Disusun oleh :
Kelompok 4
i
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah menciptakan alam
semesta. Tak lupa shalawat dan salam kami sampaikan kepada baginda nabi besar Muhammad
SAW sebagai nabi akhir zaman.
Dengan rasa syukur Alhamdulillah atas taufiq dan hidayahnya, akhirnya kami dari
kelompok 3 dapat menyelesaikan makalah yang membahas tentang “Musnad dan Musnad Ilaih”.
Harapan dan tujuan kami, semoga makalah yang kami buat ini dapat membantu dan
menambah pengetahuan serta pengalaman bagi para pembaca terutama soal penambahan
pemahaman mengenai salah satu sub pembahasan dalam Ulum Balaghah al-Qur’an. Koreksi juga
sangat kami butuhkan sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini,
sehingga kedepannya agar bisa lebih baik lagi.
Tidak lupa juga kami mengucapkan kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam penyelesaian penyusunan makalah ini, khususnya kepada dosen pembimbing mata kuliah
Balaghah al-Qur’an ini, yaitu bapak “Dr. Kh. Ahsin Sakho Muhammad” yang telah banyak
meluangkan waktunya membina dan membimbing kami dalam mata kuliah Balaghah al-Qur’an
ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Al’quran merupakan mulzijat terbesar Nabi Muhammad Saw, kemukzijatannya
terkandung pada aspek bahasa dan isinya. Dalam asfek bahasa Al’Quran mempunyai
tingtak fasohah dan balaghah yang tinggi, sedangkan dari asfek isi pesan dan
kandungan maknanya melampai batasbatas kemampuan manusia. Banyak dari ulama
kemudian menysusun ilmu nahwu, sharaf dan balaghah untuk mengetahui kesustraan
dan keindahan dalam Al’quran.
Ilmu balaghah sebagaimana lain berangkat dari sebuah proses penalaran untuk
menemukan pengetahuan yang di angkap benar kemudian di satukan menjadi satu
teori. Setelah teori itu terkumpul dengan pembagianpembagian yang spesifik, maka
ada kecendrungan untuk mempelajari bagian-bagian tersebut secara persial.
Kemudian setelah terjadinya pembagian-pembagian yang menghasilkan berbagai
macam ilmu, maka muculnya seperti pembahasan kalam khabar dan insyadan lain
sebagainya, nah disisni kami selaku pemakalah akan membahas tentang pengertian
serta fungsi musnad dan musnad ilaih.
B. Rumusan masalah
1. Apakah pengertian dari musnad dalam ilmu balaghah?
2. Bagaimana penyebutan, pelepasan musnad dan rahasianya?
C. Tujuan makalah
1. Memahami pengertian dari musnad dalam ilmu balaghah
2. Mengetahui penyebutan, pelepasan msnad adan rahasia balaghahnya.
iv
BAB II
PEMBAHASAN
1. Khabar mubtada'
الجامعة مشهورة.
2. Fi'il-tam
أرسل هلﻼ رسوله بالهدى
3. Isim fi'il
حي على الصالة.
4. Khabar "" كانdan akhwatnya
كان هلﻼ غفورا رحيما.
5. Khabar "" إنdan akhwat nya
إن الطالب املجتهد لناجح.
6. Maf'ul kedua dari "" ظنan akhwat-nya
ظننت عائشة أخاها مريضا.
7. Maf'ul ketiga dari " "رأىdan akhwat nya
رأى األستاذ الطالب مجتهدين دراستهم
1
َ ◌َ علَه
Musnadnya ف
Jika musnad yang kedua ( )ينطلﻖtidak disebutkan, maka akan tetap faham bahwasanya
zaid dan umar pergi tetapi tidak jelas bagaimana perginya. Untuk itu musnad harus
disebutkan.
2
4. Untuk memperjelas dan menguatkan
Contoh:
Jika tidak disebutkan makan sudah jelas, tetap disini disebutkan untuk memperjelas
dan menguatkan, musnadnya ُخ َلقَهن
Dalam ilmu balaghah, kata خالدpada setiap macam contoh di atas disebut dengan musnad ilaih.
1
Haniah, op.cit. h.94
3
1. Me-ma‟rifah-kan dan Me-nakirah-kan Ketentuan dari Musnad Ilaih adalah berupa
Isim Ma‟rifah, sebab selayaknya sesuatu yang diterangkan keadaannya atau
pekerjaan yang dilakukannya mesti diketahui dengan maksud agar hal tersebut
memberi faedah. Me-ma‟rifah-kan Musnad Ilaih adakalanya menggunakan Isim
Dhamir (kata ganti), Isim „Alam (nama diri), Isim Isyarat (kata tunjuk), Isim Maushul
(kata sambung), Al (alif lam ta‟rif), dan Idhafah.
Salah satu tujuan dan rahasia di balik penggunaan Isim Dhamir pada Musnad Ilaih
adalah konteks kalimat menampakkan keberadaan sebagai mutakalim (penutur) atau
mukhathab (lawan tutur), seperti perkataan Nabi SAW:
انا النبي ﻻ كد ب انا ابن عبد المطالب
Selain karena keadaan kalimat pada posisi penutur disini ada makna lain yang
dapat dirasakan yaitu rasa berbangga sebagai keturunan „Abdul Muthalib dan sebagai
seorang Nabi yang tidak pantas berkata dusta.
a. Musnad Ilaih disusun dengan menggunakan Isim „Alam, salah satu tujuannya
adalah untuk menghadirkan maknanya di hati pendengar dengan nama khusus
yang disebutkan supaya dapat berbeda dari yang lainnya, seperti penyebutan
Ibrahim dan Isma‟il dalam QS. AlBaqarah : 127
ت َواِسْمٰ ِع ْي ۗ ُل َر ﱠبنَا ﺗ َ َقب ْﱠل ِمنﱠا ۗ اِنﱠكَ اَ ْنتَ الس ِﱠم ْي ُع ْال َع ِل ْي ُم
ِ َواِذْ يَ ْرﻓَ ُع اِب ْٰر ٖه ُم ْالقَ َوا ِعدَ ِمنَ ْالبَ ْي
“ dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah
bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan Kami terimalah daripada Kami
(amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui".
b. Musnad Ilaih dibentuk dengan menggunakan Isim Isyarah, salah satu
tujuannya adalah merendahkan dengan kata tunjuk yang dekat serta
mengagungkan dengan kata tunjuk yang jauh, seperti firman Allah SWT
dalam QS. Al-„Ankabut : 64
َي ْال َحيَ َوا ۘ ُن لَ ْو كَانُ ْوا يَ ْع َل ُم ْون ٰ ْ ﱠار
َ اﻻ ِخ َرة َ لَ ِه
ۗ َو َما ٰه ِذ ِه ْال َح ٰيوة ُ الدﱡ ْنيَا ٓ ا ﱠِﻻ لَ ْه ٌو ﱠو َلع
َ ِبٌ َوا ﱠِن الد
“ Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main.
dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka
mengetahui.”
4
Begitu banyak manusia yang terpedaya dengan kehidupan dunia yang
hanya merupakan persinggahan sehingga dalam ayat ini ditunjuk dengan kata
tunjuk dekat yang mengisyaratkan bahwa dunia itu merupakan suatu yang
rendah dan tidak perlu diagungkan.
Sedangkan kata tunjuk jauh yang digunakan untuk menunjuk Alqur‟an
Al-Karim pada QS. Al-Baqarah: 2 menunjukkan pada posisi Alqur‟an yang
agung dan dimuliakan, sebagaimana firman Allah SWT
َْب ۛ ِﻓ ْي ِه ۛ ُهدًى ِ ّل ْل ُمت ﱠ ِقي ْۙن
َ ٰذلِكَ ْال ِك ٰتبُ َﻻ َري
“ Kitab (Al-Qur‟an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka
yang bertaqwa”
c. Musnad Ilaih disusun dengan Isim Maushul, salah satu tujuannya adalah
untuk memberikan rasa penasaran kepada pendengar akan berita yang ingin
disampaikan, seperti firman Allah SWT dalam QS. Luqman : 8
ت لَ ُه ْم َجنﱣتُ النﱠ ِعي ِْۙم ا ﱠِن الﱠ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا َو َع ِملُوا ال ﱣ
ِ ص ِل ٰح
“ Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal
saleh, bagi mereka syurga-syurga yang penuh kenikmatan ”
Dengan menyebutkan Isim Maushul sebagai Musnad Ilaiih
”آorang-orang yang beriman dan beramal shaleh” membuat pendengar merasa
penasaran dengan keadaan atau balasan apa yang akan diberikan kepada
mereka. Sehingga ketika disebutkan bahwa mereka akan mendapatkan surga
na‟im, rasa penasarannya hilang, ini yang biasa disebut dengan Tasywiq.
Sesuatu yang diperoleh setelah mencari-cari merupakan hal yang
menyenangkan.
d. Musnad Ilaih disusun dengan Al (alif lam ta‟rif), salah satu tujuannya adalah
untuk menunjukkan cakupan secara keseluruhan terhadap makna yang
dikandung suatu lafaz, seperti firman Allah SWT dalam QS. Al-„Asr : 2
ِ ۡ ا ﱠِن
اﻻ ۡن َسانَ لَ ِف ۡى ُخ ۡس ۙ ٍر
“ Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian”
Penggunaan Alif Lam pada kata Al-Insan dalam ayat ini mengisyaratkan
makna bahwa kerugian itu mencakup seluruh makhluk manusia sehingga pada
5
ayat berikutnya diungkapkan pengecualian terhadap orang-orang yang
beriman dan beramal shaleh.
e. Terkadang juga Musnad Ilaih di-ma‟rifah-kan dengan Idhafah (sigmation)
yaitu dengan menyandarkan suatu kata kepada kata-kata Ma‟rifah yang
disebut sebelumnya. Teknik ini memiliki banyak tujuan diantaranya untuk
menghadirkan perasaan penutur kepada pendengar dengan cara yang ringkas
karena terbatasnya keadaannya seperti adanya rasa kebosanan yang
diungkapkan oleh Ja‟far bin „Alabah alHaritsi dalam syairnya :
جنيب وجسماني بمكة موثﻖ# هواي مع الكتاب اليمانين مصعد
“ Orang yang kusenangi telah pergi bersama kafilah menuju Yaman,
sedangkan tubuhku ini terikat di Makkah”
Syair ini diungkapkan ketika penyair merasa terpenjara di Makkah lalu
dikunjungi oleh kekasihnya dan ketika sang kekasih telah pergi diucapkanlah
syair ini. Untuk mengungkapkan orang yang disenangi penyair menggunakan
kata هوايdengan menyandarkan kata هوائkepada Dhamir Mutakallim يyang
lebih ringkas dari pada kata الدي اهواه من
Makna dan maksud tersebut adalah ketika me-ma‟rifah-kan Musnad Ilaih.
Namun terkadang Musnad Ilaih disusun dengan kata yang berbentuk Nakirah.
Diantara tujuan me-nakirah-kan Musnad Ilaih adalah untuk menggambarkan
bahwa yang disebutkan adalah orang yang tidak tentu dan tidak jelas siapa
orangnya, seperti kata رجلdalam QS. Al-Qashash:20
ْ َصى ْال َم ِد ْينَ ِة يَسْعٰ ۖى قَا َل ٰي ُم ْو ٰ ٓسى ا ﱠِن ْال َم َﻼَ يَأْﺗ َِم ُر ْونَ بِكَ ِليَ ْقتُلُ ْوكَ ﻓ
ِ اخ ُر ْج اِنِّ ْي لَكَ ِمنَ النﱣ
َص ِحيْن َ َو َج ۤا َء َر ُج ٌل ِ ّم ْن ا َ ْق
Dan seorang laki-laki datang bergegas dari ujung kota seraya berkata, “Wahai
Musa! Sesungguhnya para pembesar negeri sedang berunding tentang engkau untuk
membunuhmu, maka keluarlah (dari kota ini), sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang memberi nasihat kepadamu.”
6
a. Dalam praktek berbahasa menyebut Musnad Ilaih mempunyai banyak maksud
dan tujuan, diantaranya adalah menujukkan akan kesenangan penutur terhadap
sesuatu yang dituturkan seperti perkataan penyair:
ليلﻼي منكن ام ليلئ من البشر# باالله يا ظبيات القاع قلن لنا
Sang penyair menyebutkan nama Laila dua kali yang pada dasarnya bisa
disebutkan sekali dengan tujuan ada perasaan senang dengan menyebutnya. 2
b. Terkadang juga Musnad Ilaih tidak disebutkan dalam berbahasa jika ada hal
yang menunjukkan pada sesuatu yang tidak disebutkan itu. Teknik ini
mempunyai beberapa tujuan diantaranya adalah kondisi dan situasi yang
sempit tidak memungkinkan untuk menyebutkan musnad ilaih karena
perasaan sakit atau putus asa, seperti perkataan penyair:
سهر داءم وحزن طويل# كيف انت؟ قلت ليل: قال لئ
“Dia berkata kepadaku: bagaimana kondisimu? Saya menjawab: sakit. Bergadang
selamanya dan kesedihan yang berkepanjangan.”
Sang penyair tidak lagi menyebutkan Musnad Ilaih اّأkarena situasi dan
kondisinya yang sempit dengan adanya perasaan sakit. 3
3. Susun balik (Mengedepankan dan mengakhirkan)
Secara umum Musnad Ilaih pada kalimat nominal letaknya didahulukan seperti
didahulukan Mubtada dari pada Khabar. Sementara pada kalimat verbal Musnad Ilaih
terletak setelah Musnad seperti Fa‟il disebutkan setelah Fi‟il. Namun seorang sastrawan
menyalahi susunan asli tersebut dengan maksud dan tujuan di antaranya yaitu
mengkhususkan Musnad yang terdiri dari kata kerja kepada Musnad Ilaih, seperti:
ما انا ﻓعلت هدا
“Bukan saya yang melakukan ini tapi orang lain”
2
Ibid., h. 144.
3
Ibid., h. 134.
7
BAB IV
KESIMPULAN
1. Dalam kajian balagah ada beberapa teknik dalam mengungkapkan musnad ilaih, di
antaranya adalah : a. Me-ma‟rifah-kan dan Me-nakirah-kan b. Menyebut dan
Meninggalkan c. Susun balik (Mengedepankan dan mengakhirkan)
2. Seperti kajian pada Musnad Ilaih, Musnad juga mempunyai beberapa keadaan yaitu:
didahulukan atau diakhirkan, di-ma‟rifah-kan atau dinakirah-kan, disebutkan atau
ditinggalkan.
3. Al-Dzikr secara leksikal bermakna menyebut. Sedangkan dalam terminologi ilmu
balaghah Al-Dzikr adalah menyebut musnad. Al-Dzikr merupakan kebalikan dari al-
Hadzfu. Dalam praktek berbahasa Al-Dzikr mempunyai beberapa tujuan / faidah, yaitu:
1. Untuk memamerkan ketidak arifan pendengar.
2. Bertujuan untuk menjelaskan lemahnya sambungan
3. Untuk mengklarifikasi isim dan fi’il
4. Untuk menunjukan kekaguman
5. Untuk memperjelas dan menguatkan
8
DAFTAR PUSTAKA
„Arafah, Abd al-Aziz „Abd al-Mu‟ti. Min Balagah al-Nazm al„Arabi, Jilid I. Kairo: t.p.,
2001.
Fatimah Nur Azizah Lubis, ISNAD ( MUSNAD ILAIH DAN MUSNAD ) DALAM
ILMU MA’ANIL QUR’AN, 2020