Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ILMU BEDAH KHUSUS VETERINER 1


“PERIODONTITIS PADA KARNIVORA ANJING DAN KUCING”

NAMA : ANDI MURNI NURUL MAULIDYAH


NIM : C031181012
ANGKATAN : 2018

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Periodontitis
Pada Karnivora Anjing dan Kucing”.
Makalah ini saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai sumber
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu, saya mengucapkan banyak
terima kasih kepada pihak yang bersangkuatan yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini. Terelepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan
tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “Periodontitis Pada Karnivora
Anjing dan Kucing” ini dapat memberikan manfaat dan insipirasi terhadap pembaca.

Makassar, 3 Juni 2021

Andi Murni Nurul Maulidyah

1|P a ge
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ 1

DAFTAR ISI .............................................................................................................. 2

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 3

1.1 Latar belakang ........................................................................................................ 3

1.2 Tujuan.................................................................................................................... 4

1.3 Manfaat .................................................................................................................. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5

2.1 Anatomi dan fisiologi gigi karnivora ...................................................................... 5

2.2 Etiologi periodontitis.............................................................................................. 7

2.3 Patogenesa periodontitis. ........................................................................................ 8

2.4 Tanda klinis periodontitis ....................................................................................... 9

2.5 Diagnosa periodontitis. ......................................................................................... 10

2.6 Penanganan non operasi periodontitis. ................................................................... 12

2.7 Penanganan operasi periodontitis. ......................................................................... 14

BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 16

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 16

3.2 Saran .................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 17

2|P a ge
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan dicerna secara mekanik oleh gigi dan secara kimiawi yang dibantu oleh enzim
dalam bentuk protein (polipeptida), karbohidrat (polisakarida) dan lemak (lipid). Makanan
dicerna karena merupakan sumber energi, harus dipecah menjadi molekul larut yang cukup kecil
untuk diserap melalui dinding usus halus dan ke dalam aliran darah. Pada mamalia, proses ini
terjadi karena penggunaan bahan kimia yang disebut enzim. Setiap enzim dirancang untuk
bekerja pada bahan atau substrat tertentu, dan tidak pada yang lain (Aspinall dan Capello, 2015).
Mulut utamanya digunakan untuk memperoleh, memotong dan/atau menghancurkan, dan
mencampur makanan dengan air liur tetapi juga dapat digunakan untuk memanipulasi lingkungan
(melalui menggenggam benda) dan sebagai senjata defensif dan ofensif. Gigi tersusun dalam dua
arkade gigi, satu berhubungan dengan mandibula dan satu lagi dengan tulang insisivus dan
maksila. Mamalia biasanya memiliki jenis gigi yang heterodonti. Artinya, mereka memiliki
berbagai jenis gigi yang terspesialisasi untuk berbagai aspek prehension dan mastikasi. Semua
hewan peliharaan juga diphyodont. Hal tersebut berarti mereka mengembangkan satu set gigi
sulung (juga disebut gigi susu atau gigi susu) yang rontok dan digantikan dengan gigi permanen
(Fails dan Magee, 2018).
Terdapat banyak sekali permasalahan yang dapat ditemukan pada gigi hewan. Penyakit
periodontal merupakan salah satu penyakit yang dapat menyerang gigi. Periodontal dapat
menyerang anjing amupun kucing dalam semua jenis kelamin, kelompok usia yang berbeda, dan
ras apa pun. Prevalensi dan tingkat keparahannya tampak jauh lebih tinggi pada kucing yang
tinggal di tempat penampungan hewan (Maciel et al., 2020). Periodontitis adalah reaksi inflamasi
jaringan di sekitar gigi yang biasanya terjadi akibat perluasan dan inflamasi forcep ke dalam
periodonsium (Fossum et al., 2013).
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa periodontal pada karnivora harus diatasi
untuk upaya efektivitas pencernaan hewan. Pembahasan makalah ini meliputi Anatomi dan
fisiologi gigi gigi, etiologi, patogenesa, tanda klinis, diagnosa, diagnosa banding, penanganan non
operasi dan penanganan operasi penyakit periodontal. Makalah ini akan membahas tentang
anatomi gigi dan secara lengkap membahas tentang penyakit periodontal pada karnivora anjing
dan kucing.

3|P a ge
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa anatomi dan fisiologi gigi karnivora?
2. Apa etiologi periodontitis?
3. Bagaimana patogenesa periodontitis?
4. Apa tanda klinis periodontitis?
5. Bagaimana diagnosa periodontitis?
6. Bagaimana penanganan non operasi periodontitis?
7. Bagaimana penanganan operasi periodontitis?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi gigi karnivora?
2. Untuk mengetahui etiologi periodontitis?
3. Untuk mengetahui patogenesa periodontitis?
4. Untuk mengetahui tanda klinis periodontitis?
5. Untuk mengetahui diagnosa periodontitis?
6. Untuk mengetahui penanganan non operasi periodontitis?
7. Untuk mengetahui penanganan operasi periodontitis?

4|P a ge
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Gigi Karnivora
2.1.1 Anatomi Gigi Karnivora
Sebuah gigi ditambatkan oleh akarnya dalam soket tulang yang disebut alveolus. Jaringan
ikat, periodonsium (juga disebut membran periodontal), dengan kuat menempelkan akar ke
tulang di sekitarnya dalam sendi khusus yaitu gomphosis. Crown adalah bagian gigi yang terlihat
di atas selaput lendir gusi. Beberapa gigi memiliki crown pendek yang dipisahkan dari akar oleh
leher yang berbeda. Gigi ini, dimana gigi seri ruminansia adalah contohnya, digambarkan sebagai
brachyodont. Sebaliknya, gigi seri dan gigi pipi kuda memiliki mahkota yang tinggi dan lurus
tanpa leher yang terlihat. Gigi ini digambarkan sebagai hypsodont. Sebagian besar zat gigi terdiri
dari zat mineral yang disebut dentin, dengan rongga gigi di tengahnya. Jaringan ikat, saraf, dan
pembuluh darah gigi berada di rongga ini dan membentuk pulpa gigi (Fails dan Magee, 2018).

Gambar 1. Anatomi gigi karnivora (Aspinall dan Capello, 2015).


Bagian superficial ke dentin adalah lapisan email, lapisan putih yang terdiri dari kristal
anorganik. Enamel adalah zat yang paling keras di dalam Enamel gigi hypsodont dibentuk
menjadi lipatan yang menonjol pada permukaan gerinda gigi ini, di mana mereka membentuk
puncak yang khas (cristae enameli) dan cangkir (infundibula). Sementum adalah lapisan tipis
seperti tulang pada permukaan gigi. Ini hanya menutupi akar gigi brachyodont, tetapi memanjang
dari akar untuk menutupi mahkota gigi hypsodont. Gigi depan disebut gigi seri, dan dalam satu
sistem nomenklatur mereka dapat ditandai dengan huruf I (Fails dan Magee, 2018).

5|P a ge
Setiap spesies memiliki formula gigi yang khas dan memungkinkan ahli bedah hewan
untuk memantau jumlah gigi yang hilang akibat penyakit atau penuaan. Angka-angka
menunjukkan berapa banyak gigi dari masing-masing jenis yang ada di rahang atas dan bawah di
satu sisi kepala. Angka-angka tersebut kemudian dikalikan dengan dua untuk memberikan jumlah
total gigi di mulut (Aspinall dan Capello, 2015).

Gambar 2. Rumus gigi anjing dan kucing (Aspinall dan Capello, 2015).
1.2.2 Fisiologi Gigi Karnivora
Anjing dan kucing memiliki dua set gigi dalam hidupnya, yaitu gigi susu dan gigi
permanen. Gigi sulung, juga disebut susu atau gigi sementara, ada di rahang saat lahir dan erupsi
(mendorong melalui gusi) saat hewan tumbuh. Gigi susu biasanya lebih kecil dan lebih putih dari
gigi permanen dan tercabut saat gigi dewasa mulai tumbuh. Gigi permanen, juga disebut gigi
dewasa, lebih besar dari gigi susu dan seiring bertambahnya usia hewan mereka menunjukkan
tanda-tanda keausan. Jenis gigi permanen akan seumur hidup (Aspinall dan Capello, 2020).

Gambar 3. Jenis gigi (Aspinall dan Capello, 2020).

6|P a ge
Tipe gigi Posisi dan bentuk Fungsi
Incisor (I) Melekat di tulang tajam rahang atas dan di rahang Menggigit halus dan memotong
bawah rahang bawah. Berbentuk kecil, runcing daging; sering digunakan untuk
dengan akar tunggal perawatan halus
Canines (C) – Satu di setiap sudut rahang atas dan bawah. Memegang mangsa dengan kuat
‘eye teeth’ Berbentuk runcing, dengan bentuk melengkung di mulut
sederhana; akar tunggal tertanam dalam di tulang
Premolars (PM) Permukaan yang lebih rata dengan beberapa titik Mencabik daging dari tulang
– ‘cheek teeth’ yang dikenal sebagai cusp atau tuberkel; biasanya menggunakan tindakan seperti
memiliki dua atau tiga akar yang tersusun dalam gunting; permukaan yang rata
posisi segitiga untuk memberikan stabilitas pada membantu menggiling daging
tulang rahang untuk memudahkan menelan dan
pencernaan
Molars (M) – Bentuknya mirip dengan gigi premolar; biasanya Mencukur dan menggiling daging
‘cheek teeth’ lebih besar dengan setidaknya tiga akar (Tidak ada geraham pada gigi
sulung)
Carnassials Gigi terbesar di rahang; bentuk yang mirip dengan Gigi yang sangat kuat terletak
cheek teeth lainnya; geraham bawah pertama dan dekat dengan sudut bibir; hanya
premolar atas terakhir di setiap sisi ditemukan pada karnivora
Tabel 1. Fungsi dan bentuk bagian gigi (Aspinall dan Capello, 2015).
2.2 Etiologi Periodontitis
Periodontal disease (PD) atau penyakit periodontal atau dikenal dengan periodontitis adalah
kondisi peradangan rongga mulut yang paling sering didiagnosis pada kucing, dengan prevalensi
hingga 85% dari kucing dewasa yang lebih tua dari empat tahun, dalam komunitas tertentu. PD
dimulai dengan gingivitis yang dipicu oleh pembentukan komunitas bakteri yang berbeda
(biofilm) pada permukaan gigi dan rongga forcep yang berkembang tanpa adanya perawatan yang
memadai, dan peradangan pada elemen lain dari periodonsium, yaitu periodontitis. Selain cedera
jaringan lunak, yang menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan mulut, penyakit periodontal
mengganggu struktur gigi. Hal ini mempengaruhi ligamen periodontal, sementum, dan tulang
alveolar, di mana gigi melekat. Meskipun banyak kemajuan dalam memahami penyakit

7|P a ge
periodontal pada manusia dan hewan dalam beberapa tahun terakhir, penyakit periodontal masih
memiliki celah penting untuk diklarifikasi (Maciel et al., 2020).

Gambar 4. Periodontitis pada kucing (Maciel et al., 2020).


2.3 Patogenesa Periodontitis
Patogenesa penyakit periodontitis dimulai dari manifestasi sebagai akibat dari infeksi dan
peradangan pada gusi, tulang dan jaringan lain di sekitar dan penyangga gigi. Periodontitis kronis
diprakarsai oleh pertumbuhan berlebih dari bakteri anaerob Gram-negatif yang dominan di
daerah subforcep yang sering menyebabkan peradangan dan kemungkinan penyakit sistemik.
Periodontitis, peradangan pada struktur pendukung gigi, adalah stadium penyakit yang terakhir
dan ireversibel. Prevalensi periodontitis telah dilaporkan meningkat secara signifikan dengan usia
dan penurunan dengan bertambahnya berat badan (Stella et al., 2018).
Komponen bakteri yang berkontribusi pada proses ini telah diidentifikasi dan telah
diketahui faktor virulensinya. Beberapa faktor virulensi (seperti fimbriae) memungkinkan bakteri
untuk berkoloni dan menyerang jaringan inang, sementara faktor lain sebenarnya menyebabkan
kerusakan jaringan inang (misalnya, produksi enzim proteolitik seperti kolagenase). Hal ini
mungkin disebabkan oleh stimulasi sistem kekebalan tubuh tuan rumah sendiri. Misalnya
lipopolisakarida bakteri dapat merangsang pelepasan sitokin pro-inflamasi seperti interleukin (IL-
1, IL-6), faktor nekrosis tumor dan prostaglandin E2 dan proteinase jaringan inang seperti matriks
metalloproteinase. Rasio aktivator reseptor ligan NF-kB (RANKL) terhadap osteoprotegerin juga
meningkat pada keadaan penyakit dan dapat berfungsi sebagai biomarker penyakit. Bersama-
sama, mediator ini bertanggung jawab atas destruksi kolagen dalam ligamen periodontal, dan
aktivasi osteoklas, yang mendorong destruksi tulang. Selama proses ini perlekatan epitel
junctional ke gigi bermigrasi ke apikal. Migrasi inilah yang menjelaskan pembentukan poket
8|P a ge
periodontal, dan memungkinkan Probe periodontal masuk lebih dalam saat probing (Perry dan
Tutt, 2015).

Gambar 5. A) Deep periodontitis dan B) Severe periodontitis (Perry dan Tutt, 2015).
Stadium Deskripsi Kerusakan
0 Sehat 0
1 Gingivitis 0
2 Early periodontitis <25
3 Moderate periodontitis >50
4 Severe periodontitis <50
Tabel 2. Stadium periodontitis (Perry dan Tutt, 2015).
2.4 Tanda Klinis
Tanda klinis yang ditemukan adalah halitosis, air liur berlebihan dan ketidaknyamanan pada
mulut yang ditandai dengan keluarnya lidah terus menerus. Tidak ditemukan tanda adanya
perubahan struktur tulang tengkorak, seperti asimetri wajah atau adanya fistula dan cedera
lainnya yang diamati. Tanda klinis lain yang ditemukan adalah imfadenomegali persisten dan
sedang dari kelenjar getah bening mandibula dan retrofaring. Gigi premolar dan molar adalah
yang paling sering terkena, diikuti oleh gigi taring dan gigi seri (Maciel et al., 2020).
Early periodontitis, ditandai dengan sedikit kemerahan (hiperemia) pada margin forcep di
sekitar gigi, terutama premolar kanan atas dan kaninus kiri bawah. Selain itu, bahan kekuningan,
kadang-kadang dalam bentuk konkresi mineral kecil (batu gigi), tahan terhadap penghapusan
oleh aliran saliva, menutupi sebagian kecil dari mahkota, terutama di daerah yang berdekatan
dengan neck pada gigi. Severe periodontitis ditandai dengan terdapat hiperemia yang nyata pada
pasien dan sedikit peningkatan volume (edema) dari cairan yang menumpuk dalam gusi (Maciel
et al., 2020).
9|P a ge
Gambar 6. A) Early periodontitis dan B) Severe periodontitis (Maciel et al., 2020).
2.5 Diagnosa
2.5.1 Pemeriksaan Klinis
Menurut Fossum et al (2013), pemeriksaan klinis periodontitis meliputi :
a. Sinyalemen
Meskipun fraktur mandibula atau rahang atas traumatis dapat terjadi pada anjing dan
kucing pada usia berapa pun, namun usia muda memiliki risiko yang lebih besar. Namun, karena
populasi mencerminkan peningkatan breed kecil. Uusia rata-rata dengan fraktur mandibula telah
meningkat. Fraktur patologis mandibula sangat umum terjadi pada anjing atau kucing ras kecil,
dan anjing mainan (misalkan Pudel) yang tidak memiliki profilaksis gigi reguler dan diberi
makan makanan lunak.
b. Riwayat
Biasanya riwayat trauma (misalnya diinjak, ditabrak mobil, ditendang kuda) terlihat pada
hewan dengan fraktur oral traumatis. Fraktur simfisis mandibula dan fraktur palatum durum dapat
terjadi pada kucing dan anjing yang jatuh dari ketinggian ("sindrom gedung tinggi"). Pencabutan
gigi mungkin berhubungan dengan fraktur patologis pada anjing dengan periodontitis berat.
2.5.2 Pemeriksaan Radiografi
Radiografi mandibula dan maksila umumnya mengharuskan hewan dibius. Pemeriksaan
radiografi tengkorak secara menyeluruh biasanya membutuhkan minimal empat tampilan
radiografi, yaitu dorsoventral atau ventrodorsal, lateral, dan obliques lateral kanan dan kiri.
Radiografi tengkorak seringkali sulit untuk diinterpretasikan karena adanya beberapa struktur di
atasnya. Oleh karena itu perbandingan dengan tengkorak normal seringkali membantu. Simetri
antara kedua belah sisi sangat penting untuk interpretasi, sehingga perawatan dalam pemosisian
10 | P a g e
sangat penting. Pandangan khusus tambahan, seperti pandangan intraoral, mungkin diperlukan
untuk evaluasi lengkap. Computed tomography (CT) dapat membantu mengidentifikasi fraktur
pada caudal mandibular body, ramus vertikal, dan kondilus mandibula yang mungkin sulit
dideteksi secara radiografi. CT seringkali lebih efisien daripada radiografi survei untuk
mengevaluasi fraktur mandibula dan rahang atas yang kompleks (Fossum et al., 2013).

Gambar 7. Gambaran radiografik kehilangan tulang vertikal pada periodontitis (Perry dan Tutt,
2015).
Analisis radiografi saja tidak terlalu akurat dalam diagnosa. Cara yang efektif sebelum
pemeriksaan radiografi adalah dengan cmengidentifikasi poket periodontal dan pemeriksaan
sulkus forcep di sekitar setiap gigi di dalam mulut, disertai dengan radiografi gigi. Pemeriksaan
klinis juga sangat penting sebelum radiografi untuk menentukan target radiografi (Perry dan Tutt,
2015).
2.5.3 Pemeriksaan Laboratorium
Untuk pengamatan yang lebih baik, temuan sitopatologi pada kasus periodontitis yang
disebabkan oleh agen infeksi perlu dilakukan dimana akan dibagi lagi menjadi temuan dari
rongga mulut, termasuk sitology forcep dan fauces, dan temuan dari kelenjar getah bening lokal.
Pada rongga mulut kucing kontrol terdapat bakteri dalam jumlah besar berupa kokus dan basil,
sejumlah kecil sel epitel, terutama sel berkeratin dan berinti banyak, tetapi juga lebih sedikit sel
berkeratin dan bernukleus. Sel-sel inflamasi, pada dasarnya neutrofil, jarang ditemukan. Pada
kelenjar getah bening terdapat populasi limfoid yang dominan dengan ciri morfologi yang
memungkinkannya termasuk matur (limfosit matur kecil tidak terbelah) (Maciel et al., 2020).

11 | P a g e
Gambar 8. A) Sitologi rongga mulut dan B) Sitologi kelenjar getah bening (Maciel et al., 2020).
Analisa laboratorium tidak dianjurkan untuk pasien periodontitis yang disebabkan oleh
trauma. Abnormalitas laboratorium yang spesifik tidak ditemukan pada fraktur mandibula atau
maksila karena sebab apapun. Hewan yang mengalami trauma harus menjalani pemeriksaan
darah yang cukup untuk menentukan apakah ada kontraindikasi terhadap anestesi. Hewan dengan
fraktur mandibula atau rahang atas harus dievaluasi untuk menentukan apakah fraktur merupakan
akibat dari trauma atau kelainan patologi. Adapun diagnosa banding periodontitis yaitu, neoplasia
dan penyakit metabolik (Fossum et al., 2013).
2.5.4 Probe periodontal
Probe periodontal berbentuk bulat, sempit, datar, ujung tumpul, instrumen bertingkat.
Ujung tumpul memungkinkan probe dimasukkan ke dalam sulkus forcep tanpa menyebabkan
trauma. Probe periodontal digunakan untuk mengukur kedalaman probing periodontal, menilai
derajat inflamasi forcep, mengevaluasi lesi furkasi (area antara akar, umumnya terletak di bawah
cusp utama) dan mengevaluasi sejauh mana mobilitas gigi (Harvey dan Tasker, 2013).

Gambar 9. Probe periodontal (Harvey dan Tasker, 2013).

12 | P a g e
2.6 Penanganan Non Operasi
2.6.1 Chlorhexidine-based mouthwashes atau gel (0.12%)
Chlorhexidine-based mouthwashes digunakan sebagai tambahan untuk membantu
mengontrol akumulasi plak pada mukosa mulut dan gigi yang tersisa, misalkan gigi taring. Jika
menggunakan obat kumur, 1 ml harus disuntikkan ke dalam mulut dengan menempatkan ujung
jarum suntik secara perlahan di belakang gigi taring rahang atas. Cotton buds yang direndam
dalam obat kumur juga bisa digunakan untuk menyeka gigi taring. Gel dapat dioleskan dengan
cotton bud atau jari ke gigi taring dan diseka sepanjang margin forcep jika kucing mengizinkan
(Harvey dan Tasker, 2013).
2.6.2 Ekstraksi Gigi
Ekstraksi gigi adalah penanganan non operasi dengan pencabutam premolar dan molar
harus dicabut yang terkena periodontitis. Penelitian telah menunjukkan bahwa ekstraksi radikal
semacam ini menghasilkan hingga 80% resolusi gingivostomatitis. Teknik penanganan ekstraksi
gigi menjadi pengobatan pilihan (Harvey dan Tasker, 2013).

Gambar 10. Ekstraksi gigi (Harvey dan Tasker, 2013).


2.6.3 Penggunaan Antibiotik dan NSAID
Antibiotik dapat digunakan baik untuk mencegah atau mengobati infeksi bakteri dan dapat
diberikan secara lokal atau sistemik. Antibiotik untuk profilaksis dapat mencegah infeksi baik di
tempat operasi atau di tempat yang jauh di dalam tubuh. Dengan menggunakan dosis tunggal
subkutan, intramuskular atau intravena dari obat yang sesuai (seperti Clavulanic-amoxicillin,
Cefuroxime atau ampicillin) pada saat premedikasi. Perawatan penyakit periodontitis meliputi
penghilangan plak secara mekanis, dan faktor predisposisi seperti kalkulus atau gigi berjejal.
Antibiotik yang diberikan secara lokal termasuk minocycline dan doxycycline telah dipelajari
dalam kedokteran gigi manusia. Kapan pun memilih untuk menggunakan antibiotik pada pasien,

13 | P a g e
dokter harus mempertimbangkan kebutuhan, manfaat dan kemungkinan risiko dan dapat secara
klinis mengefektifkan perawatan (Maciel et al., 2020).
Terapi Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs (NSAID) dalam kasus periodontitis dapat
dilakukan. NSAID berfungsi sebagai antiinflamasi, antipiretik dan dalam dosis tertentu dapat
diguanakn sebagai antiinflamasi. Meloxicam 0,1 mg/kg per oral setiap 24 jam dapat digunakan
secara efektif asalkan parameter ginjal dalam batas normal dan tidak ada gangguan ginjal yang
diantisipasi atau diperkirakan (Harvey dan Tasker, 2013).
2.7 Penanganan Operasi
Teknik penanganan operasi periodontitis harus selalu digunakan untuk ekstraksi gigi kaninus
mandibula, untuk pengambilan sisa akar dan jika ada morfologi gigi yang abnormal. Ahli bedah
mungkin juga lebih suka menggunakan teknik bedah jika beberapa gigi yang berdekatan perlu
dicabut, adapun prosedurnya yaitu (Harvey dan Tasker, 2013) :
a. Insisi pelepasan vertikal dengan panjang beberapa mm dibuat menggunakan pisau bedah
mesial dan distal dari gigi/gigi yang akan diekstraksi. Insisi pelepasan meluas melalui
forcep cekat, ke dalam mukosa alveolar bebas, tepat di luar sambungan mukoforcep. Flap
mukoperiosteal diangkat menggunakan elevator periosteal.

Gambar 11. Incisi (Harvey dan Tasker, 2013).


b. Gigi dicabut menggunakan forcep atau jari setelah preparasi gigi menggunakan forcep,
forcep sekali lagi digunakan untuk memutar gigi dengan lembut tanpa menggoyangkan
akar, untuk memecah serat yang tersisa dan mengangkat gigi dari soketnya.

Gambar 12. Preparasi gigi (Harvey dan Tasker, 2013).


14 | P a g e
c. Tepi soket kemudian dihaluskan menggunakan bur berlian bundar besar.

Gambar 13. Menghaluskan tepi soket (Harvey dan Tasker, 2013).


d. Flap mukoperiosteal kemudian diganti dan dijahit, tanpa ketegangan, menggunakan benang
absorbable (1 metrik; 5/0 USP) dengan pola simple interrupted.

Gambar 14. Penjahitan (Harvey dan Tasker, 2013).

15 | P a g e
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Periodontal disease (PD) atau penyakit periodontal atau dikenal dengan periodontitis
adalah kondisi peradangan rongga mulut yang paling sering didiagnosis pada kucing dan anjing
dengan prevalensi hingga 85% dari kucing dan anjing dewasa yang lebih tua dari empat tahun,
dalam komunitas tertentu. Periodontitis mempunyai beberapa kategori, mulai dari yang paling
ringan sampai yang paling parah. Hal tersebut dapat dibedakan dari luasnya peradangan pada
rongga mulut.
3.2 Saran
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kedepannya saya akan
lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang
lebih banyak yang dapat di pertanggung jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik terhadap
penulisan makalah atau menanggapi kesimpulan dari makalah atau juga menanggapi daftar
pustaka.

16 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Aspinall V dan Capello M. 2015. Introduction to Veterinary Anatomy and Physiology Textbook
Third Edition. Gloucester. ELSEVIER.
Aspinall V dan Capello M. 2020. Introduction to Veterinary Anatomy and Physiology Textbook
Fourth Edition. Gloucester. ELSEVIER.
Fails AD dan Magee C. 2018. Anatomy And Physiology Of Farm Animals Eighth Edition. River
Street. Wiley Blackwell.
Fossum, T.W., Dewey C.W., Horn C.V., Johnson A.L., MacPhail C.M., Radlinsky M.G., Schulz
K.S. dan Willard M.D. 2013. Small Animal Surgery 4th Edition. ELSEVIER. Missouri.
Harvey A dan Tasker S. 2013. BSAVA Manual of Feline Practice A Foundation Manual.
BSAVA. Gloucester.
Maciel RM, Mazaro RD, Silva JPF, Lorenzetti DM, Herbichi A, Paz MC, Danesi CC dan Fighera
RA. 2020. Periodontal disease and its complications in cats from a shelter in the Central
Region of Rio Grande do Sul. Pesq. Vet. Bras. 40 (09). Hh. 696-706.
Perry R dan Tutt C. 2015. Periodontal Disease In Cats Back To Basics – With An Eye On The
Future. Journal of Feline Medicine and Surgery. 17(1): 45–65.
Stella JL, Bauer AE dan Croney CC. 2018. A Cross-Sectional Study To Estimate Prevalence Of
Periodontal Disease In A Population Of Dogs (Canis Familiaris) In Commercial Breeding
Facilities In Indiana And Illinois. PLoS ONE. 13(1): 1-13.

17 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai