Anda di halaman 1dari 15

Kedokteran Hewan

Mata Kuliah : Bahasa Indonesia

Dosen : DR. AB Takko Bandung, M.Hum.

Ragam Bahasa Indonesia

Kelompok V :

1. Andi Murni Nurul Maulidyah (C031181012)


2. Misna Majid (C031181019)
3. Maghfirah Islamiah Ahmad (C031181311)
4. Nova Annas (C031181315)
5. Andi Musa Qofa Al-Kashim (C031181325)
6. Fadhilah Hadi Putri (C031181509)

Program Studi Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami bisa menyelesaikan
sebuah makalah dengan tepat waktu. Berikut ini penulis mempersembahkan
sebuah makalah dengan judul “Sejarah, Kedudukan, dan Fungsi Bahasa
Indonesia”. Melalui kata pengantar ini, kami selaku penulis lebih dahulu meminta
maaf dan memohon kemakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan
ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini, kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih
dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapaat memberikan
manfaat.

Makassar, 23 Agustus 2018

Kelompok 5
Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Bahasa Indonesia hadir sebagai bagian dari perjuangan bangsa Indonesia


menuju kemerdekaan. Sumpah Pemuda pada 1928 meneguhkan bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional dan bahasa pemersatu dari berbagai ragam ras, agama dan
suku bangsa. Pasca kemerdekaan, bahasa Indonesia semakin memperkokoh
eksistensinya sebagai bahasa “administrasi negara”. Jika dilihat dari kedua sisi ini,
maka bahasa Indonesia telah berkontribusi dalam perkembangan sosial, budaya
maupun politik bagi bangsa Indonesia (Rabiah, Siti. Vol. 2 No. 1, Jan 2016)

Menurut Hascaryo, pada ada dasarnya ragam bahasa dibelah menjadi


golongan penutur dan ragam bahasa menurut jenis pemakaian bahasanya. Dari
sini kita bisa tahu ragam bahasa tertentu dengan menggunakan indikator daerah
asal, pendidikan, dan sikap penuturnya. Sejak dulu, ragam daerah dikenal dengan
sebutan dialek atau logat. Bahasa apapun yang tersebar secara luas dinamai
sebagai logat. Masing-masing dapat dipahami secara timbal balik oleh
penuturnya, paling tidak oleh penutur dialek yang wilayahnya berdekatan.
Namun, apabila dalam wilayah pemakaian bahasa itu masyarakatnya dipisahkan
oleh faktor geografis maka secara perlahan logat itu akan banyak mengalami
perubahan dan akhirnya akan menjadi bahasa yang sama sekali berbeda.

Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ of speech) dengan dinamakan
ragam bahasa lisan, sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan
tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulis. Jadi
dalam ragam bahasa lisan yang kita tuturkan, itu berarti, kita berurusan dengan
lafal. Sementara itu, dalam ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan bahasa yang
dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya
(Marliana, Lia :2018).
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan ragam bahasa?


2. Apa saja ragam bahasa Indonesia?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu ragam bahasa
2. Untuk memahami macam-macam ragam bahasa
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ragam Bahasa

Susunan kata Indonesia dapat dirangkai menjadi kalimat Indonesia, namun


bukan berarti tiap kalimat Indonesia dapat disusun menjadi kalimat Indonesia
yang apik. Dalam pergaulan sehari-hari, bisa dipastikan bahwa penggunaan
kosakata yang baik, sopan, dan terpilih dapat menunjukkan eksistensi dan latar
belakang pendidikan penutur. Bahasa orang berpendidikan biasanya dikaitkan
dengan bahasa orang yang „berbau‟ sekolah. Begitu juga dengan lembaga
pemerintah seperti petugas kelurahan, kecamatan, karyawan pemda, wartawan,
dan beragam profesi ilmiah lain, kerap diidentikkan dengan pemakaian bahasa
Indonesia yang baik dan sopan. Ragam bahasa yang sering digunakan oleh
beberapa instansi tersebut disebut sebagai ragam baku (Pramudibyanto,
Hascaryo).

Sebagi gejala sosial, pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor-
faktor kebahasaan, tetapi juga oleh faktor-faktor non kebahasaan, antara lain
faktor lokasi geografis, waktu, sosiokultural, dan faktor situasi. Faktor-faktor di
atas mendorong timbulnya perbedaan-perbedaan dalam pemakaian bahasa.
Perbedaan tersebut akan tampak dalam segi pelafalan, pemilihan kata, dan
penerapan kaidah tata bahasa. Perbedaan atau varian dalam bahasa, yang masing-
masing menyerupai pola umum bahasa induk, disebut ragam bahasa (Umar,
Azhar).

Di samping itu, ada pula perbedaan ragam bahasa dalam hal tata bahasa.
Kalimat berikut dapat menunjukkan contoh perbedaan penggunaan ragam bahasa
oleh penuturnya, “Itu buku punya siapa?” Kalimat tersebut cukup jelas
maksudnya. Hanya saja, tata bahasa yang digunakan kurang menarik, sehingga
menarik lawan tutur paling tidak dalam hal asal usul si penutur. (Pramudibyanto,
Hascaryo).
2.2 Ragam Bahasa Indonesia

Menurut Azhar Umar:2017, terdapat beberapa macam ragam bahasa Indonesia,


yaitu :

 Ragam Bahasa Menurut Daerah

Ragam daerah sejak lama dikenal dengan nama logat atau dialek. Bahasa yang
luas wilayah pemakaiannya selalu mengenal logat. Masing-masing logat dapat
dipahami secara timbal balik oleh penuturnya, sekurang-kurangnya oleh penutur
logat yang daerahnya berdampingan. Jika di dalam wilayah pemakaiannya,
individu atau sekelompok orang tidak mudah berhubungan, misalnya karena
tempat keadiamannya dipisahkan oleh pegunungan, selat, atau laut, maka lambat
laun tiap logat dapat mengalami perkembangan sendiri-sendiri yang selanjutnya
semakin sulit dimengerti oleh penutur ragam lainnya. Pada saat itu, ragam-ragam
bahasa tumbuh menjadi bahasa yang berbeda.

 Ragam Bahasa Menurut Pendidikan Formal

Ragam bahasa Indonesia menurut pendidikan formal, menunjukkan perbedaan


yang jelas antara kaum yang berpendidikan formal dan yang tidak. Tata bunyi
bahasa Indonesia golongan penutur yang kedua itu berbeda dengan fonologi
kaum terpelajar. Bunyi /f/ dan gugus konsonan akhir /-ks/, misalnya, sering tidak
terdapat dalam ujaran orang yang tidak bersekolah atau hanya berpendidikan
rendah.

 Ragam Bahasa Menurut Sikap Penutur

Ragam bahasa menurut sikap penutur mencakup sejumlah corak bahasa Indonesia
yang masing-masing, pada asasnya, tersedia bagi tiap pemakai bahasa. Ragam ini,
yang dapat disebut langgam atau gaya, pemilihannya bergantung pada sikap
penutur atau penulis terhadap orang yang diajak berbicara atau pembacanya.
Sikapnya itu dipengaruhi, antara lain, oleh usia dan kedudukan orang yang disapa,
tingkat keakraban antarpenutur, pokok persoalan yang hendak disampaikan, dan
tujuan penyampaian informasinya. Ketika berbicara dengan seseorang yang
berkedudukan lebih tinggi, penutur akan menggunakan langgam atau gaya
berbahasa yang berbeda daripada ketika dirinya berhadapan dengan seseorang
yang berkedudukan lebih rendah. Begitu juga halnya ketika berbicara dengan
seseorang yang usianya lebih muda atau tua, penutur tentulah akan menggunakan
langgam atau gaya bertutur yang berbeda.

 Ragam Bahasa Menurut Jenis Pemakaiannya

Menurut jenis pemakaiannya, ragam bahasa dapat dirinci menjadi tiga macam,
masing-masing adalah :

(1) berdasarkan pokok persoalannya,

(2) berdasarkan media pembicaraan yang digunakan, dan

(3) berdasarkan hubungan antarpembicara.

Berdasarkan pokok persoalannya, ragam bahasa dibedakan menjadi ragam bahasa


undang-undang, ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa
sastra, dan ragam bahasa sehari-hari. Berdasarkan media pembicaraan, ragam
bahasa dibedakan menjadi ragam lisan (ragam bahasa cakapan, ragam bahasa
pidato, ragam bahasa kuliah, dan ragam bahasa panggung), ragam tulis (ragam
bahasa teknis, ragam bahasa undang-undang, ragam bahasa catatan, dan ragam
bahasa surat). Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibedakan
menjadi ragam bahasa resmi, ragam bahasa santai, ragam bahasa akrab, ragam
baku dan ragam takbaku. Situasi resmi, yang menuntut pemakaian ragam baku,
tercermin dalam situasi berikut ini:

(1) komunikasi resmi, yakni dalam suratmenyurat resmi, surat-menyurat dinas,


pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi-instansi resmi,
penamaan dan peristilahan resmi, perundang-undangan, dan sebagainya;

(2) wacana teknis, yakni dalam laporan resmi dan karya ilmiah;
(3) pembicaraan di depan umum, yakni dalam ceramah, kuliah, khotbah, dan
sebagainya; dan

(4) pembicaraan dengan orang yang dihormati.

Ragam bahasa baku merupakan ragam orang yang berpendidikan. Kaidah kaidah
ragam baku paling lengkap pemeriannya jika dibandingkan dengan ragam bahasa
yang lain. Ragam ini tidak saja ditelaah dan diperikan, tetapi juga diajarkan di
sekolah. Ragam inilah yang dijadikan tolok bandingan bagi pemakaian bahasa
yang benar. Ragam bahasa baku memiliki sifat kemantapan dinamis yang berupa
kaidah dan aturan yang tetap. Kebakuannya itu tidak dapat berubah setiap saat.
Ciri kedua yang menandai bahasa baku ialah sifat kecendekiaannya. Sifat
kecendekiaan ini terwujud di dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa yang
lebih besar lainnya yang mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur,
logis, dan masuk akal. Proses pencendekiaan bahasa baku ini amat penting bila
masyarakat penutur memang mengidealisasikan bahasa Indonesia berkemampuan
menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Hingga saat ini, untuk
hal yang disebutkan terakhir, masyarakat Indonesia masih sangat bergantung
kepada bahasa asing. Bahasa baku mendukung beberapa fungsi, di antaranya
adalah:

(a) fungsi pemersatu dan

(b) fungsi pemberi kekhasan.

Bahasa baku memperhubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa itu.


Dengan demikian, bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat
bahasa dan meningkatkan proses identifikasi penutur orang seorang dengan
seluruh masyarakat itu. Fungsi pemberi kekhasan yang diemban oleh bahasa baku
membedakan bahasa itu dari bahasa yang lain. Karena fungsi itu, bahasa baku
memperkuat perasaan kepribadian nasional masyarakat bahasa yang
bersangkutan. Hal itu terlihat pada penutur bahasa Indonesia. Untuk mendukung
pemantapan fungsi bahasa baku diperlukan sikap tertentu dari para penutur
terhadap bahasa baku. Setidak-tidaknya, sikap terhadap bahasa baku mengandung
tiga dimensi, yaitu :

(1) sikap kesetiaan bahasa,

(2) sikap kebanggaan bahasa, dan

(3) sikap kesadaran akan norma atau kaidah bahasa.

Setiap bahasa baku bermakna selalu atau senantiasa kukuh untuk menjaga
atau memelihara bahasa tersebut dari pengaruh-pengaruh bahasa lain secara
berlebihan, terutama bahasa asing. Bangga terhadap bahasa baku tercermin di
dalam perasaan senang dan tidak sungkan menggunakan bahasa baku di dalam
situasi-situasi yang mengharuskan penggunaan ragam bahasa tersebut. Kesadaran
akan norma bahasa baku terlihat di dalam kesungguhan untuk memahami dan
menggunakan kaidah-kaidah bahasa tersebut.

Selain itu, terdapat sumber dari (Alwi, Hasan: 2000), (Arifin, dkk: 1995),
(Effendi, S: 1995), serta (Sugono, Dendi: 1994) tentang ragam bahasa Indonesia,
yang menyatakan bahwa sebagaimana telah disebutkan, bahasa Indonesia
digunakan secara luas di wilayah Indonesia. Mengingat penutur bahasa Indonesia
memiliki berbagai latar belakang sosial, budaya, dan ekonomi, sudah tentu
melahirkan sejumlah ragam bahasa. Ragam-ragam tersebut adalah :

A. Ragam Lisan dan Ragam Tulis

Ragam yang paling mudah diamati dalam bahasa Indonesia adalah ragam
lisan dan ragam tulis. Bahasa Indonesia ragam lisan berbeda dengan bahasa
Indonesia ragam tulis. Berikut perbedaan antara ragam lisan dan tulisan.

Pertama, ragam lisan menghendaki adanya orang kedua, teman berbicara


yang berada di depan pembicara, sedangkan ragam tulis tidak mengharuskan
demikian. Kedua, di dalam ragam lisan unsur kalimat, seperti subjek, predikat,
dan objek tidak selalu hadir. Unsur-unsur tersebut kadang-kadang dapat
dihilangkan. Hal ini terjadi karena dalam berkomunikasi secara lisan dapat
dibantu oleh gerak, mimik, intonasi, dsb.

Contoh: Orang menawar ongkos naik ojek. A: “Mas, berapa ke kampus?”


B: “Tujuh ribu.” A: “Empat ribu ya?” B: “Lima ribu saja.”

Unsur kalimat dalam ragam tulis harus lebih lengkap karena pada ragam
tulis kawan bicara tidak berada di depan pembicara sehingga informasi yang
disampaikan menjadi jelas. Ketiga, ragam lisan sangat terikat pada kondisi,
situasi, ruang, dan waktu. Keempat, ragam lisan dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya dan panjang pendeknya suara, sedangkan ragam tulis dilengkapi
dengan tanda baca.

Di samping perbedaan di atas, berikut ini dapat bandingkan bahasa


Indonesia ragam lisan dan ragam tulis. Perbandingan ini didasarkan atas
perbedaan penggunaan bentuk kata, kosakata, dan struktur kalimat.

a) Ragam Lisan

Penggunaan bentuk kata

 Anak itu nyuri mainan di took.


 Dia bisa ngoordinir acara itu.

Penggunaan kata

 Sepatu yang dibikin pabrik itu kualitasnya bagus.


 Setiap hari saya selalu ngasih dia uang.

Penggunaan struktur kalimat

 Tugas itu sudah dikedosenkan.


 Pengumuman itu sudah ditulis oleh saya.
b) Ragam Tulis

Penggunaan bentuk kata

 Anak itu mencuri mainan di took.


 Dia bisa mengkoordinasikan acara itu.

Penggunaan kata

 Sepatu yang dibuat pabrik itu kualitasnya bagus.


 Setiap hari yang selalu memberi dia uang.

Penggunaan struktur kalimat

 Tugas itu sudah diserahkan kepada dosen.


 Pengumuman itu sudah saya tulis.

B. Ragam Baku dan Ragam Tidak Baku

Pada dasarnya ragam tulis dan ragam lisan terdiri pula atas ragam baku
dan ragam tidak baku. Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui
oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan
sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya. Ragam tidak baku
adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang
menyimpang dari norma ragam buku. Ragam baku itu mempunyai sifat-sifat
sebagi berikut.

a) Kemantapan Dinamis Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa.


Jika kata rasa diberi awalan pe-, akan terbentuk kata perasa. Oleh karena itu,
menurut kemantapan bahasa, kata rajin dibubuhi awalan pe- akan menjadi perajin,
bukan pengrajin. Dinamis artinya tidak statis, tidak kaku. Bahasa baku tidak
menghendaki adanya bentuk mati. Kata langganan mempunyai makna ganda,
yaitu orang yang berlangganan. Dalam hal ini, tokonya disebut langganan dan
orang yang berlangganan itu disebut pelanggan.
b). Cendekia Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada
tempat-tempat resmi.

Perwujudan ragam baku ini adalah orag-orang yang terpelajar. Hali ini
terjadi karena pembinaan dan pengembangan bahasa lebih banyak melalui jalur
pendidikan formal (sekolah). Di samping itu, ragam baku dapat dengan tepat
memberikan gambaran apa yang ada dalam pikiran pembicara atau penulis.
Ragam baku dapat pula memberikan gambaran yang jelas dalam pikiran
pendengar atau pembaca. Contoh kalimat yang tidak cendekia adalah sebagai
berikut.

 Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu menerima beasiswa.

Frasa mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal mengandung konsep


ganda, yaitu mahasiswanya yang terkenal atau perguruan tingginya yang terkenal.
Dengan demikian, kalimat itu tidak memberikan informasi yang jelas. Agar
menjadi cermat kalimat tersebut dapat diperbaiki sebagai berikut. 4a. Mahasiswa
yang terkenal dari perguruan tinggi itu menerima beasiswa. 4b. Mahasiswa dari
perguruan tinggi yang terkenal itu menerima beasiswa.

c). Seragam Ragam baku bersifat seragam.

Pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa ialah proses penyeragaman


bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah pencarian penyeragaman.
Misalnya, pelayan kapal terbang dianjurkan untuk memakai istilah pramugara
dan pramugari. Beranalogi pada bentuk yang sudah ada, kata yang mengandung
konsep “pelayan” digunakan pramu-, seperti pramusaji (pelayan restoran),
pramuniaga (pelayan toko), dan pramuwisma (pelayan rumah/pembantu).

C. Ragam Baku Tulis dan Ragam Baku Lisan

Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-
buku pelajaran atau buku-buku ilmiah. Ragam baku tulis dapat mengacu pada
buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, Pedoman
Umum Pembentukan Istilah, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ragam baku
lisan belum memiliki pedoman seperti ragam baku tulis. Hal terjadi karena
sulitnya mencarai lafal yang standar bagi penutur bahasa Indonesia yang majemuk
ini. Lafal yang baku untuk sementara ini adalah lafal yang tidak mencerminkan
lafal kedaerahan atau dialek daerahnya. Misalnya, lafal yang baku untuk kata
beberapa adalah dengan bunyi e pepet [b b r a p a], bukan dengan e taling [b E b
E r a p a].

D. Ragam Sosial dan Ragam Fungsional

Ragam sosial yaitu ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya
didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil
dalam masyarakat. Misalnya, ragam bahasa yang digunakan dalam keluarga atau
persahabatan dua orang yang akrab dapat merupakan ragam sosial . Selain itu,
ragam sosial berhubungan pula dengan tinggi atau rendahnya status
kemasyarakatan lingkungan sosial yang bersangkutan. Ragam fungsional
(profesional) adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi, lembaga,
lungkungan kerja, atau kegiatan tertentu lainnya. Ragam fungsional juga dikaitkan
dengan keresmian keadaan penggunaannya. Ragam fungsional dapat menjadi
bahasa negara dan bahasa teknis keprofesian, seperti bahasa dalam lingkungan
keilmuan/teknologi, kedokteran, dan keagamaan.

E. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Pemahaman bahasa Indonesia yang baik dan benar menyangkut pula


pemahaman pada bahasa baku. Kebakuan suatu kata sudah menunjukkan masalah
benar kata itu. Walaupun demikian, masalah baik tentu tidak sampai pada sifat
kebakuan suatu kalimat, tetapi sifat efektifnya suatu kalimat. Pengertian benar
pada suatu kata atau suatu kalimat adalah pandangan yang diarahkan dari segi
kaidah bahasa. Sebuah kalimat atau sebuah pembentukan kata dianggap benar
apabila bentuk itu mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku. Sebuah bentuk kata
dikatakan benar jika memperlihatkan proses pembentukan yang benar menurut
kaidah yang berlaku. Kata standarisasi, misalnya, tidak benar penulisannya karena
pemunculan kata itu tidak mengikuti kaidah penyerapan yang telah ditentukan.
Pembentukan penyerapan yang benar ialah standardisasi karena diserap dari kata
standardization, bukan dari kata standar + -isasi. Pengertian baik pada suatu
kata atau kalimat menyangkut pada pilihan kata (diksi). Dalam suatu situasi kita
dapat memakai kata yang sesuai dengan situasi tersebut sehingga kata-kata yang
digunakan tidak akan menimbulkan nilai rasa yang tidak pada tempatnya.
Misalnya, dalam bahasa Indonesia kata mati memiliki sinonim seperti mampus,
tewas, meninggal dunia, berpulang ke rahmatullah, gugur dsb. Katakata tersebut
tentu penggunaannya tidak sembarangan. Dalam suatu situasi, tidak
memungkinkan seseorang mengatakan, “Pencopet itu telah gugur”. Hal ini terjadi
karena kata gugur memiliki nilai yang positif dan digunakan untuk orang yang
terhormat, seperti pahlawan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa bahasa
yang benar adalah bahasa yang mengandung kaidah yang benar, sedangkan
bahasa yang baik adalah bahasa yang mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai
dengan situasi pemakaiannya.
DAFTAR PUSTAKA

Umar, Azhar (2017). Bab III Kedudukan, Fungsi, dan


Ragam Bahasa Indonesia.

Alwi, Hasan dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa


Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Bahasa.

Arifin, Zaenal & S. Amran Tasai. 1995. Cermat Berbahasa


Indonesia. Jakarta: Aka- Demika Presindo.

Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia dengan


Baik. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sugono, Dendy. 1994. Berbahasa Indonesia dengan Benar.


Jakarta: Puspa Swar

Rabiah, Siti (2016). RAGAM BAHASA INDONESIA DALAM


KOMUNIKASI POLITIK Vol. 2 No. 1, Jan 2016.

Marliana, Lia (2018). PENDALAMAN MATERI BAHASA INDONESIA


MODUL 4 SEJARAH, KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN RAGAM BAHASA.

Pramudibyanto, Hascaryo. Modul 1 Ragam, Fungsi, dan Kedudukan


Bahasa Indonesia

Anda mungkin juga menyukai