Anda di halaman 1dari 16

Arah Kiblat

Islam dan Iptek


Dosen Pengampu : Matseh Simargolang S.Ag. M.A.
Pertemuan 11
Suwandi Zein Rangga Putra M.
01 2105170202 02 2105170246

Syelvi Rahmasari
03 2105170067

Jenni Astria Mardhati Fatilah


04 2105170059 05 2205170256P
Definisi Kiblat
Kiblat pada dasarnya juga bermakna Ka’bah, dalam bahasa Arab bermakna ‘menghadap’
(muqābalah) dan atau ‘arah’ (jihah) karena umat Islam menghadap kearahnya ketika salat.1 Kiblat juga bisa
dan biasa diterjemahkan sebagai jarak terpendek ke Kakbah. Kiblat atau Kakbah merupakan tempat dan
arah yang dituju kaum muslimin ketika salat. Menghadap kiblat merupakan kemestian (syarat) untuk sah dan
berkualitasnya salat yang dilakukan. Sementara itu Kakbah adalah bangunan suci yang terletak di tengah-
tengah Masjidil Haram di kota Mekah. Kakbah disebut demikian karena bentuk bangunannya yang meninggi
dan persegi empat dimana dalam tradisi Arab bangunan seperti ini disebut dengan “ka’bah”. Dalam
konstruksinya, Kakbah memiliki empat pojok atau rukun yaitu: pojok utara disebut dengan rukun Iraqi, pojok
barat disebut rukun Syami, pojok selatan disebut rukun Yamani, dan pojok timur disebut rukun Aswadi
(karena hajar aswad berada dipojok ini).
Dalil Menghadap Kiblat
 Dalil Al-Qur’an
Dalam Q. 02: 144 dan Q. 02: 149-150 Allah mengulang tiga kali kalimat “fawalli wajhaka syaṭr al-masjid al-haram”.
Menurut Ibn Abbas, pengulangan tersebut berfungsi sebagai penegasan betapa pentingnya menghadap kilbat.
Sementara itu menurut ArRazi (w. 606 H), pengulangan tersebut masing-masing menunjukkan fungsi yang berbeda.
Pada ayat pertama (Q. 02: 144), ungkapan tersebut ditujukan kepada orangorang yang dapat melihat kakbah secara
langsung, sementara pada ayat kedua (Q. 02: 149) ditujukan kepada orang-orang yang berada di luar Masjid al-Haram.
Adapun ayat ketiga (Q. 02: 150) ditujukan kepada orang-orang yang berada di negeri-negeri yang jauh.2 Dari ayat ini
dapat difahami bahwa perintah menghadap kiblat itu tidak hanya ditujukan kepada orang-orang yang berada di Mekah
dan sekitarnya, namun juga bagi seluruh umat Islam di penjuru dunia.
Dalil Menghadap Kiblat
 Dalil As-Sunnah
Rasulullah bersabda,

“Dari Abu Hurairah, dalam sebuah hadis disebutkan Ia berkata: bersabda Nabi Saw : “apabila kamu hendak
mengerjakan salat, hendaklah menyempurnakan wuduk, kemudian menghadap kiblat lalu takbir” (HR. Al-
Bukhari)

Secara umum hadis ini menunjukkan kewajiban menghadap kiblat ketika salat, dimana ini merupakan ijmak kaum
muslimin, dengan pengecualian pada situasisituasi tertentu seperti “lemah” (seperti orang yang sakit, orang yang
terikat atau terpenjara) atau takut (misalnya dalam situasi perang), atau pada salat sunah ketika musafir.

Rasulullah juga bersabda,

“Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: bersabda Rasulullah Saw “diantara timur dan barat, kiblat” (HR. At-Tirmiżi
dan diperkuat oleh Al-Bukhari)

Dari hadis ini dapat ditarik dua kesimpulan sebagai berikut: pertama, hadis ini menunjukkan bahwa dalam menghadap
kiblat (Kakbah) yang diwajibkan bukan bangunan (‘ain) Kakbah namun mencukupi arahnya saja. Kedua, tata cara
penentuan arah kiblat dapat dilakukan dengan cara apa saja –selama dikategorikan ijtihad– dan selama dapat
memersiskan menghadap Kakbah.
Dalil Menghadap Kiblat
 Dalil Ijmak
Syaikh Wahbah az-Zuhaili dalam “al-Fiqh al-Islāmy wa Adillatuhu” mengemukakan fukaha telah sepakat
bahwa menghadap kiblat (Kakbah) adalah syarat sah salat, antara lain didasarkan Q. 02: 149-150. 4 Hal yang
sama juga dikemukakan Ibn Rusyd (w. 595 H) dalam “Bidāyah al-Mujtahid”. Ibn Rusyd menyatakan:

“Umat Islam sepakat bahwa menghadap baitullah (kiblat, Kakbah) adalah satu syarat dari beberapa
syarat sahnya salat, berdasarkan firman Allah “dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah
wajahmu ke arah Masjidil Haram”
Hukum Menghadap Kiblat
Para ulama sepakat bahwa menghadap kiblat adalah syarat wajib dalam salat. Namun ulama berbeda pendapat
tatkala Kakbah berada cukup jauh dari orang yang melaksanakan salat, misalnya di Indonesia, maka dalam hal ini
ulama berpendapat cukup mengarahkan kearah Kakbah saja (iṣābah jihah al-ka’bah). Hal ini berdasarkan hadis
Nabi Saw :

‫بمن المشرو والمبرق قبلة ما‬


“mā baina al-masyriq wa al-magrib qiblah”
“Diantara timur dan barat, kiblat”.

 Menurut kalangan Hanafiyah, bahwa bagi orang yang berada di kota Mekah maka wajib (yalzamu)
hukumnya menghadap bangunan Kakbah (‘ain al-ka’bah) ketika salat. Namun terhadap orang yang berada
di luar kota Mekah cukup menghadap arahnya saja (jihah al-ka’bah). Namun jika mampu mengusahakan
arah persis Kakbah, maka wajib mengusahakannya berdasarkan penelitian dan ijtihad, dan inilah yang
terbaik.
Hukum Menghadap Kiblat
 Menurut kalangan Malikiyah, apabila Kakbah tidak terlihat (ghābat al-Ka’bah), dalam hal ini ulama
berbeda pendapat. Menurut Ibn Rusyd, yang menjadi keharusan adalah menghadap pada arah (al-jihah),
bukan pada bangunan fisik (al-‘ain).

 Menurut kalangan Syafiiyah, orang yang berada di Masjid al-Haram (al-bait) wajib baginya menghadap
bangunan (al-‘ain) Kakbah. Namun jika ia tidak berada di Masjid al-Haram namun ia mampu membaca
(mengetahui) tanda-tanda dan atau petunjuk arah kiblat, maka ia salat dengan kemampuannya itu dalam
menentukan arah kiblat, dan jika ada informasi akurat tentang arah kiblat, maka informasi itu diterima
tanpa perlu melakukan ijtihad.

 Kalangan Hanabilah menyatakan, jika seseorang dapat melihat Kakbah (mu’āyinan li al-ka’bah), maka
kiblat salatnya adalah menghadap kepada bangunan Kakbah itu tanpa ada perbedaan pendapat. Namun
bagi yang jauh dari Mekah hanya dituntut menghadap arah (jihah al-ka’bah) bukan bangunan (iṣābah
al-‘ain).
Tata Cara Penentuan Arah Kiblat
Ilmu Ukur Segi Tiga Bola
Ilmu ukur segi tiga bola (spherical trigonometri, hisāb al-mu ṡalla ṡat) adalah ilmu pengukur jarak
sudut suatu benda. Dalam peradaban Islam ilmu ini mulai diperkenalkan oleh Al-Khawarizmi (w. 387 H)
melalui karyanya “al-Jabr wa alMuqābalah”. Penentuan arah kiblat dengan bantuan ilmu ukur segi tiga bola ini
memerlukan data geografis Kakbah dan lokasi suatu tempat yang akan dihitung arah kiblatnya. Data
geografis itu meliputi: (1) Lintang Tempat, (2) Bujur Tempat, (3) Lintang Kakbah, dan (4) Bujur Kakbah.

Bayang-Bayang Kiblat
Firman Allah dalam Q. 25: 45 menyatakan bahwa pada hakikatnya bayang bayang matahari sebagai
petunjuk, diantaranya petunjuk menentukan arah kiblat. Bayang-bayang kiblat terjadi ketika matahari
membentuk lingkaran bayangan yang tepat searah (sejalur) dengan Kakbah yaitu ketika deklinasi matahari
memotong garis arah kiblat, maka ketika itu bayangan matahari akan membentuk arah kiblat. Penentuan
arah kiblat suatu tempat (lokasi) melalui bayang-bayang kiblat harus memenuhi hal-hal berikut:
• Menentukan data geografis (lintang dan bujur) suatu tempat
• Menghitung arah kiblat suatu lokasi
• Menghitung deklinasi matahari (δM), equation of time (e), meridian pass (MP) hari (tanggal) yang akan
dicari bayang-bayang kiblatnya.
Tata Cara Penentuan Arah Kiblat
Momen Matahari Melintas di Atas Kakbah
Fenomena matahari melintas di atas Kakbah atau istiwā’ a’ẓam atau disebut juga dengan raṣd al-
qiblah adalah peristiwa astronomis saat posisi matahari berada tepat di atas Kakbah atau ketika matahari
berdeklinasi 21º 25’ yaitu sama dengan Lintang Kakbah (21º25’). Memastikan arah kiblat melalui fenomena
matahari di atas Kakbah (istiwā’ a’ẓam) adalah cara yang sudah terbukti dan sudah dibuktikan secara
berulang-ulang. Cara ini merupakan kaedah alternatif yang akurat tanpa memerlukan perhitungan. Posisi
matahari tepat berada di atas Kakbah terjadi apabila deklinasi matahari sama dengan Lintang Kakbah atau
Mekah. Maka ketika itu matahari akan berkulminasi di atas Kakbah dan arah terjadinya bayang matahari
terhadap suatu benda lurus merupakan arah kiblat. Momen ini di Indonesia terjadi dua kali, yaitu setiap
tanggal 27 Mei (tahun Kabisat) atau 28 Mei (tahun Basitat) pukul 16:18 WIB dan tanggal 16 Juli (tahun kabisat)
atau 16 Juli (tahun basitat) pukul 16:27 WIB.
Waktu Shalat
 Dalil Al-Qur’an
QS. An-Nisā’ [04] ayat 103 memberi penjelasan bahwa salat memiliki limit waktu (batas awal waktu dan batas
akhir waktu). Artinya salat tidak bisa dikerjakan dalam sembarang waktu. Menurut Ibn Abbas, kata “kitāban
mauqūtā” dalam ayat ini bermakna sebagai suatu ketentuan fardu. Selanjutnya Ibn Abbas dan Abd ar-Razaq
seperti dikutip Ibn Katsīr (w. 774/1372) dalam tafsirnya memaknai kata “kitāban mauqūtā” sebagai bahwa
salat memiliki limit waktu seperti halnya dalam ibadah haji.

 Dalil As-Sunnah
Hadis yang diriwayatkan Ibn Abbas ini dikenal dengan hadis “imāmah”. Secara umum hadis ini dapat
dirincikan sebagai berikut:

1. Waktu Zuhur ketika bayang-bayang Matahari sesudah zawal sepanjang tali sepatu (syirāk) atau ketika
bayang-bayang suatu benda sama panjang.
2. Waktu Asar ketika panjang suatu benda sama panjang dan atau dua kali panjang;
3. Waktu Magrib ketika terbenam Matahari;
4. Waktu Isya ketika hilangnya awan merah (syafak) dan atau hingga sepertiga malam;
5. Waktu Subuh (Fajar) ketika terbitnya fajar sadik.17
Aspek Astronomis Waktu Salat
 Zuhur
Melalui ungkapan al-Qur’an dan al-Hadīts dapat difahami bahwa waktu Zuhur dimulai tatkala matahari telah
melewati saat kulminasi dari titik pusatnya.
 Ashar
Mengenai waktu Asar, ada dua redaksi hadis Nabi Saw terkait hal ini seperti dikemukakan dalam riwayat Ibn
Abbas.18 Redaksi pertama menyatakan ketika bayang-bayang suatu benda seukuran bendanya. Redaksi
kedua menyatakan ketika bayang-bayang suatu benda seukuran dua kali benda itu. Perbedaan dua redaksi
ini mengakibatkan perbedaan penjabaran astronomis terhadap masa tibanya waktu Asar.
 Magrib
Berdasarkan hadis Nabi Saw, waktu Magrib adalah ketika matahari terbenam. Setidaknya ada dua
pandangan mengenai terbenam. Pandangan pertama menyatakan apabila matahari telah mencapai ufuk.
Pandangan kedua menyatakan apabila piringan matahari seluruhnya telah berada di bawah ufuk.
 Isya
Dalam sains astronomi, Isya disebut “dusk astronomical twilight” yaitu tatkala langit tampak gelap oleh
karena cahaya matahari di bawah ufuk tidak dapat lagi dibiaskan oleh atmosfir.
 Subuh
Berdasarkan keterangan hadis Nabi Saw, waktu Subuh dimulai tatkala terbit fajar sadik. Fajar sadik ini dalam
astronomi disebut dengan “astronomical twilight”.
Variabel-Variabel Terkait Penentuan Waktu Salat

Lintang dan Bujur Bujur (Waktu) Ketinggian


lintang dan bujur dalam penentuan Bujur (Waktu) adalah perbedaan Variabel ketinggian suatu lokasi
waktu salat adalah terkait dengan waktu antara satu tempat dengan dari atas permukaan laut
posisi suatu tempat yang akan tempat yang lain karena adanya merupakan hal penting dalam
dihitung waktu-waktu salatnya. perbedaan bujur tempat. penentuan waktu-waktu salat.
Perbedaan posisi geografis suatu Ketinggian lokasi (dalam satuan
wilayah sejatinya akan memberi meter) dari permukaan laut sangat
perbedaan waktu-waktu salat. menentukan kapan matahari terbit
dan terbenam.

Kerendahan Ufuk Semidiameter Refraksi


Kerendahan ufuk adalah perbedaan Semi Diameter adalah jarak titik Refraksi adalah pembiasan sinar
kedudukan antara ufuk yang tampak pusat matahari dengan piringan matahari. Refraksi menyatakan
secara zahir dengan ufuk yang luarnya selisih antara ketinggian benda
terlihat bagi seorang pengamat dari langit menurut penglihatan dengan
atas permukaan laut. ketinggian sebenarnya. Refraksi
diperlukan untuk menghitung
ketinggian matahari pada saat
terbit dan pada saat terbenam
Variabel-Variabel Terkait Penentuan Waktu Salat

Deklinasi Perata Waktu Ihtiyat


Deklinasi Matahari adalah jarak Perata waktu adalah selisih antara Dalam konteks penentuan waktu
sudut benda langit dari lingkaran waktu kulminasi matahari hakiki salat, ihtiyat yang dimaksud disini
ekuator yang diukur sepanjang dengan waktu kulminasi matahari adalah kehati-hatian sebagai suatu
lingkaran waktu pada kutub utara pertengahan. langkah pengamanan dengan cara
maupun kutub selatan menambah dan atau mengurangi
hasil perhitungan yang berkisar
antara 1 menit sampai 3 menit atau
lebih.
Tata Cara Penentuan Waktu
Salat
Adapun tata cara penentuan waktu salat dapat dilakukan dengan cara berikut:

 Observasi Fenomena Matahari


 Melalui Informasi dan Kumandang Azan
 Menggunakan Jadwal Waktu Salat
 Menggunakan Alat-Alat
 Perhitungan Astronomi
 Ijtihad
Thanks

Anda mungkin juga menyukai