Anda di halaman 1dari 5

PENGERTIANDANDASARPRAKTEKSHOLATJAMAKDANQOSHOR

Oleh:

AlimroatusSholehah

Zainatulmunawwaroh

AgungWahyudi

(Sekolah Tinggi Ilmu Syariah As Salafiyah Sumber DukoPakong) Pamekasan Jawa Timur

A. Pengertian Shalat Jama’

Dalam agama Islam, khususnya hukum Islam ( fiqh ) juga dikenal adanya istilah shalat jama’.
Shalat jama’ merupakan salah satu bentuk rukhsah (keringanan) yang telah diberikan oleh Allah
SWT kepada hambaNya dikarenakan adanya sebab-sebab tertentu yang menjadi seseorang tidak
dapat melaksanakan shalat sebagaimana mestinya, yang telah diatur mengenai waktu
pelaksanaannya. Manifestasi dari bentuk kemurahan itu adalah musafir boleh melakukan qashar (
memperpendek ). Yakni dalam pelaksanaan shalat yang terbilang empat rakaat , Zhuhur,Ashar,
dan Isya’ dijadikan dua rakaat dua rakaat. Shalat jama’ terdiri dari dua kata yaitu kata “ shalat “
dan kata “jama’“ ,kata ini berasal dari bahasa arab yaitu “ jama’ “. Secara etimologi kata jama’
berarti “ mengumpulkan atau menghimpun “1. Dengan kata lain bahwa shalat jama’ merupakan
penggabungan atau pengumpulan dua shalat fardhu untuk dikerjakan dalam satu waktu. Adapun
definisi shalat jama’ menurut istilah yaitu seseorang yang shalat mengumpulkan antara shalat
Zhuhur dan Ashar secara jama’ taqdim pada waktu shalat Zhuhur dengan mengerjakan shalat
Ashar bersama shalat Zhuhur sebelum waktu Ashar tiba, atau mengumpulkan antara shalat
Zhuhur dan Ashar secara jama’ ta’khir dengan mengakhirkan shalat Zhuhur sehingga keluar
waktunya, dan mengerjakannya bersama-sama dengan shalat Ashar (pada waktu shalat Ashar).
Begitu pula shalat Maghrib dan shalat Isya’ keduanya boleh dijama’, baik jama’ taqdim maupun
jama’ ta’khir2

Adapun sebab-sebab yang memperbolehkan shalat di jama’ yang disepakati oleh ulama ada 3

1. Dalam keadaan bepergian ( musafir )

Bepergian adalah melakukan perjalanan ketempat lain yang hendak dituju karena ada sesuatu
kepentingan

2. Hujan
Seseorang diperbolehkan untuk meleksanakan shalat jama’ apabila dalam keadaan hujan
3. Saat berada di Arafah dan Muzdalifah

Setiap umat Islam yang merasa dirinya mampu baik secara fisik maupun non fisik, maka
diwajibkan baginya untuk menunaikan rukun Islam yang ke lima yaitu haji jika mampu1

Shalat jama’ taqdim yaitu mengumpulkan dua shalat dilaksanakan dengan berturut-turut dalam
waktu shalat yang pertama. Misalnya mengerjakan shalat Zhuhur dan shalat Ashar di waktu
shalat Zhuhur , dan mengerjakan shalat Maghrib dan shalat Isya’ di waktu shalat Maghrib. Shalat
Jama’ ta’khir yaitu mengumpulkan dua shalat dikerjakan dengan berturut-turut dalam waktu
shalat yang terakhir. Misalnya mengumpulkan shalat Zhuhur dengan shalat Ashar dijalankan
pada waktu shalat Ashar, dan mengumpulkan shalat Maghrib dengan shalat Isya’ dijalankan
pada waktu shalat Isya’.

Adapun orang yang akan melaksanakan shalat Jama’ taqdim haruslah dipenuhi berbagai
persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
1. Tertib.
Yaitu mengerjakan shalat yang pertama, setelah selesai baru mengerjakan shalat yang kedua.
Persyaratan ini dimaksud untuk persyaratan shalat yang mengikuti dan yang diikuti. Shalat yang
mengikuti adalah shalat yang kedua, sedang shalat yang diikuti adalah shalat yang mempunyai
waktu, yakni shalat yang pertama.

2. Niat Jama’

Bahwa seseorang yang akan melaksanakan jama’ taqdim harus melakukan niat untuk
menjama’shalat pada waktu shalat yang pertama. Sedangkan pelaksanaan niat itu tidak harus
pada permulaan waktu takbir yang pertama.

3. Bersambung

Yaitu berurutan dengan tidak dipisah antara dua shalat yang dijama’ dengan jarak yang panjang.
Karena menjama’ shalat menjadikan dua shalat itu seperti satu shalat maka diharuskan adanya
kesinambungan seperti rakaat-rakaat dalam shalat, yaitu tidak di pisah antara dua shalat tersebut,
sebagaimana tidak boleh untuk memisahkan antara rakaat dalam satu shalat.

4. Keadaan Shalat Bagi Musafir.


Keadaan shalat bagi musafir masih berlanjut ketika ia memulai takbir shalat yang kedua, kalau
perjalanan tersebut berhenti sebelum melakukan shalat yang kedua, maka shalat jama’ tidak
diperbolehkan dikarenakan telah hilang sebabnya.

5. Berkeyakinan Tetapnya Waktu Yang Pertama.


Bahwa seseorang yang hendak menjama’ shalat dituntut untuk mengetahui masuknya waktu
1
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab- Indonesia Terlengkap, Imam Taqiyuddin, Kifayah Al-Akhyar,
(Semarang : Maktabah Wa Mathba’ah Toha Putra), Juz 1t,th, h. 82 (Surabaya : Pustaka Progresif, 1984), h. 208.
shalat yang pertama, karena dengan demikian ia yakin benar masih adanya waktu yang akan
digunakan untuk menjama’ shalat.

6. Menganggap sahnya shalat pertama

Jika seseorang menjama’ shalat ashar dengan shalat jum’at di tempat yang terbilangnya
pelaksanaan shalat jum’at tanpa adanya kebutuhan, juga ragu tentang siapa yang lebih dulu atau
berbarengan dalam pelaksanaan shalat jum’atnya maka tidak boleh melakukan jama’ shalat ashar
dengan jama’ taqdim.

Sedangkan bagi orang-orang yang mengerjakan shalat jama’ ta’khir pun harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Niat Jama’
Hendaknya niat jama’ itu dilakukan pada waktu shalat pertama,bahwa ia akan mengerjakan
shalat yang pertama dalam waktu yang kedua. Adapun niat jama’ pada dasarnya tidak diharuskan
dalam awal waktu shalat yang pertama, melainkan boleh dikerjakan pada akhir waktu shalat
yang pertama, asal waktu itu masih cukup untuk mengerjakan shalat baik secara sempurna atau
secara qashar. Namun untuk menghindari kemungkinan lupa tidak melakukan niat, maka agar
niat itu dilakukan pada permulaan waktu shalat yang pertama.

2. Tetapnya Dalam Bepergian.


Seorang musafir yang boleh menjama’ shalat adalah ia yang masih sebagai orang yang bepergian
sampai kedua shalat itu dilakukan secara sempurna dengan menjama’nya.

B. Bahasa Makna kata qashr (‫ )قصر‬secara bahasa adalah mengurangi atau meringkas.
Disebutkan di dalam Al-Quran bahwa Rasulullah SAW bermimpi pergi haji, lalu sebagian
shahabat ada yang mencukur botak kepalanya (muhalliqin) dan ada yang mencukur sebagian
(muqashshirin)Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran
mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki
Masjidilharam, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan
mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. (QS. Al-Fath : 27)

Sedangkan secara istilah, definisi qashr shalat adalah mengurangi bilangan rakaat pada shalat
fardhu, dari empat rakaat menjadi dua rakaat. Shalat Shubuh yang jumlahnya dua rakaat, tidak
ada ketentuan untuk mengqasharnya. Demikian juga Shalat Maghrib yang tiga rakaat, juga tidak
ada ketentuan untuk mengqasharnya. Dan shalat sunnah pun tidak ada ketentuan qasharnya2

Masyru'iyah

Pengurangan jumlah rakaat dari empat menjadi tinggal dua adalah pensyariatan yang didasarkan
pada nash-nash Al-Quran dan As-Sunnah, serta dikuatkan dengan ijma' para ulama.1. Al-
2
Katalog Dalam terbitan (KDT) Shalat Qashr Penulis : Ahmad Sarwat, Lc.,MA 33 hlm
QuranAsal kebolehan melakukan dalam melakukan pengurangan jumlah rakaat dari empat
menjadi dua adalah firman Allah SWT. Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran al-Kariem
tentang keringanan bagi orang yang sedang dalam perjalanan untuk mengurangi jumlah bilangan
rakaat shalat.Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-
qashar shalat, jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu
adalah musuh yang nyata bagimu.(QS. An-Nisa : 110) Di dalam ayat ini sebenarnya pensyariatan
qashr shalat masih sangat terkait dengan syarat keadaan takut. Hal itu nampak jelas ketika ayat
ini menyebutkan : in khiftum an yaftinakumulladzina kafaru. As-Sunnah

Penjelasan dari As-Sunnah menegaskan bahwa shalat qashr itu bukan hanya terbatas pada
keadaan perang saja, meski pun ayatnya memang menyebutkan demikian.Ya'la bin
Umayyahbertanya kepada Umar bin AlKhattab radhiyallahuanhu,"Kenapa kita tetap mengqashar
shalat, padahal kita sudah berada dalam suasana aman?". Umar menjawab,"Aku juga pernah
menanyakan hal yang serupa kepada Nabi SAW, dan beliau menjawab : "Itu adalah sedekah
yang Allah berikan kepada kalian, maka terima lah sedekah itu". (HR. Muslim) Hadits shahih ini
menepis berbagai penafsiran dan spekulasi bahwa shalat qashar terbatas hanya pada situasi
perang saja. Dan bahwa dalam keadaan damai pun shalat qashar tetap berlaku.

Hukum di kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat, apakah mengqashar shalat dalam safat
itu wajib, sunnah atau pilihan

1. Wajib

Mazhab Abu hanifah mewajibkan qashar bagi orang yang melakukan perjalanan yang telah
terpenuhi syaratnya. Istilah lain yang sering digunakan adalah azimah.Dan tidak boleh shalat
dengan itmam, yaitu menyempurnakan dengan 4 rakaat dalam keadaan tersebut. Bila dilakukan
hukumnya dosa.Dalil yang mereka gunakan adalah salah satu hadits di atas, dimana mereka
menarik kesimpulan hukum menjadi wajib, bukan sunnah atau pilihan.

2. Sunnah

Yang masyhur berpendapat bahwa mengqashar shalat hukumnya sunnah adalah mazhab
Malikiyah. Dasarnya adalah tindakan Rasulullah SAW yang secara umum selalu mengqashar
shalat dalam hampir semua perjalanan beliau. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar
radhiyallahu 'anhu

Niat

Agar berstatus musafir, maka seseorang harus berniat dan menyengaja untuk melakukan safar.
Syarat ini disepakati oleh semua ulama. Maka seorang yang diculik dengan paksa ke tempat
yang jauh atau diasingkan ke negeri lain, padahal dalam dirinya tidak ada niat sedikit pun untuk
melakukan safar, secara hukum syar’i bukan termasuk musafir. Niat untuk melakukan safar akan
hilang ketika seseorang berhenti dalam perjalanannya dan mengubah niatnya dari musafir
menjadi ingin tinggal dan menetap untuk seterusnya. Maka orang yang pergi merantau dari
kampung ke Jakarta dengan tujuan untuk menetap di Jakarta, juga dianggap sudah bukan lagi
musafir. Dia menjadi musafir hanya selama di kendaraan saja. Begitu sudah sampai di Jakarta,
maka dia bukan musafir lagi. dan menetap untuk seterusnya.

Jarak
Kriteria kedua dari safar yang membolehkan qashar adalah masalah jarak minimal dari
keseluruhan safar itu. Sehingga tidak mentangmentang orang keluar kota, lantas bisa disebut
musafir. Minimal harus ada jarak tertentu agar safar itu membolehkan shalat qashar.Namun tidak
bisa dipungkiri bahwa para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan menjama' shalat dilihat
dari segi batas minimal jarak perjalanan.

Anda mungkin juga menyukai