Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TUHAN DALAM PANDANGAN FILSAFAT YUNANI KUNO

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Umum

Dosen Pengampu:

Neuis Marpu’ah, M.M.Pd.

Disusun oleh:

Mutia Azzahra (19.03.2382)

Sabila Aulia Nurul Islam (19.03.2341)

Sinta Rosalia (19.03.2353)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PERSATUAN ISLAM BANDUNG

1442 H/2020 M
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Filsafat Umum tentang “Tuhan dalam
Pandangan Filsafat Yunani Kuno”.
Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah ilmiah ini bermanfaat dan memberikan informasi terhadap pembaca

Bandung, Desember 2020

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................2

C. Tujuan Masalah.............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Filsafat Yunani Kuno.......................................................................3

B. Tuhan Dalam Pandangan Filsafat Yunani Kuno...........................................5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................10

B. Saran............................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama dan filsafat adalah dua kekuatan yang mewarnai dunia. Agama
pada pokoknya adalah iman (hati, rasa), sedangkan filsafat pada dasarnya rasio
(akal). Oleh karena itu, wajarlah bila perkembangan budaya selalu dilatar
belakangi oleh pergaulan antara akal dan hati, antara rasio dan iman, antara agama
dan filsafa. Bangsa Yunani sangat patuh dengan agama mereka yaitu
penyembahan terhadap dewa-dewi olymphus serta mengimani segala mitosnya.
Pada zaman ini, iman (agama) mendominasi, hingga datanglah periode Thales dan
para filosofis yang lebih mengedepankan akal daripada hati/iman, agama atau
iman lambat laun tergeser dominasinya oleh akal yang membuat kacau dengan
merelatifkan kebenaran.

Pada periode kacau ini manusia adalah ukuran semua kebenaran relatif,
teori sains diragukan, kaidah agama dicurigai, apalagi para penggagas relativisme
yaitu para sofis sangat berpengaruh pada periode ini. Mereka dijadikan guru, haki,
dan amat dekat berhubungan dengan para kalangan bangsawan athena, jadi bisa
dipastikan bisa kacaulah orang-orang athena.

Hingga datanglah Socrates, seorang filosof yang meyakini agama (lihat


pembelaannya melalui apologia) ia membawa orang-orang athena kembali
meyakini agama mereka yang dulu serta meyakinkan bahwa tidak semua
kebenaran itu relatif namun ada kebenaran yang umum yaitu definisi (pengertian
umum) namun ajarannya harus dibayar dengan kematian karena tuduhan kaum
sofis yang menganggap ia perusak mental pemuda athena. Muridnya Plato
melanjutkan perjuangan gurunya melawankaum sofis dengan membenarkan
kebenaran umum namanya idea, idea telah ada sebelum adanya manusia,

1
tempatnya di alam idea, lalu hantaman terbesar bagi para sofis adalah Aristoteles,
murid Plato yang menulis kepalsuan logika para sofis. Dalam periode ini keadaan
hegemoni berubah lagi, akal dan hati, rasio dan iman, agama dan filsafat sama-
sama menang. Kaidah agama diterima kembali demikian pun kaidah filsafat.

B. Rumusan Masalah

Maka rumusan masalah yang didapat yaitu:


1. Bagaimana sejarah filsafat Yunai kuno?
2. Bagaimana Tuhan dalam pandangan filsafat Yunani kuno?

C. Tujuan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka tujuan masalahnya yaitu:


1. Untuk mengetahui sejarah filsafat Yunani kuno
2. Untuk mengetahui Tuhan dalam pandangan filsafat Yunani kuno

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Filsafat Yunani Kuno

Orang yunani yang hidup pada abad ke-6 SM mempunyai sistem


kepercayaan bahwa segala sesuatunya harus diterima sebagai sesuatu yang
bersumber pada mitos atau dongeng-dongeng. Artinya suatu kebenaran lewat akal
pikir (logis) tidak berlaku, yang berlaku hanya suatu kebenaran yang bersumber
dari mitos (dongeng-dongeng).

Setelah abad ke-6 SM muncul sejumlah ahli pikir yang menentang adanya
mitos. Mereka menginginkan adanya pertanyaan tentang isteri alam semesta ini,
jawabannya dapat diterima akal (rasional). Keadaan yang demikian ini sebagai
suatu demitiologi, artinya suatu kebangkitan pemikiran untuk menggunakan akal
pikir dan meninggalkan hal-hal yang sifatnya mitologi.upaya para ahli pikir untuk
mengarahkan kepada suatu kebebasan berfikir , ini kemudian banyak orang
mencoba membuat suatu konsep yang dilandasi kekuatan akal pikir secara murni,
maka timbullah peristiwa ajaib The Greek Miracle yang artinya dapat dijadikan
sebagai landasan peradaban dunia.

Pelaku filsafat adalah akal dan musuhnya adalah hati. Pertentangan antara
akal dan hati itulah pada dasarnya isi sejarah filsafat. Di dalam sejarah filsafat
kelihatan akal pernah menang, pernah kalah, hati pernah berjaya, juga pernah
kalah, pernah juga kedua-duanya sama sama-sama menang. Diantara keduanya ,
dalam sejarah, telah terjadi pergugumulan berebut dominasi dalam mengendalikan
kehidupan manusia.

Yang dimaksud dengan akal disini ialah akal logis yang bertempat di
kepala, sedangkan hati adalah rasa yang kira-kira bertempat di dalam dada.akal

3
itulah yang menghasilkan pengethauan logis yang disebut filsafat, sedangkan hati
pada dasarnya menghasilkan pengetahuan supralogis yang disebut pengetahuan
mistik, iman termasuk disini. Ciri umum filsafat yunani adalah rasionalisme yang
dimana mencapai puncaknya pada orang-orang sofis.

Dalam sejarah filsafat biasanay filsafat yunani dimajukan sebagai pangkal


sejarah filsafat barat, karena dunia barat (Erofa Barat) dalam alam pikirannya
berpangkal kepada pemikiran yunani. Pada masa itu ada keterangan-keterangan
tentang terjadinya alam semesta serta dengan penghuninya, akan tetapi keterangan
ini berdasarkan kepercayaan. Ahli-ahli pikir tidka puas akan keterangan itu lalu
mencoba mencari keterangan melalui budinya. Mereka menanyakan dan mencari
jawabannya apakah sebetulnya alam itu. Apakah intisarinya? Mungkin yang
beraneka warna ynag ada dalam alam ini dapat dipulangkan kepada yang satu.
Mereka mencari inti alam, dengan istilah mereka: mereka mencari arche alam
(arche dalam bahasa yunani yang berarti mula, asal).

Terdapat tiga faktor yang menjadikan filsafat yunani ini lahir, yaitu:

1. Bangsa yunani yang kaya akan mitos (dongeng), dimana mitos dianggap
sebagai awal dari uapaya orang untuk mengetahui atau mengerti. Mitos-
mitos tersebut kemudian disusun secara sistematis yang untuk sementara
kelihatan rasional sehingga muncul mitos selektif dan rasional, seperti
syair karya Homerus, Orpheus dan lain-lain.
2. Karya sastra yunani yang dapt dianggap sebagai pendorong kelahiran
filsafat yunani, karya Homerous mempunyai kedudukan yang sangat
penting untuk pedoman hidup orang-orang yunani yang didalamnya
mengandung nilai-nilai edukatif.
3. Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari Babylonia (Mesir) di
lembah sungai Nil, kemudian berkat kemampuan dan kecakapannya ilmu-
ilmu tersebut dikembangkan sehingga mereka mempelajarinya tidak
didasrkan pada aspek praktis saja, tetapi juga aspek teoritis kreatif.

4
Dengan adanya ketiga faktor tersebut, kedudukan mitos digeser oleh logos
(akal), sehingga setelah pergeseran tersebut filsafat lahir.

Periode yunani kuno ini lazim disebut periode filsafat alam. Dikatakan
demikian, karena pada periode ini ditandai dengan munculnya para ahli pikir
alam, dimana arah dan perhatian pemikirannya kepada apa yang diamati
sekitarnya.mereka membuat pertanyaan-pertanyaan tentang gejala alam yang
bersifat filsafati (berdasarkan akal pikir) dan tidak berdasarkan pada mitos.
Mereka mencari asas yang pertama dari alam semesta (arche) yang sifatnya
mutlak, yang berada di belakang segala sesuatu yang serba berubah.

Para pemikir filsafat yunani yang pertama berasal dari Miletos, sebuah
kota perantauan Yunani yang terletak di pesisir Asia Kecil. Mereka kagum
terhadap alam yang oleh nuansa dan ritual dan berusaha mencari jawaban tas apa
ynag ada di belakang semua materi itu.

B. Tuhan Dalam Pandangan Filsafat Yunani Kuno

Pada mulanya, manusia menciptakan satu Tuhan yang merupakan


penyebab pertama bagi segala sesuatu dan penguasa langit dan bumi1. Dalam
konteks hidup para filsuf yunani kuno ketika mulai berfilsafat tentang Tuhan
Mereka hidup dalam masyarakat yang sudah beragama yaitu agama yunani kuno.
Dalam masyarakat yunani kuno ditemukan keberadaan agama rakyat popular
dengan kebaktian kultis pada dewa-dewa pluralis yang masing-masing
dihubungkan dengan satu aspek dari alam . Perkembangan pemikiran filsafat pada
abad Yunani kuno bisa dikatakan, bahwa telah banyak filosof yang mulai berfikir
keberadaan sesuatu yang menggerakan kehidupan atau dzat pencipta.Kegelisahan
pemikiran yang semakin hari semakin berkembang sehingga terbawalah ke arus
pencarian tuhan walaupun Keberadaan tuhan menjadi perdebatan antara orang

1
Karen Armstrong, sejarah Tuhan, terj, (Bandung; Mizan, 2009) cet. xiii, hal. 27

5
anti-tuhan dengan orang pro-tuhan, sehingga banyak logika berkembang untuk
membuktikan keberadaan tuhan.

Tuhan dalam kepercayaan masyarakat Yunani kuno, lebih cendrung


menganut faham politeisme, yaitu mempercayai banyak Tuhan atau dewa.Dari
situlah mereka menggambarkan dewa atau Tuhan seperti manusia, inilah yang
disebut antropomorfisme.Diantara Tuhan-Tuhan itu adalah Hides, Posaidon,
Athena, Apollo, hermes dan masih banyak lagi kelompok-kelompok Tuhan yang
disembah dan diangungkan dalam kelompok mereka2

Agama mereka membawa mereka pada sikap hidup tunduk pada nasib.
Keberadaan kuil dan imam tidak terpisahkan dari keseharian hidup. Mitologi
berperan besar. Mitologi itu dijumpai dalam karya Homerus (800 – 750 SM)
berjudul “Illiad.

” Dewa-dewa yang dikisahkan di sana merupakan pribadi-pribadi yang


memiliki fisik dan mempunyai daya atau kekuatan yang hidup beserta kehendak,
yang bekerja dalam hidup manusia dan menentukan nasibnya dari atas. Dewa-
dewa itu digambarkan sebagai makhluk hidup seperti manusia (yang bisa tidur,
takut ,perselisihan, rumor, keadilan, cinta, dsb). Manusia hanyalah instrumen di
tangan-tangan daya-daya ilahi yang jumlahnya tak terbilang dan tidak bisa tidak
untuk menundukkan dirinya pada daya-daya ilahi yang kekal yang banyak
berhubungan dengan manusia. Para dewa itu yang memerintah hidup manusia.
Suatu daya ilahi dapat tunduk pada dewa-dewa lain yang sederajat kekuasaannya
pada tatanannya. Umat manusia seperti medan pertempuran pasif dari pengaruh-
pengaruh ilahi yang saling bertarung dan berkonflik.”

Berikut pandangan para tokoh-tokoh Filasafat mengenai tuhan ;

2
Charles Seignobos, Sejarah Peradaban Dunia Kuno, terj, (Yogyakarta; Indoleterasi, 2014), hal.
109

6
1. Thales (624-546 SM)

Ia mengajukan prinsip dari segala sesuatu ialah air. Akan tetapi, dia pula
yang menyatakan: “Segala sesuatu dipenuhi oleh dewa-dewa.” Lantas, bagaimana
dua hal itu dapat dimengerti? Ketika Thales, Anaximander, Anaximenes mulai
berspekulasi tentang prinsip di balik segala sesuatu yang bergerak di dunia, sudah
ada dewa-dewa yang diakui oleh orang yunani. Para filsuf tersebut tinggal
mewarisi apa yang disajikan oleh para “penyair teologis” tentang dewa-dewa itu.
Thales, Anaximenes, Anaximander, dst. berhadapan dengan gambaran-gambaran
imajinatif yang ada pada “Tuhan”-nya Homerus. Bisa dimengerti bahwa
pengertian “Tuhan” pada para filsuf itu pun masih mengandung muatan religius
(agama yunani) seperti yang bersumber dari mitologi Homerus. Meskipun Para
filsuf yunani kuno mencari jawaban atas soal-soal seperti: apakah kodrat atau
hakikat dari dunia, apakah substansi ensensial dari segala sesuatu, apakah prinsip
tersembunyi dari segala gerakan sejauh bisa dilihat dan disentuh, dan apakah awal
dan tujuan akhir dunia ini, namun mereka masih mengalami kesulitan
merekonsiliasikan interpretasi religius atas dunia dengan interpretasi filosofis
mereka. Para filsuf tersebut mengakui apa yang diakui dalam agama yunani soal
nasib bahwa di balik suatu keharusan ada suatu hukum dan di belakang nasib ada
suatu kehendak. Di sisi lain dalam filsafat mereka mereka mengakui adanya
pengertian tentang sebab pertama atau prinsip yang merupakan penjelasan valid
universal atas segalanya baik yang sudah maupun yang akan datang. Manusia
ketika menggunakan kehendaknya untuk memilih, ia seperti terbebas dari
belenggu nasib. Akan tetapi, masih sulit bagi manusia untuk bebas karena dewa-
dewa yunani adalah sosok-sosok yang kasar-kejam.

2. Plato (429-347 SM)

Ia mengajukan gagasan bahwa sesuatu yang sungguh-sungguh ada adalah sesuatu


yang niscaya (necessary), dapat dimengerti (intelligible), tidak material
(immaterial), dan tidak berubah (immutable). Itu adalah Idea yang dipandangnya
sebagai realitas itu sendiri. Idea ini abadi. Memang sesuatu itu ketika semakin

7
real, semakin ilahi sehingga Idea-idea abadi patut disebut ilahi. Idea yang
dominan adalah Idea Kebaikan. Kebaikan dikatakan oleh Plato sebagai:
“Pengarang universal dari segala yang indah dan benar, orang tua cahaya dan tuan
atas cahaya dalam dunia yang tampak, dan dalam sumber langsung dari akal budi
dan kebenaran dalam intelek; dan ini adalah daya yang padanya orang yang akan
bertindak secara rasional baik dalam hidup publik maupun privat harus
mengarahkan perhatiannya.” Plato tidak pernah menyebut Kebaikan sebagai
tuhan. Idea bukan pribadi, apalagi jiwa. Ia itu suatu intelligible cause. Akan tetapi,
para dewa adalah lebih rendah dibandingkan Idea-idea. Suatu tuhan haruslah suatu
individu yang hidup yang memiliki semua atribut fundamental dari sebuah Idea.

Jiwa manusia sendiri memiliki atribut dasariah dari Idea sehingga ia


adalah tuhan. Ia lebih daripada banyak dewa di Olimpus yang bukan Idea, yang
tidak dianggap serius oleh Plato. Seorang filsuf merupakan suatu jiwa manusiawi
yang mengingat keabadiannya dan berperilaku seperti menjadi seorang dewa.
Yang dimaksud dewa-dewa di sini bukan dewa-dewa dari tatanan personal,
melainkan prinsip-prinsip filosofis dari tatanan hal-hal. Agama sejati menurut
Plato bisa berkata seperti Thales: “Segala sesuatu adalah penuh dengan dewa.”
Plato bisa menemukan prinsip filosofis Idea, namun ia tidak bisa menyangkal
keberadaan dewa-dewa. Pengakuannya akan keberadaan dewadewa itu seperti
pembenarannya atas mitologi yunani yang juga berperan banyak dalam mitos-
mitos Plato. Keberadaan dewa-dewa adalah sudah sangat tua dan merupakan
warisan walaupun terbuks terhadap sejumlah pembenaran rasional. Pembenaran
rasional yang disumbangkan Plato: setiap waktu kita melihat yang hidup dan
bergerak, yang dipercepat dari dalam oleh suatu kekuatan operasi spontan, dan
karena setiap jiwa adalah suatu dewa, setiap yang hidup didiami oleh dewa.
Sebagaimana tubuh digerakkan oleh jiwa, demikian juga bintang didiami oleh
dewa.

3. Aristoteles (384/3 – 322/1 SM)

8
Ia mengikuti gurunya, Plato, menyebut bahwa pengertian filosofis tentang
tuhan berasal dari dua sumber: jiwa dan gerakan bintang. Penggerak pertama dari
alam semesta adalah dewa tertinggi. Dunia itu kekal, tapi puncaknya bukan Idea,
melainkan a self-subsisting and eternal Act of thinking atau a divine self-thinking
Thought. A divine self-thinking Thought ini merupakan sebab abadi dari gerakan
kekal dari kelahiran hingga kematian. Ia memikirkan dirinya sendiri, bukan
manusia. Dewa tertinggi ini tidak menciptakan dunia ini. Menurut Aristoteles jiwa
bukanlah dewa abadi seperti jiwa Platonis, melainkan ditentukan untuk binasa
bersama tubuh. Tuhan seperti itu berada di surge dan tidak mengurusi manusia di
dunia. Adalah terserah manusia dalam mengurus dunia. Dengan Aristoteles,
orang-orang Yunani mendapatkan suatu teologi yang sungguh-sungguh rasional,
tetapi pada waktu yang sama kehilangan agama mereka karena sekali dibebaskan
dari hal-hal duniawi sebagaimana diajukan oleh Aristoteles, dewa-dewa tidak lagi
relevan bagi manusia dan nasibnya.

4. Epikuros (341–270 M)

Epikuros berpandangan bahwa dewa-dewa adalah pengada-pengada


material subsisten kekal yang kesuciannya yang sempurna menuntut mereka tidak
pernah mengkhawatirkan apapun juga, khususnya manusia.

5. Kaum Stoa

Bagi kaum Stoa dunia adalah satu dalam satu harmoni atau simpati yang
meresapi semua dan yang berhubungan antarbagiannya. “Karena ada baik satu
Jagad, yang terdiri atas segala sesuatu, dan satu Allah yang imanen dalam segala
hal, dan satu Substansi, dan satu Hukum, satu Akal Budi bersama untuk semua
ciptaan inteligen, dan satu Kebenaran.” Ada dari Kaum Stoa yang beranggapan
bahwa dari Dewa Api dunia ini dibuat. MarkusAurelius (121-180 M)
berpandangan bahwa Markus Aurelius: “Sebab-Dunia itu sebuah badai… Ia
menyapu segalanya.” Baginya tidak ada tuhan. Yang ada hanya penyerahan secara

9
bijak pada apa yang diketahui sebagai tak terhindarkan. “Hanya sebentar saja dan
engkau akan sudah melupakan segalanya, hanya sekejap saja dan segala sesuatu
akan sudah melupakanmu.”

Wilhelm Schmidt dalam The Origin Of The Idea Of God mengatakan


bahwa telah ada satu monoteisme primitive sebelum manusia mulai menyembah
banyak dewa. Pada awalnya mereka mempercayai hanya ada satu Tuhan tertinggi,
yang telah menciptakan dunia dan menata urusan manusia dari kejauhan. Dengan
berkembangnya pemikiran, maka mulai tergeserlah kepercayaan kepada Tuhan
serta pencarian Tuhan yang lebih tampak dan berwujud. Perkembangan pola pikir
ini membawa mereka pada pemikiran bahwa segala sesuatu ada karena sebab
akibat (kausa), lantas keberadaan tuhan untuk apa?, serta siapakah yang
menciptakan tuhan?. Bahkan pemikiran tentang kausa tidak berhenti pada ini saja,
karena setelahnya mucul juga teori biogenesis yang mengatakan bahwa segala
mahluk hidup berawal dari satu hal yang dipercaya menjadi cikal bakal
kehidupan.

Perkembangan pemikiran filsafat pada abad Yunani kuno bisa dikatakan,


bahwa telah banyak filosof yang mulai berfikir keberadaan sesuatu yang
menggerakan kehidupan atau dzat pencipta.Kegelisahan pemikiran yang semakin
hari semakin berkembang sehingga terbawalah ke arus pencarian tuhan walaupun
Keberadaan tuhan menjadi perdebatan antara orang anti-tuhan dengan orang pro-
tuhan, sehingga banyak logika berkembang untuk membuktikan keberadaan
tuhan.

Periode klasik dimulai dari pandangan Socrates terhadap Tuhan,


bahwasanya dia percaya akan adanya Tuhan dengan alasan alam ini teratur
susunanya menurut wujud yang tertentu, disitu ada campur tangan Tuhan. Segala
yang tidak dapat diduga oleh otak manusia, dia percayakan kepada
Tuhan.Menurut pandanganya jiwa manusia itu adalah bagian dari Tuhan yang
menyusun alam.Tuhan itu dirasai sebagai suara dari dalam dan suara itu

10
membimbing manusia dalam segala perbuatanya, itulah yang disebut
daimonion.Pandangan sokrates ini ada sedikit pengaruh rasionalisme 3. kekuatan
rasio Socrates yang cendrung menanyakan sebuah hakekat dari segala sesuatu
maka tidak diragukan lagi, mengapa pada masanya Socrates disebut sebagai orang
yang sesat sehingga ia rela minum racun karena diminta berhenti menyampaikan
ajaran filsafatnya.

3
Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, (Jakarta; UI-Press, 1986), Hal. 84

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tampak adanya kegagalan orang-orang Yunani dalam membangun suatu


penjelasan filosofis komprehensif atas dunia tanpa pada waktu yang sama
kehilangan agama mereka. Penafsiran filosofis yunani akan dunia merupakan
penjelasan atas hakikat yang menyusun ada. Orang-orang yunani mau
menjelaskan segala sesuatu dengan satu atau beberapa prinsip yang dipikirkan
sebagai hal-hal atau benda-benda (things), padahal orang lebih mudah
menyembah pribadi (somebody) daripada hal-hal (things).

B. Saran

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna , kedepannya
kami akan lebih focus dan detail dalam menyajikan materi tentang makalah ini
dengan sumber sumber yang lebih banyak tentunya dan dapat dipertanggung
jawabkan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Drs.Salam.Burhanuddin.Pengantar Filsafat.2003.Jakarta: PT Bumi Aksara.191

Dr.Kebug.Kondrad..Filsafat Itu Indah.2008.Jakarta: Pusatakaraya.180.

Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, (Jakarta; UI-Press, 1986), Hal. 84

Charles Seignobos, Sejarah Peradaban Dunia Kuno, terj, (Yogyakarta; Indoleterasi, 2014),
hal. 109

Karen Armstrong, sejarah Tuhan, terj, (Bandung; Mizan, 2009) cet. xiii, hal. 27

13

Anda mungkin juga menyukai