Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
1442 H/2020 M
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Filsafat Umum tentang “Tuhan dalam
Pandangan Filsafat Yunani Kuno”.
Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah ilmiah ini bermanfaat dan memberikan informasi terhadap pembaca
Penyusun,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Masalah.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan.................................................................................................10
B. Saran............................................................................................................10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama dan filsafat adalah dua kekuatan yang mewarnai dunia. Agama
pada pokoknya adalah iman (hati, rasa), sedangkan filsafat pada dasarnya rasio
(akal). Oleh karena itu, wajarlah bila perkembangan budaya selalu dilatar
belakangi oleh pergaulan antara akal dan hati, antara rasio dan iman, antara agama
dan filsafa. Bangsa Yunani sangat patuh dengan agama mereka yaitu
penyembahan terhadap dewa-dewi olymphus serta mengimani segala mitosnya.
Pada zaman ini, iman (agama) mendominasi, hingga datanglah periode Thales dan
para filosofis yang lebih mengedepankan akal daripada hati/iman, agama atau
iman lambat laun tergeser dominasinya oleh akal yang membuat kacau dengan
merelatifkan kebenaran.
Pada periode kacau ini manusia adalah ukuran semua kebenaran relatif,
teori sains diragukan, kaidah agama dicurigai, apalagi para penggagas relativisme
yaitu para sofis sangat berpengaruh pada periode ini. Mereka dijadikan guru, haki,
dan amat dekat berhubungan dengan para kalangan bangsawan athena, jadi bisa
dipastikan bisa kacaulah orang-orang athena.
1
tempatnya di alam idea, lalu hantaman terbesar bagi para sofis adalah Aristoteles,
murid Plato yang menulis kepalsuan logika para sofis. Dalam periode ini keadaan
hegemoni berubah lagi, akal dan hati, rasio dan iman, agama dan filsafat sama-
sama menang. Kaidah agama diterima kembali demikian pun kaidah filsafat.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Setelah abad ke-6 SM muncul sejumlah ahli pikir yang menentang adanya
mitos. Mereka menginginkan adanya pertanyaan tentang isteri alam semesta ini,
jawabannya dapat diterima akal (rasional). Keadaan yang demikian ini sebagai
suatu demitiologi, artinya suatu kebangkitan pemikiran untuk menggunakan akal
pikir dan meninggalkan hal-hal yang sifatnya mitologi.upaya para ahli pikir untuk
mengarahkan kepada suatu kebebasan berfikir , ini kemudian banyak orang
mencoba membuat suatu konsep yang dilandasi kekuatan akal pikir secara murni,
maka timbullah peristiwa ajaib The Greek Miracle yang artinya dapat dijadikan
sebagai landasan peradaban dunia.
Pelaku filsafat adalah akal dan musuhnya adalah hati. Pertentangan antara
akal dan hati itulah pada dasarnya isi sejarah filsafat. Di dalam sejarah filsafat
kelihatan akal pernah menang, pernah kalah, hati pernah berjaya, juga pernah
kalah, pernah juga kedua-duanya sama sama-sama menang. Diantara keduanya ,
dalam sejarah, telah terjadi pergugumulan berebut dominasi dalam mengendalikan
kehidupan manusia.
Yang dimaksud dengan akal disini ialah akal logis yang bertempat di
kepala, sedangkan hati adalah rasa yang kira-kira bertempat di dalam dada.akal
3
itulah yang menghasilkan pengethauan logis yang disebut filsafat, sedangkan hati
pada dasarnya menghasilkan pengetahuan supralogis yang disebut pengetahuan
mistik, iman termasuk disini. Ciri umum filsafat yunani adalah rasionalisme yang
dimana mencapai puncaknya pada orang-orang sofis.
Terdapat tiga faktor yang menjadikan filsafat yunani ini lahir, yaitu:
1. Bangsa yunani yang kaya akan mitos (dongeng), dimana mitos dianggap
sebagai awal dari uapaya orang untuk mengetahui atau mengerti. Mitos-
mitos tersebut kemudian disusun secara sistematis yang untuk sementara
kelihatan rasional sehingga muncul mitos selektif dan rasional, seperti
syair karya Homerus, Orpheus dan lain-lain.
2. Karya sastra yunani yang dapt dianggap sebagai pendorong kelahiran
filsafat yunani, karya Homerous mempunyai kedudukan yang sangat
penting untuk pedoman hidup orang-orang yunani yang didalamnya
mengandung nilai-nilai edukatif.
3. Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari Babylonia (Mesir) di
lembah sungai Nil, kemudian berkat kemampuan dan kecakapannya ilmu-
ilmu tersebut dikembangkan sehingga mereka mempelajarinya tidak
didasrkan pada aspek praktis saja, tetapi juga aspek teoritis kreatif.
4
Dengan adanya ketiga faktor tersebut, kedudukan mitos digeser oleh logos
(akal), sehingga setelah pergeseran tersebut filsafat lahir.
Periode yunani kuno ini lazim disebut periode filsafat alam. Dikatakan
demikian, karena pada periode ini ditandai dengan munculnya para ahli pikir
alam, dimana arah dan perhatian pemikirannya kepada apa yang diamati
sekitarnya.mereka membuat pertanyaan-pertanyaan tentang gejala alam yang
bersifat filsafati (berdasarkan akal pikir) dan tidak berdasarkan pada mitos.
Mereka mencari asas yang pertama dari alam semesta (arche) yang sifatnya
mutlak, yang berada di belakang segala sesuatu yang serba berubah.
Para pemikir filsafat yunani yang pertama berasal dari Miletos, sebuah
kota perantauan Yunani yang terletak di pesisir Asia Kecil. Mereka kagum
terhadap alam yang oleh nuansa dan ritual dan berusaha mencari jawaban tas apa
ynag ada di belakang semua materi itu.
1
Karen Armstrong, sejarah Tuhan, terj, (Bandung; Mizan, 2009) cet. xiii, hal. 27
5
anti-tuhan dengan orang pro-tuhan, sehingga banyak logika berkembang untuk
membuktikan keberadaan tuhan.
Agama mereka membawa mereka pada sikap hidup tunduk pada nasib.
Keberadaan kuil dan imam tidak terpisahkan dari keseharian hidup. Mitologi
berperan besar. Mitologi itu dijumpai dalam karya Homerus (800 – 750 SM)
berjudul “Illiad.
2
Charles Seignobos, Sejarah Peradaban Dunia Kuno, terj, (Yogyakarta; Indoleterasi, 2014), hal.
109
6
1. Thales (624-546 SM)
Ia mengajukan prinsip dari segala sesuatu ialah air. Akan tetapi, dia pula
yang menyatakan: “Segala sesuatu dipenuhi oleh dewa-dewa.” Lantas, bagaimana
dua hal itu dapat dimengerti? Ketika Thales, Anaximander, Anaximenes mulai
berspekulasi tentang prinsip di balik segala sesuatu yang bergerak di dunia, sudah
ada dewa-dewa yang diakui oleh orang yunani. Para filsuf tersebut tinggal
mewarisi apa yang disajikan oleh para “penyair teologis” tentang dewa-dewa itu.
Thales, Anaximenes, Anaximander, dst. berhadapan dengan gambaran-gambaran
imajinatif yang ada pada “Tuhan”-nya Homerus. Bisa dimengerti bahwa
pengertian “Tuhan” pada para filsuf itu pun masih mengandung muatan religius
(agama yunani) seperti yang bersumber dari mitologi Homerus. Meskipun Para
filsuf yunani kuno mencari jawaban atas soal-soal seperti: apakah kodrat atau
hakikat dari dunia, apakah substansi ensensial dari segala sesuatu, apakah prinsip
tersembunyi dari segala gerakan sejauh bisa dilihat dan disentuh, dan apakah awal
dan tujuan akhir dunia ini, namun mereka masih mengalami kesulitan
merekonsiliasikan interpretasi religius atas dunia dengan interpretasi filosofis
mereka. Para filsuf tersebut mengakui apa yang diakui dalam agama yunani soal
nasib bahwa di balik suatu keharusan ada suatu hukum dan di belakang nasib ada
suatu kehendak. Di sisi lain dalam filsafat mereka mereka mengakui adanya
pengertian tentang sebab pertama atau prinsip yang merupakan penjelasan valid
universal atas segalanya baik yang sudah maupun yang akan datang. Manusia
ketika menggunakan kehendaknya untuk memilih, ia seperti terbebas dari
belenggu nasib. Akan tetapi, masih sulit bagi manusia untuk bebas karena dewa-
dewa yunani adalah sosok-sosok yang kasar-kejam.
7
real, semakin ilahi sehingga Idea-idea abadi patut disebut ilahi. Idea yang
dominan adalah Idea Kebaikan. Kebaikan dikatakan oleh Plato sebagai:
“Pengarang universal dari segala yang indah dan benar, orang tua cahaya dan tuan
atas cahaya dalam dunia yang tampak, dan dalam sumber langsung dari akal budi
dan kebenaran dalam intelek; dan ini adalah daya yang padanya orang yang akan
bertindak secara rasional baik dalam hidup publik maupun privat harus
mengarahkan perhatiannya.” Plato tidak pernah menyebut Kebaikan sebagai
tuhan. Idea bukan pribadi, apalagi jiwa. Ia itu suatu intelligible cause. Akan tetapi,
para dewa adalah lebih rendah dibandingkan Idea-idea. Suatu tuhan haruslah suatu
individu yang hidup yang memiliki semua atribut fundamental dari sebuah Idea.
8
Ia mengikuti gurunya, Plato, menyebut bahwa pengertian filosofis tentang
tuhan berasal dari dua sumber: jiwa dan gerakan bintang. Penggerak pertama dari
alam semesta adalah dewa tertinggi. Dunia itu kekal, tapi puncaknya bukan Idea,
melainkan a self-subsisting and eternal Act of thinking atau a divine self-thinking
Thought. A divine self-thinking Thought ini merupakan sebab abadi dari gerakan
kekal dari kelahiran hingga kematian. Ia memikirkan dirinya sendiri, bukan
manusia. Dewa tertinggi ini tidak menciptakan dunia ini. Menurut Aristoteles jiwa
bukanlah dewa abadi seperti jiwa Platonis, melainkan ditentukan untuk binasa
bersama tubuh. Tuhan seperti itu berada di surge dan tidak mengurusi manusia di
dunia. Adalah terserah manusia dalam mengurus dunia. Dengan Aristoteles,
orang-orang Yunani mendapatkan suatu teologi yang sungguh-sungguh rasional,
tetapi pada waktu yang sama kehilangan agama mereka karena sekali dibebaskan
dari hal-hal duniawi sebagaimana diajukan oleh Aristoteles, dewa-dewa tidak lagi
relevan bagi manusia dan nasibnya.
4. Epikuros (341–270 M)
5. Kaum Stoa
Bagi kaum Stoa dunia adalah satu dalam satu harmoni atau simpati yang
meresapi semua dan yang berhubungan antarbagiannya. “Karena ada baik satu
Jagad, yang terdiri atas segala sesuatu, dan satu Allah yang imanen dalam segala
hal, dan satu Substansi, dan satu Hukum, satu Akal Budi bersama untuk semua
ciptaan inteligen, dan satu Kebenaran.” Ada dari Kaum Stoa yang beranggapan
bahwa dari Dewa Api dunia ini dibuat. MarkusAurelius (121-180 M)
berpandangan bahwa Markus Aurelius: “Sebab-Dunia itu sebuah badai… Ia
menyapu segalanya.” Baginya tidak ada tuhan. Yang ada hanya penyerahan secara
9
bijak pada apa yang diketahui sebagai tak terhindarkan. “Hanya sebentar saja dan
engkau akan sudah melupakan segalanya, hanya sekejap saja dan segala sesuatu
akan sudah melupakanmu.”
10
membimbing manusia dalam segala perbuatanya, itulah yang disebut
daimonion.Pandangan sokrates ini ada sedikit pengaruh rasionalisme 3. kekuatan
rasio Socrates yang cendrung menanyakan sebuah hakekat dari segala sesuatu
maka tidak diragukan lagi, mengapa pada masanya Socrates disebut sebagai orang
yang sesat sehingga ia rela minum racun karena diminta berhenti menyampaikan
ajaran filsafatnya.
3
Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, (Jakarta; UI-Press, 1986), Hal. 84
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna , kedepannya
kami akan lebih focus dan detail dalam menyajikan materi tentang makalah ini
dengan sumber sumber yang lebih banyak tentunya dan dapat dipertanggung
jawabkan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Charles Seignobos, Sejarah Peradaban Dunia Kuno, terj, (Yogyakarta; Indoleterasi, 2014),
hal. 109
Karen Armstrong, sejarah Tuhan, terj, (Bandung; Mizan, 2009) cet. xiii, hal. 27
13