PENDAHULUAN
bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Satu hal yang sangat menarik
1
2
Artinya, antara satu sama lain terjalin kontak sosial. Dalam kontak sosial
berkeadaan lemah.
leksikon yang tersedia dalam bahasa ibu, seorang anak manusia yang
Bahasa pertama atau bahasa ibu dalam hal ini memiliki hak untuk
pada saat masyarakat bahasa yang berbeda berhubungan satu sama lain.
bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya
yang safe, yaitu bahasa yang masih aman, artinya tidak berada dalam
Dalam hal ini, bahasa Bugis yang dipertuturkan oleh etnik atau suku
bisa berada di papan atas diantara bahasa daerah yang lain yang ada di
semakin besar.
yang bilingual atau multilingual yang paling sedikit menguasai dua bahasa
dalam lingkun masyarakat. Jika dilihat dari sisi positif hal tersebut menjadi
berbahasa lebih dari satu bahasa. Jika dilihat dari sisi laini hal ini dapat
kata tanya yang dimasuki klitika bahasa Bugis kenapa-ki yang artinya
kamu kenapa?
aduk antara bahasa Daerah (Bugis) dan bahasa Indonesia yang dipakai
secara silih berganti dalam suatu wacana atau kalimat dalam penuturan.
bahasa yang satu kebahasa yang lain yang mencakup semua tatanan,
(Chaer dan Agustin, 1995: 59). Dari hal tersebut sehingga Interferensi
Penguasaan dua bahasa oleh penutur dalam hal ini dapat memungkinkan
sehari-sehari. Namun hal seperti itu sulit untuk dihindari oleh masyarakat,
B. Fokus Penelitian
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
2. Manfaat Praktis
berikutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
adalah peneletian yang telah dilakukan oleh Lucy Teresia Silatonga pada
fonologi.
dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu akan melihat tiga jenis jenis
yang telah dilakukan oleh Muh. Taufik dan Muh. Jumardi memiliki
1. Kontak Bahasa
bahasa yang satu dengan bahasa yang lain, akibat kontak bahasa
14
tersebut akan berpengaruh pada penggunaan kata dari salah satu bahasa
terjadi akibat adanya kontak bahasa. Kontak bahasa terjadi dalam situasi
pengaruh suatu bahasa terhadap bahasa lain baik langsung maupun tidak
langsung, dari pengertian ini suatu bahasa dikatakan berada dalam kontak
apabilah terdapat pengaruh dari bahasa lain yang digunakan oleh penutur
bahasa. Jadi, kontak bahasa terjadi dalam diri penutur bahasa. Peristiwa
15
kontak bahasa dapat terjadi secara individual di dalam diri penutur dan
tujuan tertentu, memiliki maksud yang sama, dan dalam situasi yang
secara bergantian baik pada peristiwa alih bahasa atau campur bahasa
perubahan pada langue dan parole para penutur lainnya. Kontak bahasa
ini akan mampu mempengaruhi pola pikir para penuturnya dan sekaligus
35).
atau tujuan merupakan hal yang harus terus menerus dipelajari. Hal ini
verbal tidak hanya ingin menyampaikan pesan melalui katakata saja tetapi
harus mengetahui fungsi, konteks, topik serta situasi yang ada. Fungsi
perlu dipahami terlebih dahulu oleh para penutur sebab bahasa yang
dan situasi juga merupakan hal yang cukup penting dipahami terlebih
dahulu oleh antar penutur. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan harus
dikuasai terlebih dahulu agar penutur mampu memilih konteks, topik dan
2015: 25–26).
2. Kedwibahasaan
a. Pengertian Kedwibahasaan
saat ini belum sampai pada tingkat kesepakatan. Pertama kali pengertian
baiknya (1958: 56). Pendapat ini mendapat reaksi beberapa ahli yang
diukur (Rusyana, 1989: 1). Oleh karena itu, sejumlah pakar kebahasaan
konteks.
orang terutama anak yang belajar bahasa kedua pada tahap permulaan.
dalam tingkat yang sangat rendah. Namun, pada tahap ini terletak dasar
seseorang dengan sama baik atau hampir sama baiknya. Secara teknis
sama.
lebih secara bergantian oleh individu yang sama. Berbeda halnya dengan
ujaran yang bermakna dalam bentuk bahasa lain, Jadi, menutur Haugen
definisi dari Haugen ini merupakan tingkatan dan kriteria yang paling
tentang bahasa yang terlibat dalam kdwibahasaan tersebut. Dalam hal ini,
varian dari bahasanya yang satu. Akan tetapi, bagi masyarakat yang
menjadi lebih luas dan mencakup varian dua bahasa atau lebih. Seorang
Perpindahan seperti ini dapat terjadi pada bahasa tulisan maupun ujaran.
kedua bahasa tersebut yang dikenal dengan dua istilah, yaitu (compound
menerus. Penutur bilingual ini akan memiliki makna (rujukan) yang sama
konteks yang berbeda, maka bagi penutur (bilingual) ini akan banyak
b. Tipe-Tipe Kedwibahasaan
memahami dua bahasa, baik secara lisan maupun tertulis, tetapi tidak
dwibahasawan itu tidak saja dapat meemahami kedua bahasa, tetapi juga
bilingualitas.
bahasa.
eksternal adalah faktor dari luar bahasa. Hal ini antara lain menyangkut
berganti dari satu bahasa ke bahasa yang lain ini tergantung pada tingkat
3. Interferensi
a. Pengertian Interferensi
ada pula yang tidak; malah ada yang kemampuannya terhadap B2 sangat
bahasa itu kapan saja diperlukan, karena tindak laku bahasa itu terpisah
sangat erat. Hal ini dapat dilihat pada kenyataan pemakaian bahasa
bahasa, yaitu bahasa daerah sebagai bahasa ibu dan bahasa Indonesia
dwibahasawan dalam hal ini kebiasaan orang dalam bahasa utama atau
27
unsur bahasa lain oleh bahasawan yang bilingual secara individu suatu
bahasa. (Kridalaksana, 2011: 95) Hal ini sependapat dengan teori Diebold
produktif yang terdapat dalam tindak laku bahasa penutur bilingual disebut
yang sedang belajar bahasa kedua, karena itu interferensi ini juga disebut
28
122).
karena penutur mengenal lebih dari satu bahasa, tidak hanya dalam
penggunaan bahasa pada saat berbicara bahkan hal ini juga dapat terjadi
bahasa.
29
kontak bahasa karena penutur mengenal lebih dari satu bahasa, tidak
hanya dalam penggunaan bahasa pada saat berbicara saja, hal ini juga
20).
peranan, yaitu: Bahasa sumber atau bahasa donor, bahasa penyerap atau
sebagai gejala tutur (speech parole), dan hanya terjadi pada diri
tidak perlu terjadi karena unsur-unsur serapan itu sebenarnya sudah ada
daerah dalam komunikasi bahasa sehari – hari tidak lepas dari kekayaan
unsure- unsur kosakata dalam struktur kata dan struktur tata bahasa
terjadinya interferensi.
bahasa Bugis.
hal yang kurang baik bagi pengguna bahasa. Biasanya hal ini berdampak
sesuatu hal dengan bahasa lain, padahal dalam bahasa sumber sudah
Zaman
konsep yang baru pula, yang dirasa perlu untuk dimiliki, karena memang
masyarakat.
menghadapi suatu konsep yang baru maka kata-kata yang telah hilang
tadi akan digunakan kembali untuk menampung konsep baru terebut. Jika
dianggap bergengsi. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan faktor keinginan
Kebiasaan bahasa ibu atau bahasa daerah bahasa sejak lahir juga
dapat mengakibatkan terjadinya suatu interferensi, hal ini terjadi pada saat
dikuasai oleh anak. Misalnya sejak anak mulai dapat berbicara sudah
melainkan kosakata atau bentuk pola yang berasal dari bahasa Bugis,
yang sangat dikuasai oleh penutur. Keadaan ini dapat terjadi karena tidak
pertama yang lebih dikuasai dari pada bahasa kedua yang sedang
c. Jenis-Jenis Interferensi
bahasa.
gejala umum yang terdapat dalam setiap bahasa dan interferensi dapat
terjadi dalam semua tataran kebahasaan. Hal ini berarti gejala interferensi
dapat mengenai bidang tata bunyi, tata bentuk, tata kalimat, tata makna
dan sebagainya.
system bahasa kedua pada bunyi sistem bahasa pertama. Dengan kata
digunakan dalam suatu bahasa menyerap fonem dan logat dari bahasa
fonem), bisa dibagi menjadi tiga suku kata: ba-ha-sa. Atau dibagi menjadi
konsonan, diftong.
menyertai fonem tersebut yang itu bisa berupa tekanan suara, panjang-
berbagai bahasa salah satunya penyerapan sufiks -wi dan –ni dari bahasa
beluk atau bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu
sendiri, baik fungsi semantik maupun fungsi gramatikal (Chaer, 2008: 3).
alat pembentuk sebagai contoh untuk alat ini adalah afiksasi dan
reduplikasi. Makna gramatikal dan kata atau hasil yang diperoleh dari
(a) Afiksasi
Prefiks (awalan, misalnya me-, ber-, nara-, di-, ke-, ter-, per-) contoh
kata ber-main
Sufiks (akhiran, misalnya –an, -kan, -pun, -i) contoh kata ramai-kan
Infiks (sisipan, misalnya –me-, –el-, -em-, -in-) contoh kata ge-me- tar
38
Konfiks (gabungan dua afiks tunggal misalnya ke- -an, pe- -an) contoh
kata pe-makam-an
(b) Reduplikasi
bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik). Disamping itu, dalam bahasa
sebagai hasil reduplikasi, tetapi tidak jelas bentuk dasar yang diulang
numeralia.
(c) Komposisi
39
dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga
Misalanya lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit dalam bahasa
dua leksem atau lebih yang membentuk suatu kata. Dalam prosesnya
mengatur dengan cukup jelas tata cara penulisan gabungan suatu kata,
dasar atau lebih secara padu dan menimbulkan arti yang relatif baru.
Adapun tuturan kata majemuk yang perlu di ketahui (1) tidak dapat
di sisipi (2) tidak dapat di perluas (3) posisi tidak di tukar (4) tidak bisa di
tambah dan tidak bisa dipisahkan. Berdasarkan hal di atas selain bahasa
sebagai partikel, yakni yang lasim disebut klitik. Klitik ini ada yang bersifat
tidak resmi. Malahan dalam setiap ujaran banyak ditemukan bentuk (-ki?)
dan dapat digunakan sebagai partikel (misalnya: -i dan -mi yang selalu
Nurali, 2021).
yang satu ke dalam bahasa yang lain. Di dalam interferensi leksikal terjadi
dikatakan situasi yang terjadi begitu saja atau situasi yang tidak dibentuk
secara resmi.
Bertitik tolak pada pandangan dan uraian diatas, jelas bagi kita
bahwa lingkungan bahasa itu ada dua bentuk yaitu lingkungan formal dan
a. Lingkungan Formal
42
dipelajari.
ruang kelas yang dibimbingi oleh guru, pada hakikatnya ada lagi
Situasi lain seperti situasi percakapan atau dialog yang dibentuk dalam
sebagai berikut: (1) memiliki sifat yang arfisial, (2) didalam lingkungan
43
bahasa secara formal, kita ketahui bahwa para pembelajar lebih banyak
Apabila kita perhatikan lebih lanjut, bahwa antara aspek sadar dengan
kita lihat dari proses perolehan dan pembelajaran bahasa secara formal,
tidak dialami atau artifisial, dalam hal ini segala sesuatunya selalu
(Poerba, 2013).
b. Lingkungan Informal
saja dan apa adanya tanpa rekayasa dan pembentukan secara terencana.
mana saja serta berbagai situasi lain yang terjadi secara alami.
5. Kerangka Pikir
topik yang akan dibahas. Kerangka ini didapatkan dari konsep ilmu/teori
yang diteliti.
bahasa lain. Dalam hal ini adanya penggunaan dua bahasa yaitu bahasa
unsur yang tidak berlaku pada bahasa kedua ke dalam bahasa pertama
interferensi ini dapat terjadi pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan
leksikal.
Bahasa
Kedwibahasaan
Kontak Bahasa
i
Formal
Interferensi
Informal
Analisis
49
Temuan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
berkomunikasi dimasyarakat.
dikumpulkan berupa data lunak. Data itu kaya akan dsekripsi tentang
diteliti.
Hal ini disebabkan oleh hubungan antar bagian yang diteliti akan menjadi
berstruktur ketat.
instrument, yaitu peneliti itu sendiri. Untuk dapat menjadi instrument, maka
peneliti harus memeiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga
makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang
merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu dalam
1. Lokasi Penelitian
bahasa bugis.
2. Waktu Penelitian
1. Data
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa tuturan lisan yang
percakapan sehari-hari.
1. Teknik Simak
Metode ini memiliki teknik dasar berwujud teknik sadap. Teknik sadap
53
disebut teknik dasar berwujud teknik sadap. Teknik sadap disebut dengan
menjadi informan.
sama lain. Baik interaksi yang dilakukan oleh peneliti dengan individu
bahasa Indonesia.
Teknik sadap sendiri memiliki teknik lanjutan yang berupa (1) teknik
simak libat cakap dan (2) teknik simak bebas libat cakap. Teknik simak
pembicaraan. Dalam hal ini, peneliti terlibat langsung dalam dialog bahasa
Bahasa Indonesia. Adapun teknik simak bebas libat cakap yaitu peneliti
sedang diteliti.
54
Pada teknik simak bebas libat cakap ini, peneliti hanya menyimak
percakapan sehari-hari pada ranah pasar dalam situasi jual beli, pada
diwujudkan dengan penyadapan agar didapat data yang natural dan yang
sadap tidak hanya sekadar menyimak tetapi memiliki tahap yang berfungsi
membuka data hasil simakan. Teknik itu biasa disebut dengan teknik
data-data yang diperoleh dari berbagai lokasi tempat penelitian. Selain itu
ujaran yang telah direkam dapat diputar ulang untuk membantu proses
Pada dasarnya ada empat teknik dasar lanjutan dari teknik sadap.
Tetapi yang benar-benar diterapkan pada penelitian ini hanya tiga teknik
dasar lanjutan seperti yang telah disebutkan sebelumnya (1) teknik simak
libat cakap, (2) teknik simak bebas libat cakap, dan (3) teknik rekam.
2. Teknik Cakap
titik metode cakap memiliki teknik dasar pancing. Teknik dasar pancing
memiliki teknik lanjut cakap semuka, teknik lanjut cakap semuka serta
3. Teknik Rekam
Miles and Huberman yaitu menggunakan tiga tahap analisis yang pertama
data reduction (reduksi data) yaitu data yang diperoleh di lapangan yang
jumlahnya cukup banyak dicatat secara teliti dan rinci. Untuk itu perlu
56
penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.
sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat
2015).
F. Batasan Istilah
istilah yang digunakan diambil dari beberapa pendapat para pakat dalam
oleh manusia
57
pembentukan kata.
kosakata.
6. Bahasa Bugis adalah bahasa yang diturunkan oleh suku Bugis (suku
A. Hasil Penelitian
Indonesia.
a. Interferensi Fonologi
bahasa kedua pada bunyi sistem bahasa pertama. Dengan kata lain,
yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu interferensi fonologi diltinjau
a) Penghilangan Fonem
Penutur 1 : Silakan belaja, belanja sore – sore bu. Mau beli apa?
Dari kemaring ditunggu
Penutur 2 : Mau beli anu, apa namanya ini
Penutur 1 : Kace
Penutur 2 : Kacang apa namanya itu?
Selain hilangnya fonem [h] pada pertengahan kata fonem [h] juga
kadang dihilangkan pada akhir kata seperti pada kata “masi” yang
Dari kata – kata yang bercetak tebal di atas yaitu “liha”, “lia-lia”,
Hilangya fonem [t] pada akhir kata membuat kata – kata tersebut
juga diterapkan.
Penutur 1 : Cocoji?
Penutur 2 : Kelas tujuji coco
Penutur 1 : Sampulna salah kapang, tapi siapa yang ambil ruang
delapangnya?
Penutur 2 : Cocomi kelas delapan sampulnya salah
Keca kecap
pada fonem [p] pada kata akhir kata “keca” yang seharusnya kecap.
b) Penambahan Fonem
pada situasi santai namun tetap saja ada penambahan fonem [i]
(b) Penutur 1 : Sayurji mau kubeli Diah, sayur apa namanya itu’e
Penutur 2 : Bisaji bagi duanya ini, lima ribu bagi dua mamiki
Penutur 1 : Kasima sepuluh ribu
Penutur 2 : Begitu supaya dapat berkahnya.
terjadi pada masyarakat Bugis. Hal ini dikarenakan hanya ada satu
akhiran huruf konsonan dalam bahasa bugis yaitu fonem [g] yang
akhiran fonem [g]. Dari beberapa contoh kata di atas dapat dilihat
bahasa.
c) Perubahan Fonem
Pada aksara lontara Bugis tidak dikenal dengan adanya bunyi [f]
dan hanya ada bunyi [p]. atas dasar hal tersebut mengakibatkan
dua kajian yaitu tentang fonem dan fonetik. Kajian fonemik dan fonetik
adalah dua kajian yang tidak dapat dipisahkan apabila mengkaji tentang
fonologi. Begitu juga halnya jika fonologi dikaji dari segi interferensi
bahasa ada yang merupakan kajian fonemik dan ada yang merupakan
hilanganya bunyi fonem [h], [t], [k], dan [p]. Fonem – fonem tersebut
Jika ditinjau dari aksara lontara bahasa Bugis dan koskata bahasa
akhir kata. Dalam bahasa Bugis hanya ada satu konsonan yang berada
diakhirkata yaitu fonem /g/ selain dari fonem /g/ tidak fonem lain yang
Seperti ditambahkannya bunyi fonem [i], [e] dan [g]. Penambahan fonem
pada kosakata bahasa Idonesia lagi – lagi dipengaruhi oleh bahasa Bugis.
Selain penambahan fonem [i] dan [e] pada akhira kata juga ditemukan
[g] pada akhir kata dianggap hal wajar tapi sangat mengganggu kaidah
dari peristiwa perubahan ini ada tiga bahasa yang digabungkan yaitu dari
107
demikian karena pada data yang ditemukan fonem [t] yang berubah
menjadi [nd] itu berasal dari kata tidak kemudian menjadi nda karena
adanya serapan dari dua bahasa yaitu prokem dan Bugis. dari bahasa
prokem kata tidak diubah menjadi nggak yang artinya tidak. Kata ini sering
digunakan oleh anak – anak remaja pada umumnya. Dari kata nggak
kosakata baru yaitu ndak yang merupakan bentuk baku dari kata tidak
dan memunculkan fonem baru yaitu [nd] yang tidak ditemukkan dalam
Pada kajian fonetik ditemukan adanya perubahan bunyi yaitu bunyi [f]
menjadi [p] dan [v] menjadi [p]. Hal ini didasari dari aksara bahasa Bugis
yang memang hanya mengenal bunyi [p] sehinggan bunyin [f] dan [v]
disamakan dengan bunyi [p]. Hal ini juga diterapkan pada kosakata
bahasa Indonesia sehingga sering ditemukan adanya bunyi yang dari [f]
b. Interferensi Morfologi
terhadap bahasa Indonesia pada kajian morfologi dapat dilihat pada data
berikut.
a) Prefiks
1) Prefiks (ma-)
Indonesia.
pekerjaan.
2) Prefiks (pa-)
bahasa Indonesia.
3) Prefiks (ta-)
4) Prefiks (na-)
Prefiks (na-) juga salah satu prefiks bahasa Bugis yang berarti
b) Sufiks
1) Sufiksi (ji-)
2) Sufiksi (mi-)
3) Sufiksi (ki-)
Sufiks (ki-) sama halnya dengan sufiks (mi-), dan (ji-) tidak
Indonesia.
pada sufiks dan prefiks. Pada prefiks ditemukan ada empat prefiksi
hasil serapan dari bahasa Bugis yaitu prefiks (ma), (pa), (ta) dan (na).
Keempat prefiks ini merupakan partikel dalam bahasa Bugis yang sering
ini hamper memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai penekanan atau
penegasan.
c. Interferensi Leksikal
yang satu ke dalam bahasa yang lain. Di dalam interferensi leksikal terjadi
bahasa Bugis. Dari kalimat “tapi wajunna cocokmi?” jika dilihat dari
segi kotsakata yang digunakan ada kata tapi dan cocok yang
digunakan yaitu kata engka yang artinya ada dan kata mabbeling
dua kata yang berasal dari kosakata bahasa Bugis yang artinya
Bugis yaitu ada frasa “mappetu ada” yang merukapan bahasa Bugis
Kabupaten Soppeng.
kata kurang maka tejadilah interferensi leksikal. Hal ini sangat sulit
1) Penutur 1 : Kenapai?
Penutur 2 : Sala’e
Penutur 1 : Ruang delapan nappa ruang enang
Penutur 3 : Soalnya kelas berapa itu?
Penutur 1 : Soalnya kelas delapan nappa sampulna ruang anu
Penutur 2 : Sala tamai
Penutur 3 : Kelas tujuh ye?
Penutur 1 : Ha ?
Penutur 3 : Kelas tujuh kelas delapan sampulna
Penutur 2 : Coconi, berarti salah itu soalnya
Penutur 1 : agama, agama
Penutur 2 : Ruang delapang ini
Penutur 3 : Kompirmasi dulu sana
bunyi fonem.
nda yang merupakan bentuk tidak baku dari kata tidak, dan kata tida
bahasa Bugis.
107
terdapat sisipan bahasa Bugis seperti pada kata aga, yolo, magi
/p/ yaitu kata alpa yang seharusnya alfa. Perubahan fonem tersebut
Percakapan antara siswa dan guru pada di atas terjadi pada salah
tetap ada kosa kata yang terserap atau terinterferensi dari bahasa
Indonesia.
bahasa Bugis terhadap bahasa Indonesia seperti oba – oba. Hal ini
yaitu hilangnya fonem /t/ pada akhir kata. Selain itu juga terdapat kata
Bugis.
Berkomunikasi menggunakan bahasa daerah di lingkungan sekitar
daerah dan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar saling
kosakata anatara bahasa Bugis dan bahasa Indonesia. Lahir dan tumbuh
dihindari, mulai dari dialek, penyebutan dan penggunaan kosakata. Hal ini
saja dan apa adanya tanpa rekayasa dan pembentukan secara terencana.
saja serta berbagai situasi lain yang terjadi secara alami, karena proses
yang merupakan bentuk tidak baku dari kata tidak yang disebabkan
oleh serapan bahasa Bugis. Selanjutnya ada adaji dan bukaji dua
bahasa Indonesia.
bunyi bahasa.
Jadi apabila ada yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Bugis
bisa bisa minimalisir agar tidak terlalu berkembang pesat dan merusak
kaidah kebahasaan dari dua bahasa tersebut yaitu bahasa Bugis dan
bahasa Indonesia. Dikatakan tidak bisa dihentikan karena tidak ada aturan
penggunaa bahasa.
B. Pembahasan
kadang dianggap sebagai hal yang wajar dan hal yang benar. Dikatakan
adalah bahasa Bugis. Namun hal ini tidak boleh dibiarkan karena akan
bahasa Indonesia.
Dari hal ini dapat diketahui bahwa awal dari terjadinya intereferensi
Indonesia yang disisipi engklitik bahasa Bugis dengan dalih supaya siswa
bahasa ada yang melalui jalur formal ada pula informal (Junus & Junus,
2020).
perkara yang sulit untuk dihindarkan dan tidak ada satupun pihak yang
bahasa bahasa ibu yang merupakan bahasa daerah dan dan bahasa
sampai diminta untuk tiga bahasa yaitu bahasa asing agar dapat bersaing
dan kuasai bahasa asing.” Jika mengacu pada slogan tersebut maka
kalangan, baik dari kalangan anak – anak, remaja, dan orang dewasa di
[g], [e], dan [i] fonem – fonem ini sering sekali ditambahkan pada
kosakata bahasa Indonesia yang membuat bunyi kata tersebut berubah.
hilangnya fonem [h], [p], [k], dan [t] penghilangan fonem juga berakibat
bentuk juga tidak baku yaitu seperti kata “ngak” kemudian menjad “nda”
Perubahan bunyi yang ditemukan diantara bunyi [f] berubah menjadi bunyi
[p] dan bunyi [v] berubah menjadi bunyi [p]. Perubahan bunyi tersebut
disebabkan pada aksara lontara bahasa Bugis tidak dikenal bunyi [f] dan
[v] hanya bunyi [p]. Dari dasar hal tersebutlah didasari ditemukannya ada
yaitu pada proses afikasi. Dalam hal ini ditemukannya prefiks dan sufiks
107
ditemukanya prefiks (pa-), (ta-), dan (ma-) yang merupakan prefiks asli
Indonesia seperti pada kata papel, mafoto, taggantung. Jika dilahat dari
kata yang diikuti selain sebagai bentuk penegasa prefiks tersebut juga
Sedangakan sufiks yang diserap dari bahasa Bugis ada sufiks (-ki), (-
mi) dan (-ji). Salah satu contoh sufiks (ki) yaitu pada kata masukki. Dari
kata tersebut dapat dilihat bahwa fungsi sufiksi (-ki) disini adalah suatu
ditemukan juga sufiksi (-mi) dan (-ji) seperti pada kata biarmi dan cocokji
Interensi yang lain yang ditemukan ada pada kajian leksikal. Kajian
Indonesia.
negatif.
dalam berkomunikasi.
menjadi (na-) afik (pe-) diubah menjadi (pa) sedangkan pada penelitian ini
pada kajian morfologi, yang ditemukan adalah afiks dan prefiks bahasa
107
Bugis yang dimasukkan ke bahasa Indonesia seperti afiks (ma-) (pa-) (ta-)
bahasa Bugis juga pernah dilakukan oleh Muh Taufiq dan Muh Jumardi
yang dilakukan oleh Muh Taufiq dan Muh Jumardi Nurali fokus penelitian
afiksasi yaitu adanya sufiksi dan konfiks bahasa Bugis yang mengikuti
dengan siapa yang diajak bicara, lawan tutur pada suatu komunikasi akan
yang digunakan antara yang akrab dengan yang tidak akrab (Munirah,
berbahasa tapi dari hal itu perlu diketahui apa faktor yang menyebabkan
Hal itu didasari salah satunya dari adanya keakraban atau saling
bahwa hal ini terjadi karena adanya proses saling mempengaruhi sesama
menjadi hal wajar dan dibenarkan. Bukan merupakan hal yang benar tapi
merupakan kesalahan tapi karena sering terjadi berulang kali dan sudah
benar.
perbedaan bahasa yang terjadi antara yang akrab dengan yang tidak
lawan tutur yang akrab dan yang tidak akrab membuat terjadinya
dianggap hal yang wajar begitupula dengan penutur tidak ada rasa malu
wajar, tidak ada hal yang salah dari kejadian tersebut. Kejadian tersebut
bukan merupakan hal yang tabuh dan merupakan hal yang biasa saja
kecil lalu menjadi kebiasaan dan menyebar membuat hal itu menjadi
lumrah. Seperti akhiran (-mi), (-ji) yang awalnya hanya satu dua orang
Apabilah penutur akrab dengan lawan bicara maka kesalahan kecil tidak
Salah satu tempat yang dapat digunakan untuk menekan agar tidak
cara berbicara agar tidak terjadi kesalahan karena adanya rasa malu
bahasa.
yang dilakukan oleh Munira (2021) ditemukan gejala bahasa yang baru
[p], bunyi [v] menjadi [p], perubahan bunyi fonem tersebut salah satu hal
yang dilakukan oleh penetur bilingual. Dilihat dari temuan pada kajian
asing dan bahasa nasional semakin kuat dapat menggerus posisi bahasa
BAB V
A. Simpulan
penghilangan fonem yaitu hilangnya fonem /h/, /k/, dan /t/. perubahan
yaitu berubahnya bunyi [f] menjadi [p] dan [v] menjadi [p].
berupa prefiks dan sufiks. Prefiks dan sufiks yang ditemukan yaitu prefiksi
(ma-), (pa-) dan (ta-) sedangkan sufiksi yaitu (-mi), (-ji), dan (-ki) yang ada
B. Saran
Kabupaten Soppeng maka ada hal yang perlu disarankan antara lain; (1)
selain mengkaji tentang struktur juga dapat melihat tentang faktor yang
pengaruh bahasa daerah dan bahasa asing terhadap struktur dan kaidah
107
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
107
TABEL HASIL
PENELITIAN
1 Piliki
2 Lia
3 Masi
4 Silakan
5 Liha
7 Taku
8 Oba
9 Tida
10 Rusa
11 Bapa
12 Coco
13 Keca
14 Maui
15 Kenyangi
16 Ceki
17 Mintai
18 Kasii
19 Pilikie
20 Macamnyae
21 Itue
22 Makang
23 Vaksing
24 Kemaring
107
25 Hujangi
26 Korang
27 Nda
28 Kompirmasi
29 Telepisi
30 Mavaksin
31 Mafoto
32 Mapputar
33 Papel
34 Pavaksine
35 Tagantung
36 Nakerjaika
37 Nabilang
38 Sayurji
39 Bisaji
40 Cocoji
50 Tujuji
51 Adami
53 Jalanmi
54 Janganmi
55 Biarmi
56 Sudami
57 Masukki
112
58 Siniki
59 Hati – hatiki
60 Cocokmi
61 Undanganmu
62 Wajunna
63 Mabbeling
64 Dariko
65 Mattunu
66 Bolumu
67 Mappettu
68 Pammikep
69 Delapang
70 Salae
71 Coconi
72 Sampulna
73 Sala
74 Aga
75 Dibawanya
107
PERSURATAN
i