Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FIQIH IBADAH

SHOLAT JAMA’ DAN QASHAR

Dosen Pengampu :

Li’zza Diana Manzil, SHI., MH

Disusun Oleh :

Kelompok 4

1. Heti Apricha Pradana (2321030149)


2. M. Rasyid Al-Fajri (2321030096)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT kami panjatkan, karena atas hidayah, karunia
serta limpahan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sebagai mana
mestinya. Makalah yang berjudul “sholat jama’ dan Qashar” ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah ilmu fiqih dengan pembimbing Ibu Dosen Li’izza Diana
Manzil, SHI, MH.
Islam dibangun dengan lima pilar. Salah satu pilarnya adalah shalat.Karenanya
shalat merupakan tiang agama. Ketika seorang meninggalkan shalat ia disebut
penghancur agama tetapi sebalikya ketika ia melaksanakan shalat dengan sebaik-
baiknya maka ia disebut sebagai penegak agama. Bila ada yang memiliki udzur, maka
tetap wajib mendirikan shalat dengan mengambil rukhshah (keringanan dari Allah)
agar mereka tetap shalat di saat kondisi apa pun. Dan sudah seharusnya kita
mengetahui tentang bagaimana Allah telah memudahkan hamba-Nya yang tidak bisa
shalat seperti biasanya dengan menggunakan Jama’ dan Qashar. Menjama’ dan
mengqasar shalat adalah keringanan yang diberikan Allah kepada hambanya karena
adanya kondisi yang menyulitkan.Melalui makalah ini penulis mencoba untuk
menguraikan tentang sholat jama’ dan qashar.
Atas selesainya penulisan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang telah memberikan motivasi, serta
teman-teman dan pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan makalah ini
yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Makalah ini tersusun dengan segala keterbatasan ilmu pengetahuan, oleh
karenanya kritik saran serta masukan yang sifatnya membangun sangat diharapkan
sebagai bahan perbaikan makalah ini.Semoga makalah ini dapat memberikan
pencerahan kepada umat Islam dalam beribadah kepada Allah SWT. Jazakumullahu
Khairan Katsiran.

Bandarlampung, 28 September 2023

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................4
1.3 Tujuan..........................................................................................................................4
BAB II.......................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.......................................................................................................................5
2.1 Pengertian Shalat Jama’ dan Shalat Qasar...................................................................3
2.2 Dasar Hukum Pelaksanaan Shalat Jama’ dan Qahar...................................................5
2.3 Syarat- Syarat Yang Diperbolehkan Jama’ Dan Qashar..............................................8
2.4 Tata Cara Melakukan Shalat Jama’ Dan Qashar............................................................11

BAB III....................................................................................................................................12
PENUTUP...............................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan................................................................................................................12
3.2 Saran..........................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Shalat merupakan ibadah yang pertama kali dihisab di akhirat kelak. Shalat
juga dapat dijadikan barometer amal-amal lain seperti diungkapkan dalam sebuah
hadits: “Hal yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat”.

Khalifah Umar bin Al Khattab pernah mengirim surat kepada Gubernur yang
diangkatnya, pesannya, “sesungguhnya tugas kalian sebagai Gubernur yang paling
utama di mataku adalah shalat. Barang siapa memelihara shalat, berarti ia telah
memelihara agamanya. Barang siapa yang lalai terhadap shalatnya, terhadap urusan
lain akan lebih lalai”.

Begitu pentingnya shalat, karena shalat merupakan penentu amal yang lain. Jika
shalatnya baik, maka baik pula amalnya yang lain. Ada juga para ulama yang
mengibaratkan bahwa shalat itu diibaratkan sebagai angka I (satu) sedangkan amal
selain shalat itu diibaratkan angka 0, sehingga jika shalatnya rusak atau bahkan tidak
melakukan shalat maka nilai sama dengan nol walaupun amalnya banyak. Akan tetapi
jika shalatnya baik dan selalu dikerjakan 6maka semua amalnya itu bernilai.

Oleh karena itu, maka shalat tidak boleh ditinggalkan walau bagaimanapun
keadaannya kecuali orang yang haid atau nifas atau keadaan bahaya. Namun ada
beberapa keringanan (rukhsah) bagi orang yang ada dalam perjalanan (musafir) dalam
tata cara pelaksanaan shalat, yaitu dengan cara shalat jama dan shalat qashar. Namun
hal itu juga bukan berarti boleh meninggalkan shalat begitu saja, hanya berpindah
pelaksanaan pada waktu tertentu (yang telah diisyaratkan) dan syarat-syarat tertentu
pula.

Menjama’ dan mengqashar shalat termasuk rukhshah


(kelonggaran/keringanan) yang diberikan Allah SWT kepada hambanya karena
adanya kondisi yang menyulitkan bila shalat dilakukan dalam keadaan biasa. Rukhsah
ini merupakan shodaqoh dari Allah SWT yang dianjurkan untuk diterima dengan
penuh ketawadhu’an.

3
Namun jika ada musafir yang tidak mengqashar shalatnya maka shalatnnya
tetap sah, hanya saja kurang sesuai dengan sunnah karena Nabi saw senantiasa
menjama’ dan mengqashar. shalatnya saat melakukan safar. Dan yang seharusnya
selaku umat muslim harus menerima shodaqoh/keringanan (rukhsah) yang diberikan
oleh Allah kepada hambanya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana latar belakang disyari'atkannya sholat jama' dan qashar?
2. Apa saja syarat-syarat diperbolehkannya melakukan sholat jama' dan qashar?
3. Bagaimana tata cara melaksanakan sholat jama' dan qashar?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui latar belakang disyari'atkannya sholat jama' dan qashar
2. Mengetahui syarat-syarat diperbolehkannya melakukan sholat jama' dan qashar
3. Mengetahui tata cara melaksanakan sholat jama' dan qashar

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Shalat Jama’ Dan Shalat Qashar


1. Shalat Jama’
Shalat jama’ ialah melaksanakan dua shalat wajib dalam satu waktu.Seperti
melaksanakan shalat Dzuhur dan shalat Ashar di waktu Dzuhur. Menjama’ shalat
separti ini dinamakan Jama’ Taqdim. atau melaksanakan shalat dzuhur dan ashar di
waktu Ashar dinamakan Jama’ Ta’khir. Dan melaksanakan shalat Magrib dan shalat
Isya’ bersamaan di waktu sholat Magrib atau melaksanakannya di waktu Isya’.

2. Shalat Qashar
Definisi qashar secara etimologi bahasa arab adalah ringkasan, meringkas.
Adapun definisi qosor menurut terminologi syara’ adalah meringkas sholat fardlu
yang empat raka’at menjadi dua raka’at. Maka biasa yag diqashar hanya sholat
dzuhur, ashar, dan isya’ saja. Sholat qashar adalah sholat yang diringkas dari empat
raka’at menjadi dua raka’at dengan tetap menbaca al-fatihah dan surat. Dengan
demikian, sholat maghrib dan sholat subuh tidak dapat diqashar, karena sholat
maghrib tiga raka’at dan subuh dua raka’at.

2.2 Dasar Hukum Pelaksanaan Shalat Jama’ dam Qashar

1. Shalat Jama’
Shalat jama’ hukumnya boleh bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan
berada dalam keadaan hujan, sakit atau karena ada keperluan lain yang sukar
menghindarinya. Akan tetapi selain dari perjalanan masih diperselisihkan para ulama.
Shalat wajib yang boleh dijama’ ialah shalat dzuhur dengan shalat ashar dan shalat
maghrib dengan shalat isya. Dasarnya hadits Ibnu Abbas:

5
“Rasulullah SAW biasa menjama’ antara shalat dzuhur dengan ashar, apabila beliau
sedang dalam perjalanan dan menjama’ maghrib atau isya”.

Menjama’ shalat isya dengan shubuh tidak boleh atau menjama’ shalat ashar
dengan maghrib juga tidak boleh, sebab menjama’ shalat yang dibenarkan oleh Nabi
SAW hanyalah pada seperti tersebut pada hadits-hadits Ibnu Abbas. Adanya orang
yang menjama’ lima shalat wajib sekaligus pada saat yang sama adalah perbuatan
yang tidak dibenarkan. Orang yang melakukan hal semacam ini biasanya beranggapan
bahwa boleh mengqadha shalat. Padahal shalat wajib yang ditinggalkan oleh seorang
muslim, selain karena haid atau nifas atau keadaan bahaya maka orang itu termasuk
melakukan dosa besar dan shalat wajib yang ditinggalkannya itu tidak dapat diganti
pada waktu yang lain atau diqadha.
Dalil yang menunjukkan disyari’atkannya sholat jama’ antara lain yaitu :
Allah berfirman dalam al qur’an surah an-Nisa’ ayat 103

“Sesunggahnya sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan oleh waktunya atas
orangorang yang beriman ( QS: An-Nisa’ ayat 103 )1 [7], Dan waktu-waktu sholat
ditentukan secara mutawatir maka tidak boleh ditinggalkan”. Hadist yang
diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud, dia berkata “ Aku tidak pernah melihat Rasulullah
SAW sholat diluar waktunya kecuali dua sholat, beliau menggabungkan antara sholat
maghrib dan ‘isya’ di Muzdalifah, dan mengerjakan sholat subuh pada hari itu
sebelum waktunya”.
Shalat Qashar Menqashar sholat dibolehkan dalam al-qur’an, sunnah, dan ijma’.
Adapun dalil al qur’an dalam surah an-Nisa’:101 yaitu :

“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidak lah engkau menqashar
sembahyang (mu), jika kamu takut diserang oleh orang-orang kafir”. Sementara

6
dalam sunnah, terdapat khabar yang mutawatir bahwa rasulullah SAW. Mengqashar
sholatnya di beberapa perjalanan beliau, baik saat haji, umroh, dan berperang.

Perbuatan Rasulullah saw yang diriwayatkan sahabat Anas bin Malik:

“Dari Anas RA. Bahwa sesunggunya Nabi Muhammad saw sholat dzuhur di kota
Madinah empat raka’at (tidak qashar) dan sholat ashar di Dzi al-Hulaifah (miqathaji
penduduk Madinah) dua raka’at (diqashar).

Juga berdasarkan hadist hadist yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah ra.

“Nabi terkadang menqashar sholat dalam perjalanan dan terkadang pula tidak
menqasharnya, juga kadang berpuasa terkadang tidak”. ( Hadist Daraqutsi dan para
perowinya dapat dipercaya ).

Sedangkan dalam ijma’, pendapat para ahli fiqih yang dipegang terpecah
menjadi tiga pendapat: ada yang mengatakan wajib, sunnah, ataupun sekedar
keringanan yang diperselisihkan bagi musafir untuk memilihnya.

Sedangkan dalil yang menunjukkan disyari’atkannya sholat jama’ antara lain


yaitu : Allah berfirman dalam Al qur’an surah an-Nisa’ ayat 103

7
“Sesunggahnya sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan oleh waktunya atas
orangorang yang beriman ( QS: An-Nisa’ ayat 103 ), dan waktu-waktu sholat
ditentukan secara mutawatir maka tidak boleh ditinggalkan.

Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud, dia berkata “ Aku tidak pernah
melihat Rasulullahh SAW shalat diluar waktunya kecuali dua sholat, beliau
menggabungkan antara sholat maghrib dan ‘isya’ di Muzdalifah, dan mengerjakan
sholat subuh pada hari itu sebelum waktunya”.

2.3 Syarat-Syarat Yang Diperbolehkan Jama’ Dan Qashar

1.Shalat Jama’

Bagi seseorang diperbolehkan menjamak (menggabungkan) sholat zuhur dengan asar


dan magrib dengan isya'. Sedangkan shalat subuh tetap harus dilakukan pada waktunya.
Shala jama' dapat dilakukan dengan syarat-syarat:

a) Ketika berada di Arafah dan Muzdalifah


Para ulama' sepakat bahwa menjama' taqdim antara sholat dhuhur dengan shalat
ashar ketika di Arafah dan menjama' ta'khir antara shalat maghrib dengan shalat isya'
di Muzdalifah adalah sunnah. Dalam pendapat yang lain mengatakan bahwa
menjamak taqdim di Arafah maupun Muzdalifah. Berdasarkan hadist dari Abdullah
bin Mas’ud:
“Demi zat yang tiada tuhan selain Dia, Rasulullah tidak pernah mengerjakan satu
sholat pun kecuali tepat pada waktunya selain 2 shalat yang beliau jamak yakni
zuhur dengan ashar di Arafah dan maghrib dengan isya’ di Muzdalifah.”
(Diriwayatkan oleh syaikhan)

b) Ketika dalam keadaan perjalanan

Menjamak dua shalat dalam satu waktu dari kedua shalat itu boleh dilakukan dengan
syarat-syarat berikut:
 Jarak perjalanan tersebut merupakan perjalanan yang dibolehkan mengqashar.
Imam Maliki berkata “Seorang musafir (orang yang sedang bepergian) tidak boleh
menjama’ sholat kecuali jika perjalanannya memberatkan”

8
”Rasulullah menjamak antara shalat Dhuhur dan Ashar bilamana beliau berada
di tengah perjalanan dan menjamak antara Maghrib dan Isya’.(HR. Bukhari)

 Jenis perjalanan yang diperbolehkan menjama’:


a. Menurut ibnu qosim perjalanan ibadah seperti Haji dan perang.
b. Menurut Imam Syafi’i perjalanan yang mubah, bukan perjalanan untuk tujuan
maksiat.

c) Ketika dalam keadaan hujan.

Menurut Imam Syafi’ boleh menjamak bagi yang tidak bepergian namun terdapat
halangan hujan, baik diwaktu siang maupun malam. Sedangkan menurut Malik, boleh
menjamak di waktu malam dan tidak boleh diwaktu siang. Malik juga membolehkan
jamak ketika jalanan berlumpur dimalam hari. Imam Bukhori meriwayatkan: “
Bahwa nabi menjamak sholat maghrib dan isyak disuatu malam yang hujan lebat.”

“Rasulullah pernah menjamak salat zuhur dengan asar, maghrib dengan Isya’ tanpa
ada alasan ketakutan atau turun hujan. Ditanyakan kepada Ibn Abbas: apa maksud
Nabi berbuat demikian itu? Maksudnya untuk tidak membeeratkan ummatnya,’ jawab
Ibnu Abbas” (Hadist Muslim). Ketika dalam keadaan sakit atau udzur dibolehkan
menjamak disebabkan sakit menurut ulama’ Hanbali, Maliki dan Syafi’i. Ulama’
Hanbali memperluas kebolehan menjamak ini hingga boleh juga bagi orang yang
berhalangan (uzur) seperti wanita yang mengeluarkan darah istihadhoh, orang beser
kencing dan dan bagi wanita yang sedang menyusui bila sukar mencuci kain setiap
hendak shalat.

2. Shalat Qashar

Syarat yang membolehkan mengqashar sholat, yaitu :

a) Berniat untuk safar ( bepergian jauh ), dalam niat untuk safar disyaratkan dua
perkara : Pertama, berniat untuk menempuh perjalanan dengan sempurna sejak
mulai awal perjalanannya. Kedua, berhak menentukan niat sendiri, maka tidak

9
cukup memerlukan niat apabila seseorang pengikut tanpa adanya niat oleh orang
yang diikuti. Adapun jarak perjalanan (safar) yang dibolehkan untuk mengqashar
ternyata ulama berbeda pendapat. Ada ulama yang berpendapat jarak minimal 1
farsakh atau tiga mil, ada yang minimal 3farsakh, ada yang berpendapat safar
minimal harus sehari-semalam, bahkan ada yang berpendapat tidak ada jarak dan
waktu yang pasti karena sangat tergantung pada kondisi fisik, psikis serta keadaan
sosiologis dan lingkungan masyarakat. Jika memang perjalanan tersebut berat dan
menyulitkan maka ada keringanan dan kelonggran (rukhsah)berupa shalat jama’
dan qashar. Sebab maksud pemberian rukhsah adalah untuk mehilangkan beban
dan kesulitan. Ada riwayat yang mengatakan dari shahabat Anas bin Malik, bahwa
Rasulullah Saw mengqashar shalat dalam perjalanan yang berukuran 3 mil atau 1
farsakh.

“Dari Syu’bah dari Yahya bin Yazid Al-Hanaiy, ia berkata : Aku pernah bertanya
kepada Anas tentang mengqashar shalat, lalu ia menjawab, “Adalah Rasulullah
SAW apabila bepergian sejauh tiga mil atau tiga farsakh, maka beliau shalat dua
reka’at”. (Syu’bah ragu, tiga mil atau tiga farsakh” (HR. Muslim, Ahmad, Abu
Dawud dan Baihaqi)

“Adapun Rasulullah SAW bila bepergian sejauh satu farsakh, maka beliau
mengqashar Shalat”(HR. Sa’id bin Manshur. Dan disebutkan oleh Hafidz dalam
at-Talkhish, ia mendiamkan adanya hadits ini, sebagai tanda mengakuinya)
Para ulama juga berbeda pendapat berapa lama perjalanan yang membolehkan
musafir melaksanakan sholat jama’ dan qashar.
Imam Malik, As-Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa maksimal 3 hari bagi
muhajirin yang akan mukim (tinggal) di tempat tersebut. Sementara ada juga yang
berpendapat maksimal 4 hari, 10 hari (Muttafaq ‘alayh, dari Anas bin Maliik), 12
hari (H.R. Ahmad, dari ‘imran), 15 hari (pendapat Abu Hanifah), 17 hari, dan 19
hari (muttafaq ‘alayh, dari Ibn ‘Abbas).
Jika diperlihatkan secara seksama pada hadis-hadis dari para sahabat di atas,
umumnya mereka menceritakan sholat safar sesuai dengan keadaan dan perspektif

10
mereka masing-masing. Inilah yang kemudian dipahami oleh para Imam Madzhab
sehingga mereka berbeda pendapat dalam batasan jarak dan waktu kebolehan
shalat jama’ dan qashar. Dari pendapat yang ada, yang lebih kuat adalah pendapat
yang menyatakan bahwa selama berstatus sebagai musafir biasa (bukan musafir
perang) dan tidak tinggal lebih dari 19 hari di satu tempat tersebut, maka masih
diberikan keringanan untuk menjama’-qashar shalatnya. tetapi Kalau musafir
perang, maka boleh menjama’-qashar shalatnya selama masih dalam suasana
perang.

b) Ketentuan qashar tidak berlaku pada perjalanan maksiat

Mayoritas ulama’ membolehkan mengqashar sholat bagi mereka yang


melakukan perjalanan yang sifatnya mendekatkan diri pada Allah SWT, seperti
dalam perjalanan haji,umroh dan jihad. Atau yang mubah seperti perjalanan untuk
perdagangan, menjenguk keluarga, dan sebagainya. Akan tetapi qoshor tidak
berlaku bagi orang yang melakukan perjalanan maksiat seperti merampok,
memerangi sesama muslim, dan sebagainya.

c) Seorang musafir ketika sholat tidak boleh makmum kepada orang yang mukim
Seorang musafir ketika sholat tidak boleh makmum kepada orang yang
mukim, atau musafir itu yang menyempurnakan sholatnya.Maka jika seseorang
melakukannya, dia wajib menyempurnakn sholatnya, walaupun saat menjadi
makmum ketika sedang tasyahud akhir. Sedangkan menurut Hanafiyah, apabila
bersamanya imam tidak mendapatkan raka’at secara sempurna, maka sholatnya
secara qashar.

Adapun seorang yang bermukim boleh menjadi makmum orang yang


bermusafir, dan bagi musafir hendaknya memberi tahukan bahwa ia akan
menqashar sholatnya, sehingga orang yang bermukim menyempurnakan sholatnya.

2.4 Tata Cara Melakukan Shalat Jama’ Dan Qashar

Dalam menggabungkan dua shalat dianjurkan cukup dengan satu adzan dan
dua kali iqomat untuk tiap-tiap sholatnya.
1. Shalat Jama’

11
Jama’ itu ada 2 cara yakni:
a. Jama’ Taqdim yaitu menjamak shalat diwaktu sholat yang pertama. Contohnya
menjamak sholat zuhur dan ashar diwaktu zuhur dan menjamak sholat maghrib dan
isya’ diwaktu maghrib. Tata caranya yaitu:
 Sholat diwaktu yang pertama.(dhuhur sebelum ashar atau maghrib sebelum
isya’)
 Berniat jama’ taqdim pada sholat pertama agar berbeda dari sholat-sholat
biasa.
 Berturut-turut dalam mengerjakan diantara keduanya sehingga antara
keduanya tidak berselang lama, yakni lebih kurang selama dua rakaat
ringan tetapi diantara kedua sholat itu diperbolehkan bersuci, adzan dan
iqomah. Ketentuan ini berlaku bagi jamak taqdim, sedangkan untuk jamak
ta’khir tidak berlaku.
 Kedua sholat dilakukan secara tertib, yakni dimulai dengan sholat pertama
terlebih dahulu (dhuhur atau maghrib) yakni:

Contoh:

a) Berniat salat duhur dengan jamak takdim. Bila dilafalkan yaitu:

“ Saya niat salat salat duhur empat rakaat digabungkan dengan salat asar dengan
jamak takdim karena Allah Ta’ala”

b) Takbiratul ihram

c) Salat duhur empat rakaat seperti biasa.

d) Salam 5.

Berdiri lagi dan berniat salat yang kedua (ashar), jika dilafalkan sebagai
berikut; “ Saya niat salat asar empat rakaat digabungkan dengan salat duhur
dengan jamak takdim karena Allah ta’ala.”

e) Takbiratul Ihram

12
f) Salat ashar empat rakaat seperti biasa.

g) Salam.

b. Jama’ Ta’khir yaitu menjamak shalat di waktu shalat yang kedua. Contohnya:
menjama’ sholat zuhur dan asar diwaktu ashar dan menjama’ sholat maghrib dan isya’
diwaktu isya’. Tata caranya yaitu :

1. Sholat dilakukan diwaktu yang kedua (ashar atau isya’)


2. Berniat sejak waktu yang pertama bahwa ia akan melakukan sholat pertama itu
diwaktu yang kedua, supaya ada maksud yang keras untuk mengerjakan shalat yang
pertama dan tidak ditinggalkan begitu saja.
3. Sholat yang dilakukan terlebih dahulu adalah sholat ashar atau isya’ terlebih dahulu,
baru kemudian sholat dhuhur atau maghrib dan biasa juga dilakukan sholat dhuhur
atau maghrib terlebih dahulu, baru kemudian sholat asar atau isya’.

Contoh:

a. Berniat menjamak salat magrib dengan jama’ ta’khir. Bila dilafalkan yaitu: “
Saya niat salat magrib tiga rakaat digabungkan dengan salat ‘isya dengan
jamak ta’khir karena Allah Ta’ala”
b. Takbiratul ihram
c. Salat magrib tiga rakaat seperti biasa.
d. Salam. 5. Berdiri lagi dan berniat salat yang kedua (‘isya), jika dilafalkan
sebagai berikut;

“Saya berniat salat ‘isya empat rakaat digabungkan dengan salat magrib
dengan jamak ta’khir karena Allah Ta’ala.”

e. Takbiratul Ihram

f. Salat ‘isya empat rakaat seperti biasa

g. Salam

13
c. Shalat Qashar, adapun tata cara sholat qashar itu tidak ada bedanya dengan sholat dua
raka’at yang lainnya, karena qashar hanya meringkas sholat yang empat raka’at menjadi dua
raka’at . Pada prinsipnya, pelaksanaan shalat qashar sama dengan shalat biasa hanya saja
berbeda pada niat raka’atnya dijadikan dua raka’at dan tidak ada tasyahud awal. Jadi setelah
dua raka’at kemudian melakukan tasyahud akhir dan salam. Niat dhuhur yang di qashar :

“Aku tunaikan shalat fardhu dzuhur, diqashar karena Allah Ta’ala”.

d.Jama’ dan Qashar apabila seseorang telah memenuhi syarat – syarat di atas, maka
diperbolahkan mengerjakan shalat dengan cara jama’ dan qashar sekaligus yaitu
menggabungkan dua shalat fardhu dalam satu waktu sambil meringkas rakaatnya

. Tata caranya yaitu :

1. Mengerjakan shalat dhuhur dua rakaat, pada rakaat yang kedua langsung membaca
tasyahud akhir kemudian salam.

2. Kemudian setelah salam berdiri kembali untuk mengerjakan shalat ashar 2 rakaat
kemudian salam.

Niat shalat jama’ taqdim qashar:

“Saya tunaikan dzuhur diringkas 2 raka’at dijama’ taqdim dengan shalat ashar,
sekaligus diqashar, karena Allah Ta’ala”.

Niat shalat jama’ takhir qashar:

“Saya tunaikan shalat fardhu isya dua rakaat, dijama’ takhir dengan maghrib
sekaligus diqashar karena Allah Ta’ala”.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari paparan di atas kami dari kelompok 4 mengambil kesimpulan :

1. Shalat jama’ dan qashar adalah keringanan (rukhsah) yang diberikan Allah kepada
hambanya, yang harus diterima oleh umat muslim sebagai shodaqah dari Allah SWT.
Shalat yang dapat di jama’ adalah semua shalat fardhu kecuali sholat subuh.Dan shalat
yang dapat di qashar adalah semua shalat fardhu yang empat rakaat yaitu shalat isya’,
dhuhur dan ashar.

2. Hal-hal yang membolehkan jama’ dan qashar ada beberapa hal, yaitu : Safar
(Bepergian), Hujan, Sakit, Keperluan (kepentingan) Mendesak.

3.Dalam persoalan jarak safar, para ulama’ berbeda pendapat. Ada ulama yang
berpendapat jarak minimal 1 farsakh atau tiga mil, ada yang minimal 3farsakh, ada
yang berpendapat safar minimal harus sehari-semalam, bahkan ada yang berpendapat
tidak ada jarak dan waktu yang pasti karena sangat tergantung pada kondisi fisik,
psikis serta keadaan sosiologis dan lingkungan masyarakat.

3.2 Saran

15
Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan untuk penulisan
makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Mawardi. (2000). "Adab al-Qadi: Islamic Legal and Judicial System." Translated by Wafaa
H. Wahba. Garnet Publishing Ltd.

Al-Qaradawi, Yusuf. (1990). "The Lawful and the Prohibited in Islam." American Trust
Publications.

Al-Sabuni, Muhammad Ali. (2004). "The Praying Muslim's Companion." Darussalam


Publishers.

Al-Shawkani, Muhammad ibn Ali. (2007). "Nayl al-Awtar: Sharh Muntaqal-Akhbar fi Ahkam
al-Iftar." Dar Ihya al-Turath al-Arabi.

Al-Tirmidhi, Imam. (2007). "Sunan al-Tirmidhi." Darussalam Publishers.

Ibn Qudamah al-Maqdisi. (1999). "Al-Mughni." Dar al-Kotob al-Ilmiyah.

16

Anda mungkin juga menyukai