Anda di halaman 1dari 16

Makalah Sholat Jama Qhosor

Dibuat Untuk Melengkapi Tugas Dari Ibu Dosen

Dr. Ir. Hayatun Nofrida , M.P

Manajemen Pelatihan Penyuluhan

OLEH

Ahmad Padri ( 2216.0006 ) ( BPI )

Managemen Pelatihan Penyuluhan

Dr. Ir. Hayatun Nofrida , M.P

Semester 4

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


BUMI SILAMPARI

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT kami panjatkan, karena atas hidayah, karunia serta
limpahan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sebagai mana mestinya. Makalah
yang berjudul “Sholat Jama’ dan Qashar” ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu
fiqih dengan pembimbing Ibu Dosen Dr. Ir. Hayatun Nofrida , M.P
Islam dibangun dengan lima pilar. Salah satu pilarnya adalah shalat.Karenanya shalat
merupakan tiang agama. Ketika seorang meninggalkan shalat ia disebut penghancur agama tetapi
sebalikya ketika ia melaksanakan shalat dengan sebaik-baiknya maka ia disebut sebagai penegak
agama. Bila ada yang memiliki udzur, maka tetap wajib mendirikan shalat dengan mengambil
rukhshah (keringanan dari Allah) agar mereka tetap shalat di saat kondisi apa pun. Dan sudah
seharusnya kita mengetahui tentang bagaimana Allah telah memudahkan hamba-Nya yang tidak
bisa shalat seperti biasanya dengan menggunakan Jama’ dan Qashar. Menjama’ dan mengqasar
shalat adalah keringanan yang diberikan Allah kepada hambanya karena adanya kondisi yang
menyulitkan.Melalui makalah ini penulis mencoba untuk menguraikan tentang sholat jama’ dan
qashar.
Atas selesainya penulisan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada kedua orang tua yang telah memberikan motivasi, serta teman-teman dan pihak-
pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan makalah ini yang tidak bisa disebutkan satu
persatu.
Makalah ini tersusun dengan segala keterbatasan ilmu pengetahuan, oleh karenanya kritik
saran serta masukan yang sifatnya membangun sangat diharapkan sebagai bahan perbaikan
makalah ini.Semoga makalah ini dapat memberikan pencerahan kepada umat Islam dalam
beribadah kepada Allah SWT. Jazakumullahu Khairan Katsiran.

Lubuklinggau,22 Maret 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

SAMPU

L.......................................................................................................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................................................................i
BAB I.............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................................................5
C. Tujuan...................................................................................................................................................5
BAB II............................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN............................................................................................................................................6
A. Pengertian Shalat Jama’ Dan Shalat Qashar.........................................................................................6
B. Dasar Hukum Pelaksanaan Shalat Jama’ dam Qashar..........................................................................6
C. Syarat- Syarat Yang Diperbolehkan Jama’ Dan Qashar......................................................................9
D. Tata Cara Melakukan Shalat Jama’ Dan Qashar..................................................................................9
BAB III........................................................................................................................................................15
PENUTUP....................................................................................................................................................15
A. Kesimpulan.......................................................................................................................................15
B. Saran..................................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………… 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Shalat merupakan ibadah yang pertama kali dihisab di akhirat kelak. Shalat juga dapat
dijadikan barometer amal-amal lain seperti diungkapkan dalam sebuah hadits:
“Hal yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat”.
Khalifah Umar bin Al Khattab pernah mengirim surat kepada Gubernur yang
diangkatnya, pesannya, “sesungguhnya tugas kalian sebagai Gubernur yang paling utama di
mataku adalah shalat. Barang siapa memelihara shalat, berarti ia telah memelihara agamanya.
Barang siapa yang lalai terhadap shalatnya, terhadap urusan lain akan lebih lalai”.
Begitu pentingnya shalat, karena shalat merupakan penentu amal yang lain. Jika
shalatnya baik, maka baik pula amalnya yang lain. Ada juga para ulama yang mengibaratkan
bahwa shalat itu diibaratkan sebagai angka I (satu) sedangkan amal selain shalat itu diibaratkan
angka 0, sehingga jika shalatnya rusak atau bahkan tidak melakukan shalat maka nilai sama
dengan nol walaupun amalnya banyak. Akan tetapi jika shalatnya baik dan selalu dikerjakan
6maka semua amalnya itu bernilai.
Oleh karena itu, maka shalat tidak boleh ditinggalkan walau bagaimanapun keadaannya
kecuali orang yang haid atau nifas atau keadaan bahaya. Namun ada beberapa keringanan
(rukhsah) bagi orang yang ada dalam perjalanan (musafir) dalam tata cara pelaksanaan shalat,
yaitu dengan cara shalat jama dan shalat qashar. Namun hal itu juga bukan berarti boleh
meninggalkan shalat begitu saja, hanya berpindah pelaksanaan pada waktu tertentu (yang telah
diisyaratkan) dan syarat-syarat tertentu pula.
Menjama’ dan mengqashar shalat termasuk rukhshah (kelonggaran/keringanan) yang
diberikan Allah SWT kepada hambanya karena adanya kondisi yang menyulitkan bila shalat
dilakukan dalam keadaan biasa. Rukhsah ini merupakan shodaqoh dari Allah SWT yang
dianjurkan untuk diterima dengan penuh ketawadhu’an.
Namun jika ada musafir yang tidak mengqashar shalatnya maka shalatnnya tetap sah,
hanya saja kurang sesuai dengan sunnah karena Nabi saw senantiasa menjama’ dan mengqashar

1
shalatnya saat melakukan safar. Dan yang seharusnya selaku umat muslim harus menerima
shodaqoh/keringanan (rukhsah) yang diberikan oleh Allah kepada hambanya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana latar belakang disyari'atkannya sholat jama'?


2. Apa saja syarat-syarat diperbolehkannya melakukan sholat jama'?
3. Bagaimana tata cara melaksanakan sholat jama'?

C. Tujuan

1. Mengetahui latar belakang disyari'atkannya sholat jama'


2. Mengetahui syarat-syarat diperbolehkannya melakukan sholat jama'
3. Mengetahui tata cara melaksanakan sholat jama'

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Shalat Jama’ Dan Shalat Qashar


1. Shalat Jama’
Shalat jama’ ialah melaksanakan dua shalat wajib dalam satu waktu.Seperti
melaksanakan shalat Dzuhur dan shalat Ashar di waktu Dzuhur. Menjama’ shalat separti ini
dinamakan Jama’ Taqdim. atau melaksanakan shalat dzuhur dan ashar di waktu Ashar
dinamakan Jama’ Ta’khir. Dan melaksanakan shalat Magrib dan shalat Isya’ bersamaan di waktu
sholat Magrib atau melaksanakannya di waktu Isya’.
2. Shalat Qashar
Definisi qashar secara etimologi bahasa arab adalah ringkasan, meringkas. Adapun definisi
qosor menurut terminologi syara’ adalah meringkas sholat fardlu yang empat raka’at menjadi
dua raka’at. Maka biasa yag diqashar hanya sholat dzuhur, ashar, dan isya’ saja. Sholat qashar
adalah sholat yang diringkas dari empat raka’at menjadi dua raka’at dengan tetap menbaca al-
fatihah dan surat. Dengan demikian, sholat maghrib dan sholat subuh tidak dapat diqashar,
karena sholat maghrib tiga raka’at dan subuh dua raka’at.

B. Dasar Hukum Pelaksanaan Shalat Jama’ dam Qashar


1. Shalat Jama’
Shalat jama’ hukumnya boleh bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan berada dalam
keadaan hujan, sakit atau karena ada keperluan lain yang sukar menghindarinya. Akan tetapi
selain dari perjalanan masih diperselisihkan para ulama. Shalat wajib yang boleh dijama’ ialah
shalat dzuhur dengan shalat ashar dan shalat maghrib dengan shalat isya. Dasarnya hadits Ibnu
Abbas:
- ‫اء‬GG‫رب والعش‬GG‫ع بين المغ‬GG‫ير ويجم‬GG‫ر س‬GG‫ان على ظه‬GG‫ر إذا ك‬GG‫كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يجمع بين صالة الظهر والعص‬
‫رواه البخاري‬
“Rasulullah SAW biasa menjama’ antara shalat dzuhur dengan ashar, apabila beliau sedang
dalam perjalanan dan menjama’ maghrib atau isya”.

3
Menjama’ shalat isya dengan shubuh tidak boleh atau menjama’ shalat ashar dengan
maghrib juga tidak boleh, sebab menjama’ shalat yang dibenarkan oleh Nabi SAW hanyalah
pada seperti tersebut pada hadits-hadits Ibnu Abbas. Adanya orang yang menjamin lima shalat
wajib sekaligus pada saat yang sama adalah perbuatan yang tidak dibenarkan. Orang yang
melakukan hal semacam ini biasanya beranggapan bahwa boleh mengqadha shalat. Padahal
shalat wajib yang ditinggalkan oleh seorang muslim, selain karena haid atau nifas atau keadaan
bahaya maka orang itu termasuk melakukan dosa besar dan shalat wajib yang ditinggalkannya
itu tidak dapat diganti pada waktu yang lain atau diqadha.
Dalil yang menunjukkan disyari’atkannya sholat jama’ antara lain yaitu :
Allah berfirman dalam al qur’an surah an-Nisa’ ayat 103
‫َفِإَذ ا َقَض ْيُتْم الَّص اَل َة َفاْذ ُك ُرْو اَهللا ِقَياًم ا َو ُقُعْو ًدا َو َع َلي ُج ُنْو ِبُك ْم َفِإَذ ااْطَم ْأ َنْنُتْم َفَأ ِقْيُم ْو ا الّص اَل َة‬
‫ِإَّن الّص اَل َة َكاَنْت َع َلي اْلُم ْؤ ِمِنْيَن ِكَتاًبا َم ْو ُقْو ًتا‬
Sesunggahnya sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan oleh waktunya atas orang-
orang yang beriman ( QS: An-Nisa’ ayat 103 )1[7],
Dan waktu-waktu sholat ditentukan secara mutawatir maka tidak boleh ditinggalkan.
Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud, dia berkata “ Aku tidak pernah melihat
Rasulullah SAW sholat diluar waktunya kecuali dua sholat, beliau menggabungkan antara
sholat maghrib dan ‘isya’ di Muzdalifah, dan mengerjakan sholat subuh pada hari itu sebelum
waktunya”.
2. Shalat Qashar
Menqashar sholat dibolehkan dalam al-qur’an, sunnah, dan ijma’. Adapun dalil al qur’an
dalam surah an-Nisa’:101 yaitu :

‫َو ِإَذ اَض َر ْبُتْم ِفي االَء ْر ِض َفَلْيَس َع َلْيُك ْم ُجنَاٌح َأن َتْقُص ُرْو اِم َن الَّص َلٰو ِة ِاْن ِخ ْفُتْم َأْن َيْفِتَنُك ُم اَّل ِذ ْيَن‬
.‫َكَفُرْو ا‬
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidak lah engkau menqashar sembahyang
(mu), jika kamu takut diserang oleh orang-orang kafir”. ( QS: An-Nisa’ ayat 101 )
Sementara dalam sunnah, terdapat khabar yang mutawatir bahwa rasulullah SAW.
Mengqashar sholatnya di beberapa perjalanan beliau, baik saat haji, umroh, dan berperang.
1

4
Perbuatan Rasulullah saw yang diriwayatkan sahabat Anas bin Malik:
‫لم َص َّلي الُّظْه َر ِباْلَم ِد ْيَن ِة َأْر َبًع ا َو َص َّلي اْلَع ْص َر ِب ِذ اْلُح َلْيَف ِة‬G‫ه وس‬G‫ َأَّن َر ُسْو َل صلى هللا علي‬, ‫َع ْن َأَنٍس‬
‫َر ْك َع َتْيِن‬
“Dari Anas RA. Bahwa sesunggunya Nabi Muhammad saw sholat dzuhur di kota Madinah
empat raka’at (tidak qashar) dan sholat ashar di Dzi al-Hulaifah (miqathaji penduduk Madinah)
dua raka’at (diqashar).
Juga berdasarkan hadist hadist yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah ra.
‫( رواه الدار‬ ‫َأَّن الَّنِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َّس َلْم َك اَن َيْقُصُر الَّص اَل َة ِفي الَّس َفِر َو ُيِتُّم َو َيُصْو ُم َو ُيْفِط ُر‬
) ‫طقني ورجاله ثقات‬
“Nabi terkadang menqashar sholat dalam perjalanan dan terkadang pula tidak
menqasharnya, juga kadang berpuasa terkadang tidak”. ( Hadist Daraqutsi dan para perowinya
dapat dipercaya ).
Sedangkan dalam ijma’, pendapat para ahli fiqih yang dipegang terpecah menjadi tiga
pendapat: ada yang mengatakan wajib, sunnah, ataupun sekedar keringanan yang diperselisihkan
bagi musafir untuk memilihnya.
Sedangkan dalil nyang menunjukkan disyari’atkannya sholat jama’ antara lain yaitu :
Allah berfirman dalam Al qur’an surah an-Nisa’ ayat 103
‫َفِإَذ ا َقَض ْيُتْم الَّص اَل َة َفاْذ ُك ُرْو اَهللا ِقَياًم ا َو ُقُعْو ًدا َو َع َلي ُج ُنْو ِبُك ْم َفِإَذ ااْطَم ْأ َنْنُتْم َفَأ ِقْيُم ْو ا الّص اَل َة‬
‫ِإَّن الّص اَل َة َكاَنْت َع َلي اْلُم ْؤ ِمِنْيَن ِكَتاًبا َم ْو ُقْو ًتا‬
“Sesunggahnya sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan oleh waktunya atas orang-
orang yang beriman ( QS: An-Nisa’ ayat 103 ), dan waktu-waktu sholat ditentukan secara
mutawatir maka tidak boleh ditinggalkan.
Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud, dia berkata “ Aku tidak pernah melihat
Rasulullahh SAW shalat diluar waktunya kecuali dua sholat, beliau menggabungkan antara
sholat maghrib dan ‘isya’ di Muzdalifah, dan mengerjakan sholat subuh pada hari itu sebelum
waktunya”.

5
C. SYARAT- SYARAT YANG DIPERBOLEHKAN JAMA’ DAN QASHAR
1.Shalat Jama’
Bagi seseorang diperbolehkan menjamak (menggabungkan) sholat zuhur dengan asar
dan magrib dengan isya'. Sedangkan shalat subuh tetap harus dilakukan pada waktunya. Shalat
jama' dapat dilakukan dengan syarat-syarat:
a) Ketika berada di Arafah dan Muzdalifah
Para ulama' sepakat bahwa menjama' taqdim antara sholat dhuhur dengan shalat ashar
ketika di Arafah dan menjama' ta'khir antara shalat maghrib dengan shalat isya' di Muzdalifah
adalah sunnah. Dalam pendapat yang lain mengatakan bahwa menjamak taqdim di Arafah
maupun Muzdalifah. Berdasarkan hadist dari Abdullah bin Mas’ud:
“Demi zat yang tiada tuhan selain Dia, Rasulullah tidak pernah mengerjakan satu saolat
pun kecuali tepat pada waktunya selain 2 shalat yang beliau jamak yakni zuhur dengan ashar di
Arafah dan maghrib dengan isya’ di Muzdalifah.” (Diriwayatkan oleh syaikhan)
b) Ketika dalam keadaan perjalanan
Menjamak dua shalat dalam satu waktu dari kedua shalat itu boleh dilakukan dengan
syarat-syarat berikut:
 Jarak perjalanan tersebut merupakan perjalanan yang dibolehkan mengqashar. Imam
Maliki berkata “Seorang musafir (orang yang sedang bepergian) tidak boleh
menjama’ sholat kecuali jika perjalanannya memberatkan”

‫كَاَنَر ُس واُل لَّلِهَيْج َم ُع َبْيَنَص اَل ِةالُّظْهِرَو اْلَع ْص ِرِإَذ اَك اَنَع َلىَظْهِرَس‬
‫ْيٍرَو َيْج َم ُع َبْيَناْلَم ْغ ِرِبَو اْلِع َش اِء‬
”Rasulullah menjamak antara shalat Dhuhur dan Ashar bilamana beliau berada di tengah
perjalanan dan menjamak antara Maghrib dan Isya’.(HR. Bukhari)
 Jenis perjalanan yang diperbolehkan menjama’:
a. Menurut ibnu qosim perjalanan ibadah seperti Haji dan perang.
b.Menurut Imam Syafi’i perjalanan yang mubah, bukan perjalanan untuk tujuan
maksiat.
c) Ketika dalam keadaan hujan

6
Menurut Imam Syafi’ boleh menjamak bagi yang tidak bepergian namun terdapat halangan
hujan, baik diwaktu siang maupun malam. Sedangkan menurut Malik, boleh menjamak di waktu
malam dan tidak boleh diwaktu siang. Malik juga membolehkan jamak ketika jalanan berlumpur
dimalam hari. Imam Bukhori meriwayatkan: “ Bahwa nabi menjamak sholat maghrib dan isyak
disuatu malam yang hujan lebat.”
“Rasulullah pernah menjamak salat zuhur dengan asar, maghrib dengan Isya’ tanpa ada
alasan ketakutan atau turun hujan. Ditanyakan kepada Ibn Abbas: apa maksud Nabi berbuat
demikian itu? Maksudnya untuk tidak membeeratkan ummatnya,’ jawab Ibnu Abbas” (Hadist
Muslim).
d) Ketika dalam keadaan sakit atau udzur
Dibolehkan menjamak disebabkan sakit menurut ulama’ Hanbali, Maliki dan Syafi’i.
Ulama’ Hanbali memperluas kebolehan menjamak ini hingga boleh juga bagi orang yang
berhalangan (uzur) seperti wanita yang mengeluarkan darah istihadhoh, orang besar kencing dan
dan bagi wanita yang sedang menyusui bila sukar mencuci kain setiap hendak shalat.
2. Shalat Qashar
Syarat yang membolehkan mengqashar sholat, yaitu :
a) Berniat untuk safar ( bepergian jauh ), dalam niat untuk safar disyaratkan dua perkara :
Pertama, berniat untuk menempuh perjalanan dengan sempurna sejak mulai awal perjalanannya.
Kedua, berhak menentukan niat sendiri, maka tidak cukup memerlukan niat apabila seseorang
pengikut tanpa adanya niat oleh orang yang diikuti.
Adapun jarak perjalanan (safar) yang dibolehkan untuk mengqashar ternyata ulama
berbeda pendapat. Ada ulama yang berpendapat jarak minimal 1 farsakh atau tiga mil, ada yang
minimal 3farsakh, ada yang berpendapat safar minimal harus sehari-semalam, bahkan ada yang
berpendapat tidak ada jarak dan waktu yang pasti karena sangat tergantung pada kondisi fisik,
psikis serta keadaan sosiologis dan lingkungan masyarakat. Jika memang perjalanan tersebut
berat dan menyulitkan maka ada keringanan dan kelonggran (rukhsah)berupa shalat jama’ dan
qashar. Sebab maksud pemberian rukhsah adalah untuk mehilangkan beban dan kesulitan.
Ada riwayat yang mengatakan dari shahabat Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Saw
mengqashar shalat dalam perjalanan yang berukuran 3 mil atau 1 farsakh.
‫ َك اَن َر ُسْو ُل ِهللا ص ِاَذ ا َخ َر َج َم ِس ْيَر َة َثَالَثِة َاْمَياٍل َاْو‬: ‫ َس َأْلُت َاَنًسا َع ْن َقْص ِر الَّص َالِة َفَقاَل‬: ‫َع ْن ُش ْع َبَة َع ْن َيْح َيى ْبِن َيِز ْيِد ْالَهَناِئّي َقاَل‬
‫َثَالَثِة َفَر اِس َخ َص َّلىَ ْك َع َتْيِن‬

7
“Dari Syu’bah dari Yahya bin Yazid Al-Hanaiy, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada
Anas tentang mengqashar shalat, lalu ia menjawab, “Adalah Rasulullah SAW apabila bepergian
sejauh tiga mil atau tiga farsakh, maka beliau shalat dua reka’at”. (Syu’bah ragu, tiga mil atau
tiga farsakh” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Baihaqi)
‫َك اَن َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ِإَذ ا َس اَفَر َفَر اَس ًخ ا ُيَقِّصُر الَّص َالة‬
“Adapun Rasulullah SAW bila bepergian sejauh satu farsakh, maka beliau mengqashar
Shalat”(HR. Sa’id bin Manshur. Dan disebutkan oleh Hafidz dalam at-Talkhish, ia mendiamkan
adanya hadits ini, sebagai tanda mengakuinya)
Para ulama juga berbeda pendapat berapa lama perjalanan yang membolehkan musafir
melaksanakan sholat jama’ dan qashar.
Imam Malik, As-Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa maksimal 3 hari bagi muhajirin
yang akan mukim (tinggal) di tempat tersebut. Sementara ada juga yang berpendapat maksimal 4
hari, 10 hari (Muttafaq ‘alayh, dari Anas bin Maliik), 12 hari (H.R. Ahmad, dari ‘imran), 15 hari
(pendapat Abu Hanifah), 17 hari, dan 19 hari (muttafaq ‘alayh, dari Ibn ‘Abbas).
Jika diperlihatkan secara seksama pada hadis-hadis dari para sahabat di atas, umumnya
mereka menceritakan sholat safar sesuai dengan keadaan dan perspektif mereka masing-masing.
Inilah yang kemudian dipahami oleh para Imam Madzhab sehingga mereka berbeda pendapat
dalam batasan jarak dan waktu kebolehan shalat jama’ dan qashar. Dari pendapat yang ada, yang
lebih kuat adalah pendapat yang menyatakan bahwa selama berstatus sebagai musafir biasa
(bukan musafir perang) dan tidak tinggal lebih dari 19 hari di satu tempat tersebut, maka masih
diberikan keringanan untuk menjama’-qashar shalatnya. tetapi Kalau musafir perang, maka boleh
menjama’-qashar shalatnya selama masih dalam suasana perang.
b) Ketentuan qashar tidak berlaku pada perjalanan maksiat
Mayoritas ulama’ membolehkan mengqashar sholat bagi mereka yang melakukan perjalanan
yang sifatnya mendekatkan diri pada Allah SWT, seperti dalam perjalanan haji, umroh dan
jihad. Atau yang mubah seperti perjalanan untuk perdagangan, menjenguk keluarga, dan
sebagainya. Akan tetapi qoshor tidak berlaku bagi orang yang melakukan perjalanan maksiat
seperti merampok, memerangi sesama muslim, dan sebagainya.
c) Seorang musafir ketika sholat tidak boleh makmum kepada orang yang mukim
Seorang musafir ketika sholat tidak boleh makmum kepada orang yang mukim, atau musafir itu
yang menyempurnakan sholatnya.Maka jika seseorang melakukannya, dia wajib

8
menyempurnakn sholatnya, walaupun saat menjadi makmum ketika sedang tasyahud
akhir.Sedangkan menurut Hanafiyah, apabila bersamanya imam tidak mendapatkan raka’at
secara sempurna, maka sholatnya secara qashar.
Adapun seorang yang bermukim boleh menjadi makmum orang yang bermusafir, dan bagi
musafir hendaknya memberi tahukan bahwa ia akan menqashar sholatnya, sehingga orang yang
bermukim menyempurnakan sholatnya.

D. TATA CARA MELAKUKAN SHALAT JAMA’ DAN QASHAR

Dalam menggabungkan dua shalat dianjurkan cukup dengan satu adzan dan dua kali
iqomat untuk tiap-tiap sholatnya.
1. Shalat Jama’
Jama’ itu ada 2 cara yakni:
a. Jama’ Taqdim yaitu menjamak shalat diwaktu sholat yang pertama. Contohnya menjamak
sholat zuhur dan ashar diwaktu zuhur dan menjamak sholat maghrib dan isya’ diwaktu maghrib.
Tata caranya yaitu:
1. Sholat diwaktu yang pertama.(dhuhur sebelum ashar atau maghrib sebelum isya’)
2. Berniat jama’ taqdim pada sholat pertama agar berbeda dari sholat-sholat biasa.
3. Berturut-turut dalam mengerjakan diantara keduanya sehingga antara keduanya tidak
berselang lama, yakni lebih kurang selama dua rakaat ringan tetapi diantara kedua sholat itu
diperbolehkan bersuci, adzan dan iqomah. Ketentuan ini berlaku bagi jamak taqdim, sedangkan
untuk jamak ta’khir tidak berlaku.
4. Kedua sholat dilakukan secara tertib, yakni dimulai dengan sholat pertama terlebih dahulu
(dhuhur atau maghrib) yakni:
Contoh:
a.Berniat salat duhur dengan jamak takdim. Bila dilafalkan yaitu:
‫اصلى فرضى الظهر اربع ركعات مجموعا بالعصر جمع تقديم هلل تعالى‬
” Saya niat salat salat duhur empat rakaat digabungkan dengan salat asar dengan jamak
takdim karena Allah Ta’ala”
b.Takbiratul ihram
c. Salat duhur empat rakaat seperti biasa.

9
d.Salam
5. Berdiri lagi dan berniat salat yang kedua (ashar), jika dilafalkan sebagai berikut;
“ Saya niat salat asar empat rakaat digabungkan dengan salat duhur dengan jamak takdim
karena Allah ta’ala.”
e. Takbiratul Ihram
f. Salat ashar empat rakaat seperti biasa.
g. Salam
b. Jama’ Ta’khir yaitu menjamak shalat di waktu shalat yang kedua. Contohnya: menjama’
sholat zuhur dan asar diwaktu ashar dan menjama’ sholat maghrib dan isya’ diwaktu isya’.
Tata caranya yaitu :
1. Sholat dilakukan diwaktu yang kedua (ashar atau isya’)
2. Berniat sejak waktu yang pertama bahwa ia akan melakukan sholat pertama itu diwaktu
yang kedua, supaya ada maksud yang keras untuk mengerjakan shalat yang pertama dan tidak
ditinggalkan begitu saja.
3. Sholat yang dilakukan terlebih dahulu adalah sholat ashar atau isya’ terlebih dahulu, baru
kemudian sholat dhuhur atau maghrib dan biasa juga dilakukan sholat dhuhur atau maghrib
terlebih dahulu, baru kemudian sholat asar atau isya’.
Contoh:
a. Berniat menjamak salat magrib dengan jama’ ta’khir. Bila dilafalkan yaitu:
“ Saya niat salat magrib tiga rakaat digabungkan dengan salat ‘isya dengan jamak ta’khir
karena Allah Ta’ala”
b. Takbiratul ihram
c. Salat magrib tiga rakaat seperti biasa.
d. Salam.
5. Berdiri lagi dan berniat salat yang kedua (‘isya), jika dilafalkan sebagai berikut;
‫اصلى فرض العشاء اربع ركعات مجموعا باالمغرب جمع تاخير هلل تعالى‬

“ Saya berniat salat ‘isya empat rakaat digabungkan dengan salat magrib dengan jamak
ta’khir karena Allah Ta’ala.”
e. Takbiratul Ihram
f. Salat ‘isya empat rakaat seperti biasa

10
g. Salam
c. Shalat Qashar,adapun tata cara sholat qashar itu tidak ada bedanya dengan sholat dua
raka’at yang lainnya, karena qashar hanya meringkas sholat yang empat raka’at menjadi dua
raka’at
Pada prinsipnya, pelaksanaan shalat qashar sama dengan shalat biasa hanya saja berbeda
pada niat raka’atnya dijadikan dua raka’at dan tidak ada tasyahud awal. Jadi setelah dua raka’at
kemudian melakukan tasyahud akhir dan salam.
Niat dhuhur yang di qashar :
‫نويت اصلى فرض الظهر مقصورة هلل تعالى‬

Aku tunaikan shalat fardhu dzuhur, diqashar karena Allah Ta’ala”.10

d.Jama’ dan Qashar apabila seseorang telah memenuhi syarat – syarat di atas, maka
diperbolahkan mengerjakan shalat dengan cara jama’ dan qashar sekaligus yaitu menggabungkan
dua shalat fardhu dalam satu waktu sambil meringkas rakaatnya.
Tata caranya yaitu :
1. Mengerjakan shalat dhuhur dua rakaat, pada rakaat yang kedua langsung membaca tasyahud
akhir kemudian salam.
2. Kemudian setelah salam berdiri kembali untuk mengerjakan shalat ashar 2 rakaat kemudian
salam.

Niat shalat jama’ taqdim qashar:


‫اصلى فرض العصر ركعتين مجموعا بالظهر جمع تقديم قصرا هلل تعالى‬
“Saya tunaikan dzuhur diringkas 2 raka’at dijama’ taqdim dengan shalat ashar, sekaligus
diqashar, karena Allah Ta’ala”.

Niat shalat jama’ takhir qashar:


‫اصلى فرض العشاء ركعتين مجمعوعا بالمغرب جمع قاخو قصرا هلل تعالى‬
“Saya tunaikan shalat fardhu isya dua rakaat, dijama’ takhir dengan maghrib sekaligus
diqashar karena Allah Ta’ala”.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari paparan di atas kami dari kelompok 5 mengambil kesimpulan :
1. Shalat jama’ dan qashar adalah keringanan (rukhsah) yang diberikan Allah kepada hambanya,
yang harus diterima oleh umat muslim sebagai shodaqah dari Allah SWT. Shalat yang dapat di
jama’ adalah semua shalat fardhu kecuali sholat subuh.Dan shalat yang dapat di qashar adalah
semua shalat fardhu yang empat rakaat yaitu shalat isya’, dhuhur dan ashar.
2. Hal-hal yang membolehkan jama’ dan qashar ada beberapa hal, yaitu : Safar
(Bepergian), Hujan, Sakit, Keperluan (kepentingan) Mendesak.
3. Dalam persoalan jarak safar, para ulama’ berbeda pendapat. Ada ulama yang berpendapat
jarak minimal 1 farsakh atau tiga mil, ada yang minimal 3farsakh, ada yang berpendapat safar
minimal harus sehari-semalam, bahkan ada yang berpendapat tidak ada jarak dan waktu yang
pasti karena sangat tergantung pada kondisi fisik, psikis serta keadaan sosiologis dan lingkungan
masyarakat.

B. Saran
Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan untuk penulisan makalah di
kesempatan-kesempatan berikutnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Syakir Jamaluddin. sholat sesuai tuntunan Nabi SAW mengupas kontroversi hadis sekitar
sholat. LPPI UMY.
DR. Ahmad Hatta, MA. Tafsir Qur’an perkata, 2009. Magfirah Pustaka.
http://makalahcyber.blogspot.com/search/label/Makalah%20Pendidikan
Ar-Rahbawi , Abdul qodir. 2008. Salat Empat Madzhab. Bogor : PT Pustaka Litera
AntarNusa
Kamal, Abu malik bin As-Sayyid Salim. 2006. Shahih Fikih Sunnah. Jakarta : Pustaka Azam
Rasjid, Sulaiman. 1983. Fiqh Islam. Jakarta: Attahiriyyah
Rusyd, Ibnu. 2006. Bidayatul Mujtahidin. Jakarta : Pustaka Azam
Dalam fiqih islam cetakan ke-2
Arfan, Abbas.Fiqh Ibadah. Malang : UIN Maliki Press 2011
Az-Zuhaili, Wahban. fiqih islam wa adillatuhu, depok: Gema Insani. 2010
Al qur’an dan terjemah, Departemen Agama: Menara Kudus. 1997
Abdul Aziz Muhammad Azzam. FIQIH IBADAH. Abdul Aziz sayyed Hawwas. Jakarta:
amzah. 2009. Hlm 288
Muhammad Baghir al-Habsy, FIKIH PRAKTIS :MENURUT AL QUR’AN, AS-SUNNAH DAN
PEDAPAT PARA ULAMA’. Bandung: Mizan Media utama. 2002. Hlm 208
Ahmad Yaman, Panduan Lengkap Sholat Menurut Empat Madzhab, Jakarta: Pustaka Al-
Kaustar. 2005. Hlm 283

13

Anda mungkin juga menyukai