Anda di halaman 1dari 12

Prolitera, 2(2): Desember 2019, ISSN 26216795

PROLITERA
Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Budaya
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
UNIKA Santu Paulus Ruteng, e-mail: jurnalproliterapbsi@gmail.com
Available online: http://unikastpaulus.ac.id/jurnal/index.php/jpro/index

DIGLOSIA PADA MAHASISWA BAHASA DAN SASTRA


INDONESIA STKIP SANTU PAULUS RUTENG
Yuliana J. Moon 1 & Algonsa Selviani 2
1, 2
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng,
Jl. Ahmad Yani, No. 10 Ruteng, Flores 86508
e-mail: yulianajetiamoon@gmail.com dan algonsaselviani@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bahasa yang sering digunakan mahasiswa, mendeskripsikan bentuk
diglosia pada mahasiswa dan mendeskripsikan faktor penyebab diglosia pada mahasiswa. Jenis penelitian ini
adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Objek penelitian adalah tuturan mahasiswa.
Pengumpulan data menggunakan metode pengamatan, wawancara, dan dokumentasi, disertai alat bantu
perekaman. Teknik analisis data mnggunakan teknik analisis kualitatif deskriptif. Hasil penelitian
menunjukkan mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Santu Paulus Ruteng
menggunakan lebih dari satu bahasa, yaitu bahasa Indonesia, bahasa Manggarai, bahasa Manggarai dialek
masing-masing penutur. Mahasiswa juga mengenal lapis-lapis penggunaan bahasa, ditinjau dari segi latar
belakang penutur, tingkat pendidikan, dan situasi serta kondisi bahasa tersebut ketika dituturkan.Mahasiswa
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Satra Indonesia tidak hanya menggunakan dua bahasa atau dua
ragam atau dua dialek secara bergantian, melainkan bisa lebih dari dua bahasa atau dua dialek itu. Oleh
kerena itu mahasiswa membentuk masyarakat yang diglosik.Mahasiswa juga mengalami situasi
pembedaan derajat dan fungsi bahasa. Mahasiswa sebagai masyarakat lingual, yaitu membedakan ragam
bahasa T dan ragam bahasa R. Baik bahasa T maupun bahasa R itu masing-masing mempunyai
dialek yang juga diberi status sebagai ragam T dan ragam R. Diglosia pada mahasiswa disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti bilingualisme, situasi, lawan bicara, gengsi, dan perbedaan dialek.

Kata kunci: diglosia, bahasa, mahasiswa


Abstract

This study aims to describe the language that is often used by students, describe the form of diglossia in
students, and describe the factors that cause diagnosis in students. This type of research is a descriptive study
with a qualitative approach. The object of research is student speech. Data collection using the method of
observation, interviews, and documentation, accompanied by recording aids. The results showed students of
the Indonesian Language and Literature Study Program STKIP Santu Paulus Ruteng used more than one
language, namely Indonesian, Manggarai, and Manggarai dialects of each speaker. Students also know the
layers of language use, in terms of the background of the speaker, level of education, and the situation and
condition of the language when spoken. Students of the Indonesian Language and Satra Education Study
Program do not only use two languages or two kinds or two dialects in turn; rather, it can be more than two
languages or two dialects. Because of that, students form gossiped societies. Students also experience
situations of differing degrees and functions of language. Both T language and R languages each have a
dialect, which is also given the status as T variety and R. Diglossia diversity in students caused by several
factors, such as bilingualism, situations, interlocutors, prestige, and dialect differences.

Keywords: diglossia, language, students

82
Prolitera: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Budaya, 2 (2) 2019, hal. 82-93

PENDAHULUAN rakat bahasa, dan masing-masing ragam


Sebagai mahkluk sosial, manusia selalu bahasa itu diberi fungsi sosial tertentu.Diglosia
berhubungan dan berkomunikasi dengan berkenaan dengan pemakaian ragam bahasa
manusia lain. Media komunikasi yang paling rendah dan ragam bahasa tinggi dalam satu
efektif dipakainya adalah bahasa. Bahasa me- kelompok masyarakat.Diglosia ditegaskan pada
rupakan alat komunikasi yang dapat diguna- fungsi masing-masing ragam bahasa.Ragam
kan secara lisan yang disebut bahasa lisan bahasa tinggi khusus digunakan untuk situasi-
maupun secara tertulis yang disebut bahasa situasi formal.Ragam dalam situasi formal
tulis. Dasarnya, bahasa tulis merupakan trans- berbentuk bahasa formal.Ragam bahasa formal
fer dari bahasa lisan, maka bahasa lisan lebih adalah ragam bahasa yang digunakan dalam
dulu dari bahasa tulis. Dalam bahasa lisan yang lingkungan resmi, formal, dan kedinasan.
terlibat dalam kegiatan berbahasa adalah pem- Lingkungan kedinasan contohnya adalah
bicara dan pendengar, sedangkan dalam bahasa lembaga-lembaga pemerintah, lembaga-lemba-
tulis yang terlibat adalah penulis dan pembaca. ga pendidikan, perusahaan-perusahaan, upa-
Bahasa memiliki peran penting dalam cara kenegaraan, dan sebagainya. Ragam
kehidupan manusia yang ditunjukkan dengan bahasa rendah digunakan dalam situasi
keberadaannya sebagai alat komunikasi. Ham- nonformal. Ragam bahasa nonformal diguna-
pir semua kegiatan manusia memerlukan ban- kan dalam situasi yang tidak resmi, dalam
tuan bahasa. Rohmadi dan Nasucha (2010:1) situsi yang santai, sehingga menimbulkan
mengungkapkan bahwa bahasa seba-gai alat keakraban antara para pemakai bahasa (komu-
komunikasi dalam masyarakat dapat dikatakan nikator dan komunikan). Hal yang paling
sebagai jendela dan pintu ilmu, artinya dengan penting dalam komunikasi nonformal adalah
bahasa manusia dapat melihat perkembangan komunikatif, saling memahami, dan tidak ter-
dunia dan mampu menguasai bahasa yang jadi kesalahan komunikasi. Ragam bahasa
berkembang pesat. Dengan menggunakan baha- nonformal lisan biasa dipakai untuk percakapan
sa, manusia bisa menyatakan maksud, ide, piki- sehari-hari dalam keluarga, dengan teman, dan
ran, dan gagasannya.Melalui bahasa, manusia untuk ragam nonformal tulis dipakai untuk
mampu berkomunikasi dengan manusia lainnya menulis surat kepada kerabat, kepada teman,
dari berbagai penjuru dunia yang berbeda. kepada pacar, dan catatan harian.
Dengan media bahasa juga manusia bisa Dalam situasi diglosia banyak ditemukan
menyampaikan maksud, pikiran, dan gagasan adanya tingkat-tingkat bahasa dalam beberapa
yang bisa diwariskan secara turun-temurun bahasa daerah di Indonesia seperti bahasa
pada generasi berikutnya.Komunikasi dengan Jawa, bahasa Bima, bahasa Bali, bahasa
menggunakan bahasa selalu melibatkan dua Manggarai dan bahasa daerah lainnya di In-
pihak, yaitu komunikator dan komunikan. donesia yang masing-masing mempunyai na-
Indonesia merupakan negara multilingu- ma. Dalam bahasasa Manggarai ada tingkat-
al, yang memiliki beragam bahasa, dan hanya tingkat bahasa, yakni mulai dari ragam bahasa
memiliki satu ragam bahasa baku yang diakui yang paling kasar, halus, hingga yang paling
secara nasional, yaitu bahasa Inonesia. Indo- sopan. Pemakaian ragam dalam bahasa Mang-
nesia yang terdiri dari banyak daerah memung- garai tersebut, bukan didasarkan pada topik
kinkan sebagian besar daerah mempunyai dan pembicaraan, melainkan oleh siapa dan ke-
menggunakan lebih dari satu bahasa, yaitu pada siapa bahasa tersebut digunakan. Di
bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang Manggarai penggunaan bahasa tersebut sering
sama-sama diakui dan dihargai, hanya saja digunakan berdasarkan usia, status sosial, dan
fungsi dan pemakaiannya berbeda. Adanya jenis kelamin.
perbedaan penggunaan fungsi ragam tinggi dan Manggarai merupakan wilayah yang
ragam rendah mengharuskan penutur menggu- terdapat di Flores, Nusa Tenggara Timur.
nakan fungsi bahasa tersebut sesuai dengan Manggarai dibagi dalam tiga wilayah admi-
tempat dan kondisinya. Oleh karena itu, situasi nistratif yaitu kabupaten Manggarai Timur,
diglosia tidak dapat dihindari lagi oleh Manggarai Tengah, dan Manggarai Barat.
masyarakat Indonesia. Ketiga kabupaten ini memiliki satu ragam
Menurut Ferguson (Sumarsono, 2014: bahasa, yaitu bahasa Manggarai dengan be-
36), diglosia adalah sejenis pembakuan bahasa berapa variasi dialek. Seperti halnya bahasa
yang khusus yaitu dua ragam bahasa berada Indonesia yang digunakan sebagai ragam
berdampingan di dalam keseluruhan masya- bahasa tinggi, yakni bahasa yang harus di-

83
Moon & Selviani, Diglosia pada Mahasiswa…

kuasai oleh seluruh bangsa Indonesia, bahasa adalah sebagai berikut. (1) Mendeskripsikan
Manggarai Tengah juga memiliki kedudukan bahasa yang sering digunakan mahasiswa
yang sama, yaitu sebagai bahasa yang memi- Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
liki ragam bahasa tinggi dan ragam bahasa Indonesia; (2) mendeskripsikan bentuk diglo-
rendah diantara dialek- dialek yang terdapat di sia yang dilakukan mahasiswa Program Studi
wilayah- wilayah yang ada di Manggarai. Ke- Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia; (3)
duanya memiliki fungsi berbeda dan masing- mengidentifikasi dan mendeskripsikan faktor
masing mempunyai rana yang berbeda pula. penyebab terjadinya diglosia pada mahasiswa
Setiap orang yang mendiami wilayah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Manggarai baik itu wilayah Manggarai Barat Indonesia.
dan Manggarai Timur harus menguasai bahasa Secara teoretis, diglosia adalah bagain
Manggarai dialek MT (Manggarai Tengah). dari objek kajian sosiolinguistik. Menurut
Sebagai contoh, orang Kolang yang kuliah di Nababan (1984:2) pengkajian bahasa dengan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra dimensi kemasyarakatan disebut sosiolingu-
Indonesia STKIP Santu Paulus Ruteng, sejak istik. Sosiolinguistik juga diartikan sebagai
lahir bahasa pertama yang mereka peroleh cabang ilmu linguistik yang bersifat inter-
adalah bahasa Manggarai dialek SH (dialek S disipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek
menjadi H), kesehariannya sering menggu- penelitian hubungan antara bahasa dengan
nakan dialek SH, tetapi ketika mereka faktor-faktor sosial di dalam suatu mas-
berada di luar daerah Kolang mereka yarakat tutur (Chair dan Agustin, 2014:4).
cenderung menggunakan bahasa Manggarai Selain ketiga pakar tersebut ada pun ahli lain
dialek MT saat berbicara. Faktor yang menjadi yang mendefenisikan sosiolinguistik, yaitu
kemungkinan mengapa mereka cenderung Suwito. Menurut Suwito (1983:4) sosio-
menggunakan dialek MT dari pada dialek linguistik adalah studi interdisipliner yang
daerah mereka sendiri adalah adanya bili- menggarap masalah-masalah kebahasaan da-
ngualisme. lam hubungannya dengan masalah-masalah
Menurut Chaer dan Agustina (2014: sosial.
102), bilingualisme adalah keadaan penggu-
naan dua bahasa secara bergantian dalam Hakikat Diglosia
masyarakat.Masyarakat harus menguasai dan Kata diglosia berasal dari bahasa Prancis
menggunakan lebih dari satu bahasa karena diglossie, yang pernah digunakan oleh
tingkat pergaulan atau pun berkaitan dengan Marcais, seorang linguis Prancis, tetapi isti-
mitra tutur di lingkungan yang mengharus- lah itu menjadi terkenal dalam studi linguistik
kan menguasi lebih dari satu bahasa.Selain setelah digunakan oleh seorang sarjana dari
itu, masyarakat yang berasal dari daerah Stanford University, yaitu C.A Ferguson tahun
yang berbeda memiliki pengaruh yang besar 1958 dalam suatu simposium tentang ―
terhadap terjadinya bilingualisme, karena Urbanisasi dan bahasa-bahasa standar yang
semua masyarakat mempunyai dialek dari diselenggarakan oleh American Anthro-
tempat asal masing-masing. pological Association di Washington DC.
Menurut Sumarsono (2014:21), dialek Kemudian Ferguson menjadikan istilah tersebut
merupakan bahasa sekelompok masyarakat lebih dikenal dengan sebuah artikelnya yang
yang tinggal di suatu daerah tertentu. Perbe- berjudul Diglosia yang dimuat dalam majalah
daan dialek di dalam sebuah bahasa ditentukan Word tahun 1959. Artikel ini kemudian dimuat
oleh letak geografis kelompok pemakai. juga dalam Hymes (ed) language in culture and
Seperti halnya Ruteng dan Kolang yang letak society (1964:429—439) dan dalam Giglioli
geografisnya sangat jauh, dibatasi oleh gunung (ed.) Language and Social Contact (1972).
dan lembah.Dialek kedua daerah ini berbeda. Hingga kini artikel Ferguson itu dipandang
Ada beberapa kata yang menjadi ciri pembeda sebagai refrensi klasik mengenai diglosia,
dialek SH dengan dialek wilayah lainnya di meskipun Fishman (1967) dan Fasold (1984)
Manggarai yaitu kata yang yang mengandung membicarakannya juga. Ferguson menggu-
fonem /s/ dan /c/, dalam dialek SH tidak nakan istilah diglosia untuk menyatakan
ditemukan fonem /s/ dan /c/, misalnya halang keadaan suatu masyarakat di mana terdapat
‗jalan‘, uhang ‗hujan‘, hekang ‗rumah‘, dan dua variasi dari satu bahasa yang hidup
heh ‘dingin‘. Adapun tujuan dari penelitian ini

84
Prolitera: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Budaya, 2 (2) 2019, hal. 82-93

berdampingan dan masing-masing mempunyai lebih dari satu variasi bahasa yang mempunyai
peranan tertentu. tugas-tugas komunikasi yang berbeda dalam
Menurut Chaer dan Agustina (2010:102) masyarakat.
diglosia diartikan sebagai adanya pembedaan Fisman memodifikasi usulan orisinal
fungsi atas penggunaan bahasa (terutama fungsi Ferguson dalam dua hal penting. Pertama,
T dan R). Chaer dan Agustina (2010:93), suatu Fisman tidak begitu menekankan pentingnya
situasi kebahasaan yang relatif stabil, bah- situasi hanya terbatas dua variasi bahasa.
wasannya selain sejumlah dialek-dialek utama Fisman memberikan peluang adanya beberapa
(ragam-ragam utama) dari satu bahasa, terdapat kode yang berlainan, meskipun pemisahan
juga sebuah standar regional. Dialek-dialek paling sering terjadi di sepanjang garis bahasa
utama itu diantaranya, bisa berupa sebuah T (tinggi) dan kurang terjadi bahasa R
dialek standar, atau sebuah standar regional. (rendah).Kedua, apabila Ferguson membatasi
Ragam lain yang bukan dialek- dialek utama istilah diglosia hanya untuk kasus-kasus dalam
itu memiliki ciri (1) sudah (sangat) terko- keterkaitan linguistik yang terjadi dalam
difikasi, (2) gramatikalnya lebih kompleks, (3) rentang tengah-tengah, Fisman mengendor-
merupakan wahana kesusastraan tertulis yang kan batasan itu. Fisman mengemukakan
sangat luas dan dihormati, (4) dipelajari pandangan yang diastribusikan pada John
melalui pendidikan formal, (5) digunakan Gumperz, bahwa diglosia tidak saja ada dalam
terutama dalam bahasa tulis dan bahasa lisan masyarakat multilingual yang secara resmi
formal, (6) tidak digunakan oleh lapisan menyadari beberapa bahasa dan tidak
masyarakat manapun untuk percakapan sehari- hanya dalam masyarakat yang mengguna-
hari. kan dialek dan variasi klasik, tetapi juga dalam
Deskripsi Ferguson mengenai diglosia, masyarakat yang menerapkan dialek, register
Feguson (Ibrahim, 1993:10) tertarik untuk yang berbeda, atau variasi yang berbeda secara
mengetahui fakta umum bahwa para penutur fungsional. Penggunaan istilah diglosia,
sering menggunakan lebih dari satu bahasa Fishman bisa mengacu pada berbagai ting-
dalam satu situasi dan dengan menggunakan katan perbedaan linguistik dari perbedaan
variasi bahasa itu dalam situasi yang lain. stilistik yang paling lembut di dalam satu
Ferguson juga mengemukakan bahwa terdapat bahasa sampai pada penggunaan dua bahasa
kasus khusus, yaitu dua variasi bahasa hidup yang sama sekaligus berbeda, termasuk ren-
secara berdampingan dalam masyarakat. tangan yang diberikan Ferguson. Setiap pe-
Masing-masing variasi bahasa itu memiliki ngujian yang penting adalah bahwa perbedaan
peran tertentu yang mesti dimainkan. Kasus linguistik haruslah bisa dibedakan secara
khusus yang disebut diglosia itu haruslah fungsional dalam masyarakat.
dibedakan dengan penggunaan bahasa standar Kedua studi diglosia telah mengangkat
dan dialek daerah secara bergantian, dan juga beberapa isu dalam definisi dan konsep
harus dibedakan dengan kasus seperti dua fenomena itu. Ferguson berusaha membedakan
bahasa yang berbeda digunakan dalam diglosia dari hubungan antara bahasa standar
masyarakat bahasa, dua bahasa tersebut dan dialek regional, dan juga dari distribusi
masing-masing memiliki peranan yang ber- seperti digosia antara bahasa standar dan dialek
beda. regional, dan juga dari distribusi seperti
Selain Ferguson, adapun ahli lain yang diglosia antara bahasa yang berhubungan jauh
mendeskripsikan tentang diglosia. Pada tahun atau bahasa yang sama sekali tidak ber-
1967, Joshua Fisman (Ibrahim, 1993:21) hubungan. Fisman tidak mengatakan apa-apa
mempublikasikan sebuah artikel, Fisman tentang dialek regional, tetapi jelas bahwa
merevisi dan mengembangkan konsep konsepnya mengenai diglosia mencakup semua
diglosia.Fisman percaya bahwa diglosia diglosia bahasa. Fisman menyebutkan kemung-
seharusnya dibedakan secara hati-hati dengan kinan bahwa dua variasi bahasa bisa ber-
bilingualisme. Dalam hubungan ini, bili- peran untuk fungsi-fungsi yang spesifik dalam
ngualisme merupakan subjek bagi psikolog dan masyarakat, meskipun dia tidak membahasnya
psikolinguis.Bilingualisme mengacu pada sebagai digolsia. Kesempatan pertama antara
kemampuan individu untuk menggunakan kedua ilmuwan ini adalah dalam bidang
lebih dari satu variasi bahasa.Diglosia me- distribusi fungsional dalam masyarakat. Kedua-
rupakan masalah yang bisa dikaji sosiolog dan nya memiliki konsep dasar yang sama me-
sosiolinguis.Diglosia mengacu pada distribusi ngenai variasi T yang digunakan untuk tujuan

85
Moon & Selviani, Diglosia pada Mahasiswa…

formal dan variasi R yang digunakan untuk dalam gramatika ternyata terdapat perbedaan.
kegunaan yang lebih formal dan personal. (8) Leksikon.Sebagaian besar kosa kata pada
Berdasarkan uraian mengenai diglosia ragam T dan ragam R adalah sama. Namun
dapat disimpulkan bahwa diglosia merupakan ada kosa kata pada ragam T yang tidak ada
adanya variasi bahasa yang digunakan da- pasangannya pada ragam R, atau sebaliknya,
lam masyarakat, artinya selain dialek utama ada kosa kata pada ragam R yang tidak ada
yang digunakan, terdapat juga dialek regional. pasangannya pada ragam T. Ciri yang paling
Variasi bahasa tersebut masing-masing diberi menonjol pada diglosia adalah adanya kosa
fungsi atas penggunaanya. Fungsi bahasa ter- kata yang berpasangan, satu untuk ragam T dan
sebut berkenaan dengan pemakain ragam tinggi satu untuk ragam R, yang biasanya untuk
(T) dan ragam rendah (R). konsep-konsep yang sangat umum. (9) Fono-
logi. Dalam bidang fonologi ada perbe-daan
Faktor Penyebab Diglosia struktur antara ragam T dan ragam R.
Diglosia dijelaskan oleh Ferguson Perbedaan tersebut bisa dekat bisa juga jauh.
(Chaer dan Agustina, 2010:93) dengan Sistem bunyi ragam T dan ragam R sebenarnya
mengetengahkan sembilan topik penyebab di- merupakan sistem tunggal, namun fonologi T
glosia yaitu sebagai berikut. (1) Fungsi. Fungsi merupakan sistem dasar, sedangkan fonologi
merupakan kriteria diglosia yang sangat pen- R yang beragam-ragam, merupakan subsis-
ting. Menurut Ferguson, (Chaer dan Agustina, tem atau parasistem. Fonologi T lebih dekat
2010:93) dalam masyarakat diglosis terdapat dengan bentuk umum yang mendasar dalam
dua variasi dari satu bahasa: variasi pertama bahasa secara keseluruhan.Fonologi R lebih
disebut dialek tinggi (ragam T), dan yang jauh dari bentuk-bentuk yang mendasar.
kedua disebut dialek rendah (ragam R).
Distribusi fungsional dialek T dan dialek R Ciri Situasi Diglosia
mempunyai arti bahwa terdapat stuasi dialek T Situasi diglosia dapat disaksikan di
harus digunakan dan dialek R harus dalam masyarakat bahasa jika dua ragam pokok
digunakan.Fungsi T hanya pada situasi resmi bahasa yang masing- masing mungkin memiliki
atau formal, sedangkan fungsi R hanya pada berjenis subragam lagi dipakai secara ber-
situasi nonformal dan santai. (2) Prestise. dampingan untuk fungsi kemasyarakatan yang
Dalam masyarakat diglosis para penutur berbeda- beda.Ragam pokok yang satu, yang
biasanya menganggap dialek T lebih bergengsi, dapat dianggap dilapiskan di atas ragam
lebih superior, lebih terpandang, dan merupa- pokok yang lain, merupakan sarana kepus-
kan bahasa yang logis.Sedangkan dialek R takaan dan kesusastraan yang muncul pada
dianggap inferior dan malah ada orang suatu masyarakat bahasa seperti halnya dengan
yang menolaknya. (3) Warisan kesusastraan, bahasa melayu untuk Indonesia dan Malay-
terdapat kesusastraan dimana ragam T yang sia.Ragam pokok yang kedua tumbuh dalam
digunakan dan dihormati oleh masyarakat berbagai rupa dialek rakyat.
tersebut. (4) Pemerolehan. Ragam T diperoleh Di dalam situasi diglosia terdapat tradisi
dengan mempelajarinya dalam pendidikan yang mengutamakan studi gramatikal yang
formal, sedangkan ragam R diperoleh dari tinggi.Hal itu dapat dipahami jika diingat
pergaulan dengan keluarga dan teman- teman bahwa ragam itulah yang diajarkan di dalam
sepergaulan. (5) Standardisasi. Menanggapi sistem persekolahan.Tradisi penulisan tata
ragam T yang dipandang sebagai ragam yang bahasa Melayu, Malaysia, dan Indonesia
bergengsi, maka tidak mengherankan jika membuktikan kecendrungan itu.Tradisi itulah
standardisasi dilakukan terhadap ragam T yang meletakkan dasar bagi usaha pembaku-
tersebut melalui kodifikasi formal. (6) Stabi- an bahasa. Norma ragam tinggi di bidang
litas. Kestabilan dalam masyarakat diglosis ejaan, tata bahasa, dan kosa kata dikodifikasi.
biasanya telah berlangsung lama dimana ada Ragam yang rendah yang tidak mengenal
sebuah variasi bahasa yang dipertahankan kodifikasi itu menunjukan perkembangan ke
eksistensinya dalam masyarakat itu. (7) arah keaneka ejaan, variasi yang kuat dalam
Gramatikal lafal, dan tata bahasa. Bahkan jika wilayah
Ferguson berpandangan bahwa ragam T pemakaian kata yang bersangkutan sangat luas,
dan ragam R dalam diglosia merupakan seperti bahasa Indonesia, dapat menimbulkan
bentuk-bentuk dari bahasa yang sama. Namun,

86
Prolitera: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Budaya, 2 (2) 2019, hal. 82-93

berjenis-jenis ragam rendah kedaerahan yang Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Santu
akhirnya menyulitkan pemahaman timbal balik. Paulus Ruteng Angkatan 2016 yang berjumlah
Demikian halnya dengan komunikasi 138 orang . Sampel dalam penelitian ini adalah
diantara para penutur ragam rendah bahasa mahasiswa program studi pendidikan bahasa
melayu Indonesia di berbagai wilayah ke- Indonesia angkatan 2016 yang berjumlah 27
pulauan Nusantara yang bertambah sulit ka- orang. Terdapat empat metode pengumpulan
rena adanya sejumlah dialek geografis melayu data, yaitu observasi, wawancara, catat, dan
Indonesia atau bahasa daerah yang hidup secara dokumentasi. Analisis data dilakukan secara
berdampingan dan yang mencoraki ragam itu interaktif dan berlangsung secara terus menerus
dengan warna setempat. Situasi diglosia itu hingga memperoleh kesimpulan akhir.
pulalah yang menjelaskan mengapa stakat ini Jenis penelitian deskriptif dengan pende-
ada perbedaan yang cukup besar diantara katan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di
pemakaian bahasa Indonesia ragam tulisan kampus STKIP Santu Paulus Ruteng, Kabu-
disuatu pihak dan ragam lisan dipihak yang paten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara
lain. Jika penutur bahasa Indonesia dewasa ini Timur yang dilaksanakan selam bulan Mei.
berkata bahwa bahasa Indonesia termasuk Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa
golongan bahasa yang mudah, agaknya ia Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
merujuk ke ragam pokok yang rendah yang Indonesia STKIP Santu Paulus Ruteng
dimahirinya. Jika ia berkata bahwa bahasa Angkatan 2016 yang berjumlah 138 orang.
Indonesia itu sulit, yang dimaksudkannya Sampel dalam penelitian ini adalah maha-
ragam pokok yang tinggi. Pengacuan ke siswa program studi pendidikan bahasa Indo-
ragam bahasa yang pada hakikatnya berbeda nesia angkatan 2016 yang berjumlah 27 orang
rupanya menjelaskan adanya paradox di dalam dengan menggunakan teknik sampling
masyarakat bahwa bahasa Indonesia itu mudah sistematis. Pengumpulan data menggunakan
dan sekaligus sukar dipelajari dan dipakai. metode pengamatan, wawancara, dan dokumen-
tasi, disertai alat bantu perekaman. Teknik
METODE analisis data mnggunakan teknik analisis kua-
Jenis penelitian deskriptif dengan pende- litatif deskriptif. Adapun langkah-langkah yang
katan kualitatif. Pendekatan kulitatif merupakan digunakan peneliti untuk menganalis yaitu
pendekatan yang berusaha menjelaskan secara mengolah data, klasifikasi data, dan penyajian
mendalam tentang semua apa yang terjadi dan data.
berlangsung dalam aktivitas tertentu. Lincoln
dan Guba (Sukmadinata, 2012:60), melihat HASIL DAN PEMBAHASAN
pendekatan kualitatif sebagai penelitian yang
naturalistik. Jenis penelitian deskriptif dengan Bahasa yang Sering Digunakan Mahasiswa
pendekatan kualitatif. Pendekatan kulitatif me- Pada bagian ini peneliti melakukan
rupakan pendekatan yang berusaha menjelaskan wawancara dan pengamatan terhadap Maha-
secara mendalam tentang semua apa yang siswa Program Studi Bahasa dan Sastra
terjadi dan berlangsung dalam aktivitas tertentu. Indonesia terkait bahasa yang sering digunakan.
Lincoln dan Guba (Sukmadinata, 2012:60), Data yang diperoleh akan disajikan pada tabel-
melihat pendekatan kualitatif sebagai peneli- tabel di bawah ini.
tian yang naturalistik.
Data lisan berupa bahasa dari semua
aktivitas kebahasaan yang mengandung diglo-
sia. Sumber data dalam penelitian ini berupa
tuturan lisan yang berasal dari informan terpilih
sebagai pengguna bahasa di kampus. Adapun
yang menjadi populasi dalam penelitian ini
adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan

87
Moon & Selviani, Diglosia pada Mahasiswa…

Tabel 1 Hasil wawancara dan presentasi responden tentang bahasa yang digunakan
dalam kelas saat ada dan tidak ada perkuliahan.

No Bahasa/Situasi BI BM BI/BM
F % F % F % F %
1. Saat perkuliahan 24 89% 4 14,8% 27 100%
2. Saat tidak ada perkuliahan 1 3,7% 26 96,2% 27 100%

Keterangan
BI: Bahasa Indonesia BI/BM: Bahasa Indonesia/Bahasa Manggarai
BM: Bahasa Manggarai F: jumlah

Hasil Wawancara dan Presentasi Responden Tentang Bahasa yang Digunakan di Luar Kelas saat Pelibat
Komunikasinya Mahasiswa dan Dosen.

No Bahasa/ Patisipan BI BM BI/BM Jumlah


F % F % F % F %
1. Mahasiswa 1 3,7 % 17 62,9% 10 37,3% 27 100%
2. Dosen 15 55,5% - - 12 44,4% 27 100%

Tabel 2 Hasil wawancara dan presentasi pesponden tentang bahasa yang digunakan saat berbicara dengan
mitra tutur yang berbeda dialek

Bahasa/ Partisipan BI BM BI/BM Jumlah


(dialek MT)
F % F %
Mitra tutur beda dialek 19 70,3% 8 29,6%

Keterangan: BI/BM: Bahasa Indonesia/Bahasa Manggarai


MT : Manggarai Tengah(Ruteng)

Tabel 3 Hasil wawancara dan presentasi responden tentang bahasa yang digunakan saat
berbicara dengan mitra tutur yang sedialek

Bahasa/ Partisipan BI BM BI/BM Jumlah

Dialek lainnya Dialek MT

F % F % F % F % F %

Mitra tutur 25 92,5 % 1 3,7% 1 3,7% 27 100%


yang sedialek

Tabel 4 Hasil observasi mengenai bahasa yang sering digunakan mahasiswa

No Tempat Situasi Lawan Bahasa yang digunakan


bicara
1 Dalam kelas Saat ada Dosen Bahasa Indonesia formal dan bahasa
perkuliahan Indonesia nonformal

88
Prolitera: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Budaya, 2 (2) 2019, hal. 82-93

2 Dalam kelas Saat ada Teman Bahasa Indonesia dan bahasa Manggarai
perkuliahan
3 Dalam kelas Saat tidak ada Teman Bahasa Indonesia dan bahasa Manggarai
perkuliahan
4 Di luar kelas Percakapan Dosen Bahasa Indonesia nonformal dan bahasa
Manggarai
5 Di luar kelas Percakapan Teman Bahasa Indonesia dan bahasa Manggarai
6 Di luar kelas Percakapan Teman yang Bahasa Manggarai dialek lainnya
sedialek
7 Di luar kelas Percakapan Teman yang Bahasa Indonesia dan Bahasa Manggarai
beda dialek dialek Ruteng

Berdasarkan pengamatan penulis di nonformal, bahasa Manggarai juga dipakai


dalam dan di luar kelas penggunaan bahasa untuk percakapan dalam suasana santai.
tersebut lebih kepada lawan bicaranya, bahasa Mahasiswa menggunakan bahasa Indonesia di
Indonesia dominan digunakan hanya saat luar kelas saat berbicara dengan orang yang
berbicara dengan dosen, tetapi ketika berbicara tidak sedialek. Ini dilakukan supaya
sesama mahasiswa bahasa yang paling dominan terhindar dari kesalapahaman dan supaya
digunakan adalah bahasa Manggarai. tidak terjadi perbedaan makna.
Pemakaian bahasa Indonesia dalam
situasi formal memiliki ruang lingkup yang Data Bentuk Diglosia
lebih luas dari pada bahasa Manggarai, seperti Pada bagian ini peneliti melakukan
pada saat perkuliahan dan kegiatan seminar di pengamatan terhadap tindak tutur
kampus.Pemakaian kedua bahasa tersebut juga mahasiswa.Ditemukan ada beberapa kosa kata
dipakai pada situasi nonformal seperti pada dan kalimat dalam percakapan mahasiswa yang
saat tidak ada perkuliahan dan saat percakapan merupakan bentuk diglosia.Untuk lebih jelas
di luar kelas.Saat di luar kelas bahasa yang perhatikan percakapan dandata pada tabel
dominan digunakan mahasiswa adalah bahasa berikut.
Manggarai.Selain karena situasinya

Tabel 5 Kosakata ragam bahasa tinggi dan ragam bahasa rendah mahasiswa bahasa dan saastra Indonesia

No Ragam Tinggi (T) Ragam Rendah (R) Arti


1 io eng Ia
2 io co’o Kenapa
3 ite hau Kau
4 io he,e Ia
5 io e Ia
6 ok io, eng, he,e Ia
7 Ko ke Kah
8 hang mboros makan
9 lako jidek jalan
10 ntingul masa bodoh
11 ditte dau kau
12 tawa ncingis Ketawa
13 Io ha Kenapa
14 ite gau Kamu
15 kole keor pulang

89
Moon & Selviani, Diglosia pada Mahasiswa…

(1) Bentuk Tinggi (T) Percakapan 1 merupakan ciri khas dialek Manggarai.Bentuk
e dan pe merupakan diglosia yang di-lakukan
Tempat : Dalam kelas penutur.Selain betuk-bentuk tersebut, juga di-
Bahasa : Bahasa Indonesia dan temukan dalam percakapan mahasiswa meng-
Manggarai gunakan kata oke.Kata oke merupakan kata
Situasi : Formal bahasa Inggris yang berarti setuju, penggunaan
Dosen : Kumpul tugas yang kemarin !
kata okemerupakan prestise yang dilakukan
Mahasiswa : Ae bapak ite tidak suruh
kemarin. penutur yang menganggap bahasa Inggris
Dosen : Kalau begitu kita lanjut. sebagai bahasa T-nya dan bahasa Manggarai
Mahasiswa : Io bapak.‘ia bapak‘ adalah bahasa R-nya.
Percakapan 3
Berdasarkan pengamatan penulis, dalam perca-
kapan tersebut penutur menggunakan bahasa A:Hai Bebs
Indonesia, penggunaan bahasa Indonesia ter- ’hai sayang‘
B:Hai kamu sudah pulang?
sebut sebagai ragam bahasa tinggi (T) dalam
situasi formal. Bahasa Indonesia yang diselipi
Penutur pada percakapan empat tersebut
diglosia ite‗kau‘dan io’ia‘, kata ite‗kau‘
menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Indo-
dan io‗ia‘dalam bahasa Manggarai berfungsi
nesia dan bahasa Inggris, penggunaan kata
sebagai kesantunan dalam berbicara dan sering
bahasa Iggris bebs merupakan prestise yang
digunakan untuk berkomunikasi dengan orang
dilakukan mahasiswa yang menganggap bahasa
yang lebih tua maupun yang lebih tinggi
Ingris lebih bergengsi dibandingkan bahasa
kedudukannya. Hal ini sudah termasuk diglosia,
Indonesia.
untuk mendukung kediglosianya penutur
menggunakan tuturan tersebut dengan dialek
(2) Bentuk Rendah (R) Percakapan 1
Ruteng. Tempat : Luar kelas Bahasa :
BI, BM, BA(I)
Pecakapan 2 Situasi :Nonformal
Tempat : Luar kelas A: Ite jam berapa kesini besok?
Situasi : Nonformal ‘Kamu jam berapa kesini besok?‘
Bahasa : Bahasa Indonesia, bahasa B: Pagi
Manggarai, dan bahasa Inggris. A: Oketunggu di sekret saja e.l Ia tunggu
A: Ndu tegi bantuan pe. ‘Nona minta di sekertariat saja‘
bantuanya‘ B: He,e. ia‘
B: Kudu co kae? Untuk apa?‘ A: Terima kasih
A: Kudu penelitian kae ho ndu, ite iwo B: He,e e. ia‘
responden diha. ‘Dia mau melakukan A: Ia, co tara pake novel hitu dite. Ia,
penelitian, kau satu respondennya‘ kenapa kamu pakai itu novel?‘
B: Oh oke. Oh ia boleh‘ B: Tidak saya semalam mau baca lagi
A: Makasih ndu e, kuliah jam pisa diang ndu? A: Oh, jenuh kah? Oke
‘Makasih nona, besok kuliah jam berapa?‘ B: Dalih (Dalis)
B: 7.30 kae. 7.30 kakak‘
A: Oh io ga sayang, poli kuliah diang pe ndu e, Data pada percakapan satu tersebut me-
tegi bantuan sayang. ‘Oh baik sudah sayang,
rupakan bentuk diglosia yang dilakukan,
bisa besok sesudah kuliah?‘
B: Oke‗ia‘ dimana si penutur menggunakan lebih dari satu
variasi bahasa. Penggunaan bahasa he, e dalam
Tuturan tersebut terlihat menggunakan bahasa Manggarai, penggunaan bahasa ia da-
bahasa Manggarai dialek Cibal, bahasa Indo- lam bahasa Indonesia dan penggunaan bahasa
nesia dan bahasa Inggris. Hal ini dapat dilihat oke dalam bahasa asing(Inggris). Ketiga bentuk
pada kata ndu yang digunakan penutur untuk bahasa tersebut memiliki satu arti atau makna
berbicara dengan mitra bicaranya. Kata ndu yaitu sebagai tanda setuju hanya saja fungsi dan
dalam dialek cibal merupakan kata ganti orang pemakaiannya berbeda.Hal ini sejalan dengan
yang khusus digunakan untuk memanggil pengertian Ferguson yang menggunakan istilah
perempuan. Kata ganti ndu digunakan untuk diglosia sebagai keadaan suatu masyarakat
pembicaraan yang lebih santun.Penggunaan dimana terdapat dua variasi bahasa yang hidup
bentuk e dan pe dalam berbicara juga berdampingan dan masing-masing memiliki

90
Prolitera: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Budaya, 2 (2) 2019, hal. 82-93

peranan tertentu. Kata he,e‗ia‘dalam bahasa riasi lain yaitu kata ole. Sedangkan, peng-
Manggarai memiliki bentuk lain yaitu io dan gunaan bentuk e dalam ujaran tersebut ber-
eng. He,e dalam bahasa Manggarai merupakan fungsi untuk meyakinkan.
ragam bahasa rendah, ini biasa digunakan Selain kedua bentuk tersebut, data pada
untuk orang yang seumuran, he,e dalam bahasa percakapan tiga tersebut juga memiliki kasus
Manggarai sangat tidak pantas digunakan digosia, yaitu penggunaan kata nana. Nana
untuk berbicara dengan orang yang lebih tua dalam bahasa Manggarai berfungsi sebagai
atau yang lebih tinggi kedudukannya. Jika itu pengganti nama. Penggunaan kata nana dalam
terjadi maka si penutur dianggap tidak santun bahasa Manggarai sebagai bentuk kesantunan
dalam berbahasa. dalam berbahasa.
Bentuk ia dalam bahasa Indonesia me-
rupakan ragam bahasa tinggi, karena bentuk ini Faktor Penyebab Diglosia
sering dipakai dalam pembicaraan yang Diglosia disebabkan oleh beberapa faktor, se-
situasinya formal, sedangkan penggunaan perti penggunaan bilingualisme, lawan bicara,
bentuk oke merupakan prilaku berbicara yang situasi, dan perbedaan dialek.
menganggap bahasa Inggris itu lebih bergeng- (1) Bilingualisme
si. Penutur B dalam percakapan di atas Penggunaan lebih dari satu bahasa
merupakan penutur yang berdialek SH, itu dalam kehidupan mahasiswa membuat situasi
diketahui dari logat dan gaya bicaranya, selain diglosia tidak dapat dihindari.Hadirnya lawan
itu saat masih berbicara dia tiba-tiba bicara yang bervariasi membuat si penutur
memanggil nama temannya dengan sebutan melakukan diglosia. Variasi yang dimaksud
Dalih. seperti umur, status sosial, status pekerjaan.
Contoh pada percakapan berikut.
Percakapan 2
Tempat : Luar kelas Dosen : Kumpul tugas yang kemarin !
Bahasa : BM Mahasiswa : Ae bapak ite tidak suruh kemarin.
Situasi : Formal Dosen : Kalau begitu kita lanjut. Mahasiswa
A: Toe manga masuk pa Aris bo ke?. ‘Pa Aris Mahasiswa : Io bapak.‘ia bapak‘
masuk tadi?‘
B: Am kole bo ge. ‘Mungkin sudah pulang‘ (2) Situasi
Adanya situasi pembicaraan yang ber-
Data pada percakapan dua tersebut beda, situasi di dalam kelas yang mewajibkan
merupakan percakapan di luar kelas dalam penutur menggunaakan bahasa Indonesia for-
situasi santai. Data tersebut menggunakan mal. Hal ini dilakukan karena situasi dalam
bahasa Manggarai yang menggunakan diglosia kelas merupakan situasi resmi. Kesalahan saat
ke dan ge. Bentuk ke berfungsi sebagai kata berbicara dalam kelas sangat rentan dan itu
tanya dalam bahasa Manggarai, sedangkan menimbulkan respon yang tidak bagus dari
bentuk ge dalam tuturan tersebut berfungsi mitra tutur seperti halnya ditertawakan dan
sebagai kata keterangan. tekadang dimarahi.Penggunaan ragam rendah
yang dilakukan di luar kelas saat berbicarapun
Percakapan 3 menyebabkan situasi diglosia terjadi. Pembi-
Tempat : Luar kelas caraan yang tidak sesuai pasti akan direspon
Bahasa : BM
dengan tidak baik seperti ditertawakan, diolok,
Situasi : Nonformal
A: Nana nia hio ga? dan terkadang dibilangsombong.
‘Saudara yang itu dimana sudah‘
B: De homong kae, diang kat kae e (3) Gengsi

‘Aduh saya lupa.Bisa besok kakak?’ Gengsi juga merupakan factor yang
Data pada percakapan tiga tersebut menyebabkan terjadinya diglosia pada maha-
merupakan percakapan di luar kelas dalam siswa. Mahasiswa mengganggap bahasa Inggris
situasi santai. Data tersebut menggunakan ba- dan bahasa Indonesia itu lebih bergengsi di-
hasa Manggarai yang menggunakan diglosia de bandingkan bahasa Manggarai dan dialek
dan e dan ga. Bentuk de dalam tuturan tersebut sendiri. Mahasiswa terkadang malu mengguna-
berfungsi sebagai bentuk ekspresi kaget. Kata kan bahasa Manggarai dialek sendiri karena
de dalam bahasa Manggarai memiliki va- takut ditertawakan. Contoh percakapan maha-

91
Moon & Selviani, Diglosia pada Mahasiswa…

siswa yang menggunakan bahasa Indonesia, Peralihan digunakan saat berbicara dengan
bahasa Inggris, dan bahasa Manggarai sebagai mitra tutur yang sedialek.
berikut. Dari hasil analisis data juga ditemukan
bentuk diglosia yang dilakukan mahasiswa
A: Ite jam berapa kesini besok? Kamu jam yaitu, adanya situasi pembedaan derajat dan
berapa kesini besok?‘ fungsi bahasa secara berganda, serta keadaan
B: Pagi dalam masyarakat multilingual, terdapat dua
A: Oketunggu di sekret saja e. Ia tunggu di bahasa yang diperbedakan satu sebagai bahasa
sekertariat saja‘
T, dan yang lain sebagai bahasa R. Baik bahasa
B: He,e. Ia‘
A: Terima kasih T maupun bahasa R itu masing-masing
B: He,e e ‗ia‘ mempunyai ragam atau dialek yang masing-
A: Ia, co tara pake novel hitu dite. Ia, kenapa masing juga diberi status sebagai ragam T dan
kamu pakai itu novel?‘ ragam R baik terhadap bahasa Indonesia,
B: Tidak saya semalam mau baca lagi bahasa Manggarai maupun bahasa Manggarai
A: Oh, jenuh kah? Oke’ia‘. B: Dalih. Dalis dialek mereka sendiri seperti yang dijelaskan
pada bagian sebelumnya mahasiswa meru-
pakan masyarakat yang menggunakan lebih
(4) Perbedaan Dialek dari satu bahasa.Dalam penggunaan bahasa
tersebut dikenal adanya situasi pembedaan
Latar belakang dialek yang berbeda fungsi antara ragam T dan ragam R. Oleh
juga sangat berpengaruh terhadap bahasa yang karena itu, situasi diglosia tidak dapat
digunakan mahasiswa. Adanya perbedaan dihindari. Dalam Masyarakat multilingual se-
dialek membuat situasi diglosia tidak dapat perti yang terjadi pada mahasiswa bahasa dan
dihidari, karena untuk menghidari kesalah- sastra Indonesia ada beberapa faktor yang
pahaman dalam berbicara maka si penutur yang menyebabkan terjadinya diglosia yaitu adanya
berasal dari latar belakang dialek yang berbeda penggunaan lebih dari satu bahasa dalam
harus memilih menggunakan bahasa lain yang masyarakat, situasi,lawan bicara dan
juga dipahami oleh mitra tuturnya seperti perbedaan dialek.
bahasa Manggarai dialek MT dan bahasa Diglosia merupakan situasi yang relatif
Indonesia. Berikut adalah contoh percakapan stabil, yaitu dalam masyarakat terdapat variasi
dengan menggunakan dialek MT, kedua pe- bahasa yang hidup secara bersamaan dan
nutur berasal dari dialek yang berbeda. mempunyai fungsinya masing-masing. Maha-
siswa Program Studi Bahasa dan Sastra
A: Toe manga masuk pa Aris bo ke? Indonesia merupakan pengguna bahasa yang
‘Pa Aris masuk tadi?‘ dalam proses interaksi dan berkomunikasi
B: Am kole bo ge. sehari-hari sering melakukan diglosia dengan
‘Mungkin sudah pulang‘
berbagai alasan penggunaan diglosia tersebut.
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan hasil analisis data yang te-
Aslinda, L. S. (2007). Pengantar
lah dipaparkan pada bagian sebelumnya,
Sosiolinguistik. Bandung: PT Refika
penulis menyimpulkan bahwa bahasa yang
Aditama.
sering digunakan mahasiswa adalah bahasa
Chaer, A. dan Agustina, L. (2014).
Indonesia, bahasa Manggarai dialek MT, dan
Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
bahasa Manggarai dialek lainnya. Pengguna-
Jakarta: Rineka Cipta.
an Bahasa tersebut tergantung situasi dan mi-
Ibrahim S. (1993). Sosiolinguistik. Surabaya:
tra tutur.Bahasa Indonesia dominan digunakan
Usaha Nasional
untuk situasi formal, saat berbicara dengan
Nababan, P.W.J. (1984). Sosiolinguistik Suatu
dosen, dan saat berbicara dengan mitra tutur
Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.
yang tidak sedialek.Sedangkan, bahasa Mang-
Rohadi, M. dan Nasucha Y. ( 2010).
garai dialek MT sering digunakan untuk situasi
Paragraf: Pengembangan dan
tidak formal dan juga digunakan untuk
Implementasi. Surakarta: Media Perkasa
berbicara dengan mitra tutur yang tidak se-
Sugiyono, (2012). Metode Penelitian
dialek. Dialek lainnya seperti dialek SH dan
Pendidikan. Bandung: Alfabeta

92
Prolitera: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Budaya, 2 (2) 2019, hal. 82-93

Sugiyono (2015). Metode Penelitian Suwito. (1983). Pengantar Awal


Pendidikan. Bandung: Alfabeta Sosiolinguistik Teori dan Problema.
Sukmadinata, N. S. ( 2012). Metode Penelitian Solo: Henary Offset.
Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sumarsono (2014). Sosiolinguistik.
Yogyakarta: SABDA (Lembaga Studi
Agama, Budaya, dan Perdamaian).

93

Anda mungkin juga menyukai