Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

MUKJIZAT MENURUT MU’TAZILHA DAN AHLU AS-SUNAH

(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah I’jaz Al-Qur’an)

Dosen Pengampu: Muslih, M.Ag

Disusun Oleh :

Ahmad Syakir 11200340000082

Rhahel Aulia Risya 11200340000146

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN dan TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Sholawat serta salam senantiasa kami
curahkan pada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta umatnya sepanjang zaman ini.

Ucapan terimakasih tak lupa kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Tak lupa ucapan terimakasih kami haturkan kepada Bapak
Muslih, M.Ag yang telah membimbing kami sebagai dosen mata kuliah I’Jaz Al-Qur’an.

Makalah dengan judul Mukjizat menurut mu’tazilah dan ahlus Sunnah ini ditulis
dengan tujuan untuk memenuhi salah satu rangkaian tugas mata kuliah Ijaz Al-Qur’an Fakultas
Ushuluddin Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan belum
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
perbaikan makalah yang selanjutnya. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak dan menjadi referensi untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi pembaca.

Ciputat, 5 Oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………. ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………. 1
C. Tujuan Masalah………………………………………………………………………. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Mukjizat menurut mu’tazilah…………………………………………………………2


B. Mukjizat menurut Ahlus Sunnah……………………………………………………..5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan …..……………………………………………………………………... 7

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………...….. 8

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ijaz Al-Qur’an merupakan cabang ilmu di dalam penafsiran Al-Qur’an. Ijaz Al-
Qur’an adalah salah satu dari bagian ilmu tafsir yang menjelaskan segala sesuatu yang
mengandung ke mukjizatkan Al-Qur’an.

Oleh karena itu dalam makalah ini, penyusun akan menjelaskan tentang
Mukjizat dalam aliran Mu’tazilah dan aliran Ahlus Sunnah.

Rumusan Masalah

1. Apa pengertian, Mukjizat dalam aliran Mu’tazilah?


2. Apa pengertian, Mukjizat dalam aliran Ahlus Sunnah?

B. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian, Mukjizat dalam aliran Mu’tazilah
2. Untuk mengetahui pengertian, Mukjizat dalam aliran Ahlus Sunnah

1
BAB II

PEMBAHASAN

a) Mukjizat meurut Mu’tazilah

Pengertian Mu’jizat Mu’tazilah

Dalam sejarah Islam dikenal adanya kaum Mu’tazilah yang didirikan oleh Washil Ibn
Atha, th.80 H. Sebagian Ulama nya seperti Abu Ishaq Ibrahim bin Sayyar al-Nazam
berpendapat bahwa kemukjizatan Al-Qur’an itu bukan terletak pada faktor kebahasaan,
pemberitaan atau isyarat-isyarat keilmuan, tetapi justru karena Allah S.W.T. mengalihkan
perhatian bangsa Arab agar tidak menandingi Al-Qur’an. Padahal mereka mampu untuk
melakukannya. Inilah yang dalam istilah mereka disebut sebagai sharfah. Dengan demikian
kemukjizatan Al-Qur’an bukan karena Al-Qur’an sendiri tetapi karena faktor lain diluar Al-
Qur’an yang menjaga ketat Al-Qur’an sehingga bangsa Arab tidak dapat melakukan rivalitas
terhadapnya, walaupun pada dasarnya mereka mampu melakukannya. Pernyataan itu rupanya
didasarkan pada kesimpulan logika bahwa orang yang mampu menyusun satu atau dua
kalimat yang baik, niscaya akan mampu menyusun lebih banyak lagi dari itu.

Demikian juga Abu Hasan ‘Ali ibn Isa al-Rumani, yang juga tokoh besar Mutazilah
melihat lebih jauh lagi yakni bahwa Allah S.W.T. mengalihkan perhatian manusia sehingga
mereka tidak mempunyai keinginan menyusun suatu karya untuk menandingi Al-Qur’an, dan
membuat orang tidak tertarik melakukan rivalitas terhadap Kitab Suci ini.

Dengan demikian, menurut kedua tokoh mu’tazilah ini, kemukjizatan al-qur’an


itu terletak pada faktor luar al-qur’an sendiri. Yakni bahwa Allah melarang umat manusia
melahirkan karya setingkat al-qur’an, padahal diantara mereka ada yang mampu
melakuannya. Demikian kesimpulan al-baqilani terhadap pendapat kedua tokoh diatas.[3]
Pendapat tokoh-tokoh besar mu’tazilah itu tidak terlepas dari penghargaan mereka
terhadap kemampuan akal manusia. Tetapi, pendapat diatas kemudian dikritik keras oleh
para ulama diluar mu’tazilah, dan juga dari sebagian ulama mu’tazilah sendiri yang
melihat kemukjizatan al-qur’an dari sudut informasi-informasi ajarannya, ilustrasi, dan
kebahasaannya.

Mu’tazilah menyatakan keseluruhan al Qur’an merupakan mukjizat, bukan sebagian


atau beberapa bagian saja. [4]

Al Zarkasyi mengkritisi pendapat sharfah tersebut dengan argumen antara lain:

1. Firman Allah Swt


‫ريرا‬ َ ‫ض‬
‫ظ ِه ا‬ ُ ‫ان ََل يَأْتُونَ بِ ِمثْ ِلِۦه َولَ ْو َكانَ بَ ْع‬
ٍۢ ‫ض ُه ْم ِلبَ ْع‬ ۟ ُ ‫علَ َٰ ٰٓى أَن يَأْت‬
ِ ‫وا بِ ِمثْ ِل َٰ َهذَا ْٱلقُ ْر َء‬ َ ‫نس َو ْٱل ِج ُّن‬ ِ َ‫قُل لَّئِ ِن ٱجْ ت َ َمع‬
ِْ ‫ت‬
ُ ‫ٱْل‬

2
Katakanlah: “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al
Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, sekalipun
sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain”. (Al-Isra Ayat: 88)

Ayat diatas memperlihatkan kelemahan bangsa Arab menyusun karya besar yang
sejajar dengan Al-Qur’an Dan kalau Allah Swt. Melarang mereka maka yang mu’ji
(melemahkan ) itu bukanlah Al-Qur’an, tetapi justru Allah Swt. Padahal ayat diatas
menantang mereka menyusun karya sejajar dengan Al-Qur’an, bukan untuk menandingi
kebesaran Tuhan [5]

2. Bahwa kemukjizatan Al-Qur’an terhadap masyarakat Arab saat itu berupa karya
spesifik, yaitu dari segi isi dan pembahasannya belaka, mungkin saja mereka mampu,
tetapi dari segi isi dan ilustrasinya, mereka akan sangat mengalami kesukaran, dan tidak
akan mampu.
3. Al-Qur’an mengemukakan hal-hal yang akan terjadi pada masa yang akan datang
dalam kehidupan dunia ini, disamping berita-berita alam akhirat yang akan dialami
manusia kelak. Segala yang dikemukakan Al-Qur’an tersebut, kemudian terbukti dalam
perjalanan hidup manusia ini. Seperti Allah Swt. Menceritakan bahwa umat Islam akan
menjadi penguasa dimuka bumi ini seperti firman Nya:

‫ف ٱلَّذِينَ ِمن قَ ْب ِل ِه ْم َولَريُ َم ِكن ََّن لَ ُه ْم دِينَ ُه ُم‬ ِ ‫ت لَريَ ْست َْخ ِلفَنَّ ُه ْم فِى ْٱْل َ ْر‬
َ َ‫ض َك َما ٱ ْست َْخل‬ ِ ‫ص ِل َٰ َح‬ ۟ ُ‫ع ِمل‬
َّ َٰ ‫وا ٱل‬ ۟ ُ‫ٱَّللُ ٱلَّذِينَ َءا َمن‬
َ ‫وا ِمن ُك ْم َو‬ َّ َ‫عد‬
َ ‫َو‬
َٰ ٰٓ َٰ ُ َٰ
َ‫شريْـا ۚ َو َمن َكف ََر بَ ْعدَ ََٰلََِ فَأ ۟ولَئََِ ُه ُم ْٱلفَ ِسقُون‬ َ ‫ض َٰى لَ ُه ْم َولَريُبَ ِدلَنَّ ُهم ِم ٍۢن بَ ْع ِد خ َْوفِ ِه ْم أَ ْمناا ۚ يَ ْعبُدُونَنِى ََل يُ ْش ِر ُكونَ ِبى‬
َ َ ‫ٱرت‬ْ ‫ٱلَّذِى‬

“Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya
untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka
dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir
sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik”. (An Nur Ayat:55 )

4. Al-Qur’an juga mengemukakan kisah-kisah masa lalu yang tidak terangkat dalam
cerita-cerita rakyat Arab, seperti kisah Nabi-Nabi sebelum Nabi Muhammad Saw. Seperti
kisah nabi nuh, nabi luth, dan nabi harun, serta kisah-kisah nabi lain dan perlawanan
masyarakatnya terhadap dakwah mereka, dan akibat-akibat dari perlawanan mereka. [6]

Beberapa karakter inilah yang memperkuat alasan bahwa kemukjizatan Al-Qur’an


bukan terletak pada kekuasaan Allah Swt. Tetapi justru karena Al-Qur’an sendiri yang
mempunyai kekuatan sedemikian rupa, sehingga masyarakat Arab tidak mampu menciptakan
karya yang setara. Sebab itu pernyataan orang-orang Mu’tazilah yang menyetarakan Al-
Qur’an dengan buku mereka: al-Durar dan al-Talamiyah karya Ibnu al-Muqaffa, adalah

3
pernyataan yang sangat keliru dan sesat. Kedua karya itu menurut al-Baqilani amat jauh
kualitasnya dibandingkan Al-Qur’an baik dari segi: isi, ilustrasi, serta pembahasannya. [7]

Berikut tokoh-tokoh dalam aliran mu’tazilah:

1. Wasil bin Atha adalah orang pertama yang meletakkan kerangka dasar ajaran
Muktazilah. Adatiga ajaran pokok yang dicetuskannya, yaitu paham al-manzilah bain al-
manzilatain, paham Kadariyah (yang diambilnya dari Ma‟bad dan Gailan, dua tokoh aliran
Kadariah), dan paham peniadaan sifat-sifat Tuhan. Dua dari tiga ajaran itu kemudian menjadi
doktrin ajaran Muktazilah, yaitu almanzilah bain al-manzilatain dan peniadaan sifat-sifat
Tuhan.

2. Abu Huzail al-Allaf Abu Huzail al-„Allaf (w. 235 H), seorang pengikut aliran Wasil
bin Atha, mendirikan sekolah Mu‟tazilah pertama di kotaBashrah. Lewat sekolah ini,
pemikiran Mu‟tazilah dikaji dan dikembangkan. Sekolah ini menekankan pengajaran tentang
rasionalisme dalam aspek pemikiran dan hukum Islam. Aliran teologis ini pernah berjaya pada
masa Khalifah Al-Makmun (Dinasti Abbasiyah). Mu‟tazilah sempat menjadi madzhab resmi
negara. Dukungan politik dari pihak rezim makin mengokohkan dominasi mazhab teologi ini.
Tetapi sayang, tragedi mihnah telah mencoreng madzhab rasionalisme dalam Islam ini. Abu
Huzail al-Allaf adalah seorang filosof Islam.

Ia mengetahui banyak falsafah yunani dan itu memudahkannya untuk menyusun ajaran-
ajaran Muktazilah yang bercorak filsafat. Ia antara lain membuat uraian mengenai pengertian
nafy as-sifat. Ia menjelaskan bahwa Tuhan Maha Mengetahui dengan pengetahuan-Nya dan
pengetahuan-Nya ini adalah Zat-Nya, bukan Sifat-Nya; Tuhan Maha Kuasa dengan
Kekuasaan-Nya dan Kekuasaan-Nya adalah Zat-Nya dan seterusnya. Penjelasan dimaksudkan
oleh Abu-Huzail untuk menghindari adanya yang kadim selain Tuhan karena kalau dikatakan
ada sifat dalam arti sesuatu yang melekat di luar zat Tuhan, berarti sifat-Nya itu kadim. Ini
akan membawa kepada kemusyrikan. Ajarannya yang lain adalah bahwa Tuhan
menganugerahkan akal kepada manusia agar digunakan untuk membedakan yang baik dan
yang buruk, manusia wajib mengerjakan perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan yang
buruk. Dengan akal itu pula menusia dapat sampai pada pengetahuan tentang adanya Tuhan
dan tentang kewajibannya berbuat baik kepada Tuhan. Selain itu ia melahirkan dasar-dasar dari
ajaran as-salãh wa al-aslah.5

3. Al-Jubba’i Al-Jubba‟I adalah guru Abu Hasan al-Asy‟ari, pendiri aliran Asy‟ariah.
Pendapatnya yang masyhur adalah mengenai kalam Allah SWT, sifat Allah SWT, kewajiban
manusia, dan daya akal. Mengenai sifat Allah SWT, ia menerangkan bahwa Tuhan tidak
mempunyai sifat; kalau dikatakan Tuhan berkuasa, berkehendak, dan mengetahui, berarti Ia
berkuasa, berkehendak, dan mengetahui melalui esensi-Nya, bukan dengan sifat-Nya. Lalu
tentang kewajiban manusia, ia membaginya ke dalam dua kelompok, yakni kewajiban-
kewajiban yang diketahui manusia melalui akalnya (wajibah aqliah) dan kewajiban-kewajiban
yang diketahui melalui ajaran-ajaran yang dibawa para rasul dan nabi (wajibah syariah).

4
b.) Mukjizat menurut ahlussunnah

Pengertian mukjizat Ahlus Sunnah


As-sunnah berarti hadis. Berlainan halnya dengan kaum mu’tazilah yang percaya dan
menerima hadis-hadis shahih tanpa memilih dan tanpa interpretasi. Golongan ini menentang
kaum mu’tazilah.

Sebagian ulama berpendapat, sebagian kecil atau sebagian besar dari al-qur’an, tanpa harus
satu surah penuh, juga merupakan mukjizat berdasarkan firman Allah Swt:
۟ ُ‫ِيث ِمثْ ِل ِ ٰٓۦه إِن كَان‬
َ َٰ ‫وا‬
َ‫ص ِدقِرين‬ ۟ ُ ‫فَ ْلريَأْت‬
ٍۢ ‫وا بِ َحد‬

“Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Qur’an itu jika mereka
orang-orang yang benar”.(At-thur ayat 34)

Satu golongan ulama berpendapat, al-qur’an itu mukjizat dengan balagahnya yang
mencapai tingkat tinggi dan tidak ada bandingannya. Sebagian mereka berpendapat, al-qur’an
itu mukjizat karena ia mengandung bermacam-macam ilmu dan hikmah yang sangat dalam.[1]

Ulama lainnya berpendapat kemukjizatan cukup dengan satu surat lengkap, sekalipun
hanya surat pendek. Atau dengan satu atau beberapa ayat. Setelah melalui penelitian yang
cermat, akhirnya Manna al Qaththan memutuskan kadar kemukjizatan al Qur’an itu mencakup
tiga Aspek yaitu, aspek bahasa, aspek ilmiah dan aspek tasyri’ (penetapan hukum).[2]

Silang Pendapat tentang Hadis al-Jama’ah Pembahasan mengenai Ahlussunnah wa al-


Jama’ah banyak merujuk kepada hadis yang berbunyi:

“Ketahuilah bahwa sesungguhnya kaum sebelum kalian dari ahli kitab telag terpecah kepada
tujuh puluh dua golongan, dan sesungguhnya agama ini akan terpecah kepada tujuh puluh tiga
golongan: tujuh puluh dua akan berada di neraka, dan hanya satu golongan di surga, yaitu: al-
Jama’ah.”

Hadis di atas sangat masyhur di kalangan mutakallimin, diriwayatkan dalam berbagai


kitab hadis. Meski demikian, Ja’far Subhani, salah seorang tokoh Syi’ah, tidak meyakini
kesahihan hadis tersebut. Ia mendasarkan pendapatnya ini kepada statemen Ibn Hazm sebagai
berikut: “Mereka yang telah mengutip hadis Rasulullah saw. seperti hadis kaum Qadariyah dan
Murji’ah termasuk kelompok umat Majusi” dan hadis, “Umat ini akan berpecah menjadi tujuh
puluhan firqah, kesemuanya masuk neraka kecuali satu firqah yang masuk surga” sejatinya
kedua hadis tersebut jika ditinjau dari segi isnadnya tidak sahih sama sekali.2 Disamping tidak
menyakini kesahihan hadis tersebut, Subhani juga mempermasalahkan adanya perbedaan
pendapat mengenai bilangan firqahnya. Al-Hakim meriwayatkan bahwa jumlah firqah Yahudi
dan Nasrani adalah tujuh puluh satu dan Tujuh puluh dua.

Al-Baghdadi meriwayat kan dengan sanad lain bahwa Bani Isracl terpecah menjadi
tujuh puluh dua millah. Sclanjutnya, al-Baghdadi meriwayat kan, "Sungguh akan dating suatu
malapetaka yang menimpa) atas umatku sebagaimana keadaan itu pun menimpa atas umat Bani

5
Israel. Yakni Bani Israel akan berpecah menjadi tujuh puluh dua millah (sekte), sedangkan
umatku (kelak) akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga millah."

Selain itu, penent uan firqah najiyah juga terus menjadi perdebatan yang tiada kunjung
henti. Diriway at kan olch al- Hakim dalam al-Mustadrak 'ala ash-Shahihain, Abdul Qahir al-
Baghdadi dalam al-Farq bayn al-Firaq, Abu Dawud dan Ibn Majah dalam Sunan keduanya
disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Kecuali hanya satu yaitu al-Jama 'ah." At-
Tirmidzi dan Asy-Syahrist ani, Ma Ana 'alaihi wa Ashhabi (ajaran-ajaran yang ada padaku dan
para sahabat ku). "Hadis ini selengkapnya adalah sebagai berikut: "Akan terpecah belah
umatku atas tujuh puluh tiga golongan, Yang selamat di antaranya satu golongan (saja). Yang
lainnya binasa. (Para sahabat) bertanya, "Siapakah yang selamat itu?" Nabi menjawab, "(lalah)
Ahlussunnah wa al- jama'ah. Para sahabat bertanya lagi. "Siapakah Ahlussunnah wa al-Jama
'ah itu? " Nabi menjawab, "(alah) apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya pada hari
ini.

Jika Ja' far Subhani meragukan kecabsahan hadis tentang firqah najiyah yakni
Ahlussunnah wa al-Jama'ah, maka harus berhadapan dengan pandangan Ali ibn Abi Thalib
yang justru menjelaskan makna sunnah, bid'ah, dan jama'ah. Ali berkata "sunnah itu demi Allah
ialah sunnah Muhammad saw. Dan bid'ah ialah apa yang berlawanan dengannya. Adapun
jama'ah ialah himpunan orang yang ahli dalam kebenaran meskipun jumlahnya sedikit.
Scdangkan firgqah adalah himpunan orang-orang ahli dalam kebatilan meskipun jumlahnya
banyak.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari kesimpulan makalah ini, dapat disimpulkan bahwa i’jaz Al-Qur’an merupakan ilmu
Al-Qur’an yang membahas kekuatan susunan lafal dan kandungan Al-Qur’an dan
menjadikan tidak mampu atau melemahkan bagi penantangnya. Ciri-ciri dari gaya bahasa
Al-Qur’an sendiri dapat dilihat dari 3 aspek, di antaranya: pertama, Susunan kata dan
kalimat Al-Qur’an, meliputi nada, dan lagamnya yang unik, singkat dan padat, memuaskan
para pemikir dan orang awam, memuaskan akal dan jiwa, keindahan dan ketepatan
maknanya. Kedua, Keseimbangan redaksi. Ketiga, Ketelitian redaksinya.

Ketiga aspek inilah yang dimiliki al-qur’an dan dapat melemahkan para penantang
kebenarannya, yang sekaligus juga merupakan bukti-bukti kebenarannya, serta kebenaran
Rasul pembawa ajarannya. Jadi dapat di simpulkan dari pemaparan diatas bahwa

Kaum mu’tazilah berpendapat: Keseluruhan al Qur’an merupakan mukjizat, bukan


sebagian atau beberapa bagian saja. Yang merupakan faktor luar atau eksternal dalam al-
qur’an, itu yang mereka anggap sebagai mukjizat sebagaimana konsep ash sharfah mereka.

Kaum ahlusunnah berpendapat: Sebagian kecil atau sebagian besar dari al-qur’an, tanpa
harus satu surah penuh, juga merupakan mukjizat. Yang merupakan faktor dalam atau
internal dalam al-qur’an pun juga mereka anggap sebagai mukjizat.

7
DAFTAR PUSTAKA

al Qaththan. Syekh Manna. 2005. Pengantar studi ilmu al Quran. Jakarta: Pustaka al Kautsar

Anwar. Rosihon. 2000. Ilmu Tafsir. Bandung: CV. Pustaka Setia.

AS- Shalih. Subhi. 1990. Membahas Ilmu-Ilmu AL-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus.

As Shouwy. Ahmad. 1995. Mukjizat al Quran dan as Sunnah tentang Iptek. Jakarta: Gema
Insani

Haetami. M. Iqbal. Menyibak tabir alam ghaib. Jakarta: PT Argomedia Pustaka

Hamzah. Muchottob. 2003 Studi Al-Qur’an Komprehensif. Jogjakarta: Gama Media.

Ibnu Katsir. 2012. Keajaiban dan keistimewaan al Quran (fadhail al Quran). Jakarta: Pustaka
azzam

Qardhawi. Yusuf. 1998. Al Quran berbicara tentang akal dan ilmu pengetahuan (al aqlu wa
ilmu fil quranil karim). Jakarta: Gema Insani

Shihab. H.M. Quraish. 1992. Membumikan al-Qur’an . Bandung : Mizan.

[1] Shihab, H.M. Quraish, Membumikan al-Qur’an, (Bandung : Mizan. 1992)

[2] Qaththan, Manna al, Pengantar studi ilmu al quran, (Jakarta: Pustaka al Kautsar. 2014),
h.331.

[3] Baqilani , Ahmad Shaqr al, Ijaz al-Qur’an, jilid 1, (Kairo: Dar al- Ma’rif)

[4] Qaththan, Manna al, Pengantar studi ilmu al quran, (Jakarta: Pustaka al Kautsar. 2014),
h.330.

[5] Qaththan, Manna al, Pengantar studi ilmu al quran, h.327.

[6] Zarqani , Muhammad Abd al- Azim al, Manahil al-irfan fi ulum al- Qur’an, jilid 2, ( Kairo:
Isa al- Baby al-Halaby), h. 331

[7] Baqilani , Ahmad Shaqr al, Ijaz al-Qur’an, jilid 1, (Kairo: Dar al- Ma’rif), h.29.

Muhsin Wahab A,H.K & Wahab Fuad T , Drs. 1982. Pokok-pokok Ilmu Balâghah.
Bandung : Angkasa

Mamat Zainuddin & Yayan Nurbayan. 20007. Pengantar Ilmu Balaghah. Bandung: Refika
Adimata.

Sagala, Rumadani. 2016. Balaghah. Bandar Lampung: IAIN Raden Intan Lampung.

Al-Jarimi Ali & Mustofa Amin. 1957. Al-Balaghah Al-Wadhihah. Mesir: Darul Ma’arif.

Anda mungkin juga menyukai