PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
bunyi Bahasa yang sifatnya manasuka yang digunakan atau yang dapat digunakan
dalam komuniasi antar individu oleh sekelompok manusia dan yang secara agak
sosial. Dengan kata lain bahasa membuat sesorang dapat berkomunikasi dengan
masyarakat atau penutur yang heterogen serta latar belakang sosial budaya yang
berbeda.
Bahasa, masyarakat, dan budaya merupakan tiga hal yang tidak dapat
dipisahkan dan saling berkaitan. Secara tidak langsung bahasa yang akan dikaji
tersebut. Pada dasarnya bahasa tersebut mempunyai dua aspek mendasar yaitu
aspek bentuk dan makna. Aspek bentuk berkaitan dengan bunyi, tulisan, dan
Manusia mengakui sisi bahasa lewat interaksi sosial pada masa balita, dan
anak-anak sudah dapat berbicara secara fasih kurang lebih pada umur tiga tahun.
2
Penggunaan bahasa telah berakar dalam kultur manusia. Oleh karena itu, selain
digunakan untuk berkomunikasi, bahasa juga memiliki banyak fungsi sosial dan
terbatas dan membuat kata-kata serta kalimat baru. Hal ini menjadi mungkin
karena bahasa manusia didasarkan pada suatu kode ganda: sejumlah elemen-
elemen tanpa arti, yang terbatas, seperti suara atau huruf atau isyarat, dapat
lanjut simbol-simbol, dan aturan tata bahasa dari setiap bahasa pada umumnya
berubah-ubah. Ini berarti bahwa sistem tersebut hanya dapat dipelajari lewat
interaksi sosial. Sistem komunikasi yang diketahui yang digunakan pada hewan,
pada sisi lain, hanya dapat menyampaikan sejumlah pengucapan yang pada
dapat digunakan secara efisien dan efektif. Lambang yang digunakan dalam
bahasa bugis ialah berupa bunyi, bahasa Bugis. Bahasa Bugis digunakan oleh
suku Bugis. Suku Bugis salah satu dari berbagai suku bangsa yang ada di
Indonesia dengan populasi lebih dari empat juta orang. Orang Bugis Pinrang
berasal dari suku Bugis yang berada di Sulawesi Selatan. Ibu kotanya masuk
dalam kategori kota metropolitan di Indonesia. Etnis atau suku aslinya adalah
3
Bugis Makassar, Maros, Toraja, Bone, Pare-pare, Sidrap dan Pinrang. Ketujuh e
Dialektiologi dibagi menjadi dua sub cabang yaitu geografi dialek dan
berdasarkan perbedaan lokal dalam suatu wilayah bahasa, dengan kata lain,
yang sekarang tercatat sebagai ciri-ciri dialek. Bidang ini tidak hanya
memperhatikan masyarakat yang telah tinggal pada suatu daerah secara turun-
baru(kontak bahasa). Kontak suatu bahasa atau dielek lain dengan bahasa atau
suatu daerah selalu mempunyai bahasa atau dialek tersendiri sebagai identitas
Suku Bugis di kenal sebagai kelompok yang berasal dari Sulawesi Selatan.
Berdasrkan sensus penduduk Indonesia tahun 2000, populasi orang Bugis sekitar
enam juta jiwa. Bahasa Bugis adalah satu bahasa dari rumpun suatu Bahasa yang
digunakan oleh suku Bugis. Bahasa Bugis terdiri dari beberapa dialek, seperti
dialek Pinrang yang mirip dialek Sidrap, sementara bahasa Daerah digunakan
penutur dalam lingkungan keluarga. Jumlah bahasa Daerah terbanyak nomor dua
setelah negara Papua Nugini yang mempunyai bahasa Daerah sejumlah 820
bahasa.
4
faktor kedudukan sosial, faktor situasi bahasa, namun yang berpengaruh pada
penelitian ini adalah faktor geografis karna lebih berpengaruh (Ohoiwutun &
Sudrajat, 1997). Faktor geografis juga dapat digunakan sebagai dasar untuk
menentukan bahasa maupun dialek. Semakin dekat suatu daerah dengan daerah
lain, maka semakin sedikit perbedaan yang bisa kita dapat di dalam bahasanya,
begitupun sebaliknya semakin jauh letak suatu daerah dengan daerah lain, maka
semakin banyak juga perbedaaan bahasanya. Dalam hal tersebut banyak juga
dijumpai kelemahan-kelemahannya.
provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten ini terletak 185 Km dari Kota Makassar
arah utara yang berbatasan dengan kabupaten Polewali Mandar, provinsi Sulawesi
Barat. Dilihat dari segi bahasa, bahasa Bugis Pinrang sangat mirip dengan bahasa
bugis Sidrap, Parepare, Soppeng, Wajo, dan Palopo. Suku Bugis mempunyai
yang kasar dan ada yang halus. Bahkan setiap desa atau kelurahan memiliki dialek
tersebut dapat berupa perbedaan kata dan perbedan ucapan dari seseorang dari
waktu kewaktu dan dari tempat ke tempat lain. Dialek berguna untuk mencari
perubahan bunyi dan bentuk kata, beserta maknanya sebagai ilmu dialek mencari
tahu perbedaan unsur kebahasaan yang berkaitan dengan faktor geografis, oleh
melakukan pemetaan.
kajian geografi dialek yang menyatakan bahwa kajian variasi Bahasa yang
bahasa.
masyarakat Pinrang baik yang masih berada di daerah asal maupun yang sudah
merantau ke daearah lain tetapi masih aktif berbahasa Bugis dialek Sawitto.
6
Sekitar 6.000 sampai 7.000 jumlah beragam bahasa di dunia ini, sebagaian
Dialek Bahasa Bugis adalah salah satu bahasa yang digunakan oleh suku
kaya bahasa Daerah satu diantaranya adalah bahasa Bugis, bahasa Bugis sebagai
salah satu kekayaan bahasa Daerah di Indonesia tercermin dalam kasus ini, bahasa
Bugis adalah bahasa yang digunakan etnik Bugis di Sulawesi Selatan, yang
Kontak suatu bahasa atau dialek lain dengan bahasa atau dialek suatu
di suatu daerah selalu mempunyai bahasa atau dialek tersendiri sebagai identitas
daerah lain, mereka datang dengan tujuan yang berbeda-beda, baik untuk
panggilan tugas, menuntut ilmu, menetap tinggal, maupun mencari nafkah. Situasi
berbagai bahasa lainnya sehingga bisa saja terjadi pergeseran dialek Sawitto yang
telah berbaur dengan dialek bahasa lainnya. Dari kontak dan pencampuran
7
tersebut, besar kemungkinan ada satu bahasa atau dialek yang kompetensinya
Variasi bahasa penting untuk diteliti karena pada dasarnya meneliti variasi
bahasa yang ada dalam masyarakat penggunaan bahasa tersebut, variasi bahasa
inilah yang dikumpukan oleh peneliti bahasa untuk diberi makna. Oleh sebab itu
penelitin dengan judul variasi bahasa Bugis dialek Sawitto Kabupaten Pinrang ini
yaitu di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Muh Arwan M (2009) dengan
judul penelitian “Variasi dialek bahasa Bugis di Kabupaten Barru (studi kasus 2
bahasa antara kedua Desa tersebut yaitu Kelurahan Lompo Riaja yang terletak di
Tanete Riaja terutama Kelurahan Lompo Riaja merupakan daerah agraris dan
dan dekat dengan daerah pesisir. Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh
analis terungkap bahwa BBL di Pulau Lombok terbagi kedalam dua dialek, yaitu
Dialek Bugis Haji Lombok (DBHLK) dan Dialek Bugis Pelangan (DBP).
bahwa terdapat perbedaan dan persamaan penelitian bahasa yang akan dilakukan
yakni meneniliti tentang variasi bahasa. Penelitian ini memiliki tempat atau lokasi
yang berbeda serta menggunakan Teknik rekam, Teknik simak-catat, dan Teknik
B. Rumusan Masalah
Pinrang?
Pinrang?
C. Tujuan Penelitian
Pinrang.
9
Pinrang.
D. Manfaat Penelitian
teoretis maupun maupun secara praktis. Manfaat yang diharapkan dari peneliti ini
adalah:
1. Manfaat Teoretis
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan data atau
informasi tentang:
d. Menjadi acuan bagi semua pihak yang ingin mengkaji penelitian ini lebih
dalam.
10
A. Tinjauan Pustaka
1. Variasi bahasa
ciri-ciri gramatikal yang secara unik dapat dihubungkan dengan faktor eksternal
seperti geografis dan faktor sosial ( Atmawati, Dwi:2006 ). Bahasa adalah sebuah
sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara
Menurut Nababan (1984: 46) bahasa ialah suatu sistem isyarat (semiotik)
yang terdiri dari unsur -unsur isyarat dan hubungan antara unsur-unsur itu.
tanda arbitrer yang konvensional (Soeparno, 2002: 1). Berkaitan dengan ciri
dialek, tingkat tutur (speech levels), ragam bahasa dan register. Penjelasan
penutur dan perbedaan kelas sosial penutur, oleh karena itu, muncul
Contoh : Enyong berarti saya yang digunakan di daerah tertentu yaitu daerah
banyumasan.
tutur.
Contoh : kita memberika sesuatu pada orang yang lebih tua menggunakan
bahasa yang berbeda dengan kita memberikan kepada teman yang sebaya.
perbedaan dari sudut penutur, tempat, pokok turunan dan situasi. Dalam
kaitan dengan itu akhirnya dikenal adanya ragam bahasa resmi (formal) dan
sebagai cabang linguistik yang berusaha menjelaskan ciriciri variasi bahasa dan
ciri dan fungsi berbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara bahasa dengan
ciri dan fungsi dalam suatu masyarakat bahasa. Bahasa mempunyai sistem dan
subsistem yang dipahami sama oleh semua penutur bahasa. Karena penutur
13
manusia yang homogen, maka wujud bahasa. Hartman dan Strok (1972)
sosialpenutur, (b) medium yang digunakan dan (c) pokok pembicaraan. Halliday
Variasi bahasa itu pertama- tama kita bedakan berdasarkan penutur dan
apa jenis kelaminya, dan kapan bahasa itu digunakan. Berdasarkan pengunanya
berarti bahasa itu digunakan untuk apa, dalam bidang apa, apa jalur dan alatnya,
variasi bahasa yang disebut idiolek. Yakni variasi bahasa yang bersifat
susunan kalimat dan sebagainya. Namun yang paling dominan adalah warna
suara sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang, hanya dengan
atau Shakespeare, maka pada suatu waktu kelak bila kita menemui selembar
karya mereka, meskipun tidak dicantumkan nama mereka, maka kita dapat
mengenali lembaran itu karya siapa. Kalau setiap orang memiliki idoioleknya
demikian bila ada 1000 orang penutur, misalnya maka akan ada 1000 idiolek
cirinya tetapi masih tetap menunjukkan idioleknya. Dua orang kembar pun,
variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif yang berada
pada suatu tempat,wilayah,atau area tertentu. Karena dialek ini lazim disebut
kesamaan ciri yang menandai dialeknya juga. Misalnya, bahasa Jawa dialek
Banyumas memiliki ciri tersendiri yang berbeda dengan ciri yang dimiliki
tersebut masih termasuk bahasa yang sama, yaitu bahasa Jawa. Memang
kesaling- mengertian antara anggota dari satu dialek dengan anggota dialek
lain bersifat relatif bisa besar,kecil atau juga bisa sangat kecil. Lalu kalau
kesaling- mengertian tidak ada sama sekali maka kedua bahasa penutur dari
15
kedua dialek yang berbeda itu bukanlah dari sebuah bahasa yang sama
melainkan dari dua bahasa yang berbeda. Dalam kasus bahasa Jawa dialek
Banten dan bahasa dialek Cirebon sebenarnya kedua bahasa sudah berdiri
sendiri-sendiri, sebagai bahasa yang bukan lagi bahasa Jawa tetapi karena
secara historis keduanya adalah berasal dari bahasa Jawa, maka keduanya juga
dialek dan bahasa dalam masyarakat umum memang seringkali bersifat ambigu.
komunikasi adalah dua dialek dari bahasa yang sama. Namun, secara politis
meskipun dua masyarakat tutur bisa saling mengerti karena kedua lat
Indonesia dan bahasa Malaysia, yang secara linguistik adalah sebuah bahasa
dicatat bahwa dialektologi secara lebih luas juga membuat peta batas-batas
bahasa.
temporal, yakni variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada
masa tertentu. Umpamanya, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga
16
puluhan, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun lima puluhan, dan variasi
Variasi bahasa pada ketiga zaman itu tentunya berbeda, baik dari segi
lafal, ejaan, morfologi, maupun sintaksis. Yang paling tampak biasanya dari
segi leksikon, karena bidang ini mudah sekali berubah akibat perubahan
diterbitkan dari tiga zaman yang berbeda,kita akan melihat perbedaan itu.
dan zaman sekarang. Variasi bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya yang
disebut sosiolek atau dialek sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan
biasanya variasi inilah yang paling banyak dibicarakan dan paling banyak waktu
keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya. Berdasarkan usia, kita bisa melihat
dan kosakata. Berdasarkan pendidikan kita juga bisa melihat adanya variasi
sosial ini para penutur yang beruntung memperoleh pendidikan tinggi akan
rendah atau tidak berpendidikan sama sekali. Perbedaan ini yang paling jelas
17
Berdasarkan jenis kelamin penutur ada dua jenis variasi bahasa. Contohnya
Pasti kita dapat melihat perbedaan variasi keduanya. Dalam ini juga adanya
variasi bahasa yang digunakan oleh para waria dan kaum gay,dua kelompok
menyebakan variasi sosial. Kita bisa melihat bahasa yang digunakan para
agama,dan para pengusaha. Pasti kita akan menangkap variasi bahasa mereka
yang berbeda antara satu dengan lainnya. Perbedaan bahasa mereka terutama
karena lingkungan tugasa mereka dan apa yang mereka kerjakan. Perbedaan
variasi bahasa yang digunakan terutama tampak pada bidang kosakata yang
digunakan.
kebangsawanan dapat pula kita lihat variasi bahasa yang berkenaan dengan
mengenal variasi kebangsawan ini. Dalam bahasa Melayu dulu diajarkan yang
disebut “bahasa raja-raja”, yang bedakan dengan bahasa umum terutama dalam
bidang kosakatanya. Contohnya mandi dan mati maka dalam bahasa raja-raja
kebangsawanan sebab dalam zaman modern ini status sosial ekonomi yang
tinggi tidak lagi identik dengan status kebangsawanan yang tinggi. Bisa saja
tidak berketurunan bangsawanan tetapi kini memilki status sosial ekonomi yang
tinggi.
pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau
adalah dalam bidang kosakata. Setiap bidang kegiatan ini biasanya mempunyai
sejumlah kosakata khusus atau tertentu yang tidak digunakan dalam bidang lain.
Namun demikian, variasi berdasarkan bidang kegiatan ini tampak pula dalam
tataran morfologi dan sintaksis. Variasi bahasa atau ragam bahasa sastra
dan dipergunakanlah kosakata yang secara estetis memiliki ciri eufoni serta daya
ungkap yang paling tepat. Stuktur morfologi dan sintaksis yang normatif
kedayaunkapan yang tepat. Begitu juga kalau dalam bahasa umum orang
mengungkapkan sesuatu secara lugas dan polos, tetapi dalam ragam bahasa
sastra akan diungkapkan secara estetis dalam bahasa umum orang,misalnya akan
mengatakan, “Saya sudah tua”, tetapi dalam bahasa sastra Ali Hasjmi,seorang
dan ringkas karena keterbatasan ruang (dalam media cetak), dan keterbatasan
waktu (dalam media elektronika). Dalam bahasa Indonesia ragam jurnalistik ini
dikenal dengan sering ditanggalkannya awalan me- atau awalan ber- yang
dalam gawang lawan. Sedangkan arti dalam kamus bahasa Indonesia berarti
Ragam bahasa ilmiah yang jga dikenal dengan cirinya yang lugas
jelas,bebas dari keambiguan serta segala macam metafora dan idiom. Bebas
kemungkinan tafsiran makna yang berbeda. Oleh karena itulah juga bahasa
Kalau dialek berkenaan dengan bahasa itu digunakan oleh siapa,di mana, dan
kapan, maka register berkenaan dengan masalah bahasa itu digunakan untuk
kegiatan apa. Dalam kehidupan mungkin saja seseorang hanya hidup dengan satu
dialek, misalnya, seorang penduduk di desa terpencil di lereng gunung atau di tepi
hutan. Tetapi, dia pasti tidak hidup hanya dengan satu register,sebab dalam
pasti lebih dari satu. Dalam kehidupan modern pun ada kemungkinan adanya
seseorang yang hanya mengenal satu dialek; namun pada umumnya dalam
masyarakat modern orang hidup dengan lebih dari satu dialek (regional maupun
sosial) dan menggeluti sejumlah register, sebab dalam masyarakat modern orang
bukunya The Five Clock membagi variasi bahasa atas lima macam gaya (style),
yaitu gaya atau ragam beku (frozen), gaya atau ragam resmi (formal), gaya atau
ragam usaha (konsultatif), gaya atau ragam santai (casual), dan gaya atau
kenegaraan, khotbah digereja atau dimesjid, tata cara pengambilan sumpah; kitab
karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap, tidak boleh diubah.
Dalam bentuk tertulis ragam beku ini kita dapati dalam dokumen bersejarah
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh
karena itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai
menandai ragam beku dari variasi bahasa tersebut. Susunan kalimat dalam ragam
demikian para penutur dan pendengar ragam beku dituntut keseriusan dan
Ragam resmi atau formal adalah variasi bahasa yang digunakan dalam
buku pelajaran, dan sebagainya. Pola dan kaidah ragam resmi sudah ditetapkan
secara mantap sebagai suatu standar. Ragam resmi ini pada dasarnya sama dengan
ragam bahasa baku atau standar yang hanya digunakan dalam situasi resmi dan
tidak dalam situasi yang tidak resmi. Jadi, percakapan antarteman yang sudah
karib atau percakapan dalam keluarga tidak menggunakan ragam resmi. Tetapi
kantornya atau diskusi dalam ruang kuliah adalah menggunakan bahasa resmi.
Ragam usaha atau ragam konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim
yang berorientasi kepada hasil atau produksi. Jadi dapat dikatakan ragam usaha
ini adalah ragam bahasa yang paling operasional. Wujud ragam usaha ini
berada di antara ragam formal dan ragam informal atau ragam santai.
Ragam santai atau ragam kasual adalah variasi bahasa yang digunakan
dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman
santai ini banyak menggunakan bentuk kata atau ujaran yang dipendekkan.
Kosakatanya banyak dipenuhi unsur leksikal dialek dan unsur bahasa daerah.
Ragam akrab atau ragam intim adalah variasi bahasa yang biasa
digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti antara
23
anggota keluarga atau antar teman yang sudah karib. Ragam ini ditandai
artikulasi yang seringkali tidak jelas. Hal ini terjadi karena di antara partisipan
yang harus digunakan. Kita ambil saja contoh bahasa surat kabar meskipun
ciri yang khas, tetapi kita lihat pada rubrik editorial atau tajuk rencana
usaha pada rubrik pojok digunakan ragam santai dan pada teks karikatur actual
keperluannya.
Bunyi bahasa merupakan unsur Bahasa yang palin kecil, istilah bunyi
bahasa atau fon merupakan terjemahan dari bahasa inggris phone ‘bunyi’. Bunyi
bahasa menyangkut getaran udara. Bunyi ini terjadi karena dua benda atau lebih
bergeseran atau berbentura. Sebagai getaran udara, bunyi bahasa suara yang
sedangkan perubahan bunyi yang muncul secara sporadis disebut variasi Mahsun,
1995:28. Variasi bunyi dapat berupa perubahan dari yang sama menjadi berbeda,
dari yang berbeda menjadi sama, pelesapan atau penghilangan, penambahan, atau
a. Asimilasi
Asimilasi merupakan suatu proses perubahan bunyi ketika dua fonem yang
berbeda dalam bahasa proto mengalami perubahan menjadi fonem yang sama
dalam bahasa sekarang atau proses perubahan satu segmen bunyi menjadi
serupa dengan yang lainnya. Asimilasi ini ada yang disebut asimilasi total atau
identik, dan ada yang disebut sebagai asimilasi parsial atau sebagian saja.
Asimilasi total atau identik terjadi apabila perubahan terjadi secara total. atau
b. Disimilasi
yang tidak sama menjadi sama, dalam disimilasi perubahan bunyi terjadi dari
c. Metatesis
kata-kata yang berbeda tetapi masih berada dalam lingkup makna yang sama.
25
d. Swarabakti
Swarabakti ini disebut juga sebagai bunyi pelancar atau pelancar bunyi.
Sering sekali bunyi-bunyi tertentu muncul ketika bunyi berupa gugus konsonan
ini adalah bentuk penambahan bunyi seperti layaknya protesis, epentesis, dan
paragoge. Akan tetapi, dalam swarabakti atau bunyi pelancar ini, bunyi yang
5. Variasi Fonologis
fonologi, yang mencakup variasi bunyi dan variasi fonem (Nadra dan Reniwati,
2009:23). Kajian bunyi bahasa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
fonetik dan fonemik. Fonetik adalah cabang kajian linguistik yang meneliti
bunyi-bunyi tanpa melihat apakah bunyi itu dapat membedakan makna atau
tidak (Chaer, 2007:10). Secara umum, fonetik dapat dibagi atas fonetik
bagaimana arus bunyi yang telah keluar dari rongga mulut, sedangkan fonetik
makna kata (Chaer, 2007:125). Pada dasarnya, bunyi bahasa dibagi menjadi
tiga kelas bunyi, yaitu konsonan, vokal, dan diftong. Namun, Samsuri
26
vokoid dan bunyi kontoid. Vokoid adalah bunyi yang diucapkan tidak
bibir dan keluar tanpa hambatan. Kontoid adalah bunyi yang pengucapannya
konsonan. Istilah vokoid dan kontoid digunakan dalam ilmu bunyi, sedangkan
diftong, dan konsonan. Bunyi vokal dapat ditentukan berdasarkan bentuk lidah
dan posisi mulut. Bentuk lidah bisa bersifat vertikal dan horizontal. Secara
vertikal, vokal dibedakan atas vokal tinggi, vokal tengah, dan vokal rendah.
Secara horizontal,vokal dibedakan atas vokal depan, vokal pusat, dan vokal
berdasarkan vokal bundar dan vokal tak bundar. Bunyi konsonan juga
dibedakan oleh Chaer atas posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara
artikulasi.
Diftong atau vokal rangkap adalah posisi lidah ketika memproduksi bunyi
ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak sama (Chaer, 2007:115).
Diftong adalah keadaan posisi lidah dalam pengucapan bunyi vokal yang satu
Deret fonem terbagi atas, yaitu deret konsonan dan deret vokal. Deret
konsonan adalah dua buah konsonan yang letaknya berdampingan tetapi tidak
berada pada sebuah suku kata melainkan suku yang berlainan, dalam
pengucapan bunyi ini dibatasi oleh jeda (Chaer, 2007:33). Deret vokal adalah
urutan dua vokal atau lebih yang berjejer, tetapi masing-masing diucapkan
fonem atau hanya alofon dari suatu fonem dilakukan analisis dengan
Selain kedua premis tersebut, ada lagi dua pernyataan umum yang dipakai
sebagai hipotesis kerja, yaitu: (a) bunyi-bunyi bahasa yang secara fonetis mirip,
mirip. (b) bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip dan terdapat di dalam
lambang tulis (Muslich, 2008: 42). Lambang bunyi atau lambang fonetis
(phonetic symbol) yang sering dipakai adalah lambang bunyi yang ditetapkan
28
oleh The International Phonetic Assosiation (IPA), yaitu persatuan para guru
6. Variasi Leksikon
bidang leksikon, Suatu perbedaan disebut sebagai variasi bentuk ajektiva yang
Mahsun (1995: 54) mengatakan makna leksikal adalah makna yang bersifat
leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. yang menjadi variasi leksikon adalah
mengenai kata atau kosa kata. Suatu perbedaan disebut sebagai perbedaan dalam
makna yang tidak berasal dari satu etymon prabahasa. Seperti yang sudah
dijelaskan Mahsun (1995: 54) sebelumnya, Variasi Fonologi dan Leksikon banyak
persamaan secara fonologi dan juga ada perbedaan dialek secara leksikon.
Sebagian besar kata benda itu sudah diserap dan hampir sama bunyi kata dengan
bahasa Bugis contohnya matindro dalam bahasa Bugis pada umumnya hampir
sama matindo dalam dialek Pattinjo, dan persamaan fonologi ada sedikit
perbedaan satu fonem atau dua fonem dalam kata tersebut, contohnya penna
dalam dialek Paria, sedangkan benna dalam dialek Pattinjo, magai dalam bahasa
yang sama dan perbedaan bentuk itu tidak trmasuk pada perbedaan fonologis.
Perbedaan ini terjadi karena sudut pandang yang berbeda antar penutur satu
29
dengan lainnya, selain itu status sosial petunjuk juga mempengaruhi terjadinya
7. Dialek Sawitto
variasi tersebut dapat berupa perbedaan kata dan perbedan ucapan dari seseorang
dari waktu ke waktu dan dari satu tempat ke tempat lain. Bahasa Bugis dialek
Sawitto Kabupaten Pinrang tidak hanya berasal dari keturunan suku bugis tetapi
juga berasal dari suku lainnya, hal ini terjadi karena masyarakat Duampanua
Kabupaten Pinrang saling berbaur dan memahami bahasa satu sama lain secara
baik, yang bukan penutur Bugis dapat memahami bahasa Bugis dengan baik, dan
ada beberapa orang yang bukan keturunan suku Bugis dapat memahami bahasa
yang berbeda dengan dialek lainnya, misalnya kata ‘degaga’ jika diterjemahkan
dalam bahasa Bugis Tantu (bahasa Pattinjo) berarti ‘taeng’ yang artinya ‘tidak
ada’. Selain itu bahasa Bugis dialek Sawitto Kabupaten Pinrang juga mempunyai
intonasi khas, yaitu apabila berbicara dengan dialek tersebut maka akan terdengar
Variasi bahasa dari segi pemakaian terdapat proses morfemis yang berbeda
terbentuk dari prefiks ma + baju (memakai baju) menjadi mabaju. Fungsi prefiks
ma dalam contoh di atas sebagai pembentuk kata kerja. Kata baju yang awalnya
30
adalah kata benda, setelah melalui proses morfemis menjadi kata kerja, yaitu
Bahasa memiliki ciri atau sifat bahasa, yaitu sebuah sistem, berwujud
adalah variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai (misalnya dari suatu
daerah tertentu, kelompok sosial tertentu, atau kurun waktu tertentu). Selain itu
memakai berbagai bentuk bahasa yang dianggap sebagai suatu identitas tersendiri.
Misalnya, bahasa Bugis yang mempunyai variasi bahasa Bugis Pattinjo dan
variasi Bahasa Bugis Paria, sehingga bahasa Bugis Pattinjo dan Paria ini
sehingga budaya yang berlaku disuatu tempat. Sebuah dialek dapat menjadi
bahasa baru jika digunakan untuk waktu yang lama oleh banyak orang. Kemudian
sifat lokal (unik) bahasa dapat ditemui pada setiap daerah atau individu seseorang
dari segi bahasa dan cara pengungkapan katanya, tetapi cara setiap orang
menggunakan bahasa Bugis dapat kita tentukan dari asal-usul daerah masing-
masing.
Cara orang Bugis umum berbeda dengan Bugis Pattinjo dan Paria dalam
aksen atau logat dialek yang disebut juga dengan idiolek-idiolek atau disebut juga
bentuk bahasa yang khas digunakan oleh seorang individu. Satu bahasa daerah
(bahasa suku bangsa) mungkin memiliki beberapa dialek. Jumlah dialek lebih
31
banyak daripada jumlah bahasa yang ada di Indonesia, dialek memperjelas teori
menyatakan bahwa bahasa amat erat dengan keadaan alam, suku bangsa, dan
Variasi dialek atau logat dimiliki oleh setiap orang yang bahkan tanpa
disadari melekat pada diri setiap orang saat mengucapkan kata dalam bahasa
daerah maupun bahasa Indonesia. Selain bahasa Indonesia yang digunakan secara
nasional, terdapat juga banyak bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat
individu dapat menggunakan lebih dari satu bahasa, bahasa daerah bagi sebagian
bahasa ibu.
bahasa Dearah tanpa di sadari oleh dirinya sendiri, struktur bahasa daerah sudah
mandarah daging dalam masyarakat Daerah sehingga secara tidak sadar muncul
Perkembangan bahasa, dialek, dan tradisi lisan dapat menjadi luas daerah
pakainya, bahkan mungkin dapat menjadi bahasa baku ataupun sebaliknya bisa
1. Kerangka Pikir
uraikan kerangka pikir yang melandasi penelitian ini, adapun landasan yang
melandasi penelitian ini ialah variasi bahasa Bugis Pinrang yang terdiri dari
beberapa dialek Sawitto diantaranya dialek Pattinjo dan dialek Paria, penelitian ini
berfokus pada dialek Sawitto dan mengkaji tentang variasi bahasa Bugis dialek
setelah itu dianalisis dan menjadi temu an. Untuk lebih jelasnya kerangka pikir
yang akan menjadi dasar dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan sebagai
berikut.
33
Dialek Sawitto
Temuan
A. Jenis Penelitian
bahasa Bugis. Langkah awalnya ialah dengan mengumpulkan data, setelah data
terkumpul data diolah secara deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian. Oleh
karena itu peneliti harus mempersiapkan bekal teori dan wawasan yang luas agar
peneliti dapat lebih mudah dalam meneliti dan mengumpulkan data. Menurut
atau keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau
B. Desain Penelitian
oleh peneliti secara sistematis. Metode deskriptif merupakan metode atau cara
kerja dalam sebuah penelitian yang berdasar fakta empiris berupa bahasa yang
2022.
mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini adalah
D. Definisi Istilah
1. Variasi fonologis adalah yang mencangkup variasi bahasa dialek Sawitto yang
mencangkup varisi vokal dan variasi konsonan. Bahasa bugis salah satu bahasa
dari suku Bugis dan sebagai salah satu kekayaan bahasa Daerah di Indonesia.
Bahasa Bugis dialek Sawitto berasal dari keturunan suku Bugis dan
2. Variasi leksikon adalah perbedaan bahasa yang terdapat dalam bidang leksikon,
suatu perbedaan disebut sebagai variasi bentuk adjektiva yang diturunkan dari
nomina leksikon.
Data dalam penelitian ini adalah variasi fonologi Bahasa Bugis yang
dig’unakan oleh masyarakat Desa Paria dan Desa Tantu. Sedangkan sumber data
yang digunakan adalah masyarakat di Desa Paria dan Desa Tantu yang terdiri dari
a. Teknik wawacara
tidak terbatas sehingga peneliti dapat memperoleh beberapa data secara lengkap.
b. Teknik rekam
Dalam teknik rekam ini, peneliti terlibat secara langsung dengan kegiatan warga
memperoleh data yang lebih lengkap dan tajam. Peneliti melakukan teknik rekam
ini dengan merekam secara langsung suara interaksi warga setempat Desa Paria,
c. Teknik simak-catat
Teknik wawancara. Saat melakukan teknik rekam, peneliti juga melakukan teknik
data yang hilang apabila hasil rekaman kurang mendukung, hal tersebut dilakukan
agar data yang diperoleh didapat secara utuh dan valid. Teknik simak-catat juga
untuk kemudian dicatat sebagai informasi sebagai data tambahan untuk peneliti.
Teknik analisis data dalam peneiltian ini dilakukan dengan cara deskriptif
a. Tahap persiapan
percakapan antara peneliti dan informan yang diperoleh dalam teknik rekam
2. Pemilihan data
1. Klasifikasi data
Pada klasifikasi data, data yang sudah dipilih dalam tahap persiapan
2. Penjelasan data
H. Instrumen Penelitian
alat rekam yang terdiri atas kamera atau alat perekam suara.
mengatakan tidak ilmiah, juga merupakan sebagai unsur yang tidak terpisahkan
pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini meliputi uji kredibilitas, uji
dilakukan uji keabsahan data. Pemeriksaan keabsahan data ini menggunakan teori
DAFTAR PUSTAKA
Amir, J. (2011). Sapaan dalam Bahasa Bugis Dialek Sidrap. Linguistik Indonesia :
Efendi, W. (2016). Variasi Fonologis dan Variasi Leksikal Bahasa Melayu Jambi
Andalas.
Hartman, R.R.K. dan F.C. Stork. 1972. Dictionary of Language and Linguistics
London
Haryani. (2020). Reduplikasi Bahasa Bugis Dialek Sidrap. Jurnal Bahasa dan
Sastra, 24.
Jaya. (2019). Proses Asimilasi Bunyi Konsonan Bahasa Bugis Dialek Segeri:
UNIVERSITAS FLORES.
Joos, Martin. 1967. The Five Clocks.New York: Hartcourt Brace World, Inc
Jawa, 2(2).
Muhadjir dan Basuki Suhardi (Ed) 1990. Bilingualisme dan pengajaran Bahasa.
Muhammadiyah Malang.
Susiati, S., & Iye, R. (2018). Kajian Geografi Bahasa dan Dialek di Sulawesi