Anda di halaman 1dari 9

SHALAT KUSUF

MENGENAI shalat kusuf (yuk i shalat sunnah saat terjadinya gerhana


matahari) ada beberapa pembahasan yang akan disampaikan. Pertama,
mengenai hukum, dalil, dan hikmah disyariatkannya shalat ini. Kedua, tata
cara pelaksanaannya. Ketiga, hukum khutbahnya, dan pembahasan lainnya.

Hukum, Dalil, dan Hikmahnya


Melaksanakan shalat gerhana matahari hukumnya sunnah muakkad.
Salah satu dalil disyariatnya adalah sabda Nabi ffi,

'i +t 9E-I d/ gql pv,j.jJ.Jr 6y


J'S$E V\6VGc))3 *i:ri$ sU:| 1') *\
"^\v
'1*)
" Sesungguhnya matahai dan bulan itu dua tnnda dai tnnda-tanda kebesaran
Allah tk. Terjadinya gerhnna itu buknn knrena ada seseorang yang meninggal
dunia atau ada yang lahir. Apnbilakamu melihatnya, maka diikanlah shalat
dan berdoalah, agar terbukalah ada yang menimpa kalian."le

19 Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari, pada pembahasan (16) mengerai gerhana matahari,
bab (1) mengenai shalat sunnah saat gerhana matahari (tndits 10a0), juga diriwayatkan pada
pembahasanyang sama, bab (6) mengenai hadits Nabi tentangketakutan pada saat gerhana
(hadis 1OA), juga pada pembahasan (77) mengenai pakaian, bab (2) mengenai mengangkat
sarung selain untuk pergi ke toilet (hadits 5785). Juga diriwayatkan oleh An-Nasa'i, pada
pembahasan (16) mengenai gerhana matahari, bab (1) mengmai gerhana bulan dan matahari
(hadits 1458), juga pada pembahahasan yang sama, bab (24) mengenai perintah untuk berdoa
saat gerhana matahari (tndits 1501. . Juga diriwayatkan oleh Ahmad dal arrlkj.tab Musnad-nya
$tz7) riwayat Abu Bakrah (hadits 20412). Juga diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni pada
pembahasan mengenai gerhana matahari, bab mengenai mekanisme pelaksanaan shalat
gerhanamatahari(tradits2/@). DiriwayatkanpulaolehlbnuKhuzaimah dalarnkatabShahih-

650 x Fikih Empat Madzhab Jilid t


Telah ditetapkan pula melalui riwayat Al-Bukhari dan Muslim bahwa
Nabi 6 pernah melakukan shalat gerhana matahari, sebagaimana beliau
juga pernah melakukan shalat gerhana bulan.
Adapun mengenai hikmah disyariatkannya shalat gerhana matahari,
sebagaimana diketahui bahwa matahari merupakan salah satu nikmat Allah
tk yang terbesar bagi manusia dan juga makhluk hidup lainnya, dengan
adanya gerhana matahari itu dapat menyebabkan timbulnya pemikiran
bahwa nikmat yang begitu besar itu mungkin saja dicabut oleh pemiliknya,
bahkan seluruh alam ini yang berada dalam genggaman Tuhan Yang
Maha Berkuasa dapat hilang, dan Ia dapat menyingkirkan semua dalam
sesaat jika Ia menghendaki, maka dengan melaksanakan shalat pada saat
itu menunjukkan ketidakberdayaan manusia dan ketundukan mereka di
hadapan Tuhan Yang Mahakuat lagi Maha Perkasa. Hal ini merupakan
salah satu bentuk keindahan syariat Islam yang mengajarkan umatnya
untuk bertauhid dan meninggalkan penyembahan berhala atau pengabdian
selain kepada-Nya.
Hikmah lainnya yang dapat dipetik bahwa matahari, bulary dan juga
yang lainnya termasuk makhluk yang tunduk hanya kepada Allah ll*.

Mekanisme Pelaksanaan Shalat Gerhana Matahari


Tiga madzhab selain madzhab Hanafi sepakat bahwa shalat gerhana
mataharicukup dilakukan dengan dua rakaatsaja, tidaklebih. Pada masing-
masing rakaat dapat ditambah satu kali berdiri dan satu kali rukuk, hingga
setiap rakaatnya terdiri dari dua kali rukuk dan dua kalibangkit darirukuk.
Apabila shalat telah selesai sebelum gerhana itu berakhir, maka dianjurkan
untuk memanjatkan doa kepada Allah agar gerhana segera berlalu. Lihatlah
pendapat yang berbeda dari madzhab Hanafi pada penjelasan berikut ini.
Menurut madzhab Hanafi, shalat gerhana matahari tidak sah jika
dilakukan dengan dua kali rukuk dan dua kali bangkit dari rukuk dalam
satu rakaat, karena shalat ini sama seperti shalat-shalat lainnya, hanya
butuh satu rukuk dan satu kali bangkit dari rukuk pada setiap rakaatnya.
Madzhab Hanafi juga berpendapat bahwa dua rakaat itu adalah jumlah
paling minim untuk shalat gerhana matahari, karena boleh dilakukan
nya (tndits 1374) . Diriwayatkan pula oleh Ibrru Hibban pada pembahasan (9) mengenai shala!
bab (32) mengenai shalat gerhana matahari (hadits 2835).

Fikih Empat Madzhab litid I * 65 1


dengan empat rakaat atau lebih. Sedangkan jumlah yang paling afdhal
adalah empat rakaa! baik dengan satu kali salam atau dua kali.
Namun selain membolehkan pelaksanaan shalat gerhana matahari
seperti itu, ketiga madzhab di atas tadi juga membolehkan apabila shalat
gerhana dilakukan dengan satu rukuk dan satu kali berdiri pada setiap
rakaatnya, seperti shalat-shalat sunnah lainnya. Maka dapat disimpulkan,
bahwa perbedaanantara ketiga madzhab tersebut denganmadzhab Hanafi
adalah dalam hal pembatasan saja, karena madzhab Hanafi mengharuskan
pelaksanaan shalat gerhana itu seperti pelaksanaan shalat sunnah lainnya,
sedangkan tiga madzhab lain membolehkan bagi orang yang melakukannya
untuk memilih, apakah dia hendak melakukannya dengan tata cara seperti
itu ataukah dengan tata cara seperti biasanya.
Selain itu, ketiga madzhab tersebut juga sepakat bahwa berdiri dan
rukuk yang menjadi rukun shalat dari keduanya adalah berdiri yang
pertama dan ruku yang pertama. Sementara berdiri dan rukuk yang kedua
hanya dianjurkan saja.

Hal-hal yang Disunnahkan dalam Shalat Gerhana Matahari


Disunnahkan ketika melaksanakan shalat gerhana matahari untuk
memanjangkan bacaan surat, misalnya saat berdiri pertama pada
rakaat pertama membaca surat Al-Baqarah, Ialu pada berdiri yang
kedua membaca surat Ali Imran, lalu pada berdiri pertama di rakaat
yang kedua membaca surat An-Nisaa', lalu pada berdiri yang kedua
membaca surat Al-Maa'idah.
Pemanjanganbacaan seperti ini disepakati oleh tiga madzhab selain
madzhab Hanafi. Lihatlah pendapat mereka pada penjelasa berikut ini.
Menurut madzhab Hanafi, pemanjangan bacaan surat pada shalat
gerhana matahari memang disunnahkan, misalnya pada rakaat pertama
membaca surat Al-Baqarah sedangkan di rakaat yang kedua membaca
surat Ali Imran. Namun, jika bacaan surat ini diperingan, dan sebagai
gantinya adalah dengan memanjangkan doa, maka nilai sunnah tadi
sudah didapatkan, karena yang disunnahkan menurut madzhab ini pdalah
mengisi waktu gerhana dengan shalat dan doa, sehingga apabila salah
satunya dilakukan lebih pendek maka yang lainnya dipanjangkan. Lagi
pula dengan memendekkan shalat gerhana dan memperpanjang doanya

652 * Fikih Empat Madzhab litid l


dapat membuat shalat tersebut lebih khusyuk, karena tidak akan merasa
khawatir iikalau gerhana itu hanya terjadi sebentar saja.
Disunnahkan pula untuk memperpanjang rukuk dan sujud pada
shalat ini, namun masing-masing madzhab memiliki batasan tersendiri
untuk jangka waktu yang panjang dalam rukuk dan sujud tersebut. Silakan
melihat keterangannya pada penjelasan berikut ini.
Menurut madzhab Hanafi, disunnahkan bagi orang yang melakukan
shalat gerhana matahari untuk memperpanjang rukuk dan sujudnya, dan
tidak ada batasan mengenai jangka waktunya.
Menurut madzhab Hambali, dua rukuk pada setiap rakaatnya boleh
dipanjangkan tanpa ada batasan, namun sebaiknya rukuk pertama lebih
panjang dari rukuk kedua, misalnya pada rukuk pertama di rakaat pertama
membaca tasbih yang seukuran dengan seratus ayat surat Al-Baqarah, lalu
di rukuk yang kedua membaca tasbih yang seukuran dengan delapan puluh
ayat surat Al-Baqarah, begitu juga halnya dengan kedua rukuk pada rakaat
yang kedua, hanya saja sebaiknya jangka waktu pada rakaat yang kedua
lebih pendek dari rakaat yang pertama. Adapun untuk sujud, disunnahkan
untuk memperpanjang semua sujud pada tiap-tiap rakaatnya.
Menurut madzhab Syafi'i, rukuk pertama di rakaat pertama
diperpanjang waktunya hingga seukuran dengan seratus ayat surat Al-
Baqarah, lalu di rukuk yang kedua diperpanjang hingga seukuran dengan
delapan puluh ayat surat Al-Baqarah, lalu pada rukuk pertama di rakaat
yang kedua diperpanjang hingga seukuran dengan tujuh puluh ayat surat
Al-Baqarah, dan di rukuk yang kedua diperpanjang hingga seukuran
dengan lima puluh ayat surat Al-Baqarah. Begitu juga halnya dengan sujud.
Menurut madzhab Maliki, dianjurkan pada setiap rukuknya
diperpanjanghingga hampir seukuran dengan bacaan surat ketika berdiri,
misalnya pada rukuk pertama di rakaat yang pertama diperpanjang hingga
hampir seukuran dengan surat Al-Baqarah, lalu pada rukuk yang kedua
diperpaniang hingga hampir seukuran dengan surat Ali Imran, dan begitu
seterusnya. Adapun untuk sujud pada setiap rakaatnya dianjurkan untuk
diperpanjang seperti panjangnya waktu rukuk, misalnya sujud pertama
pada rakaat pertama waktunya diperpanjang seperti waktu rukuk pertama
para rakaat pertama, sedangkan sujud kedua lebih pendek dari sujud yang

Fikih Empat Madzhab litid 1 a: 653


pertama, dan begitu seterusnya. Pada waktu-waktu rukuk dan sujud yang
diperpanjang tersebut dianjurkan untuk diisi dengan pembacaan tasbih.
Apabila seseorang terlambat datang, maka dia tidak terhitung
melakukan satu rakaat apabila dia memulai shalatnya ketika imam
berdiri yang kedua atau di rukuk yang kedua pada salah satu dari kedua
rakaatnya. Namun madzhab Maliki memiliki pendapat yang berbeda,
lihatlah keterangannya pada penjelasan berikut.
Menurut madzhab Maliki, berdiri dan rukuk yang diharuskan pada
setiap rakaatnya adalah berdiri dan rukuk yang kedua, sedangkan berdiri
dan rukuk yang pertama hukumnya sunnah. Oleh karena itu apabila
seseorang memulai shalatnya ketika imam berdiri yang kedua pada salah
satu rakaatnya, maka dia terhitung mendapatkan rakaat tersebut.
Ketika melaksanakan shalat gerhana matahari dengan memper-
panjang shalabrya, imam tidak perlu mempedulikan keadaan makmum
di belakangnya, dia harus tetap melanjutkarurya meskipun ada makmum
yang tidak senang dengan pemanjangan tersebut. Ini adalah pendapat
tiga madzhab selain madzhab Maliki. Pendapat mereka dapat dilihat
pada penjelasan di bawah ini.
Menurut madzhab Maliki, pemanjangan bacaan dan sejumlah rukun
pada shalat gerhana matahari hanya dilakukan apabila tidak dirasakan
berat oleh makmum dan tidak dikhawatirkan waktunya akan berakhir,
yang mana waktunya itu dimulai dari saat dibolehkannya kembali shalat
sunnah hingga saat matahari akan tergelincir (sekitar jam 11.30 WIB).
Pada shalat gerhana matahari tidak perlu adaadzanataupun iqamaty
hanya dianjurkan ketika hendak melaksanakan bagi muadzin untuk
menyerukan kalimat, " Ash-Shalatu j ami' ah."
Juga dianjurkan ketika membaca surat supaya merendahk€rn suara.
Namun madzhab Hambali berpendapat lairl karena menurut mereka pada
shalat gerhana matahari itu disunnahkan untuk membaca surat dengan
suara yang lantang.
Juga dianjurkan agar shalat gerhana matahari dilakukan secara
berjamaatr, namun tidak disyaratkan agar imamnya dipimpin oleh'imam
Jum'at atau perwakilan dari pemimpin. Hal yang berbeda disampaikan
oleh madzhab Hanafi, lihattah keterangannya pada penjelasan berikut ini.

554 x Fikih Empat Madzhab lilid 1


Menurut madzhab Hanafi, untuk shalat gerhana matahari disyaratkan
agar dipimpin oleh imam Jum'at. Apabila tidak memungkinkan, maka harus
atas seizin dari pemimpin setempat. Apabila itu juga tidak memungkinkan,
maka shalat ini dilakukan secara perseorangan di rumah masing-masing.

|uga dianjurkan agar shalat gerhana matahari dilakukan di dalam


masjid jami' (masjid yangbiasa digunakan untuk shalatJum'at-pent).
Ini menurut tiga madzhab selain madzhab Maliki, karena menurut
mereka shalat ini tidak dianjurkan untuk dilakukan di masjid jami'
kecuali dilakukan secara berjamaah. Apabila dilakukan secara
perseorangan maka mereka boleh melakukannya di mana pun mereka
mau.

Waktu Shalat Kusuf


Waktu untuk melaksanakan shalat kusuf dimulai dari awal gerhana
hingga matahari bersinar terang kembali, asalkan waktunya tidak
berpapasan denganwaktu yang dilarang untuk melakukan shalat sunnah,
karena apabila berpapasan maka shalat tersebut tidak perlu dilaksanakary
hanya cukup doanya saja. Ini menurut madzhab Hanafi dan Hambali,
sedangkan untuk pendapat madzhab Syafi'i dan Maliki dapat dilihat pada
penjelasan berikut ini.
Menurut madzhab Syat{i, ketika telah diyakini waktu gerhana telah
tiba, maka disunnahkan agar shalat ini dilaksanakary meskipun terjadi
pada waktu yang dilarang, karena shalat ini adalah shalatyang dilakukan
karena sebab tertentu.
Menurut madzhab Maliki, waktunya adalah sejak dibolehkannya
kembali pelaksanaan shalat sunnah, yaitu saat matahari naik hingga
setinggi tombak, dan berakhir saat matahari akan tergelincir. Apabila
gerhana terjadi sebelum atau setelah waktu tersebut, maka shalat gerhana
matahari tidak perlu dilakukan.
Adapun jika matahari telah muncul kembali saat sedang melaksanakan
shalatkusuf, maka shalattersebutharus tetap diteruskan sesuai dengan tata
caranya. Sedangkan jika gerhana ini terjadi saat matahari terbenam, maka
shalat kusuf tidak perlu dilaksanakan. Hukum ini disepakati kecuali oleh
madzhab Maliki, lihatlah pendapat mereka pada penjelasan berikut ini.

Fikih Empat Madzhab Jitid t * 655


Menurut madzhab Maliki, apabila matahari benar-benar sempurna
(tidak lagi dalam keadaan gerhana) saat sedang melaksanakan shalat, dan
shalat tersebut belum mencapai satu rakaat, maka shalat itu diselesaikan
seperti shalat sunnah biasa, tanpa tambahan berdiri dan rukuk pada
kedua rakaatnya dan tanpa diperpanjang. Adapun jika sudah mencapai
satu rakaa! maka para ulama madzhab ini berbeda pendapat ada yang
mengatakan diselesaikan seperti rakaat pertama dengan penambahan
berdiri dan rukuk, dan ada juga yang mengatakan diselesaikan seperti
shalat sunnah lainnya tanpa tambahan berdiri dan rukuk.

Hukum Khutbah pada Shalat Gerhana Matahari


Pelaksanaan khutbah tidak disyariatkan ketika melakukan shalat
gerhana matahari. Hukum ini disepakati kecuali oleh madzhab Syafi'i,
lihatlah pendapat mereka pada penjelasan berikut ini'
Menurut madzhab Syafi'i, pada pelaksanaan shalat kusuf disunnahkan
adanya khutbah untuk jamaah kaum laki-laki, khutbah ini sama seperti
khutbah id, yaitu berjumlah dua khutbah dan dilakukan setelah shalatnya
selesai. Khutbah ini tetap dilaksanakan meskipun matahari sudah bersinar
kembali. Sedangkan takbir yang diucapkan pada khutbah id diganti dengan
istigfar pada khutbah ini, karena ucapan istigfar lebih sesuai dengan
kondisi yang dihadapi. Ada beberapa syarat yang berlaku untuk shalat
]um'at namun tidak berlaku untuk khutbah ini, yaitu khutbahnya harus
terdengar oleh jamaah, menggunakan bahasa Arab, dan khatibnya harus
seorang laki-laki.

Shalat Khusuf (Gerhana Bulan) dan Shalat Al-Faza' (Dalam


Kondisi Panik)
Adapun untuk shalat khusuf, hukum dan tata cara pelaksanaannya
sama seperti shalat kusuf, kecuali pada beberapa hal. Lihatlah pendapat
untuk masing-masing madzhab mengenai pengecualian ini pada penjelasan
berikut ini.
Menurut madzhab Hanafi, shalat gerhana bulan sama seperti shalat
gerhana matahari, kecuali pada beberapa hal, yaitu hukum shalat gerhana
bulan hanya dianjurkan. Shalat gerhana bulan tidak disyariatkan secara
berjamaah, dan tidak disunnahkan untuk dilakukan di masjid jami,
melainkan dilakukan secara perseorangan di rumah masing-masing.

655 t Fikih Empat Madzhab litid 1


Menurut madzhab Syatri, shalat gerhana bulan \sama seperti shalat
gerhana matahari, kecuali pada dua hal. Pertama, membaca surat pada
shalat gerhana bulan dilakukan dengan suara yang lantang, sedangkan
pada shalat gerhana matahari dilakukan dengan suara yang rendah.
Kedua, shalat gerhana matahari tidak perlu dilaksanakan ketika terjadi
saat matahari terbenam, sedangkan shalat gerhana bulan tetap dilakukan
meskipun bulan terbenam, hingga matahari terbit. Satu hal lain yang sama
antara shalat gerhana matahari dan shalat gerhana bulan, bahwa keduanya
tidak perlu diqadha ketika waktunya sudah berlalu.
Menurut madzhab Maliki, shalat gerhana bulan hukumnya hanya
dianjurkan saja, tidak seperti shalat gerhana matahari yang hukumnya
disunnahkan. Mekanismenya adalah seperti pelaksanaan shalat-shalat
sunnah lainnya tanpa pemanjangan bacaan surat dan tanpa penambahan
berdiri dan ruku.k Dianjurkan pada shalat gerhana bulan untuk membaca
surat dengan suara lantang. Sedangkan waktunya adalah ketika bulan
sudah mulai gerhana hingga bulan terang kembali. Shalat gerhana bulan
tidak boleh dilakukan pada waktu-waktu terlarang untuk melakukan
shalat sunnah. Nilai anjuran untuk shalat ini sudah bisa didapatkan dengan
melakukan shalat dua rakaat saja. Namun dianjurkan agar shalat ini
diulang-ulang hingga bulan bersinar kembali, atau hingga bulan terbenam,
atau hingga matahari terbit. Berbeda dengan shalat gerhana matahari
yang tidak perlu dilakukan berkali-kali, kecuali jika seandainya matahari
gerhana kembali setelah sebelumnya sudah terang. Dimakruhkan shalat
gerhana bulan dilakukan di masjid, sebagaimana dimakruhkan pula untuk
dilakukan secara berjamaah.
Menurut madzhab Hambali, shalat gerhana bulan sama seperti shalat
gerhana matahari, hanya saja ketika gerhana bulan terjadi saat hendak
tenggelam maka shalatnya tetap dilaksanakan,lain halnya dengan gerhana
matahari, seperti telah dijelaskan sesaat yang lalu.
Sedangkan hukum untuk shalat saat panik adalah dianjurkan,
misalnya jika panik akibat terjadinya bencana gempa bumi, atau akibat
mendengar suara petir yang menggelegar, atau akibat terjadi kegelapan
yang sangat mencekam di siang hari, atau akibat adanya angin puting
beliung, atau karena ada suatu wabahpenyakityangmengepidemi, atau
hal-hal lain yang membuat seseorang menjadi panik, maka dianjurkan

Fikih Empat Madzhab litid 1 * 657


bagi orang tersebut untuk melakukan shalat sunnah dua rakaat karena
semua itu merupakan tanda-tanda kebesaran Allah $ii agar manusia
menjadi takut dan cepat-cepat meninggalkan maksiat serta kembali
taat dengan apa pun yang diperintah dan dilarang oleh Tuhannya.
Ketika salah satu dari hal-hal itu te{adi, maka cara kembali untuk taat
adalah dengan beribadah kepada Allah yang notabene akan membawa
kebahagiaan bagi mereka di dunia dan akhirat, dan salah satu bentuk
ibadah itu adalah melakukan shalat sunnah.
Shalat saat panik ini sama seperti shalat-shalat sunnah lainnya, tidak
perlu berjamaah dan tidak perlu ada khutbah. Tidak disunnahkan pula
untuk dilakukan di masjid, karena shalat-shalat sunnah itu lebih afdhal
jika dilakukan di rumah saja.
Hukum ini disepakati oleh madzhab Maliki dan Hanafi, sementara
madzhab Hambali berpendapat bahwa kejadian-kejadian yang disebutkan
di atas tadi tidak membuat seseor.rng dianjurkan untuk melakukan shalat,
kecuali khusus untuk gempa bumi saja, itupun jika berlangsung cukup
lama. Sedangkan shalat saat gempa bumi itu berjumlah dua rakaat dengan
mekanisme yang sama seperti shalat kusuf. Bahkan dalam madzhab Syafi'i
tidak disebutkan sama sekali ada anjuran untuk shalat ketika terjadi hal-
hal seperti itu.O

558 x Fikih Empat Madzhab lilid l

Anda mungkin juga menyukai