Anda di halaman 1dari 17

MODUL 2

RAGAM DAN LARAS BAHASA


B. Kegiatan Pembelajaran 2
1. Tujuan Materi Pembelajaran
Setelah mempelajari materi Ragam Bahasa Indonesia ini Anda diharapkan
mampu untuk:
1) Menjelaskan macam-macam ragam bahasa Indonesia.
2) Memahami ragam bahasa dan aneka laras bahasa Indonesia baik
lisan maupun tulisan.
3) Membedakan bermacam-macam ragam dan laras bahasa yang hidup
di masyarakat.
4) Memahami cara penggunaan ragam dan laras bahasa yang hidup di
masyarakat.

2. Uraian Materi Pembelajaran


a. Penting Atau Tidaknya Bahasa Indonesia
Sebuah bahasa penting atau tidak penting dapat di lihat dari tiga kriteria,
yaitu jumlah penutur, luas daerah penyebarannya, dan terpakainya bahasa itu
dalam sarana ilmu, susastra, dan budaya.
1) Dipandang dari Jumlah Penutur
Ada dua bahasa Indonesia, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
Bahasa Indonesia lahir sebagai bahasa kedua bagi sebagian besar warga bangsa
Indonesia. Yang pertama kali muncul atas diri seseorang adalah bahasa daerah
(bahasa ibu). Bahasa Indonesia baru di kenal anak-anak sekolah setelah mereka
sampai pada usia sekolah (taman kanak-kanak).
Berdasarkan keterangan di atas, penutur bahasa Indonesia yang
mengggunakan bahasa Indonesia sebagai “bahasa ibu (utama)” tidak besar
jumlahnya. Mereka hanya terbatas pada orang-orang yang lahir dari orang tua
yang mempunyai latar belakang bahasa daerah yang berbeda, sebagian orang yang
lahir di kota-kota besar, dan orang yang mempunyai latar belakang bahasa melayu.
Dengan demikian, kalau kita memandang bahasa Indonesia sebagai “bahasa ibu”,

26|Tim Dosen UMSU


jumlah penutur yang di maksud adalah jumlah penutur yang menggunakan bahasa
Indonesia sebagai “bahasa kedua”. Data ini akan membuktikan bahwa penutur
bahasa Indonesia adalah 240 juta orang (2008) di tambah dengan penutur-
penutur yang berada diluar Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa bahasa
Indonesia amat penting kedudukkannya di kalangan masyarakat.

2) Dipandang dari Luas Penyebarannya


Penyebaran suatu bahasa tentu ada hubungannya dengan penutur bahasa
itu. Oleh karena itu, tersebarnya suatu bahasa tidak dapat dilepaskan dari segi
penutur.
Penutur bahasa Indonesia yang berjumlah 240 juta itu tersebar dari Sabang
sampai Merauke. Jumlah penutur ini juga masih ditambah dengan penutur yang
ada di negara tetangga kita yaitu Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.
Serta di Negara-negara lain seperti di Australia, Belanda, Jepang, Rusia. Luas
penyebaran ini dapat dinilai pula pada beberapa universitas di luar negeri yang
membuka jurusan bahasa Indonesia sebagai salah satu jurusan. Luas penyebaran
ini juga membuktikan bahwa bahasa Indonesia amat penting kedudukannya di
antara bahasa-bahasa dunia.

3) Dipandang dari dipakainya sebagai Sarana Ilmu, Budaya, dan


Susastra
Sejalan dengan jumlah penutur dan luasnya daerah penyebarannya,
pemakaian suatu bahasa sebagai sarana ilmu, budaya, dan susastra dapat juga
menjadi ukuran penting atau tidaknya bahasa itu. Kalau kita memandang bahasa
daerah seperti, bahasa Minang di Sumatera Barat, kita dapat menelusuri seberapa
jauh bahasa itu dapat dipakai sebagai sarana susastra, budaya, dan ilmu.
Tentang susastra, bahasa Minang digunakan dalam karya sastra. Susastra
Minang telah memasyarakat ke seluruh pelosok daerah Sumatera Barat. Dengan
demikian bahasa Minang telah dipakai sebagai sarana dalam susastra.
Tentang budaya, bahasa Minang telah dipakai pula walaupun hanya dalam
berkomunikasi, bertutur adat, bernyanyi, berpantun, dan sebagainya.

Modul Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi|27


Tentang ilmu pengetahuan, bahasa Minang belum mampu memecahkannya.
Jika hendak menulis surat, orang Minang memakai bahasa Indonesia, bukan
bahasa Minang. Hal ini membuktikan bahwa bahasa Minang belum mampu
menjalankan fungsinya sebagai sarana ilmu.
Ketiga hal diatas, sarana ilmu pengetahuan, budaya, dan susastra, telah
dijalankan oleh bahasa Indonesia dengan sangat sempurna dan baik. Hal ini
membuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang penting.

b. Ragam Bahasa
1) Ragam Bahasa
Dalam menjalankan fungsinya sebagai alat ekspresi diri dan alat
komunikasi, bahasa yang digunakan penutur memiliki ragam dan laras yang
berbeda-beda, sesuai tujuan dan bentuk ekspresi dan komunikasi yang
melatarbelakanginya. Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang terbentuk karena
pemakaian bahasa. Pemakaian bahasa itu dibedakan berdasarkan media yang
digunakan, topik pembicaraan, dan sikap pembicaranya. Di pihak lain, laras bahasa
adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya. Fungsi pemakaian
bahasa lebih diutamakan dalam laras bahasa daripada aspek lain dalam ragam
bahasa. Selain itu, konsepsi antara ragam dan laras bahasa saling terkait dalam
perwujudan aspek komunikasi bahasa. Laras bahasa apa pun akan memanfaatkan
ragam bahasa. Misalnya, laras bahasa lisan dan ragam bahasa tulis.
Istilah ragam bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
(2005: 920) bermakna variasi bahasa menurut pemakaian, topik yang dibicarakan,
hubungan pembicara dan mitra bicara, dan medium pembicaraannya. Berdasarkan
makna istilah ragam bahasa ini, maka dalam berkomunikasi seseorang perlu
memperhatikan aspek: (1) situasi yang dihadapi, (2) permasalahan yang hendak
disampaikan, (3) latar belakang pendengar atau pembaca yang dituju, dan (4)
medium atau sarana bahasa yang digunakan. Dari keempat aspek dalam ragam
bahasa tersebut, yang lebih diutamakan adalah aspek situasi yang dihadapi dan
aspek medium bahasa yang digunakan dibandingkan kedua aspek yang lain.

28|Tim Dosen UMSU


a) Jenis Ragam Bahasa
Berdasarkan cara penyampaiaannya, ragam bahasa dapat dipilah menjadi
ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Berdasarkan situasi pemakaiannya,
ragam bahasa terdiri atas tiga jenis, yaitu ragam bahasa formal, ragam bahasa
semiformal, dan ragam bahasa nonformal. Berdasarkan isinya, ragam bahasa dapat
dirinci menjadi ragam bahasa ilmiah, semi ilmiah, dan nonilmiah. Ragam bahasa
formal juga disebut ragam bahasa resmi; sebaliknya ragam bahasa nonformal
dikenal juga sebagai ragam bahasa tidak resmi.
Setiap ragam bahasa dapat diidentifikasikan ke dalam situasi
pemakaiannya. Misalnya, ragam bahasa lisan diidentifikasikan sebagai ragam
bahasa formal, semiformal, atau nonformal. Begitu juga ragam tulis juga dapat
didentifikasikan ke dalam ragam bahasa formal, semiformal, atau nonformal.
Ciri-ciri ragam bahasa formal adalah sebagai berikut:
1) memiliki kemantapan dinamis dalam pemakaian kaidah sehingga tidak
kaku, dan dimungkinkan adanya perubahan kosa kata dan istilah yang
lebih tepat dan benar;
2) menggunakan fungsi-fungsi gramatikal secara konsisten dan eksplisit;
3) menggunakan bentukan kata yang lengkap dan tidak disingkat;
4) menggunakan imbuhan (afiksasi) secara eksplisit dan konsisten;
5) menggunakan ejaan yang baku pada ragam bahasa tulis dan lafal yang
baku pada ragam bahasa lisan.
Berdasarkan kriteria ragam bahasa formal di atas, pembedaan antara
ragam formal, ragam semiformal, dan ragam nonformal dapat diamati dari hal
berikut:
(1) Pokok masalah yang sedang dibahas, (2) hubungan antara pembicara
dan pendengar, (3) medium bahasa yang digunakan lisan atau tulis, (4) area atau
lingkungan pembicaraan terjadi, dan (5) situasi ketika pembicaraan berlangsung.
Dari kelima pembedaan ragam bahasa di atas, perbedaan antara ragam
bahasa formal dan ragam bahasa nonformal yang paling mencolok adalah sebagai
berikut:
1) Penggunaan kata sapaan dan kata ganti, misalnya:
saya dan gue/ogut; anda dan lu/situ/ente

Modul Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi|29


2) Penggunaan imbuhan (afiksasi), yaitu awalan (prefix), akhiran (sufiks),
gabungan awalan dan akhiran (simulfiks), dan imbuhan terpisah (konfiks),
misalnya:
Awalan: mengapa – apaan, mengopi – ngopi
Akhiran: laporan – laporin; dimarahi – marahin
Simulfiks: menemukan – nemuin; menyerahkan - nyerahin
Konfiks: kesalahkan – nyalahin; pembetulan – betulin
3) Penggunaan unsur fatik (persuasi) lebih sering muncul dalam ragam
bahasa nonformal, seperti sih, deh, dong,kok,lho, ya kale, gitu ya.
4) Penghilangan fungsi kalimat (S-P-O-Pel-Ket) dalam ragam bahasa
nonformal yang menganggu penyampaian suatu pesan. Misalnya,
Penghilangan subjek : Kepada hadirin harap berdiri.
Penghilangan predikat : Laporan itu untuk pimpinan.
Penghilangan objek : Penyiar melaporkan dari Medan.
Penghilangan pelengkap : Mereka berdiskusi dilantai II.

(1) Ragam Lisan dan Ragam Tulis


Bahasa Indonesia yang amat luas wilayah pemakaiannya dan bermacam-
macam pula latar belakang penuturnya, akan melahirkan sejumlah ragam bahasa,
yang sesuai dengan fungsi, kedudukan, dan lingkungan yang berbeda-beda. Ragam
bahasa ini terdiri dari ragam lisan dan ragam tulis.
Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang dilafalkan langsung oleh
penuturnya kepada pendengar atau mitra bicaranya. Makna yang terkandung
dalam ragam bahasa lisan ditentukan oleh intonasi, seperti pada contoh kalimat:
(1) Bapak saya akan datang besok pagi. Kalimat (1) bisa dimakna “bapak yang
akan datang besok pagi” jika intonasinya: (1a) Bapak/ saya akan datang besok
pagi. Sebaliknya, makna kalimat (1) bisa “bapak saya yang akan datang besok pagi”
jika intonasinya: (1b) Bapak saya/ akan datang besok pagi. Kemungkinan ke-3
makna kalimat (1) adalah “bapak dan saya yang akan datang besok pagi” jika
intonasinya menjadi: (1c) Bapak/ saya/ akan datang besok pagi.
Sedangkan ragam bahasa tulis adalah ragam bahasa yang ditulis atau
dicetak dengan memperhatikan penempatan tanda baca dan ejaan secara benar.

30|Tim Dosen UMSU


Ragam bahasa tulis dapat bersifat formal, semiformal, dan nonformal. Dalam
penulisan makalah seminar dan skripsi, penulis harus menggunakan ragam bahasa
formal; sedangkan ragam bahasa semiformal digunakan dalam perkuliahan, dan
ragam bahasa nonformal digunakan interaksi keseharian secara informal.
Tidak dapat kita pungkiri, bahasa Indonesia ragam lisan sangat berbeda
dengan bahasa Indonesia ragam tulis. Ada pendapat yang mengatakan bahwa,
ragam tulis adalah pengalihan ragam lisan ke dalam ragam tulis (huruf). Pendapat
ini tidak dapat dibenarkan seratus persen karena tidak semua ragam lisan dapat
dituliskan; tidak semua ragam tulis bisa dilisankan. Kaidah yang berlaku bagi
ragam lisan belum tentu berlaku bagi ragam tulis.
Kedua ragam bahasa itu berbeda. Perbedaannya adalah sebagai berikut:
1. Ragam lisan menghendaki adanya orang kedua, teman berbicara yang berada
di depan pembicara, sedangkan ragam tulis tidak mengharuskan adanya teman
bicara berada di depan.
2. Di dalam ragam lisan unsur-unsur fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat,
dan objek tidak selalu dinyatakan. Unsur-unsur itu kadang-kadang dapat
ditinggalkan, karena bahasa yang digunakan itu dapat dibantu oleh gerak,
mimik, pandangan, anggukan, atau intonasi.
Contoh:
Orang yang berbelanja di pasar.
“Bu, berapa cabenya?”
“Lima belas.”
“Bisa kurang?”
“Sepuluh saja, Nak.”
Ragam tulis perlu lebih terang dan lebih lengkap daripada ragam lisan. Fungsi-
fungsi gramatikal harus lebih jelas karena ragam tulis tidak mengharuskan
orang kedua berada di depan pembicara. Contoh ragam tulis ialah tulisan-
tulisan dalam buku, majalah, dan surat kabar.
3. Ragam lisan sangat terikat pada kondisi, situasi, ruang dan waktu. Apa yang
dibicarakan secara lisan di dalam ruang kuliah, hanya akan berarti dan berlaku
untuk waktu itu saja. Apa yang diperbincangkan dalam suatu ruang diskusi
susastra belum tentu dapat dimengerti oleh orang yang berada di luar ruang

Modul Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi|31


itu. Sebaliknya ragam tulis tidak terikat pada kondisi, situasi, ruang dan waktu.
Suatu tulisan dalam sebuah buku yang ditulis oleh penulis di Indonesia dapat
dipahami oleh orang yang berada di Amerika atau Inggris.
4. Ragam lisan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan panjang pendeknya suara,
sedangkan ragam tulis dilengkapi oleh tanda baca, huruf besar, dan huruf
miring.

(2) Ragam Baku dan Ragam Tidak Baku


Pada dasarnya, ragam tulis dan ragam lisan terdiri pula atas ragam baku
dan ragam tidak baku. Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui
oleh sebagian besar masyarakat penggunaannya sebagai bahasa resmi dan sebagai
kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunannya. Ragam tidak baku adalah
ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari
norma ragam baku.
Ragam baku itu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1) Mantap
Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa. Kalau kata rasa dibubuhi
awalan pe-, akan berbentuk kata perasa. Kata raba dibubuhi pe-, akan terbentuk
kata peraba. Oleh karena itu menurut kemantapan bahasa, kata rajin dibubuhi pe-,
akan menjadi perajin, bukan pengrajin. Kalau kita berpegang pada sifat mantap,
kata pengrajin tidak dapat kita terima. Bentuk-bentuk lepas tangan, lepas pantai,
dan lepas landas merupakan contoh kemantapan kaidah bahasa baku.
2) Dinamis
Dinamis artinya tidak statis, tidak kaku. Bahasa baku tidak menghendaki
adanya bentuk mati. Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang yang
berlangganan dan toko tempat langganan. Dalam hal ini, tokonya disebut
langganan dan orang yang berlangganan itu disebut pelanggan.
3) Cendikia
Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-
tempat resmi. Pewujud ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Ragam
baku dapat dengan tepat memberikan gambaran apa yang ada dalam otak
pembicara atau penulis.

32|Tim Dosen UMSU


Contoh kalimat yang tidak cendekia adalah sebagai berikut:
Rumah sang jutawan yang aneh akan dijual.
Makna rumah sang jutawan yang aneh mengandung konsep ganda, yaitu
rumahnya yang aneh atau sang jutawan aneh. Dengan demikian, kalimat itu tidak
memberikan informasi yang jelas. Agar menjadi cendekia kalimat tersebut harus
diperbaiki sebagai berikut.
- Rumah aneh milik sang jutawan akan dijual.
- Rumah sang jutawan aneh akan dijual.
4) Seragam
Ragam baku bersifat seragam. Pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa
adalah proses penyeragamaan bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa
adalah pencarian titik-titik keseragaman. Pelayan kapal terbang dianjurkan untuk
memakai istilah pramugara dan pramugari. Andaikata ada orang mengusulkan
bahwa pelayan kapal terbang disebut pembantu udara dan penyerapan itu
seragam, kata itu menjadi ragam baku. Akan tetapi kata tersebut sampai saat ini
tidak disepakati untuk dipakai. Yang timbul dalam masyarakat ialah pramugara
dan pramugari.

(3) Ragam Baku Tulis dan Ragam Baku Lisan


Dalam kehidupan berbahasa, kita sudah mengenal ragam lisan dan ragam
tulis, ragam baku dan ragam tidak baku. Oleh sebab itu, muncul ragam baku tulis
dan ragam baku lisan. Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi
dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku lainnya. Pemerintah sekarang
berusaha menerbitkan buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya.
Pemerintah sekarang berusaha menerbitkan buku-buku panduannya yang
menyangkut masalah ejaan bahasa Indonesia, yang tercantum dalam buku
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Demikian pula,
pengadaan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, pengadaan Kamus Besar Bahasa
Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, merupakan pula usaha ke arah
penyeragaman itu.
Bagaimana dengan masalah ragam baku lisan? Ukuran dan nilai ragam baku
lisan ini tergantung pada besar atau kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam

Modul Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi|33


ucapan. Seseorang dapat dikatakan berbahasa lisan yang baku kalau dalam
pembicaraannya tidak terlalu menonjol pengaruh logat atau dialek daerahnya.

(4) Ragam Sosial dan Ragam Fungsional


Baik ragam lisan maupun ragam tulis bahasa Indonesia ditandai pula oleh
adanya ragam sosial, yaitu ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya
didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil
dalam masyarakat. Ragam bahasa yang digunakan dalam keluarga atau
persahabatan dua orang yang akrab dapat merupakan ragam sosial tersendiri.
Selain itu ragam sosial, kadang-kadang bisa mewakili tinggi rendahnya status
sosial itu sendiri, sedangkan ragam baku bahasa daerah atau ragam sosial yang
lain merupakan ragam sosial dengan nilai kemasyarakatan yang rendah.
Ragam fungsional yang kadang-kadang disebut juga ragam profesional
yaitu ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja, atau
kegiatan tertentu lainnya. Dalam kenyataannya, ragam fungsional menjelma
sebagai bahasa Negara dan bahasa teknis keprofesian, seperti bahasa dalam
lingkungan keilmuan/teknologi (seperti istilah-istilah dalam ilmu komputer),
kedokteran (seperti istilah-istilah dalam ilmu kedokteran), dan keagamaan.

(5) Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar


Setelah masalah bahasa baku dan nonbaku dibicarakan, perlu pula bahasa
yang baik dan yang benar dibicarakan. Penentuan atau kriteria bahasa Indonesia
yang baik dan benar itu tidak jauh berbeda dari apa yang kita katakan sebagai
bahasa baku. Kebakuan suatu kata sudah menunjukkan masalah “benar” suatu
kata itu. Walaupun demikian, masalah “baik” tentu tidak sampai pada sifat
kebakuan suatu kalimat, tetapi sifat efektifnya suatu kalimat.
Pengertian benar pada suatu kata atau suatu kalimat adalah pandangan
yang diarahkan dari segi kaidah bahasa. Sebuah kalimat atau sebuah pembentukan
kata dianggap benar apabila bentuk itu mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku.
Seperti contoh kalimat di bawah ini:
Kuda makan rumput

34|Tim Dosen UMSU


Kalimat ini benar memenuhi kaidah sebuah kalimat secara struktur, yaitu
ada subjek (kuda) ada predikat (makan), dan ada objek (rumput). Kalimat ini juga
memenuhi kaidah sebuah kalimat dari segi makna. Tetapi kalau contoh berikut:
Rumput makan kuda
Kalimat ini secara struktur juga benar, yaitu ada subjek (rumput), ada
predikat (makan), dan ada objek (kuda). Akan tetapi dari segi makna, kalimat ini
tidak benar karena tidak mendukung makna yang sebenarnya.
Sebuah bentuk kata dikatakan benar kalau memperlihatkan proses
pembentukannya yang benar menurut kaidah yang berlaku, contoh aktifitas, tidak
benar penulisannya, karena pemunculan kata tersebut tidak mengikuti kaidah
penyerapan yang telah ditentukan. Pembentukan penyerapan yang benar adalah
aktivitas karena diserap dari kata activity.
Sebagai kesimpulan, yang dimaksud dengan bahasa yang benar adalah
bahasa yang menerapkan kaidah dengan konsisten, sedangkan yang dimaksud
dengan bahasa yang baik adalah bahasa yang mempunyai nilai rasa yang tepat dan
sesuai dengan situasi pemakainya.

2) Laras Bahasa
Laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya.
Laras bahasa juga dikenal dengan gaya atau style. Pemakaian bahasa kalangan
kedokteran tentu berbeda dengan pemakaian bahasa teknisi bangunan. Bahasa
yang digunakan orang-orang muda berbeda dengan bahasa kalangan lanjut usia.
Bahasa militer berbeda dengan bahasa bangsawan. Begitu pula bahasa para guru
atau dosen berbeda dengan bahasa sekumpulan sopir bis.
Laras bahasa terkait langsung dengan lingkung bidang (home style)
pemakainya. Para ilmuwan menggunakan bahasa ilmiah laras keilmuan yang
ditandai dengan pemakaian kosa kata, istilah kelimuan, dan kalimat-kalimat yang
mencerminkan kelompok mereka. Sementara di kalangan para politikus digunakan
bahasa laras politik yang dicirikan dengan penggunaan kosa kata, istilah, atau
kalimat-kalimat bernuansa politik.
Telah disampaikan bahwa laras bahasa terkait dengan bahasa dan
penggunaannya. Dalam ilmu sosiolinguistik, laras bahasa juga disebut register

Modul Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi|35


(Hudson, 1980: 48), yaitu satu istilah teknik untuk menerangkan perlakuan bahasa
(linguistik behaviour) seorang individu dalam berbahasa.
Pembahasan tentang laras bahasa tidak terlepas dari dua konsep, yaitu
pengguna (penutur atau penulis) dan penggunaan. Pengguna adalah orang yang
menggunakan bahasa yang menyebabkan timbulnya dialek. Misalnya, bahasa
Melayu dialek Jambi, bahasa Melayu dialek Padang, bahasa Jawa dialek Banyumas,
bahasa Jawa dialek Surabaya, dan lain-lain. Penggunaaan adalah bagaimana
sesuatu bahasa itu digunakan secara berbeda-beda dalam pelbagai situasi.
Penggunaan bahasa yang berbeda-beda ini melahirkan laras, yaitu perbedaan
berdasarkan situasi dan faktor lain yang melahirkan kata-kata yang berbeda
mengikut keadaan. Misalnya, kata-kata yang digunakan untuk bersendaugurau
berbeda dengan kata-kata yang digunakan untuk menyampaikan pesan.
Penggunaan bahasa yang berbeda-beda berdasarkan faktor-faktor sosial seperti
keadaan dan tempat disebut laras; sedangkan penggunaan bahasa yang berbeda-
beda mengikut faktor geografi atau daerah disebut sebagai dialek.
Laras bahasa biasanya berubah-ubah mengikut situasi. Ciri-ciri laras yang
penting ialah perbendaharaan kata, susunan kalimat dan frasa yang digunakan.
Sesuatu laras tertentu digunakan untuk keadaan atau situasi tertentu. Berdasarkan
fungsi penggunaannya laras bahasa dapat dipilah menjadi laras biasa atau laras
umum, laras akademik atau laras ilmiah, laras perniagaan, laras perundangan,
laras sastera, laras iklan, dan sebagainya. Hal ini karena terdapat hubungan yang
erat antara susunan bahasa dengan situasi-situasi yang menyebabkan terjadinya
laras.

Laras Biasa atau Laras Umum


Laras bahasa umum adalah laras bahasa yang diperguanakan dalam situasi
keseharian atau situasi umum. Kosa kata, istilah, dan bentuk-bentuk gramatika
yang digunakan tidaklah bersifat khusus dan mereferensi bidang bidang ilmu
tertentu. Ciri-cirinya adalah bebas dan mudah dipahami dan aspek tatabahasanya
kurang terjaga kebakuannya. Istilah yang digunakan mencerminkan keakraban,
misalnya menggunakan kata ganti orang aku, kamu, dia.

36|Tim Dosen UMSU


Kalimat yang digunakan pendek dan ringkas. Acapkali kalimat yang
digunakan bermakna ganda (ambigu), karena itu makna kalimat harus
diselaraskan dengan pengetahuan penutur dan pendengar. Misalnya, kalimat “Mari
makan!” tidak selalu berarti mengajak makan, tetapi hanya sekedar basa-basi
sehingga orang yang diajak tidak perlu memaknainya sebagai ajakan makan.

Laras Perniagaan
Laras jenis ini digunakan dalam bidang perniagaan. Gaya bahasa yang
digunakan biasanya bersifat membujuk dan mempromosikan barang yang dijual.
Istilah-istilah yang digunakan juga khas istilah perniagaan. Kata-kata seperti laba,
untung, komoditas, jual-beli, pelanggan, dan sebagainya menjadi kosa kata umum
pada laras ini.
Kalimat yang digunakan umumnya pendek-pendek dan mencerminkan
slogan dunia perniagaan, yaitu efisien dan efektif. Kalimat panjang yang kurang
bermanfaat dihindari. Sifat laras ini pada umumnya memperngaruhi pembaca atau
pendengarnya untuk mengikuti saran atau anjuran penulis atau pembicaranya.

Laras Akademik
Laras akademik dipilah dalam beberapa jenis berdasarkan bidang ilmu yang
melatarbelakanginya. Jenis laras akademik, misalnya laras bahasa sains, laras
ekonomi, laras sastra, laras pendidikan, laras hukum, laras pertanian, laras
kedokteran, dan sebagainya. Laras-laras tersebut terbagi lagi ke dalam beberapa
sub-bidang. Misalnya pada laras sains, terdapat laras kimia, biologi, fisika,
matematika, dan sebagainya. Pada laras pendidikan terbagi lagi ke dalam laras
psikologi, laras linguistik, laras paedagogi, dan sebagainya.
Laras akademik memiliki ciri-ciri khusus dengan kehadiran istilah-istilah
khusus atau kosa kata bidang akademik yang berkaitan dengan bidang akademik
yang disampaikannya. Contohnya dalam bidang ekonomi terdapat istilah-istilah
khusus seperti permintaan, penawaran, cost, modal, buruh, dan sebagainya.
Contoh laras sains dalam bidang kimia misalnya: hidrogen, oksigen (H2O), asam,
zat, dan sebagainya. Contoh laras pendidikan bidang pedagogi, antara lain
pembelajaran, penilaian, guru, siswa, mahasiswa, ujian nasional, dan sebagainya.

Modul Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi|37


Laras Undang-undang
Laras undang-undang merupakan salah satu dari laras ilmiah. Kosa kata
dan istilah yang diguanakan pada laras ini sangat khas. Kalimat dan ungkapan yang
dipakai juga berbeda dengan laras bahasa lainnya. Laras undang-undang yang
digunakan di Indonesia masih banyak yang mengadopsi bahasa Belanda karena
undang-undang di negara kita merupakan peninggalan penjajahan Belanda.
Namun demikian, pada perkembangan selanjutnya undang-undang Republik
Indonesia sedikit-demi sedikit sudah mulai meninggalkan model undang-undang
Belanda, tetapi masih banyak istilah khas bahasa Belanda yang tetap dipakai,
misalnya kata rechstat yang berarti kekuasaan negara, pledoi (pembelaan),
rekuisitor (tuntutan), dan sebagainya.

Laras Media Massa


Bahasa yang digunakan dalam media massa, misalnya televisi, koran, dan
radio berbeda dengan bahasa umum. Meskipun kosa katanya banyak bersifat
ilmiah namun berita di media massa tidak dikatakan sebagai tulisan ilmiah karena
pada umumnya tidak ditulis berdasarkan langkah-langkah ilmiah.
Kalimat yang digunakan dalam media massa pada umumnya bersifat
informatif, artinya memberikan informasi kepada para pembaca atau
pendengarnya secara efektif dan efisien. Kalimat yang dipakai dalam media massa
lebih mempertimbangkan unsur informatifnya daripada struktur dan kebakuan
bahasanya. Bahas media massa adalah bahasa yang “segar”, sederhana, informatif,
dan bersifat melaporkan suatu peristiwa yang terjadi. Bahasa media massa juga
menyumbangkan banyak istilah khusus yang kemudian memperkaya khasanah
bahasa Indonesia, seperti istilah diamankan (dipenjara), disesuaikan (dinaikkan/
untuk harga), diatasi (dimusnahkan/untuk musuh), san sebagainya.
Contoh laras bahasa media massa
“Abdul Qodir Jaelani (AQJ) telah beberapa hari pulang dari rumah
sakit. Namun, sampai saat ini ayah AQJ belum juga memenuhi janjinya
untuk memberi santunan kepada para korban kecelakaan anaknya.
Berita yang dilansir sumber terpercaya menyatakan bahwa kini
Ahmad Dhani, sang ayah AQJ, sedang mengalami krisis keuangan”

38|Tim Dosen UMSU


Laras Sastra
Seperti laras-laras bahasa yang lain, laras bahasa sastra juga mementingkan
istilah-istilah khusus dan teknis. Bedanya, bidang yang disampaikan ialah tentang
bahasa dan kesusastraan serta hubungan antara kedua-dua.
Bahasa sastra berbeda dengan bahasa umum. Banyak kosa kata atau istilah
khusus yang hanya ada dalam dunia satra dan seni. Di samping itu, dalam
beberapa hal struktur bahasa satra tidak lazim digunakan pada bahasa umum.
Laras bahasa sastra terbagi juga dalam beberapa jenis. Ada laras bahasa
puisi, laras bahasa prosa, laras bahasa lagu, laras bahasa film, dan sebagainya.
Berikut adalah contoh laras bahasa puisi.
DI MANA
(Nasihat untuk Anak-anakku)
Nak, di mana kita berdiri tidaklah penting,
yang penting ke mana kita akan melangkah.
Nak, siapa diri kita sekarang tidaklah penting,
yang penting kita ingin menjadi siapa, dan dengan akhlak yang seperti apa.
Nak, siapa orang tua kita tidak penting,
yang penting kita mau menjadi anak yang bagaimana.
Masa lalu juga tidaklah penting,
yang penting masa kini dan masa mendatang.
(Abieko, 28 Oktober 2013)

Laras Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)


Seiring dengan perkembangan dan kemajuan bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK), khususnya bidang teknologi informasi dan komunikasi
(TIK), akhir-akhir ini muncul laras baru dalam penggunaan bahasa. Laras tersebut
dipicu dengan maraknya penggunaan media jejaring sosial (social net media)
seperti sms (short messeges service) atau pesan singkat, BBB (blackberry
messenger), chating, e-mail, facebook, twitter, dan sebagainya.
Penggunaan laras TIK ini marak mulai sekitar tahun 1980-an, yaitu sejak
berkembang pesatnya penggunaan alat TIK sepwerti handphone (hp) dan
perangkat internat. Laras bahasa TIK ini sangat khas, bukan hanya pada
penggunaan kosa kata dan struktur bahasanya, melainkan juga pada teknis atau
cara menulis dan menyampaikan informasi. Kata-kata yang ditulis kebanyakan

Modul Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi|39


disingkat dan kosa kata yang dipilih adalah kosa kata baru yang hanya dikenal
dalam dunia TIK. Kosa kata seperti send, reject, lobat, cas, dan sebagainya adalah
kosa kata khas yang ada pada laras TIK ini.
Kebiasaan menyingkat kata ketika mengirim pesan singkat melalui
telepon seluler (ponsel) dikhawatirkan bisa menyesatkan karena memperburuk
tata bahasa. Pada anak remaja, pengaruh tersebut lebih buruk lagi karena mereka
termasuk kelompok yang paling intens menggunakan ponsel. Buruknya tata
bahasa seseorang yang sering berkomunikasi melalui pesan singkat seperti SMS
atau BBM terjadi karena mereka kerap menghapus huruf atau kata yang tidak
penting, mengubah frase menjadi inisial, menyingkat kata, serta malas
menggunakan tanda-tanda baca seperti titik atau koma.
Pengaruh komunikasi menggunakan ponsel mestinya perlu banyak diteliti
dan hasilnya dirujuk sebagai landansan bagi pengajaran dan pembelajaran bahasa.
Para orang tua, guru, dan pemerhati pendidikan hendaknya mulai terusik dengan
fenomena penggunaan bahasa ini karena dikhawatirkan akan berpengaruh
terhadap pembentukan karakter bangsa.
Di luar negeri, penelitian tentang pengaruh berkomunikasi dengan ponsel
terhadap tata bahasa remaja pernah diteliti oleh para peneliti dari Northwestern
University dan Penn State. Dalam kajiannya, para peneliti tersebut menguji
kemampuan tata bahasa siswa kelas sembilan. Lalu, peneliti meminta siswa untuk
mengisi kuesioner tentang praktik mereka dalam melakukan SMS, seperti berapa
banyak mereka mengirim dan menerima SMS serta pendapat mereka tentang SMS.
Hasil analisis membuktikan bahwa anak-anak yang cenderung menggunakan
banyak adaptasi (mengubah frase atau kata-kata saat SMS), memiliki kemampuan
tata bahasa yang lebih buruk ketimbang rekan-rekan mereka yang jarang
menggunakan ponsel untuk berkomunikasi.
Penulis sendiri pernah mengalami kejadian tidak mengenakkan dari
penggunaan sms. Seorang mahasiswa bimbingan penulis mengirimkan pesan yang
berbunyi: “Bpk bsk ktm di ruprod ya, krn aku mau konsultasi”. Isi dan nuansa sms
tersebut tentu saja tidak mengenakkan karena selain isinya terkesan menyuruh
juga banyak kata-kata yang disingkat sehingga mengaburkan makna. Kata “ruprod”
pada awal tidak dapat penulis mengerti maksudnya. Setelah lama berpikir, penulis

40|Tim Dosen UMSU


baru mengetahui bahwa “rupord” maksudnya “ruang prodi”. Kebiasaan
menyingkat kata seperti itu tentu saja dapat berpengaruh pada kebiasaan
berbahasa sehari-hari, dan pada gilirannya akan berpengaruh pada perilaku dan
karakter penggunanya. Barangkali itu sebabnya banyak siswa kita yang tidak lulus
ujian bahasa Indonesia di ujian nasional yang lalu.

3. Tugas
Mari bermain jika aku menjadi.
1) Jika Anda menjadi seorang pembaca acara dalam sebuah seminar yang
diselenggarakan oleh jurusan.
2) Jika Anda adalah tuan rumah dari acara pengajian bulanan yang sedang
berlangsung.
3) Jika Anda seorang Youtuber yang ingin mengulas sesuatu yang untuk
video terbaru yang akan Anda unggah ke akun Anda.
4) Jika Anda adalah seseorang yang sedang merayakan ulang tahun
bersama teman-teman dekat Anda di sebuah kafe.
Tuliskan sebuah paragraf untuk pembuka atau menutup masing-masing
kegiatan yang Anda perankan tersebut.

4. Evaluasi
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Latihan yang terdapat di
bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus
berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan
Pembelajaran 2

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda
harus mengulangi materi Kegiatan Pembelajaran 2, terutama bagian yang belum
dikuasai..

Modul Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi|41


5. Kunci Jawaban
Jika pada masing-masing jawaban anda tersebut menggunakan ragam
bahasa (formal, semiformal, non formal) dan laras bahasa yang sesuai dengan
konteks kegiatan maka jawaban Anda benar.
1) Anda akan menggunakan ragam formal dengan laras akademik untuk
memberikan pembuka atau penutup sebuah seminar
2) Anda akan menggunakan ragam bahasa semiformal dengan laras umum
untuk memberikan pembuka atau penutup acara pengajian bulanan.
3) Anda akan menggunakan ragam bahasa nonformal dengan laras
umum/laras media massa/laras TIK untuk memberikan pembuka atau
penutup dari ulasan di video Anda.
4) Anda akan menggunakan ragam bahasa nonformal dengan laras umum
untuk memberikan pembuka atau penutup pada acara ulang tahun
Anda.

42|Tim Dosen UMSU

Anda mungkin juga menyukai