Anda di halaman 1dari 12

Kata Pengantar

Alhamdulillah puji syukur penulis memanjatkan kehadirat Allah SWT

yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah ini. Semoga Allah SWT meridhoi-Nya. Aamiin

Makalah ini membahas tentang “ASAL-USUL HALAL BIHALAL.”

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya

makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang

yang membaca dan mempelajarinya.

Dalam penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan

dan keterbatasan yang dikarenakan keterbatasan pemahaman dan pengetahuan

yang dimiliki oleh kami. Oleh karena itu, kami memohon maaf yang sebesar-

besarnya serta mengharapkan masukan dan kritik yang membangun.

Dengan hormat dan kerendahan hati, kami berharap semoga makalah ini

bisa bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya serta

dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Akhir kata hanya kepada Allah SWT kami memohon supaya apa yang

telah dikerjakan selama ini menjadi amal yang bernilai ibadah. Amin

Yarabalalamin.

1
Daftar Isi

Kata Pengantar ........................................................................................................ 1


Daftar Isi.................................................................................................................. 2
BAB I : PENDAHULUAN ..................................................................................... 2
A. Latar Belakang ................................................................................................. 2
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 4
D. Manfaat Penulisan .............................................................................................. 5
BAB II : PEMBAHASAN ...................................................................................... 6
A. Pengertian Halal Bihalal .................................................................................. 6
B. Asal-usul Halal Bihalal .................................................................................... 6
C. Filosofi Halal Bihalal ....................................................................................... 8
D. Keutamaan Halal Bihalal ................................................................................. 8
BAB III : KESIMPULAN..................................................................................... 11
A. Kesimpulan .................................................................................................... 11
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

2
Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya akan tradisi dan adat

istiadat. Sebagian tradisi tersebut ada yang masih murni dan ada yang sudah

mengalami perubahan bentuk, seperti dimasuki oleh unsur-unsur keagamaan.

Penduduk di Indonesia merupakan mayoritas umat Islam di dunia. Oleh karena

itu, Indonesia memiliki beraneka ragam tradisi keagamaan yang tidak

ditemukan di negara Islam lainnya. Di antaranya seperti kenduri (selamatan),

tahlilan, qasidah, shalawatan, dan halal bihalal.

Halal bihalal merupakan suatu tradisi yang unik dan meruakan ciri khas

yang tidak dimiliki umat Islam selain di Indonesia. Acara halal bihalal

dilakukan pada bulan Syawal setelah shalat idul fitri. Meskipun pelaksanaan

halal bihalal berbeda-beda antar suku, akan tetapi tujuannya sama yaitu untuk

menjalin silaturahim dan sikap saling memaafkan dengan yang lainnya.

Di dalam Al-Quran dan Hadits tidak disebutkan secara jelas tentang istilah

halal bihalal. Hal ini bukan berarti halal bihalal termasuk ajaran Islam yang

ilegal. Akan tetapi nilai-nilai ajara dan praktik dalam halal bihalal memiliki

dasar hukum yang kuat dalam al-Quran dan hadis. Dalam surat Al-Hujurat ayat

13 yang dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia untuk saling mengenal

berbagai bangsa dan suku.

ُ َ‫مَمنَذك ٍرَوأُنثىَوجع ْلنا ُك ْم‬


َّ ‫شعُوبًاَوقبائِلَ ِلتعارفُواَ ِإ َّنَأ ْكرَم ُك ْمَ ِعند‬
َ‫ََّللاَِأتْقا ُك ْم‬ ِ ‫اسَ ِإنَّاَخل ْقنا ُك‬
ُ َّ‫يَاَأيُّهاَالن‬
﴾١٣﴿َ‫ير‬ َّ ‫ِإ َّن‬
ٌ ‫ََّللاَع ِلي ٌمَخ ِب‬

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dalam


keadaan sama, dari satu asal: Adam dan Hawâ'. Lalu kalian Kami jadikan,
dengan keturunan, berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kalian saling
mengenal dan saling menolong. Sesungguhnya orang yang paling mulia
derajatnya di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian.

3
Allah sungguh Maha Mengetahui segala sesuatu dan Maha Mengenal, yang
tiada suatu rahasia pun tersembunyi bagi-Nya.”
Tradisi yang sering dilaksanakan setelah Shalat Idul Fitri ini semakin

menjamur dan tidak hanya dihadirin oleh umat Islam, melainkan juga

masyarakat pada umumnya dalam bingkai kekeluargaan, ikatan tertentu,

kesamaan profesi, ataupun lembaga. Dalam acara tersebut, masyarakat

membaur satu sama lain tanpa membedabedakan status agama, suku dan ras,

baik itu dari Sumatra, Jawa, Madura, maupun Cina dan dari suku atau ras

lainnya. Dipilihnya Masjid sebagai Aula atau tempat acara berlangsung, juga

semakin menambah keterkarikan peneliti bagaimana selanjutnya interaksi

mereka.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Apa pengertian Halal Bihalal?

2. Bagaimana asal-usul Halal Bihalal?

3. Bagaimana filosofis Halal Bihalal?

4. Apa keutamaan Halal Bihalal?

C. Tujuan Penulisan

Dalam makalah ini penulis mempunyai beberapa tujuan yang ingin

dicapai, yaitu:

1. Untuk mengetahui pengertian Halal Bihalal

2. Untuk mengetahui asal-usul Halal Bihalal

4
3. Untuk mengetahui filosofis Halal Bihalal

4. Untuk mengetahui keutamaan Halal Bihalal

D. Manfaat Penulisan

Hasil penulisan ini dimaksudkan agar bermanfaat dan menambah

wawasan keilmuan, khususnya tentang halal bihalal.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Halal Bihalal

Halal bihalal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, memiliki makna hal

maaf memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa bulan Ramadhan, yang

biasa diadakan dalam sebuah tempat oleh sekelompok orang. Acara halal

bihalal dilakukan pada bulan Syawal setelah shalat idul fitri. Meskipun

pelaksanaan halal bihalal berbeda-beda antar suku, akan tetapi tujuannya sama

yaitu untuk menjalin silaturahim dan sikap saling memaafkan dengan yang

lainnya.

Halal bihalal menurut Quraish Shihab ialah kata majemuk yang terdiri atas

pengulangan kata halal, yang di tengahnya terdapat satu huruf (kata

penghubung) yaitu ba’ (baca/bi). Tujuan hahal bihalal adalah menciptakan

keharmonisan antara sesama. Kata “halal” biasanya dihadapkan dengan kata

haram. Haram adalah sesuatu yang terlarang sehingga pelanggarannya

berakibat dosa dan mengundang siksa. Sementara halal adalah sesuatu yang

diperbolehkan dan tidak mengundang dosa.

Dengan demikian dalam halal bihalal adalah suatu tradisi berkumpul

sekelompok orang Islam di Indonesia untuk saling memaafkan satu sama lain

yang biasanya dilaksanakan pada bulan Syawal, setelah shalat idul fitri.

B. Asal-usul Halal Bihalal

6
Di Mekkah dan Madinah, tradisi halal bihalal tidak dikenal. Karena itu,

bisa dikatakan halal bihalal made in Indonesia atau ciptaan umat Islam

Indonesia atau dalam bahasa Prof. Dr. Quraish Shihab adalah hasil pribumisasi

ajaran Islam di tengah masyarakat Asia Tenggara.

Konon, tradisi halal bihalal pertama kali dirintis oleh Mangkunegara I, lahir

08 April 1725, yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa. Saat itu,

untuk menghemat waktu, tenaga, pikiran dan biaya, setelah shalat Idul Fitri,

Pangeran Sambernyawa mengadakan pertemuan antara raja dengan para

punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana. Dalam budaya Jawa,

seseorang yang sungkem kepada orang yang lebih tua adalah suatu perbuatan

yang terpuji. Tujuan sungkem adalah sebagai lambang penghormatan dan

permohonan maaf.

Sumber lainnya adalah tradisi halal bihalal lahir bermula pada masa

revolusi kemerdekaan, di mana Belanda datang lagi. Saat itu, kondisi Indonesia

sangat terancam dan membuat sejumlah tokoh menghubungi Soekarno pada

bulan Puasa 1946, agar bersedia di hari raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan

Agustus menggelar pertemuan dengan mengundang seluruh komponen

revolusi. Tujuannya adalah agar lebaran menjadi ajang saling memaafkan dan

menerima keragaman dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa.

Kemudian, Presiden Soekarno menyetujui dan dibuatlah kegiatan halal

bihalal yang dihadiri tokoh dan elemen bangsa sebagai perekat hubungan

silaturahmi secara nasional. Sejak saat itu, semakin maraklah tradisi halal

bihalal dan tetap dilestarikan oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu

7
media untuk mempererat persaudaraan bagi keluarga, tetangga, rekan kerja dan

umat beragama.

C. Filosofi Halal Bihalal

Istilah ‘halal bi halal’ ini khas budaya Indonesia dalam mengemas kegiatan

keagamaan.

Filosofinya, bahwa orang yang punya salah dan bermusuhan itu sedang

melakukan yang haram kepada yang lain sehingga perlu dihalalkan dan saling

menghalalkan antara anak bangsa sehingga tak ada haram dan dosa antar

sesama serta kembali pada kerukunan dan kesatuan.

Memang istilah halal bi halal ini tidak dikenal di Arab dan tak lumrah

dalam susunan bahasa Arab. Namun kalau mau membuka hadits riwayat

Muslim, kita akan menemukan makna halal sebagai memaaafkan. Rasulullah

SAW bersabda, “Man kanat 'indahu madzlimatun falyuhallilhu

minha” (Barang siapa yang berbuat dzalim maka hendaknya

dimaafkan/dihalalkan). Halal itu dibolehkan dengan menghalalkan kepada

yang lain.

D. Keutamaan Halal Bihalal

Halal bi halal tersebut dimaksudkan untuk saling bermaaf-maafan atas

segala dosa dan kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja, sebagaimana

firman Allah SWT:

ْ ‫ضَع ِن‬
َ‫َالجا ِه ِلين‬ ِ ‫ََالع ْفوَوأْ ُم ْرَ ِب ْالعُ ْر‬
ْ ‫فَوأع ِْر‬ ْ ‫ُخ ِذ‬

8
“Jadilah pemaaf dan anjurkanlah orang berbuat baik, serta jangan pedulikan

orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A`raf: ayat 199).

Maksud ayat di atas adalah, walaupun amal ibadah kita sudah diterima oleh

Allah SWT, namun apabila kita mempunyai kesalahan terhadap seseorang,

Allah SWT tidak akan memaafkan dosa kita tersebut, kecuali seseorang

tersebut memaafkan dosa kita. Dan di hari akhirat kelak, orang yang belum

sempat meminta maaf semasa hidupnya kepada yang dihinakannya itu, mereka

akan membayar amal jariahnya kepada orang yang disakitinya tersebut,

setimpal dengan dosanya.

Rasulullah SAW bersabda :

ُ ََّ‫انَإِال‬
‫غ ِفرَل ُهماَقَبْلَأ ْنَي ْفت ِرقا‬ ِ ‫اَم ْنَ ُم ْس ِلمي ِْنَي ْلت ِقي‬
ِ ‫انَفيتصافح‬ ِ ‫م‬

“Dua orang Muslim yang bertemu, lalu keduanya saling berjabat tangan,

niscaya dosa keduanya diampuni oleh Allah sebelum mereka berpisah.” (HR.

Abu Dawud).

Keutamaan dalam menyambung silaturahim dalam Islam di antaranya :

1. Dicatat disisi Allah SWT sebagai orang yang beriman. sebagaimana dalam

hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra ia berkata: Rasulullah saw

bersabda:

ِ ‫آلخ ِرَف ْلي‬


” ُ‫ص ْلَرَ ِحم َه‬ ِ ْ‫َوم ْنَكَانَيُؤْ ِمنُ َبِاهللَِواْلي ْو ِمَا‬,ُ‫آلخ ِرَف ْليُ ْك ِر ْمَضيْفه‬
ِ ْ‫“ م ْنَكانَيُؤْ ِمنُ َبِاهللَِواْلي ْو ِمَا‬

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka
hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir maha hendaklah ia menyambung hubungan
silaturahmi”

2. Dipanjangkan umurnya dan diluaskan rizqinya. Rasulullah SAW bersabda:

9
ِ ‫ىَر ْزقِ ِهَويُ ْنسأَلهَُفِىَأث ِرهَِف َْلي‬
ُ ‫ص ْلَر ِحم َه‬ ِ ِ‫م ْنَأحبَّ َأ ْنَيُبْسطَلهَُف‬

“Barangsiapa yang senang diluaskan rizqinya dan dipanjangkan

umurnya, maka hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi”

3. Dijauhkan dari neraka. Rasulullah SAW bersabda :

ْ ‫الََيدْ ُخل‬
ِ ‫َُالجنَّةَق‬
َ‫اط ٌع‬

“Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan (silaturahmi)” (HR

Bukhari dan Muslim)

Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya ketika saling

berjumpa di hari Ied mereka mengucapkan: Taqabbalallahu Minna Wa Minka

(Semoga Allah menerima amal ibadah saya dan amal ibadah Anda). (HR Imam

Ahmad dalam Al Mughni (3/294).

10
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tentang asal-usul halal bihalal, maka penulis

dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. halal bihalal adalah suatu tradisi berkumpul sekelompok orang Islam di

Indonesia untuk saling memaafkan satu sama lain yang biasanya

dilaksanakan pada bulan Syawal, setelah shalat idul fitri.

2. Asal-usul tradisi halal bihalal lahir bermula pada masa revolusi

kemerdekaan, di mana Belanda datang lagi. Saat itu, kondisi Indonesia

sangat terancam dan membuat sejumlah tokoh menghubungi Soekarno

pada bulan Puasa 1946, agar bersedia di hari raya Idul Fitri yang jatuh pada

bulan Agustus menggelar pertemuan dengan mengundang seluruh

komponen revolusi. Tujuannya adalah agar lebaran menjadi ajang saling

memaafkan dan menerima keragaman dalam bingkai persatuan dan

kesatuan bangsa.

3. Filosofi halal bihalal adalah bahwa orang yang punya salah dan

bermusuhan itu sedang melakukan yang haram kepada yang lain sehingga

perlu dihalalkan dan saling menghalalkan antara anak bangsa sehingga tak

ada haram dan dosa antar sesama serta kembali pada kerukunan dan

kesatuan.

4. Keutamaan halal bihalal di antaranya, dicatat sebagai orang yang beriman,

dipanjangkan umur dan diluaskan rizqinya, dan dijauhkan dari api neraka.

11
Daftar Pustaka

Shihab, M. Quraish. 2001. Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu


dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung : Mizan
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Pusat Bahasa.
Zulfikar, Eko. 2018. Tradisi Halal Bihalal dalam Perspektif Al-Qur’an dan
Hadis. Jurnal Studi Al-Qur’an

12

Anda mungkin juga menyukai