PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syari’at Islam meletakkan aturan kewarisan dan hukum mengenai harta
benda dengan sebaik-baik dan seadil-adilnya. Agama Islam meletakkan hak milik
seseorang atas harta baik laki-laki atau perempuan melalui jalan syara’. Seperti
perpindahan hak milik laki-laki dan perempuan di waktu masih hidup ataupun
perpindahan harta para ahli warisnya setelah ia meninggal dunia.
B. Rumusan Masalah
Sejalan dengan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa itu pengertian zawil arham
2. Bagaimana perbedaan pendapat para ulama terkait zawil arham
3. Cara memberi warisan kepada zawil arham
4. Seperti apa dasar hukum zawil arham
5. Ahli waris pengganti zawil arham
6. Apa saja syarat-syarat pemberian hak waris bagi zawil arham
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Zawil Arham
Secara umum zawil arham berarti orang yang memiliki hubungan
kekerabatan (hubungan darah) dengan orang yang meninggal, baik tergolong
ashabil furudh (pemilik bagian pasti) ataupun ‘ashabah, berdasarkan (QS. Al-
Anfal 75)
Dalam ilmu Faraidh, zawil arham adalah kerabat (famili), baik laki-laki
ataupun perempuan yang tidak memiliki bagian tertentu dan ‘ashabah.
Dalam istilah para ulama mawaris yaitu setiap kerabat yang tidak mewarisi
dengan bagian furudh yang sudah ditentukan maupun ashabah.2
1
Athoillah, Fiqh Waris, "Metode Pembagian Waris Praktis", (Bandung: Yrama Widya, 2013),
hlm .116
2
Abdul Karim bin Muhammad al-Lahim, “Al-Faraidh”, cet-1, (Riyadh: Maktabah al-Ma’arif,
1986), hlm. 185
memiliki pengertian golongan kerabat yang tidak termasuk golongan ashabul
furud dan ashabah.
Menurut Hanafi dan Syafi’i zawil arham adalah para kerabat yang
mempunyai hubungan darah dengan si mati tetapi bukan kerabat zawil furudh dan
bukan kerabat ‘Asabah yaitu semua anggota keluarga di garis ibu, lelaki maupun
perempuan dan semua anggota keluarga yang perempuan di garis bapak kecuali
empat perempuan yang ditentukan bagiannya di dalam Al-Qur`an anak
perempuan, anak perempuan dari anak lelaki, saudara perempuan kandung dan
saudara perempuan sebapak.
Menurut Ulama Sunni kelompok zawil arham adalah semua orang yang
mempunyai hubungan kekerabatan dengan pewaris tetapi tidak menerima warisan
karena terhijab oleh ahli waris zawil furudh dan ashabah. Antara lain:
1. Cucu dari keturunan anak perempuan dan seterusnya ke bawah (laki-laki
maupun perempuan).
2. Anak dari cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki dan seterusnya ke
bawah (laiki-laki maupun perempuan).
3. Anak-anak dari saudara perempuan kandung, seayah, seibu, baik laki-laki
maupun perempuan.
4. Anak perempuan dari saudara laki-laki sekandung, seayah, seibu dan
seterusnya ke bawah.
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu dan seterusnya ke bawah.
Mereka mengambil dalil dari Al-Qur’an dan Hadits serta menurut teori
‘aqal. Allah berfirman,
Artinya: Dan orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat,
mereka itu setengahnya lebih utama dari yang lain di dalam kitab
Allah. (QS. Al-Ahzab: 6)
3
Abdul Karim bin Muhammad al-Lahim, “Al-Faraidh”, cet-1, (Riyadh: Maktabah al-Ma’arif,
1986), hlm. 185
C. Cara Memberi Warisan Kepada Zawil Arham
Orang-orang yang menempuh jalan memberi warisan kepada zawil arham
berbeda pendapat didalam cara memberi warisan. Ada tiga golongan diantaranya:
Dalam madzhab ahli tanzil ada tiga arah zawil arham yaitu:
a. Dari arah keturunan, mereka adalah keturunan mayit yang tidak
mewarisi sebab ashhabul furudh dan tidak juga mendapat
ashabah. Seperti putra anak perempuan dan juga putra (cicit) cucu
perempuan dari anak laki-laki.
4
Abdul Karim bin Muhammad al-Lahim, “Al-Faraidh”, cet-1, (Riyadh: Maktabah al-Ma’arif,
1986), hlm. 190
5
Muhammad Ali Ash-Shabuni, “Hukum Waris”, (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1994), hlm. 156
6
Ibid. hlm. 156-157
7
Wahbah Az-Zuhaili, “Fiqih Islam Wa Adillatuhu”, Jilid: 10, cet-1, (Depok: Gema Insani, 2011),
hlm. 457
b. Dari arah bapak, mereka yang tidak mendapat bagian karena
ashhabul furudh atau ashabah seperti paman dan bibi seibu,
sepupu perempuan dari a’mam beserta anak-anak mereka.
c. Dari arah ibu, mereka juga yang tidak mendapat bagian karena
ashhabul furudh atau ashabah seperti anak laki-laki saudara laki-
laki seibu, paman dan bibi (dari ibu), paman dan bibi (baik dari
ibu maupun ayah tapi yang seibu).
3. Cara ahlil qarabah (terdekat), mereka memberikan hak waris kepada zawil
arham sebagaimana ashabah, yaitu urutan terdekat dengan si mayit. Cara
ini menurut madzhab Hanafiyah. Diambil dari undang-undang Mesir (M
32-38), Syria (M 291-297).9
Dalam madzhab ahli qarabah ada tiga arah zawil arham yaitu:
a. Dari arah keturunan, seperti putra anak perempuan, putra (cicit)
cucu perempuan dari anak laki-laki.
b. Dari arah bapak, seperti kakek dan nenek atau kakek baik dari
arah bapak atau ibu.
c. Dari arah saudara, seperti putri saudara laki-laki, putra saudara
laki-laki seibu dan juga putra saudara perempuan.
d. Dari arah paman atau bibi yang mereka bernisbat pada
kakek/nenek mayit, seperti paman dan bibi dari arah ibu, paman
seibu, bibi dari arah ayah, anak paman dan anak-anak mereka.
8
Wahbah Az-Zuhaili, “Fiqih Islam Wa Adillatuhu”, Jilid: 10, cet-1, (Depok: Gema Insani, 2011),
hlm. 456
9
Ibid. hlm. 457
Hukum mereka dalam menggunakan cara ini adalah tidak ada perselisihan
dikalangan mereka bahwa yang lebih dekat itu menghalangi yang kerabat yang
jauh. Meskipun kerabat yang jauh itu lebih dekat dengan mayit, misal kerabat dari
arah bapak tidak akan mewarisi ketika ada salah satu kerabat dari arah
keturunan.10
10
Abdul Karim bin Muhammad al-Lahim, “Al-Faraidh”, cet-1, (Riyadh: Maktabah al-Ma’arif,
1986), hlm. 194
maka zawil arham dapat mewarisi ketika tidak ada ahli waris zawil furudl dan
ashabah.
Para ulama sepakat bahwa apabila ada ahli waris zawil furudl yang tidak
menghabiskan harta, maka sisa harta diradd kan kepada ahli waris zawil furudl.
Ahli waris zawil arham baru bisa mendapatkan warisan apabila tidak ada ahli
waris zawil furudl dan ashabah. Atau ada ahli waris zawil furudl namun tidak
dapat mendapatkan radd seperti suami atau isteri.
Bagi para ulama yang berpendapat bahwa zawil arham dapat menerima
warisan, mereka sepakat apabila ahli waris zawil arham tersebut hanya seorang,
maka ahli waris tersebut menghabiskan harta warisan yang ada, namun ketika ahli
waris zawil arham tersebut banyak, maka para ulama berbeda pendapat mengenai
cara kewarisannya dalam tiga madzhab; madzhab ahl al-qarabah, madzhab ahli al-
rahm, dan madzhab ahli al-tanzil.
11
Drs. Ahmad Rafiq, MA., “Fiqh Mawaris”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. 2, hlm.
54
umumah. Ketika dalam pembagian warisan, keempat kelompok dzawi al-
arham ini ada semua, maka masing-masing memiliki bagian yang sama.
Pendapat ini dianut oleh Hasan ibn Maisir dan Nuh ibn Dzarah, di antara
imam madzhab tidak ada yang memegang pendapat ini.
Namun, apabila shahibul fardh hanya terdiri dari suami atau istri saja,
maka ia akan menerima hak warisnya secara fardh, dan sisanya diberikan kepada
zawil arham. Sebab kedudukan hak suami atau istri secara radd itu sesudah
kedudukan zawil arham. Dengan demikian, sisa harta waris akan diberikan kepada
zawil arham.
12
Euis Amalia, “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer”,
(Jakarta: Pustaka Asatrus, 2005), hlm. 258
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Zawil arham adalah orang yang mempunyai hubungan kerabat secara
mutlak. Arham adalah jamak dari rahim, rahim bermakna tempat anak di dalam
perut ibu. Zawil arham memiliki pengertian golongan kerabat yang tidak termasuk
golongan ashabul furud dan ashabah.
Drs. Ahmad Rafiq, MA., “Fiqh Mawaris”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995)
Euis Amalia, “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga
Kontemporer”, (Jakarta: Pustaka Asatrus, 2005)
Muhammad Ali Ash-Shabuni, “Hukum Waris”, (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1994)
Wahbah Az-Zuhaili, “Fiqih Islam Wa Adillatuhu”, Jilid: 10, cet-1, (Depok: Gema
Insani, 2011)