Anda di halaman 1dari 15

PEMBAHASAN WAHYU DALAM STUDI ULUMUL

QUR’AN

Dosen Pengampu

Muslih Nur Hassan, Lc, M. Ag

Disusun Oleh : Kelompok 1

Rizal Fahri (11200340000149)

M. Yusuf Fadli (11200340000150)

Hilmiyatus Saidah (11200340000151)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga kita
dapat merasakan nikmat iman dan islam .Dan dapat meneyelesaikan penulisan makalah ini dengan tepat
waktu. Tak lupa Shalawat serta salam selalu kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw.
Semoga kita senantiasa mendapatkan syafa’at nya di yaumil qiyamah nanti, Aamiin....

Adapun dalam penyusunan makalah ini, materi yang akan dibahas adalah “ Pembahasan Wahyu
dalam Studi ‘Ulumul Qur’an”. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Ulumul
Qur’an dan kami menyadari sepenuhnya bahwa didalam penyusunan makalah ini banyak terdapat
kekurangan, maka dari itu besar harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan kritik dan
sarannya.

Tidak lupa juga kami mengucapkan banyak- banyak terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu penyusunan makalah ini, khususnya kepada dosen pembimbing mata kuliah ‘Ulumul
Qur’an Bapak Muslih Nur Hassan Lc, M.Ag.

Semoga makalah ini dapat bermanfa’at bagi kita semua dan dapat menambah wawasan kita dalam
mempelajari “Ulumul Qur’an.

Ciputat, 20 September 2020

Tim Penulis .
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang ...................................................................................................................1


2. Rumusan Masalah ..............................................................................................................1
3. Tujuan Pembahasan ...........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian Wahyu ..............................................................................................................2


2. Macam- macam penyampaian ............................................................................................4
3. Wahyu Kemungkinan turunnya Wahyu .............................................................................6
4. Macam-macam cara turun Wahyu ....................................................................................8
5. Perbedaan antara Wahyu, Ilham dan Ta’lim ....................................................................11

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................12


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tidaklah sulit bagi Allah SWT untuk memilih diantara hamba-hamba-Nya. Seorang manusia
yang memiliki jiwa yang bening dan memiliki fitrah yang suci untuk mengemban amanah Ilahi, yaitu
wahyu, Mereka itu adalah para Rasul dan Nabi Allah.

Makna wahyu adalah pemberitahuan Allah Ta’ala kepada orang yang dipilihnya dari kalangan
hamba-Nya sesuai dengan apa yang Dia inginkan berupa petunjuk melalui cara yang tersembunyi lagi
cepat., Siapa diantara kita yang tidak memliki bisikan jiwa saat terjaga maupun tidur, tanpa mengetahui
siapa yang berbicara. Hal ini merupakan contoh yang mengejawantahkan kepada akal kita mengenai
hakikat wahyu. Maka dari itu, sebagai umat manusia kita wajib mengimani adanya wahyu dan segala
ketentuan- ketentuan Allah SWT.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Wahyu ?

2. Jelaskan Macam-macam penyampaian Wahyu ?

3. Apa saja kemungkinan turunnya Wahyu ?

4. Jelaskan Macam-macam cara turunnya wahyu kepada Rasulullah saw ?

5. Apa perbedaan antara Wahyu, Ilham dan Ta’lim ?

C. Tujuan Pembahasan

1. Dapat Mengetahui pengertian dari wahyu

2. Mengetahui macam-macam cara penyampaian wahyu

3. Mengetahui kemungkinan wahyu diturunkan

4. Mengetahui macam-macamnya turunnya wahyu kepada Rasulullah

5. Mengetahui perbedaan antara wahyu, ilahi dan ta’lim

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Wahyu

Dikatakan wahaitu ilaihi dan auhaitu, apabila kita berbicara kepadanya agar tidak
diketahui orang lain. Wahyu adalah isyarat yang cepat. Itu terjadi melalui pembicaraan yang
berupa rumus dan lambang, dan terkadang melalui suara semata, dan terkadang pula melalui
isyarat dengan sebagian anggota badan.

Al-wahy atau wahyu adalah kata masdar (infinitif ), dan kata itu menunjukkan dua
pengertian dasar, yaitu: tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu, wahyu adalah pemberitahuan
secara tersembunyi dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa
diketahui orang lain.

Pengertian wahyu dalam arti bahasa meliputi:

1) Ilham sebagai bawaan dasar manusia, seperti wahyu terhadap ibu Nabi Musa :

‫ن ُمو َسىٰ أ ُ ِٰم ِإلَىٰ َوأ َ ْو َح ْينَا‬


ْٰ َ ‫ض ِعي ِٰه أ‬
ِ ‫أ َ ْر‬
Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, ( Q.S. Al Qasas ayat 7 )

2) Ilham yang berupa naluri pada binatang, seperti wahyu kepada lebah:

ٰ‫ُّك َوأ َ ْو َحى‬


َٰ ‫ل إِ َلى َرب‬ ِٰ َ ‫ن ٱت َّ ِخذِى أ‬
ِٰ ‫ن ٱلنَّ ْح‬ ِٰ ‫ن بُيُوتًا ٱ ْل ِجبَا‬
َٰ ‫ل ِم‬ َٰ ‫ن َو ِم َّما ٱل َّش َج ِٰر َو ِم‬ ُ ‫يَ ْع ِر‬
َٰ ‫شو‬

Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di


pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia",(Q.S An Nahl ayat 68)

3) Isyarat yang cepat melalui rumus dan kode, seperti isyarat Zakaria yang diceritakan Qur’an
:
ِٰ ‫َو َع ِشيًّا بُ ْك َر ٰة ً َسبِ ُحواٰ أَن إِلَ ْي ِه ْٰم فَأ َ ْو َحىٰ ٱ ْل ِمح َْرا‬
ٰ‫ب ِمنَٰ قَ ْو ِم ِٰهۦ َعلَىٰ فَخ ََر َج‬
Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka;
hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.(Q.S Maryam ayat 11)

2
4) Bisikan dan tipu daya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan indah dalam diri
manusia:
ٰ‫َر لَ ْٰم ِم َّما ت َأ ْ ُكلُواٰ َو َل‬
ِٰ ‫ّلل ٱ ْس ُٰم يُذْك‬
َِّٰ ‫ن ٰۗ لَ ِفسْقٰ َوإِنَّ ٰهۥُ َعلَ ْي ِٰه ٱ‬ َٰ ‫ٰۗ ِليُ َج ِدٰلُو ُك ْٰم أ َ ْو ِليَائِ ِه ْٰم إِلَىٰ لَيُو ُحو‬
َٰ ‫ن ٱل َّشيَ ِطي‬
َّٰ ِ‫ن َوإ‬

Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.
Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah
kamu. (Q.S Al An’am ayat 121)

5) Apa yang disampaikan Allah kepada para malaikatnya berupa suatu perintah untuk
dikerjakan:
ٰ‫ُوحى إِ ْذ‬ َٰ ‫َءا َمنُواٰ ٱلَّذِينَٰ فَثَبِتُواٰ َمعَ ُك ْٰم أَنِى ٱ ْل َملَئِ َك ِٰة إِ َلى َرب‬
ِ ‫ُّك ي‬

(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku


bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman".(Q.S Al Anfal
ayat 12)

Sedangkan wahyu Allah kepada para Nabi- Nya secara syara’ didefinisikan sebagai “ kalam
allah yang diturunkan kepada seorang nabi”. Definisi ini menggunakan pengertian maf’ul,
yaitu al-muha (yang diwahyukan).
Perbedaan antara Wahyu dengan Ilham adalah bahwa Ilham itu intuisi ( kemampuan
memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektulis ) yang diyakini jiwa
sehingga terdorong untuk mengikuti apa yang diminta, tanpa mengetahui dari mana
datangnya. Hal ini serupa dengan perasaan lapar, haus, sedih dan senang. 1

1
Khalil Manna’ al –Qattan, STUDI ILMU-ILMU AL-QUR’AN ( PT. Pustaka Litera AntarNusa, 1992, Bogor ) hlm 35-38

3
B. Macam – Macam Penyampaian Wahyu

a. Cara Allah menyampaikan wahyu kepada para Malaikat –Nya

1) Terdapat nash didalam Al- Qur’an yang menyatakan bahwa Allah SWT berfirman
kepada Malaikat -Nya:

ٰ‫ل َوإِ ْذ‬ َٰ ‫ض فِى َجا ِعلٰ إِنِى ِل ْل َملَئِ َك ِٰة َرب‬
َٰ ‫ُّك قَا‬ ٰ ِ ‫ل قَالُواٰ ٰۗ َخ ِليفَ ٰةً ٱ ْْل َ ْر‬
ُٰ َ‫فِي َها يُ ْف ِس ٰد ُ َمن فِي َها أَت َ ْجع‬

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku


hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah,( Q.S Al Baqarah ayat 30)

Nash ini saling menyokong dan menunjukkan bahwa Allah SWT telah berbicara dengan para
Malaikat tanpa perantara dengan pembicaraan yang mereka fahami.

2) Disebutkan bahwa Al-Qur’an telah ditulis di Lauh Mahfudz berdasarkan firman-Nya:

ٰ‫َّم ِجيدٰ قُ ْر َءانٰ ه َُٰو َب ْل‬

Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia

‫َّمحْ فُوظٰ لَ ْوحٰ فِى‬

yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh. ( Q.S Al Buruj ayat 21-22 )

Karena itulah para ulama berpendapat mengenai tata cara Allah mewahyukan Al-Qur’an
kepada Jibril sebagai berikut :

 Jibril menerimanya dengan mendengar langsung dari Allah berupa lafadznya secara
khusus.
 Jibril menghafalkannya dari Lauh Mahfudz.
 Jibril menerima wahyu Al-Qur’an secara makna, sedangkan lafadznya dari beliau
atau dari Nabi Muhammad saw

4
Namun pendapat pertama adalah pendapat yang benar, dan ini adalah pendapat yang
dipegang oleh Ahlussunnah wa Al- Jama’ah, pendapat ini juga dikuatkan dengan
hadits dari An- Nawawi bin Sam’an yang telah lalu.

b) Cara Allah Menyampaikan Wahyu kepada Rasul-Nya

Allah SWT menyampaikan wahyu kepada para rasul-Nya dengan melalui perantara dan
tanpa perantara.

Cara Pertama: Dengan perantaraan Jibril sebagai malaikat pembawa wahyu dan akan
dijelaskan keterangannya nanti.

Cara Kedua : Tanpa melalui perantara

Berikut yang termasuk cara Allah menyampaikan wahyu tanpa perantara :

1. Berupa mimpi yang baik saat tidur.

Sekiranya mimpi tersebut bukan dianggap sebagai wahyu yang wajib diikuti, niscaya
Ibrahim as tidak akan melaksanakan penyembelihan putranya, sekiranya Allah tidak
menggnantinya dengan seekor sembelihan.

2. Termasuk cara kedua, tanpa melalui perantara adalah Kalam Ilahi dari balik hijab
tanpa perantara dan dalam keadaan terjaga.

c) Cara Malaikat menyampaikan Wahyu kepada Rasul

Cara malaikat menyampaikan wahyu kepada Rasullullah tidak luput dari kedua keadaan :

Keadaan Pertama : Ini merupakan keadaan terberat bagi Rasul, karena Malaikat mendatangi
beliau seperti bunyi lonceng dengan suara keras hingga menjadikan konsentrasi dan jiwa
menjadi siap dengan segenap kekuatannya untuk menerima pengaruhnya.

Keadaan Kedua : Malaikat menyerupai sosok manusia, keadaan ini lebih ringan dari
biasanya. Karena ada kesesuaian antara yang berbicara dengan yang mendengar, Rasulullah

5
merasa akrab saat mendengar dari utusan (Malaikat ) pembawa wahyu. Beliau merasa tenang
sebagaimana tenangnya manusia menghadapi saudara sesamanya. 2

C. Kemungkinan turunnya wahyu

Perkembangan ilmu pengetahuan telah maju dengan pesat, dan cahayanya pun telah menyapu
segala keraguan yang selama ini merayap dalam diri manusia mengenai roh yang ada di balik materi.
Ilmu materialistis yang meletakkan sebagian besar dari yang ada di bawah percobaan dan eksperimen
percaya terhadap dunia ghaib yang berada di balik dunia nyata ini, dan percaya pula alam ghaib itu
lebih rumit dan lebih dalam daripada dunia nyata, dan bahwa sebagian besar penemuan modern yang
membimbing pikiran manusia menyembunyikan rahasia yang samar yang hakekatnya tidak bisa
dipahami oleh ilmu itu sendiri, meskipun pengaruh dan gejalanya dapat diamati. Hal yang demikian ini
telah mendekatkan jarak antara pengingkaran terhadap agama-agama dengan keimanan. Dan ini sesuai
dengan firman Allah yang artinya: “Akan kami perlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami
di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Qur’an itu benar
adanya.” (Fushilat: 53) dan firman-Nya: “Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.”
(al-Israa’: 85)

Pembahasan psikologik dan rohani kini mempunyai tempat yang penting dalam ilmu
pengetahuan. Dan hal itu pun didukung dan diperkuat oleh perbedaan manusia dalam kecerdasan,
kecenderungan dan naluri mereka. Di antara intelegensia itu ada yang istimewa dan cemerlang sehingga
dapat menemukan segala yang baru. Tetapi ada juga yang dungu dan sukar memahami urusan yang
mudah sekalipun. Di antara dua sisi ini, terdapat sekian banyak tingkatan. Demikian pula halnya dengan
jiwa. Ada yang jernih dan cemerlang, dan ada pula yang kotor dan kelam.

Di balik tubuh manusia ada roh yang merupakan rahasia hidupnya. Apabila tubuh itu kehabisan
tenaga dan jaringan-jaringan mengalami kerusakan jika tidak mendapatkan makanan menurut kadarnya,
maka demikian pula roh. Ia memerlukan makanan yang dapat memberikan tenaga rohani agar ia dapat
memelihara sendi-sendi dan ketentuan-ketentuan lainnya.

Bagi Allah bukan hal yang jauh dalam memilih dari antara hamba-Nya sejumlah jiwa yang
dasarnya begitu jernih dan kodrat yang lebih bersih dan siap menerima sinar ilahi dan wahyu dari langit
serta hubungan dengan makhluk yang lebih tinggi; agar kepadanya diberikan risalah ilahi yang dapat

2
Al- Qaththan Manna’,MABAHITS FI’ULUMIL QUR’AN- PENGANTAR STUDI ILMU AL- QUR’AN, (Darus Sunnah, 2019, Jakarta Timur ) hlm
41-53

6
memenuhi keperluan manusia. Mereka mempunyai ketinggian rasa, keluhuran budi dan kejujuran
dalam menjalankan hukum. Mereka itu adalah para Rasul dan Nabi Allah. Maka tidaklah aneh bila
berhubungan dengan wahyu yang datang dari langit.

Manusia kini menyaksikan adanya hipnotisme yang menjelaskan bahwa hubungan jiwa manusia
dengan kekuatan yang lebih tinggi itu menimbulkan pengaruh. Ini mendekatkan orang pada pemahaman
tentang gejala wahyu. Orang yang berkemauan lebih kuat dapat memaksakan kemauannya kepada
orang yang lebih lemah; sehingga yang lemah ini tertidur pulas dan ia dikemudikan menurut
kehendaknya sesuai dengan isyarat yang diberikan, maka mengalirlah semua itu ke dalam hati dan
mulutnya. Apabila ini yang diperbuat manusia terhadap sesama manusia, bagaimana pula dengan yang
lebih kuat dari manusia?

Sekarang orang dapat mendengar percakapan yang direkam dan dibawa oleh gelombang eter,
menyeberangi lembah dan dataran tinggi, daratan dan lautan tanpa melihat si pembicara, bahkan
sesudah mereka wafat sekalipun. Kini dua orang dapat berbicara melalui telepon, sekalipun yang
seorang berada di ujung timur dan yang lain di ujung barat, dan terkadang pula keduanya saling melihat
dalam percakapan itu, sementara orang-orang di sekitarnya tidak mendengar apa-apa selain dengingan
yang seperti suara lebah, persis seperti dengingan di waktu turun wahyu. Siapakah di antara kita yang
tidak pernah mengalami percakapan dengan diri sendiri, dalam keadaan sadar atau dalam keadaan tidur
yang pernah terlintas dalam fikirannya tanpa melihat orang yang diajak bicara di hadapannya. Yang
demikian ini serta contoh-contoh lain yang serupa cukup menjelaskan kepada kita tentang hakekat
wahyu.

Orang yang sezaman dengan wahyu itu menyaksikan wahyu dan menukilnya secara mutawatir
dengan segala persyaratannya yang meyakinkan kepada generasi-generasi sesudahnya. Umat
manusiapun menyaksikan pengaruhnya di dalam kebudayaan bangsanya serta dalam kemampuan
pengikutnya. Manusia akan menjadi mulia selama tetap berpegang pada keyakinan itu, dan akan hancur
serta hina bila mengabaikannya. Kemungkinan terjadinya wahyu serta kepastiannya sudah tak dapat
diragukan lagi, serta perlunya manusia kembali kepada petunjuk wahyu demi menyiram jiwa yang haus
akan nilai-nilai luhur dan kesegaran rohani.

Rasul kita Muhammad saw. bukanlah Rasul pertama yang diberi wahyu. Allah telah
memberikan juga wayu kepada rasul-rasul sebelum itu seperti yang diwahyukan kepadanya:
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan
wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada
Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan Kami
berikan Zabur kepada Daud. dan (kami telah mengutus) Rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan

7
tentang mereka kepadamu dahulu, dan Rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka
kepadamu. dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung[381].” (an-Nisaa’: 163-164)

Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa a.s. merupakan keistimewaan Nabi Musa a.s., dan
karena Nabi Musa a.s. disebut: Kalimullah sedang Rasul-rasul yang lain mendapat wahyu dari Allah
dengan perantaraan Jibril. dalam pada itu Nabi Muhammad s.a.w. pernah berbicara secara langsung
dengan Allah pada malam hari di waktu mi’raj.

Dengan demikian, maka wahyu yang diturunkan kepada Muhammad saw. itu bukanlah suatu hal yang
menimbulkan rasa heran. Oleh sebab itu Allah mengingkari rasa heran itu bagi orang-orang yang
berakal.

“Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di
antara mereka: “Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa
mereka mempunyai kedudukan yang Tinggi di sisi Tuhan mereka”. orang-orang kafir berkata:
“Sesungguhnya orang ini (Muhammad) benar-benar adalah tukang sihir yang nyata”. (Yunus: 2)3

D. Macam macam cara turun wahyu kepada rasulullah SAW

Karna wahyu secara terminologis adalah firman Allah SWA yang diturunkan kepada Nabi-
nabinya maka perlu juga dikemukakan dalam kesempatan kali ini tentang bagaimana cara Allah
menurunkan wahyu kepada Nabi dan Rasulnya. Didalam surat asy-syura ayat 51 dijelaskan bagaimana
Allah menurunkan wahyu kepadas seseorang.

“Dan tidak mungin bagi seseorang manusiapun bahwa allaj berkata-kata dengannya kecuali melalui
perantara wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu
diwahyukan kepadanya dengan seizinnya apa yang dia kehendaki, sesungguhnya dia maha tinggi dan
maha bijaksana”. (Q.S. Asy Syura 42:51)

Yang dimaksud melalui perantara wahyu pada ayat di atas iyalah melalui mimpi atau ilham.
Sedangkan yang dimaksud dengan di belakang tabir iyalah seseorang dapat mendengar kalam ilahi akan
tetapi ia tidak dapat melihatnnya seperti yang terjadi kepada Nabi Musa AS. Sedangkan melalui
sseorang utusan iyalah seperti malaikta Jibril AS.

3
Sumber: Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Mannaa’ Khalil al-Qattaan

8
Dari ayat di atas dapat disimpulkan ada tiga cara Allah menurunkan wahyu kepada nabi dan rasulnya
yaitu :

a) Melalui mimpi yang benar


Wahyu dengan car aini disampaikan langsung kepada nabi tanpa perantara malaikat.
Caontohnya adalah mimpi Nabi Ibrahim agar menyembelih putranya Nabi Ismail AS. ( Q.S.
Ash-Shaffat 37: 101-112)

b) Dari bali tabir


Wahyu dengan cara ini juga disampakan langsung tanpa perantara malaikat. Nabi yang
mendengar dapat mendengar kalam ilahi akan tetapi dia tidak dapat melihatnya seperti yang
terjadi pada Nabi Musa AS. (Q.S Al-A’raf 7:143)

c) Melalui perantara malaikat


Cara yang ketiga Allah menurunkan wahyu kepada para Nabi dan Rasulnya iyalah, melalui
perantara malaikat penyampai wahyu seperti malaikat Jibril AS.
Ada du acara malaiat Jibril menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW
 Datang kepada nabi seperti suara dencingan lonceng dan suara yang sangat kuat yang
memengaruhi kesadaran, sehingga nabi dengan segala kekuatannya siap menerima itu
 Malaikatat Jibril datang menyampaikan wahyu kepada nabi dengan menjelma menjadi
seorang laki- laki4

e. Perbedaan antara Wahyu Ilham dan Ta’lim

Ketiga istilah ini memiliki kesamaan, bahwa semuanya sama-sama menunjukkan pengetahuan
yang bersumber dari Allah SWT. Perbedaannya adalah, Wahyu hanya diperuntukkan bagi orang-orang
tertentu yang dipilih oleh Allah, yaitu para Nabi dan Rasul; sedangkan Ilham dan Ta'lim (ilmu)
diberikan oleh Allah kepada semua manusia.

Pengertian Ilham, menurut pendapat sebagian ulama, sebagaimana dikemukakan oleh Hasbi Ash-
Shiddieqie, ialah "menuangkan suatu pengetahuan kedalam jiwa yang menuntut penerimanya supaya
mengerjakannya, tanpa didahului dengan ijtihad dan penyelidikan hujjah-hujjah agama". Sejalan
dengan pendapat ini, Al-Jurjani dalam Kitab At-Ta'rifat mendefinisikan, bahwa ilham ialah " sesuatu
yang dilimpahkan ke dalam jiwa dengan cara pemancaran, ia merupakan ilmu yang ada di dalam hati

4
Manna’ khalil khattan, studi ilmu ilmu al qur’an terjemahan mudzakkir ( Jakarta: litera antar nusa ,cet ke-8 thn 2004), hal
.49.

9
atau jiwa, dan dengannya seseorang tergerak untuk melakukan sesuatu tanpa didahului dengan
pemikiran".

Ilham dalam pengertian ini hampir sama dengan pengertian instink yang dikenal dalam dunia
Psikologi, yaitu: "pola tingkah laku yang merupakan karakteristik-karakteristik spesifikasi tertentu;
tingkah laku yang diwariskan dan dilakukan secara berulang-ulang yang merupakan khas spesifikasi
tertentu. Bahkan menurut Sigmund Freud, ia merupakan sumber energi atau dorongan primal yang tidak
dapat dipecahkan. Lebih lanjut Freud menambahkan, instink itu terbagi dua: instink kehidupan (Eros)
dan instink Kematian (Tahanatos)". Dua macam instink (Ilham) yang terdapat dalam jiwa setiap
manusia juga di ungkapkan dalam Al-Quran dengan sebutan fujur dan Taqwa. Sebagaimana termaktub
dalam Al-qur'an, ( surat Al-Syams 91: 8 ) 5

‫ورهَا فَأ َ ْل َه َم َها‬


َ ‫َوت َ ْق َواهَا فُ ُج‬

"Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kebaikan dan ketaqwaan nya. (Q.S. al-Syams 91: 8)

Dua macam instink yang disebutkan dalam ayat di atas adalah instink atau kecenderungan untuk
berbuat buruk (Fujur) dan instink atau kecenderungan untuk berbuat baik (Taqwa). Kedua macam
instink ini bersifat potensial. Artinya, setiap manusia memiliki potensi untuk berbuat baik dan berbuat
buruk. Karena sifatnya yang potensial, maka aktualisasi instink ini tergantung pada kecenderungan
atau kemauan manusia untuk mengaktualkan instink mana dari kedua instink tersebut. Jika seorang
manusia memiliki kecenderungan untuk mengaktualkan instink keburukan (fujur), maka yang akan
dominan dalam dirinya adalah sifat kejahatan; sehingga jadilah dia sebagai penjahat, pengingkaran
terhadap peruntah dan larangan Allah. Demikian pula sebaliknya, jika instink kebaikan yang
dikembangkan atau diaktualkan, maka jadilah dia sebagai manusia yang baik, patuh terhadap perintah
dan larangan Allah. 6

Dari pengertian ini dapat disimpulkan, bahwa perbedaan antara kedua istilah yang disebutkan
terakhir(Ilham dan Ta'lim) terletak pada proses atau cara memperolehnya. Ilham hanya dapat
diperoleh atas kehendak Allah, tanpa usaha manusia; sedangkan ta'lim (ilmu) harus melalui usaha
manusia; kecuali ilmu ladunny yang dalam pandangan ahli tasawuf proses proses perolehannya sama
dengan Ilham.

5
T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir (cet-viii : Jakarta: Bulan Bintang, 1980)
6
Sidi Gazalba, Asas Agama Islam, (Bulan Bintang, Jakarta, 1975)

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Secara Bahasa kata wahyu bearasal dari kata Al-Wahy yang berarti tersembunyi dan
cepat.
2. Penyampaian wahyu melaui malaikat juga terdapat beberapa system yang digunakan
yaitu :
 Malaikat datang seperti gemerincing lonceng
 Malaikat datang dengan bentuk laki-laki ia menyampaikan wahyu
 Malaikat datang Ketika nabi jaga, sebagaimana pada malam isra
 Kadang adang turun tidak dengan menampakkan diri, tetampak perubahan pada nabi,
seperti orang tidur atau pingsan dan terasa berat bagi nabi, dia juga kadang kadang
berkeringat pada malam yang sangat dingin
 Malaikat Jibril menampakkan dalam bentuk asli

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Khalil Manna’ al –Qattan, STUDI ILMU-ILMU AL-QUR’AN ( PT. Pustaka Litera


AntarNusa, 1992, Bogor ) hlm 35-38

2. Al- Qaththan Manna’,MABAHITS FI’ULUMIL QUR’AN- PENGANTAR STUDI ILMU


AL- QUR’AN, (Darus Sunnah, 2019, Jakarta Timur ) hlm 41-53

3. Sumber: Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Mannaa’ Khalil al-Qattaan

4. Manna’ khalil khattan, studi ilmu ilmu al qur’an terjemahan mudzakkir ( Jakarta: litera antar
nusa ,cet ke-8 thn 2004), hal .49.

5. T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir (cet-viii : Jakarta:


Bulan Bintang, 1980)

6. Sidi Gazalba, Asas Agama Islam, (Bulan Bintang, Jakarta, 1975)

12

Anda mungkin juga menyukai