. Sekalipun dikenal rumusan bahwa orang Melayu adalah orang yang
Melayu adalah budaya yang berlandaskan ajaran agama Islam dengan pilar
penutur dan pemakai bahasa Melayu tidaklah terbatas hanya pada pemeluk agama
bahasa yang berdiri sendiri. Di Sumatera utara saja, dikenal bahasa Melayu
Langkat, bahasa Melayu Deli, bahasa Melayu Serdang, bahasa Melayu Bedagai,
bahasa Melayu Batubara, bahasa Melayu Asahan, bahasa Melayu Bilah, bahasa
Deli karena bahasa Melayu Deli dianggap yang paling dapat mewakili bahasa
Melayu secara keseluruhan dan karena bahasa Melayu Deli digunakan oleh
memiliki banyak variasi yang masih tergolong dalam dialek. Terdiri atas bahasa
kemudian didukung oleh temuan Balai Bahasa Medan dalam kegiatan pemetaan
digunakan dalam kegiatan itu adalah data bahasa yang diperoleh pada tahun 1990.
kenyaataan yang ada saat ini bisa jadi tidak lagi sama.
kelompok bahasa Batak sudah berdiri sebagai bahasa. Ini ditopang dengan
bukan bagian dari Batak. Saat ini, hal itu berkembang lagi dengan kenyataan
bahwa Mandailing dengan Angkola pun tidak mau disamakan lagi. Begitu juga
yang terjadi dengan Simalungun, Karo, Pakpak/Dairi. Walaupun begitu, hal itu
dalam ranah bahasa Batak dan varian-variannya. Bahasa Batak yang akan
Bahasa Batak Toba adalah salah satu bahasa daerah yang dipergunakan di
daerah sekitar Danau Toba dan sekitarnya, termasuk Pulau Samosir, Sumatera
bahasa Batak Toba dewasa ini sekitar 2 juta jiwa dengan perincian 1,5 juta
“Orang Batak” terkenal dengan sifatnya yang keras dan memiliki semangat hidup
Bahasa Nias, atau Li Niha dalam bahasa aslinya, adalah bahasa yang
dipergunakan oleh penduduk di Pulau Nias. Bahasa ini merupakan salah satu
bahasa di dunia yang masih belum diketahui persis dari mana asalnya. Namun,
seperti layaknya bahasa-bahasa yang ada di Nusantara, bahasa Nias juga termasuk
Bahasa Nias merupakan salah satu bahasa dunia yang masih bertahan
hingga sekarang dengan jumlah pemakai aktif sekitar setengah juta orang. Bahasa
ini dapat dikategorikan sebagai bahasa yang unik karena setiap akhiran katanya
berakhiran huruf vokal. Bahasa Nias mengenal enam huruf vokal, yaitu a,e,i,u,o
dan | ( http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Nias).
Bahasa Nias yang dijadikan objek penelitian adalah bahasa Nias dialek
Gunung Sitoli dengan alasan Kota Gunung Sitoli merupakan kota terbesar di
Pulau Nias sehingga bahasa Nias yang kemungkinan memiliki dialek-dialek akan
bertemu di Kota Gunung Sitoli yang dulunya merupakan ibukota Kabupaten Nias
bahasa-bahasa tersebut. Dalam hal ini, konsep bahasa purba yang dianggap
sebagai bahasa asal bahasa-bahasa turunan tentulah menjadi hal yang sangat
berperan dalam penetapan keluarga bahasa. Karena itulah, suatu telaah atau kajian
penutur bahasa proto atau bahasa purba harus berpindah tempat dari suatu
wilayah proto (proto area) yang menjadi tempat asal penutur-penutur bahasa itu.
bersinambung.
adanya asumsi bahwa bahasa-bahasa yang berkerabat sebenarnya berasal dari satu
wilayah yang sama, dengan kata lain pula, berasal dari satu bahasa yang sama
proto, maka semua bentuk itu dapat ditelusuri kembali melalui gerak-gerak yang
berasal dari wilayah yang bersinambung tadi. Yang dimaksud dengan wilayah
asal adalah wilayah dari bahasa yang menurunkan bahasa-bahasa yang setara
dewasa ini. Daerah asal bahasa-bahasa yang setara itu disebut Homeland atau
Negeri asal
Dalil kedua dapat dianggap sebagai kaidah “gerak yang paling minimal”.
Maksudnya, bila jumlah gerak dalam dua buah peluang migrasi yang
direkonstruksikan itu berbeda, maka migrasi dengan jumlah gerak yang paling
kecil mempunyai peluang yang paling besar sebagai migrasi yang sesungguhnya
istilah hukum bunyi (Lautgesetz, Sound Law, Grimm’s Law), diartikan sebagai
hubungan yang teratur mengenai bunyi-bunyi bahasa yang didasarkan pada kata-
kata dengan makna yang mirip (Keraf, 1984:42). Seperti dijabarkan di bagian
pendahuluan, hukum bunyi ini awalnya dirumuskan oleh Jacob Grimm. Dalam
berlangsung secara teratur dalam bahasa-bahasa yang ditelitinya. Para ahli bahasa
pada masa itu yang dikenal dengan sebutan aliran Junggrammatiker memberi
perhatian yang besar pada hukum bunyi ini dan menyatakan bahwa hukum bunyi
Bahasa-bahasa yang ada dewasa ini diasumsikan berasal dari satu bahasa
yang sama. Perubahan-perubahan yang terjadi kemudian karena faktor waktu dan
disebut sebagai berkerabat. Dalam hal ini, perubahan yang terjadi masih dapat
diamati dan dirumuskan melalui hukum bunyi atau korespondensi bunyi yang
kata bilangan atau kata-kata yang menyangkut anggota tubuh (yang dianggap
universal karena dimiliki oleh semua bahasa di dunia) dapat ditentukan perangkat
Ma’ayan urung
Banjar hidung
Lamalera irung
Jawa irung
Batak igung
Tagalog ilung
/h–ø-h–ø–ø–ø–ø/
/ i - u – i -- i – i – i – i /
/u–u–u–u–u–u–u/
/ G - G--- G- G- G- G- G/
tetapi, korespondensi fonemis ini tidak dapat dirumuskan dari satu pasangan kata
saja, data lain juga harus menunjukkan kesesuaian dengan data yang sebelumnya.
Dalam bahasa-bahasa Nusantara, kita dapat melihat contoh pada kata ‘batu’.
Dalam bahasa Melayu: batu, Jawa: watu, Batak: batu, Lamalera: foto. Dalam
pasangan kata-kata lain. Dan, memang itulah yang terjadi, dalam pasangan kata-
kata berikut:
(Keraf, 1984:52-53)
sedangkan perubahan bunyi yang muncul secara sporadis disebut variasi (Mahsun,
1995:28). Variasi bunyi dapat berupa perubahan dari yang sama menjadi berbeda,
dari yang berbeda menjadi sama, pelesapan atau penghilangan, penambahan, atau
1. Asimilasi
Asimilasi merupakan suatu proses perubahan bunyi ketika dua fonem yang
berbeda dalam bahasa proto mengalami perubahan menjadi fonem yang sama
dalam bahasa sekarang atau proses perubahan satu segmen (bunyi) menjadi serupa
dengan yang lainnya. Asimilasi ini ada yang disebut asimilasi total atau identik,
dan ada yang disebut sebagai asimilasi parsial atau sebagian saja. Asimilasi total
atau identik terjadi apabila perubahan terjadi secara total. atau seluruhnya,
sedangkan asimilasi parsial terjadi apabila perubahan terjadi bila hanya sebagian
2. Disimilasi
yang tidak sama menjadi sama, dalam disimilasi perubahan bunyi terjadi dari
3. Metatesis
kata-kata yang berbeda tetapi masih berada dalam lingkup makna yang sama.
Contoh-contoh yang ada dalam bahasa Indonesia: lebat tebal, lajur jalur
4. Swarabakti
Swarabakti ini disebut juga sebagai bunyi pelancar atau pelancar bunyi.
Sering sekali bunyi-bunyi tertentu muncul ketika bunyi berupa gugus konsonan
atau gugus vokal hadir. Sebenarnya, sebagian beranggapan bahwa swarabakti ini
paragoge. Akan tetapi, dalam swarabakti atau bunyi pelancar ini, bunyi yang
Misalnya, bunyi /y/ hadir antara vokal /ia/, bunyi /w/ hadir di antara vokal /ua/,
uang uwang
bentuk, tetapi kesamaan bentuk dalam perkembangan sejarah yang sama. Salah
antaranya.
cara yang paling mudah, yaitu dengan membandingkan kosa kata pada bahasa-
bahasa tersebut yang kemudian dapat dilihat dan ditentukan tingkat kesamaan di
antara kosa kata kedua bahasa (Crowley: 1992:168). Dengan demikian, sejauh
mana hubungan kekerabatan satu bahasa dengan bahasa lainnya dapat diketahui.
bawah dua asumsi dasar. Asumsi pertama ialah bahwa beberapa bagian kosakata
dari sebuah bahasa sukar berubah daripada bagian lainnya. Apa yang dimaksud
dengan kosakata yang sukar berubah adalah kosakata dasar, yakni kata-kata yang
menentukan mati hidupnya suatu bahasa ( lihat juga Keraf, 1991: 123).
kemunculannya merujuk kepada sesuatu yang lain, atau karena sebuah kata
adalah sama. Asumsi ini telah diuji pada 13 bahasa, di antaranya bahasa yang
tahun, kosakata dasar suatu bahasa bertahan antara 86,4—74,4 %, atau dengan
angka rata-rata 80,5%. Tentu saja hal itu tidak dapat diartikan bahwa semua
bahasa akan bertahan dengan persentase rata-rata tersebut, karena semua bahasa
yang digunakan dalam eksperimen itu (kecuali dua bahasa) adalah bahasa-bahasa
Indo-Eropa.
Bila asumsi kedua diterima, retensi rata-rata kosakata dasar suatu bahasa
dalam tiap 1.000 tahun dapat dinyatakan dalam rumus: 80,5% x N. Simbol N
adalah jumlah kosakata dasar yang ada pada awal kelipatan 1.000 tahun yang
bersangkutan. Dari 200 kosakata dasar (N) suatu bahasa sesudah 1.000 tahun
pertama akan tinggal 80,5% x 200 kata = 161 kata. Sesudah 1.000 tahun kedua
akan tinggal 80,5% x 161 kata = 139,6 kata atau dibulatkan menjadi 140 kata.
Sesudah 1.000 tahun ketiga kosakata dasarnya tinggal 80,5 x 140 kata = 112,7
fonetis atau morfologi akan dianggap sebagai kata yang berkerabat atau dikenal
dengan bahasa lain. Dari konsep di atas, Keraf kemudian menjabarkan metode
kekerabatan bahasa.
Ada empat macam asumsi dasar yang dapat dipergunakan sebagai titik
tolak dalam usaha mencari jawaban mengenai usia bahasa, atau secara tepatnya
bilamana terjadi diferensiasi antara dua bahasa atau lebih (Keraf: 1984: 123)
1. Sebagian dari kosa kata suatu bahasa sukar sekali berubah bila
Kosa kata yang sukar berubah dalam asumsi dasar adalah kosa kata dasar yang
merupakan unsur-unsur yang menentukan mati hidupnya suatu bahasa. Kosa kata
secara baik. Yang ingin dicapai dalam seleksi ini adalah dapat disusun sebuah
daftar yang bersifat universal, artinya kosa kata yang dianggap harus ada pada
semua bahasa sejak awal mula perkembangannya. Kosa kata dasar itu meliputi :
2. kata bilangan;
4. alam dan sekitarnya: udara, langit, air, gunung, dan sebagainya beserta sifat
atau aktivitasnya;
Morris Swadesh mengusulkan sekitar 200 kosa kata dasar yang dianggapnya
Asumsi dasar yang kedua mengatakan bahwa dari kosa kata dasar yang ada
dalam suatu bahasa, suatu persentase tertentu selalu akan bertahan dalam 1.000
tahun. Kalau asumsi ini diterima, maka dari sebuah bahasa yang memiliki 200
kosa kata, sesudah 1.000 tahun akan bertahan 80,5%, dan dari sisanya sesudah
1.000 tahun kemudian akan bertahan lagi dalam persentase yang sama.
Setelah menguji beberapa bahasa dengan asumsi dasar ketiga ini, hasilnya
akan menunjukan bahwa dalam tiap 1000 tahun, kosa kata dasar suatu bahasa
retensi ( ketahanan) kosa kata dasar kedua bahasa dengan mempergunakan asumsi
dasar kedua, dapat dinyatakan dengan rumus : 80.5% x N. N adalah jumlah kosa
kata dasar yang ada pada awal kelipatan 1000 tahun kedua bahasa. Sehingga, dari
200 kosakata dasar (N) suatu bahasa, sesudah 1000 tahun pertama akan tinggal
= 139,6 kata atau dibulatkan menjadi 140 kata. Selanjutnya sesudah 1000 tahun
ketiga kosa kata dasar yang tinggal adalah 80,5% x 140 kata = 112,7 kata atau
dibulatkan menjadi 113 kata, dan seterusnya (seperti yang dijabarkan oleh
Crowley di atas).
berikut: Tabel 1
mikrofilum, kesamaan pada tingkat 1-4% disebut mesofilum, dan kesamaan pada
tingkat 0-1% disebut makrofilum. Namun, perlu dicatat bahwa ahli bahasa yang
kosakata itu membawa keuntungan dalam penelitian karena terdiri atas kata-kata
nonkultural serta retensi kata dasarnya telah diuji dalam bahasa-bahasa yang
asumsi bahwa fonem bahasa proto yang berkembang secara berlainan dalam
dalam posisi relatif sama dibandingkan satu sama lain. Bila terdapat hubungan
genetis, pasangan fonem tersebut akan timbul kembali dalam banyak pasangan
lain. Tiap pasangan yang sama yang timbul dalam hubungan itu merupakan
pantulan suatu fonem atau alofon dalam bahasa protonya (lihat juga Crowley).
4. Bila persentase dari dua bahasa kerabat (cognate) diketahui, maka dapat
Berdasarkan asumsi dasar yang kedua, ketiga, dan keempat, kita dapat
menghitung usia atau waktu pisah bahasa-bahasa yang diteliti kalau diketahui
persentase kata kerabat kedua bahasa itu. Dan karena dalam tiap 1000 tahun kedua
bahasa kerabat itu masing –masing akan kehilangan kosa kata dasarnya dalam
persentase yang sama, maka waktu pisah dalam kedua bahasa itu harus dibagi
dua. Misalnya persentase kata kerabatnya adalah 80, 5%, maka waktu pisah kedua
kata kerabat yang diketahui adalah seperti tertera dalam tabel berikut ini (Keraf:
B dibagi 2)
Jika jumlah kata berkerabat antara dua bahasa yang ditelaah antara 200-
162, dengan persentase 100-81, maka waktu pisah diperkirakan 0-500 tahun yang
lalu. Jika jumlah kata yang berkerabat antara 162-132 dengan persentase 81-66,
maka waktu pisah kedua bahasa diperkirakan antara 500-1000 tahun yang lalu.
Jika jumlah kata berkerabatnya 132-106, dengan persentase 66-53, maka waktu
pisah kedua bahasa itu diperkirakan 1000-1500 tahun yang lalu, dan seterusnya.
2.2.5 Glotokronologi
(time depth) atau perhitungan usia bahasa-bahasa kerabat. Dalam hal ini, usia
bahasa tidak dihitung secara mutlak dari suatu tahun tertentu, tetapi dihitung
1984: 121).
Pendapat itu ditunjang oleh pakar yang lain, yaitu Terry Crowley yang
Metode ini memungkinkan seorang linguis atau ahli bahasa mengetahui sudah
berapa lama bahasa-bahasa yang berkerabat yang dalam hal ini termasuk pada
tersebut.
menjadi:
pengelompokan bahasa juga tidak terlepas dari masalah waktu yang dijadikan
sebagai landasan pengelompokan. Karena itu, banyak ahli yang pada dasarnya
berapakah usia bumi? Pertanyaan ini juga akan sampai pada, berapakah usia
bahasa yang ada di bumi? Sebuah sumber menyatakan bumi ini berusia sekitar 4,6
bahasa manusia sudah ada sejak 2.900 tahun Sebelum Masehi (http://planet-
berita.blogspot.com/2011/10/umur-bahasa-di-dunia.html) walaupun,
diinformasikan juga adanya temuan tentang bahasa tulis yang sudah berusia 50
ribu tahun, yaitu bahasa Sumerian. Lalu, berapakah usia bahasa-bahasa yang
dijadikan oebjek penelitian? Relevankah dengan perkiraan usia bumi dan bahasa
tertua tersebut? Tentunya hal ini akan menjadi temuan yang sangat menarik.
Pakpak Dairi (2007). Dalam penelitian ini digunakan daftar kosa kata yang
disusun oleh Mahsun sebanyak 809 kosa kata. Akan tetapi, dalam penelitian ini
bahasa yang diteliti. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa bahasa Batak
Toba dan bahasa Pakpak Dairi merupakan bahasa tunggal pada 2.320-2200 tahun
yang lalu. Bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi mulai berpisah dari suatu
bahasa proto antara 320-200 sebelum Masehi (dihitung dari tahun 2000).
bahasa di Indonesia, yaitu bahasa Batak, bahasa Minang, bahasa Melayu, bahasa
Banjar, bahasa Sunda, bahasa Jawa, bahasa Madura, bahasa Bali, dan bahasa
Bugis dengan alat bantu 100 kosakata dasar Swadesh. Penelitian ini dilakukan di
menggunakan teknik yang dikemukakan oleh Dyen dan hasil yang didapatkannya
adalah bahasa Batak dan bahasa Bugis merupakan bahasa proto atau bahasa
tertua, yang menurunkan bahasa yang lain, dari kesembilan bahasa yang diteliti
dan Banjar; 2. Subgrup Sunda , Jawa, dan Madura; 3. Subgrup Bali dan Bugis.
bahasa Minang memiliki tingkat kekerabatan yang paling erat atau dekat.
kata dasar yang merupakan kombinasi dari Swadesh, Gudschinsky, Travis, Rea,
tigkat kekerabatan dan waktu pisah yang tidak sama antara satu dengan yang
lainnya. Bahasa Batak Toba dan Angkola berada dalam satu bahasa yang sama,
dengan kata lain kekerabatan keduanya masih sangat erat sehingga salah satunya
berstatus dialek dari yang lain. Sedangkan bahasa-bahasa Batak yang lain berada
dalam lingkup keluarga. Dengan perincian, bahasa Karo, bahasa Alas, dan bahasa
Dairi berada dalam satu kemompok, dan bahasa Simalungun tidak berada dalam
kelompok kedua kelompok bahasa tersebut. Ini berarti, bahasa Simalungun berdiri
sendiri.
banyak dilakukan oleh para pakar, seperti Kridalaksana, Blust, Dyen, Fernandes,
Mbete, Mahsun, dan lain-lain yang dalam penelitian ini dijadikan rujukan.