Anda di halaman 1dari 12

KETENTUAN SHALAT JAMA DAN SHALAT QASAR

Makalah

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Dalam Mata


Kuliah “Fiqh Ibadah”

Dosen Pengampu : Dr. Irma Suryani, M.H

Irwin Setiawan

Oleh Kelompok 1

Khairiyah Zahra Mardhatilah : 2330201031

Miftahul Khoiri : 2330201036

Bima Restu : 2130201017

Muslim : 2330201040

PRODI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH (AS 1/B)

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

MAHMUD YUNUS BATUSANGKAR

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan


kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita
yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas


limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal
pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas dari Mata Kuliah Fikih Ibadah dengan judul
materi "Ketentuan Shalat jama dan shalat qasar”

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata


sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua


pihak yang membantu dalam membuat makalah ini. Demikian,
semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih

Batusangkar, 23 oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................

DAFTAR ISI ................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1
C. Tujuan ............................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Menjelaskan pengertian dan Dasar Hukum Shalat jama Qasar ........ 2


B. Menjelaskan jarak tempuh kebolehan Shalat Jamak dan Qasar ...... 5
C. Menjelaskan Hukum Shalat Jamak dan Shalat Qasar ....................... 6

BAB III PENUTUP

A. Simpulan ........................................................................................... 8
B. Saran ................................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Melaksanakan shalat adalah kewajiban yang mutlak bagi umat


Muslim di manapun ia berada. Selain merupakan rukun Islam yang
kedua, shalat juga merupakan tiang agama yang sangat krusial. Untuk
itu sebagai Muslim yang taat sebaiknya jangan pernah meninggalkan
shalat barang sekalipun.
Namun pada praktiknya, terdapat kemudahan-kemudahan
yang tersedia untuk umat Muslim yang memiliki kondisi khusus
sehingga tidak bisa menjalankan shalat sebagaimana mestinya.
Kemudahan ini, selain ditujukan untuk orang yang sedang sakit parah
juga ditujukan untuk orang-orang yang sedang bepergian jauh.
Adalah menjamak shalat, yang menjadi kemudahan bagi para umat
Muslim yang sedang berada dalam perjalan jauh dan tidak
memungkinkannya untuk melaksanakan shalat tepat waktu.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dan dasar hukum shalat jama dan shalat qasar?
2. Bagaimana jarak tempuh kebolehan Shalat Jamak dan Qasar?
3. Apa hukum Shalat jamak dan Shalat Qasar?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan sadar hukum salat jamak dan
qasar
2. Untuk mengetahui jarak tempuh kebolehan Shalat Jamak dan
Qasar
3. Untuk mengetahui hukum shalat jamak dan shalat qasar


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Dasar hukum Shalat Jamak dan Qasar


1. Pengertian Jmak dan Qasar
Shalat jama’ adalah dua waktu shalat yang disatukan dalam
satu waktu,misalnya antara shalat zuhue dengan shalat asar dan
diantara shalat magrib dan shalat isya.Shalat jamak ini ada dua
macam,yaitu jama’ takdim yaitu menarik waktu shalat kedua ke
waktu shalat pertama,misalkan mengerjakan shalat zuhur dengan
asar dan dilakukan pada waktu zuhur, atau mengerjakan shalat
magrib dengan isya dan dilakukan pada waktu magrib. Jama’
takhir yaitu menarik waktu shalat pertama ke waktu shalat
kedua,misalkan mengerjakan shalat zuhur dengan asar dan
dilakukan pada waktu shalat asar.
Shalat jama’ dilakukan sesuai dengan urutan waktu shalat.
Jika kita menjama’ shalat zuhur dan asar,kita dapat memulai
dengan shalat zuhur kemudian diikuti dengan shalat asar.
Demikian pula jika menjama shalat magrib dan isya , shalat
magrib itulah yang dikerjakan terlebih dahulu
2. Pengertian Qasar
Qasar adalah memendekkan jumlah rakaat shalat dari asalnya
empat rakaat menjadi dua rakaat. Menurut Rasulullah WAS ,
Shalat qasar adalah “sedekah” dari Allah kepada Hmbanya.
Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. Berfirman. “Dan apabila kamu
bepergian dimuka bumi,maka tidaklah mengapa kamu mengqasar
shalat,jika kamu takut diserang orang-orang kafirm” (Qs. An-
nisa 4:101)
Shalat jama’ dan qasar ini dapat digabungkan sehingga ada
yang namanya shalat jama qasar yaitu menyatukan dua waktu


shalat sekaligus meringkas jumlah rakaatnya,(untuk shalat magrib
jumlah rakaatnya tetap tiga )1
3. Dasar Hukum Shalat Jama dan Qasar
Terdapat empat pendapat ulama tentang hukum qasar
1. Di antara ulama ada yang berpendapat bahwa hukum qashar
adalah fardhu ain (walbsecara individual) bagi musafir'
2. Ulama yang lain berpendapat bahwa hukum qashar atau
menyempurnakan' eripat'akuai adalah wajib mu&rayyar
(pilihan) layaknya kewaj iban membayar kafarat"
3. Sebagian yang lain berpendapat bahwa hukum gashar adalah
sunah.
4. Dan ada juga ulama yang berbendapat bahwa qashar
merupakan rukhshoh (keringanan), dan menyempurnakan
empat rakaat adalah lebih utama.

Pendapat pertama dikemukakan oleh Abu Hanifah dan para


sahabatnya serta seluruh ulama Kufah. Pendapat kedua dipegang
oleh beberapa pengikut Syaf i. Pendapat ketiga dikemukakan oleh
Malik dalam riwayatnya yang masyhur. Pendapat keempat
dikemukakan oleh Syaf i dalam riwayatnya yang masyhur, dan
inilah pendapat yang dianut dan didukung oleh kebanyakan
sahabatnya. Sebab perbedaan pendapat: Kontradiksi antara makna
(kontekstual) dengan lafadz (tekstual), di samping kontradiksi
antara dalil praktis dengan makna (kontekstual) dan lafadz
(tekstual). Secara makna, mengqashar shalat bagi musafir adalah
sebagai rukhshah mengingat beban berat bepergian sama halnya
seperti rukhshoh bolehnya tidak berpuasa karena adanya beberapa
hal. Hal ini diperkuat oleh hadits Ya'la bin Umayyah, ia berkata,
"Aku pernah berkata kepada Umar mengenai firman Allah SWT,
yang artinya “Jika kalian takut diserang oleh orang-orong kafir."

1
Baitul Ilmi,Mengenal fikih ibadah; (Bandung);2015 hlm 39-40


(Qs. AnNisaa' [4]: 101) apakah yang dimaksud adalah qashar
shalat dalam safar?" Umar menjawab, "Aku juga pernah merasa
heran sebagaimana yang engkau rasakan, lalu aku menanyakan -
pertanyaan yang samakepada Rasulullah SAW, dan beliau
menjawab”2

Secara makna, qasar menurut riwayat diatas adalah rukhshah.


Dan hadist Ibn Qilabah yang diriwayatkan dari seseorang dan
berasal dari Bani Amir.ia pernah mendatangi Nabi WAS, beliau
lalu bersabda kepadanya “Sesungguhnya Allah meringankan
puasa bagi musafir dan setengah dari shalat”3

Kedua riwayat ini terdapat dalam kitab shahih


yangseluruhnyamengindikasikanmaknamemberikankeringanan,
rukhshah dan menghilangkan kesulitan, bukan pembicaraan
mengenai apakah qashar itu wajib atau sunah'
Adapunatsaryangsecaratekstualbeseberangandenganmakna
kontekstual di atas adalah atsar yang bersumber dari 'Aisyah yang
diriwayatkan oleh At Bukhari dan Muslim, ia berkata, "Pada
mulanya shalat diwajibkan dua rakaat dua rakaat, kemudian
ditetapkan pada shalat Safar @efergian) dan ditambah pada shalat
(bagi yang) tidak bepergian.

Adapun dalil praktis yang beseberangan dengan makna


kontesktual dan pemahaman atiar adalah bahwa Rasulullah SAW
selalu mengqashar shalat ketika bepergian dan sama sekali tidak
ada riwayat yang menyebutkan Rasulullah sAW
menyempurnakan shalat empat rakaat saat bepergian.
Bagiyangberpendapatbahwaqasharadalahsunahatauwajib,

2
Shahih. HR. Muslim (686), Abu Daud (l199) (1200), At-Tirmidzi (3034), An
Nasa'i (3/136),Ibnu Majah (1065), dan Ahmad On5,36) bersumber dari Umar
bin Khaththab.
3
Shahih HR Abu Daud (2408), At-Tirmizi (715), Ahmad (5/29) Ath-Thabarani dalam Al-
Mu’jan Al-Kabir (1/263) (765,766) dan al-Baihaqi (4/231) juga dinilai shahih oleh Al-
Albani dalam shahih Abi Daud


pijakannya adaiah dlngan mengartikan dalil praktis Rasulullah
SAW menyebutkan bahwa beliau tidak pernah sama
sekali*.ny"rnpurnakanshalatempatrakaatapabilasedangbepergian'
sebagai amalan sunah atau wajib. Bisa jadi amalan Rasulullah
SAW tersebut adalah wajib mukhayyir atau sunah, atau bisa jadi
fardhu ain.Hanyasaia kemun gkinan terakh ir (waj ib o i n) tidak
sesuai dengan makna kontekstual' dan kemungkinan rukhshah
juga tidak sesuai dengan teks riwayat sehingga kemungkinan yang
tersisa hanya antara wajib mukhayyar atau unah.4

B. Jarak tempuh kebolehan Shalat Jama’ dan Qasar


Banyak perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai
batasan jarak diwajibkannya mengqashar shalat. Imam Malik, Syaf i,
Ahmad dan ulama lain berpendapat bahwa jarak bolehnya shalat
diqashar adalah empat burud, yaitu jarak perjalanan tidak cepat dan
tidak lambat selama sehari semalam. Abu Hanifah dan para
sahabatnya serta ulama Kufah berpendapat bahwa jarak minimal
qashar adalah jarak perjalanan tiga hari tiga malam dan qashar hanya
dibolehkan bagi orang yang bepergian dari ujung ke ujung. Ahli
Zhahir berpendapat bahwa qashar boleh dilakukan dalam semua
perjalanan, baik jauh maupun dekat.
sebab perbedaan pendapat: Kontradiksi antara makna
kontekstual dengan teks riwayat. Secara makna, pengaruh perjalanan
dalam qashar adalah karena adanya beban berat perjalanan seperti
halnya pengaruh perjalanan terhadap kewajiban puasa. Jika memang
demikian, maka standar qashar adalah dari sisi beratnya. (Aninya:
apabila seorang musafir merasa berat dalam perjalanannya, maka

4
Muttafaq alaih HR. AL Bukhari (1090,3935), Muslim (658), Abu Daud (1998), An-Nisa’I
(1/225), Ahmad (6/224),dan Ad.Darimi (1/355)


boleh mengqashar shalat). Dan bagi yang hanya bersandar pada teks
riwayat saja, maka sesuai dengan sabda Rasulullah SAW,
"sesungguhnya Altah meringankan puasa bagi musafir dan
setengah shalat." Maka semua orang yang melakukan perjalanan
yang ".u.u bahasa dapat dinamakan sebagai "musafir" boleh
mengqashar dan berbuka puasa. Pendapat ini diperkuat dengan
riwayat Muslim yang bersumber dari Umar bin Khaththab bahwa
Nabi SAW pernah mengqashar dalam jarak sekitar tujuh belas
Ada juga yang berpendapat bahwa qashar hanya boleh bagi
orang yang berada dalam kondisi ketakutan (khawatir) berdasarkan
firman Allah SWT,"Jika kolian takut diserang oleh orang-orang
kafir'" (Qs' AnNisaa' [a]: l0l) Ada yang mengatakan bahwa pendapat
ini adalah milik Aisyah, alasan penganut pendapat ini bahwa
Rasulullah SAW mengqashar shalat karena berada dalam keadaan
khawatir' Adapun perbedaan pendapat ulama yang menggunakan
standar beban berat perjalanan bersumber dari perbedaan pendapat
sahabat dalam masalah yang sama. Fendapat empat burud
diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas yang diriwayatkan oteh
Malik. Pendapat tiga hari diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud,
Utsman ibnu Affan dan yang lainnya. 5

C. Hukum Shalat Jamak dan Shalat Qasar


Dalam pendapat mashab Imam Syafi’i, hukum salat qasar dan
jamak adalah mubah atau boleh dilakukan. Adapun pelaksanaan
sholat qasar dan jamak tadi pada dasarnya diperbolehkan untuk
dilakukan oleh umat muslim yang tengah berada dalam perjalanan
jauh. Pada dasarnya sholat qasar dan jamak tersebut merupakan
keringanan bagi umat muslim yang tengah dalam perjalanan dengan
tujuan agar mereka tetap bisa mengerjakan kewajiban sholatnya.

5
HR. Muslim(296),An-nisa’I (1436),Ahmad )1/29), dan Al Baihaqi (3/146)


Berdasarkan ulasan tadi, maka hukum salat qasar dan jamak
adalah mubah (diperbolehkan) sebagai bentuk keringanan ibadah bagi
umat muslim yang tengah dalam perjalanan.
Namun apabila umat muslim bisa berhenti sejenak saat waktu
sholat tiba, maka ada baiknya untuk melaksanakan sholat sesuai
waktunya. Sebaliknya jika khawatir akan melewati waktu sholat
tersebut, maka umat muslim dapat mengerjakan sholat jamak dan
qasar tadi.


BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Shalat jamak secara bahasa adalah mengumpulkan.
Sedangkan pengertian shalat jamak menurut istilah adalah
mengumpulkan dua shalat wajib yang dikerjakan dalam satu waktu.
Sedangkan shalat qashar yaitu melakukan salat wajib dengan
meringkas jumlah rakaat salat tersebut. Terdapat 3 salat fardhu yang
boleh di-Qashar yaitu Zuhur, Ashar dan Isya yang mana rakaat aslinya
berjumlah 4 rakaat dan bisa dikerjakan sebanyak 2 rakaat.

Dalam pendapat mashab Imam Syafi’i, hukum salat qasar


dan jamak adalah mubah atau boleh dilakukan. Adapun pelaksanaan
sholat qasar dan jamak tadi pada dasarnya diperbolehkan untuk
dilakukan oleh umat muslim yang tengah berada dalam perjalanan
jauh. Pada dasarnya sholat qasar dan jamak tersebut merupakan
keringanan bagi umat muslim yang tengah dalam perjalanan dengan
tujuan agar mereka tetap bisa mengerjakan kewajiban sholatnya.

B. Saran

Saya selaku penulis makalah ini sangat menyadari akan


kekurangan dalam pembuatan makalah ini, dan tentunya disebabkan
karena masih terbatasnya kemampuan kami. Oleh karena itu, kami
selaku penulis makalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dan konstruktif. Dan besar harapan kami
agar makalah yang kami buat ini bisa bermanfaat bagi kami dan juga
terkhusus bagi pembaca, pada umumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Baitul Ilmi,Mengenal fikih ibadah; (Bandung);2015


Shahih. HR. Muslim (686), Abu Daud (l199) (1200), At-Tirmidzi (3034), An
Nasa'i (3/136),Ibnu Majah (1065), dan Ahmad On5,36) bersumber
dari Umar bin Khaththab.
Shahih HR Abu Daud (2408), At-Tirmizi (715), Ahmad (5/29) Ath-
Thabarani dalam Al-
Mu’jan Al-Kabir (1/263) (765,766) dan al-Baihaqi (4/231) juga dinilai shahih
oleh Al- Albani dalam shahih Abi Daud
Muttafaq alaih HR. AL Bukhari (1090,3935), Muslim (658), Abu Daud
(1998), An-Nisa’I (1/225), Ahmad (6/224),dan Ad.Darimi (1/355)
HR. Muslim(296),An-nisa’I (1436),Ahmad )1/29), dan Al Baihaqi (3/146)

Anda mungkin juga menyukai