Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Nazhariyatul Adab dalam bentuk penulisan makalah dengan judul ‘Unsur-unsur Sastra’.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca. Meskipun kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik membangun dari para pembaca untuk menjadi perbaikan bagi
kami di penulisan makalah selanjutnya.

Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Ciputat, 18 September 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
BAB I.....................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.................................................................................................................3
A. Latar belakang...........................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................3
BAB II....................................................................................................................................4
PEMBAHASAN....................................................................................................................4
Unsur – Unsur Sastra...........................................................................................................4
A. ‘Athifah (Rasa)...........................................................................................................4
B. Khayal ( imajinasi )...................................................................................................7
C. Fikrah ( gagasan )......................................................................................................8
D. Shurah ( bentuk ).......................................................................................................9
Unsur-Unsur Sastra Indonesia..........................................................................................10
1. Unsur Intrinsik........................................................................................................10
2. Unsur Ekstrinsik......................................................................................................10
BAB III................................................................................................................................11
PENUTUP...........................................................................................................................11
KESIMPULAN...................................................................................................................11
Daftar Pustaka....................................................................................................................12

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Adab adalah Setiap syi’ir yang diungkapkan dengan gaya bahasa yang indah yang dapat
mempengaruhi jiwa dan mendidik budi pekerti untuk berakhlak mulia dan menjauhi akhlak
tercela, dan sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi
yang spontan dan mampu mengungkapkan aspek estetik, epik, dan lirik yang didasarkan pada
ospek kebahasaan maupun makna.

Hal yang terkait dengan pengertin sastra, yaitu ilmu sastra yang mencakup bidang yang
luas, meliputi teori sastra, sejarah sastra dan kritik sastra. Teori sastra adalah bagian ilmu
sastra yang membicarakan pengertian-pengertian dasar tentang sastra, unsur-unsur yang
membangun karya sastra, macam-macam sastra, dan perkembangan serta kerangka pemikiran
tentang para pakar tentang apa yang dinamakan sastra, bahwa sastra dan kehidupan tidak
dapat dipisahkan.1

Dalam kajian sastra Arab disebutkan, bahwa sebuah ungkapan dapat dikategorikan
sebagai karya sastra, baik genre syair maupun genre prosa, apabila ungkapan tersebut
memenuhi empat unsur, yaitu : 1. Rasa (‫ )العاطفة‬2 . Imajinasi (‫ )الخيال‬3. Gagasan (‫ )الفكرة‬4.
Bentuk (‫ورة‬GG‫)الص‬. Ada yang menyebut Al-fikrah dengan istilah‫نى‬GG‫( المع‬tema), dan Shurah
dengan istilah ‫( االسلوب‬gaya bahasa). Unsur-unsur ini yang kemudian disebut dengan istilah
Unsur-unsur intrinsik ( Al-‘anashir al-dakhiliyyah ), yaitu unsur-unsur dalam yang
membangun sebuah karya sastra.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja itu unsur-unsur sastra ?


2. Bagaimana itu unsur sastra ‘Atifah, Khayal, Fikrah, dan Shurah ?

C. Tujuan Penulisan

Mengetahui dan memahami unsur – unsur sastra dan pembagian unsur sastra.

1
Ahkmad Muzakki,Kesusastran Arab: Pengantar Teori dan Terapan, (Yogyakarta : Arruzz, 2006) cet.1, hal, 25.

3
BAB II
PEMBAHASAN
Unsur – Unsur Sastra

Dalam kajian sastra Arab disebutkan, bahwa sebuah ungkapan dapat dikategorikan
sebagai karya sastra, baik genre syair maupun genre prosa, apabila ungkapan tersebut
memenuhi empat unsur, yaitu : 1. Rasa (‫ )العاطفة‬2 . Imajinasi (‫ )الخيال‬3. Gagasan (‫ )الفكرة‬4.
Bentuk (‫)الصورة‬. Ada yang menyebut Alfikrah dengan istilah‫( المعنى‬tema), dan Shurah dengan
istilah ‫( االسلوب‬gaya bahasa). Unsur – unsur ini yang kemudia disebut dengan istilah Unsur-
unsur intrinsik ( Al-‘anashir al-dakhiliyyah ), yaitu unsur-unsur dalam yang membangun
sebuah karya sastra.2

A. ‘Athifah (Rasa)

‫ و لكن حب‬, ‫فالذهاب الي الحديقة مثال فكرة‬, ‫بينما الفكرة شئ عقلي‬, ‫ فهي تحرك نفسي‬,‫ للنص‬G‫العاطفة هى االنفعال النفسى المصاحب‬
‫والتردد عليها في اوقات معينةعاطفة‬, ‫الذهاب اليها‬3

Ada dua istilah yang oleh para sastrawan sering kali disamakan dengan rasa,
yaitu feeling dan emosi. Feeling adalah sikap sang penyair terhadap tokoh
permasalahan atau objeknya (Henry Guntur Tarigan,1993 : 11). Sedangkan emosi
adalah keadaan bathin yang kuat, yang memperlihatkan kegembiraan, kesedihan,
keharuan, atau keberanian yang bersifat subjektif 4 (Syamsir Arifin, 1991 : 40).
Menurut A.Syayib, pengertian emosi inilah yang memiliki kesamaan dan pengertian
rasa sastra.
Rasa sastra merupakan salah satu unsur-unsur sastra yang sangat penting,
karena rasa sastra inilah yang membedakan antara karya sastra dan karya ilmiah
lainnya, antara sastrawan dan cendekiawan atau ilmuwan, serta antara penyair dan
ahli Nadzam. Ia dapat membuka atau menyingkap tabir-tabir kehidupan,baik pada
alam material maupun alam spiritual. Sekaligus ia merupakan kekuatan yang
mempengaruhi pihak pembaca atau penikmat sastra. Rasa sastra akan segera timbul
apabila seseorang memiliki daya khayal yang baik. Khayal dan rasa sastra merupakan
unsur yang dominan dalam karya sastra, sekalipun tingkat nilai seninya berbeda.
Untuk mengetahui dan menilai rasa sastra, diperlukan ukuran-ukuran (miqyas)
di antaranya :

2
Ahmad Muzakki, Pengantar Teori Sastra, Malang : UIN Maliki – Pres, 2011, hal. 72
3
Muhammad Abdul al-mun’im khafaji dalam buku Madarisu An-Naqdi Al-Adabiyyi,hal .44.
4
KBBI

4
a. Kebenaran rasa ( Shidiq Al – ‘Athifah )
Rasa itu timbul dengan sebenarnya tidak dibuat-buat ataupun direkayasa dengan itu
rasa akan memberikan nilai dalam sebuah karya sastra. Misalnya, kematian seseorang
yang kita cintai akan menimbulkan atau membangkitkan rasa sedih, begitu pula dalam
sebuah kemenangan akan menimbulkan rasa gembira bagi seorang sastrawan, rasa sastra
yang hakiki akan menembus dan bersemi disanubari pembaca ataupun penikmat sastra.
Misalnya, syair Al-Nabighoh ketika ia meratapi kepergian saudaranya yang bernama
Kulaib berikut ini :

‫ لقد فجعت بفارسها نزار‬# ‫ وكيف جييبين البلد القفار اجبين يا كلييب خالك ذم‬# ‫دعوتك يا كليب فلم جتبين‬

“Wahai kulaib aku memanggilmu mengapa engkau tidak menjawab bagaimana negeri
yang kering menjawabku wahai kulaib jawablah selain kamu tercela kabilah nizar telah
merasa pedih karena penunggang kudanya”.

Pada syair diatas Al-Nabighoh mengkisahkan saudaranya yang bernama Kulaib,


seorang pahlawan yang pantang mundur mempertahankan kabilahnya, yaitu suku Nizar,
ketika Kulaib meninggal penduduk suku Nizar merasa sedih, karena mereka kehilangan
seorang pahlawan yang gigih dan pemberani, rasa duka cita yang dialami Al-Nabighoh
adalah rasa yang sebenarnya, sebuah kenyataan yang dialami, sehingga siapapun yang
membaca syair diatas akan merasakan kesedihan yang mendalam, seperti halnya yang di
alami Al-Nabighoh.
b. Kekuatan Rasa ( Quwah Al – ‘Athifah )
Yang di maksud dengan kekuatan rasa di sini bukan ragam rasa sastra yang di
tampilkan, kadang rasa yang tenang akan memberikan dampak pada pembaca, maka
untuk membuat ukuran mengenai kekuatan rasa mengalami kesulitan, namun hal yang
penting adalah kekuatan rasa tersebut bersumber dari sastrawan itu sendiri. Oleh karena
itu seorang sastrawan harus mempunyai rasa yang kuat, terlepas dia berfikir kuat atau
lemah, dengan rasa yang kuat itu karya sastra akan berpengaruh kepada pembaca dan
pendengar sastra, dan ada diantaranya sastrawan yang berfikir kuat tapi rasa yang
dikemukakan dalam karyanya lemah, begitu pula sebaliknya, Ia mempunyai rasa dan

5
membuahkan karya yang kuat tetapi berfikir lemah5. Seperti syair Al-Mu’lawith berikut
ini :

‫ ومسح باألركان من ىو ماسح‬# ‫ودال قضينا من مين كل حاجة‬


“Terhadap semua itu kami telah meraih segalanya dan si pendusta melenyapkan atas
nama kemuliaan”.
Syair Al-Mu’lawwith di atas penuh dengan makna filosofis, disampaikan dengan
imajinasi yang tinggi dan gaya bahasa yang indah dan memiliki nilai sastra yang tinggi,
sehingga untuk memahaminya butuh pemahaman ketajaman, penalaran, kepekaan guna
memahami makna yang dikandungnya, maksud syair di atas adalah setelah Al-
Mu’lawwith berhasil meneggakan kebenaran di tengah kehidupan.
c. Kelanggengan Rasa ( Tsabat Al-‘Athifah )
Maksudnya ialah kelanggengan rasa yang terdapat pada seorang sastrawan selama Ia
berkarya, hal ini dimaksudkan agar rasa ini tetap kuat dan berpengaruh terhadap
karyanya, dengan ini pembaca akan merasakan kelanggengan rasa sastra walaupun dalam
situasi berbeda. Misalnya syair Abu Tamam saat Ia menyaksikan peperangan antara Ali
dan Muawiyah, kemudian Ia mengabadikannya dalam ungkapan syair berikut ini :

‫ يف حده احلد بني اجلد وللعب‬# ‫السيف أصدق انبيأ من الكتاب‬


“Pedang itu lebih benar dari pada kitab sebagai peringatan dalam ketajamannya
terhadap hukuman antara kesungguhan dan permainan”.

Syair sastra di atas senantiasa langgeng, sekalipun dibaca dalam dalam situasi apapun,
karena Abu Tamam mengekspresikan syair tersebut pada saat Ia menyaksikan kepedihan
dan keharuan yang dialami Ali dan Mua’wiyyah. Begitu kejam dan mudahnya sebuah
pedang keluar dari sarungnya, sehingga Ia mengalahkannya dengan kitab untuk
memberikan keputusan diantara mereka, rasa haru inilah yang kemudian
mengekspresikan dalam bentuk gubahan syair.
d. Ragam rasa ( Tanamu Al-‘Athifah )
Maksudnya ialah kemampuan sastrawan dalam mentranformasikan ragam rasa dalam
jiwa pembaca, seperti rasa cinta, rasa sedih, rasa semangat, rasa kagum, rasa simpati,rasa
bangga. Oleh karena itu, bakat ini tdak semua sastrawan memilikinya, misalnya syair
Hassan bin Tsabit saat Ia meratapi kepergian Nabi SAW selamanya, syairnya berbunyi :

5
Ahmad Muzakki, Pengantar Teori Sastra, Malang : UIN Maliki – Pres, 2011, hal. 72

6
‫ والطيبون على ادلبارك امحد يارب فاجمعنا معا ونبينايف‬# ‫جنو تثين عيون احلسد صلي االلو ومن حيف بعرشو‬

“Wahai tuhan-ku kumpulkanlah kami bersama nabi dalam surga yang dapat
memalingkan mata oran-orang yang hasud allah, dan orang-orang yang mengelilingi
arsy beserta segenap orang-orang baik bersama-sama menaburkan rahmat kepada
orang yang di berkahi, yaitu ahmad”.
Hassan bin Tsabit dalam syairnya di atas memang mengungkapan kesedihannya,
karena Ia di tinggal oleh seorang yang berperilaku dan berakhlaq mulia dan yang menjadi
Uswatun Hasanah6. Tetapi di balik kesedihan yang dialaminya, Hassan sungguh
merasakan kebahagiaan yang tiada tandingnya karena Ia hidup di bawah naungan syariat
yang di bawa sang Nabi, dengannya ajaran-ajaran yang di bawanya akan menyelamatkan
dan membahagiakan umat manusia.

e. Tingkat Rasa ( Sumuw Al - ‘Athifah )


Para kritikus sastra sepakat bahwa yang dimaksud tingkat rasa adalah perbedaan
tinggi rendahnya rasa sastra bagi setiap sastrawan, perbedaan ini dapat di ketahui dengan
keindahan gaya bahasa ( stilistika) yang di gunakan. Seperti syair Ibn Al-Mu’iz berikut
ini :

‫ وارحم القبح فاىواه ادك‬# ‫اىم باحلسن كما ينبغي‬


“Aku mencintai kebaikan sebagaimana layaknya dan Aku menyayangi kejelekkan
kemudian menyukainya”.

Maksudnya Al-mu’iz menggambarkan kejelekkan dengan keindahan dengan harapan


agar seseorang meyakini dan melakukan perbuatan sebaliknya, jadi dalam ungkapan syair
tersebut Al-Mu’iz menggunakan kata Al-Qubh, tetapi yang dimaksudkan adalah
sebaliknya, yaitu Al-Jamil, karena kejelekkan dan perbuatan hina memang
menyenangkan di pandang nafsu, sehingga Ia membuat qorinah dengan kata hawa. Di
samping itu, kalau Al-Qubh yang dikehendaki, maka terjadi kontra diksi dengan kalimat
sebelumnya.

6
Ahmad Muzakki, Pengantar Teori Sastra, Malang : UIN Maliki – Pres, 2011, hal. 72

7
B. Khayal ( imajinasi )

‫واستعادةالمرء في ذهنه الصورالتي ادركها من‬, ‫اماشعور االنسان باشياء غير حاضرة‬, ‫الخيال من اهم عناصر االثر االدبي‬
‫ فهو ما نسميه الخيال اوالتخيل‬, ‫قبل بالحس‬. 7

Imajinasi adalah kemampuan seseorang yang mampu memahami atau mengerti


untuk menjadikan suatu bentuk atau pandangan atau keberadaan. Atau memiliki arti lain
daya pikir untuk membayangkan (dalam angan-angan) atau menciptakan gambar (lukisan,
karangan, dan sebagainya) kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang.
Dalam karya sastra, imajinasi merupakan unsur yang paling penting dan dengannya
sastrawan dapat merekam peristiwa yang berlalu dan yang akan datang. Dalam sastra
arab, imajinasi ini tampak pada ungkapan yang berbentuk Tasybih, Majaz, Isti’arah,
Kinayah, Husnu At Ta’lil,Mubalaghah dan sebagainya ini semua sarana untuk
meningkatkan daya imajinasi, jika ini bisa dioptimalkan maka Ia akan berfungsi sebagai
media untuk mempengaruhi dan membangkitkan perasaan seorang sastrawan dan pada
akhirnya imajinasi tersebut memberikan nilai estetika. Ahmad Al-Syayib membagi khayal
kepada tiga macam8, yaitu :

a) Khayal Ibtikari (Creative Imagination)


Yaitu adannya gambaran baru dalam sebuah karya sastra yang disusun dari beberapa
unsur sebelumnya, Jika unsur tersebut di susun secara selektif maka Ia dinamakan Khayal
Ibtikari, tetapi jika di susun dengan sewenang - wenang maka Ia di namakan Wahn /
Fancy (angan-angan) misalnya, peran para tokoh dalam kisah Abu zaid dan dalam cerita
seribu satu malam. Ketika seseorang memerankan tokoh tersebut, tentunya memulai
dengan alur yang prosedural, dan kemudian berimajinasi sesuai dengan alur yang di
perankan.
b) Khayal Ta’lifi (Assosiative imagination)
Khayal ini merupakan perpaduan antara pikiran dan gambaran yang bermuara pada
satu perasaan yang benar. Misalnya pada musim hujan pepohonan menghijau, buahnya
lebat, dan burung-burung berterbangan di atasnya. Namun saat musim kemarau tiba,
maka keadaan pohon sebaliknya. Ketika sastrawan berimajinasi tentang pohon tersebut
dengan memadukan pikiran dan gambaran yang ada, maka proses imajinasi ini disebut
dengan Khayal Ta’lifi.

7
Muhammad Abdul al-mun’im khafaji dalam buku Madarisu An-Naqdi Al-Adabiyyi,hal 50
8
Ahmad Muzakki, Pengantar Teori Sastra, Malang : UIN Maliki – Pres, 2011, hal. 72

8
c) Khayal Bayani (Interpretative Imagination)
Khayal ini disebut juga dengan khayal Tafsiri, khayal ini merupakan sarana yang baik
untuk mengekspresikan nuansa alam dengan gaya bahasa yang indah, karena bentuk
khayal ini memberikan sentuhan keindahan alam sehingga dapat menggambarkan
keindahan dengan jelas. Misalnya, saat kita menyaksikan sekuntum bunga atau membaca
kata bunga, kemudian kita memberikan interpretasi terhadap makna bunga itu, apakah
bunga sebagai keindahan, kecantikan, kesejukan, kelembutan, dan sebagainya.

B. Fikrah ( gagasan )
‫وهي االساسية االول لالعترا ف بقيمته‬, ‫من اهم عنا صر االدب ومقوماته‬, ‫الفكرة اوالحقيقة اوالمعني اوالمضمون‬.9

Gagasan merupakan patokan utama untuk mengetahui karya sastra, jika karya
sastra itu tidak memiliki gagasan maka sastra tersebut sastra yang mati, tidak di kenal
dan lemah, pikiran dan gagasan yang di kandung dalam sastra harus krusial, relevan
dan jelas dan tidak bersifat plagiat atau tiruan. Seorang sastrawan ketika hendak
menyampaikan gagasan atau pikirannya harus kuat dan relasi dengan judul dan situasi
(keadaan) pada umumnya, gagasan dalam sastra di pengaruhi keadaan sosial,
perkembangan politik, budaya dan bahkan di warnai oleh faktor sejarah dan psikilogis
pengarang Ada tiga ukuran yang perlu di perhatikan oleh para sastrawan ketika
memaparkan suatu gagasan dalam sebuah karya sastra yaitu : 1) Kamiyah Al Haqaiq
(Kuantitas realita), 2) Jiddah Al Afkar (Pemikiran baru), 3) Shaihah Al Afkar
(Pemikiran yang benar).

C. Shurah ( Bentuk )
‫او‬,‫سواء كان عنصر الفكر هو العنصر البارزة‬, ‫الصورة الذي هو التعبير باسلوب جميل عن عاطفة االديب‬
‫عنصر العاطفة هو االضح‬.10

Bentuk adalah cara dan gaya dalam penyusunan dan pengaturan bagian -
bagian karangan atau pola struktural karya sastra. Ahmad Al-Syayib mendefinisikan
bentuk atau ‫ الصور‬sebagai berikut : “Bentuk adalah sarana yang digunakan oleh
seorang sastrawan untuk mentransformasikan pikiran dan perasaannya kepara para

9
Muhammad Abdul al-mun’im khafaji dalam buku Madarisu An-Naqdi Al-Adabiyyi,hal 50

10
Muhammad Abdul al-mun’im khafaji dalam buku Madarisu An-Naqdi Al-Adabiyyi,hal 55

9
pembaca atau pendengar sastra”. Dari definisi di atas, menjelaskan bahwa bentuk
atau bahasa satra merupakan sarana utama bagi sastrawan untuk mengungkapkan
pikiran dan imajinasinya kepada pembaca dan pendengar sastra 11. Ahmad Al- Syayib
menjelaskan bahwa bahasa sastra akan dapat mengekspresikan pesan-pesan sastra
yang didasari pada khayal dan rasa, apabila :
 Bahasa bersifat lugas.
Bahasa bersifat lugas apabila bentuk bahasanya dapat mengekspresikan pesan-
pesan dengan bahasa lugas, baik dan indah jauh dari istilah-istilah ilmiah.
 Bahasa dan sastra berbeda karena perbedaan perasaan.
Ungkapan sebuah sastra berbeda karena perbedaan rasa. Seandainya rasa itu
sederhana atau pendek jangkauannya, maka rasa itu hanya memerlukan bentuk bahasa
yang sederhana pula. Suatu contoh jika seorang sastrawan ingin mengekspresikan
keindahan sederhana, maka Ia cukup menggunakan kata-kata sederhana.
 Bentuk sastra terkait dengan makna.
Bentuk sastra sangat erat kaitannya dengan makna, irama dan kata. Makna-
makna majaz, irama ( musikalisasi) dan susunan kata yang indah sangat menentukan
dalam bentuk bahasa sastra.

Unsur-Unsur Sastra Indonesia

Unsur-unsur yang ada di karya sastra Indonesia sangat berbeda dengan yang ada
dalam karya sastra Arab. Unsur-unsur yang ada dalam sastra Indonesia antara lain :

1. Unsur Intrinsik

 Tema, dapat diartikan sebagai suatu gagasan sentral yang mendasari sebuah karya
sastra, yang didukung oleh pelukisan latar maupun penokohan. Terkadang,
gagasan ini menjadi kekuatan yang menyatukan berbabgai unsur untuk
menguatkan karya sastra itu sendiri. 12
 Penokohan Penokohan sendiri, merupakan unsur penting dalam karya sastra,
karena tidak akan ada karya sastra jika tidak ada tokoh yang bergerak yang
membentuk alur cerita.
 Alur, merupakan struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang menandai urutan
bagian-bagian dalam keseluruhan karya sastra.

11
Ahmad Muzakki, Pengantar Teori Sastra, Malang : UIN Maliki – Pres, 2011, hal. 72

12
Panuti Sudjiman, Memahami Cerita Rekaan, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya,1998, hal. 51

10
 Latar, di dalam latar meliputi tempat peristiwa terjadi, waktu saat peristiwa
terjadi.
 Sudut Pandang, memiliki arti hubungan di antara tempat pencerita berdiri dan
ceritanya.
 Gaya Bahasa

2. Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang terdapat di luar karya sastra yang
memengaruhi kelahiran dan keberadaan suatu karya sastra dan mempermudah
memahami karya sastra tersebut. Unsur-unsur ekstrinsik sebuah sastra meliputi :
 Latar belakang kehidupan penulis
 Keyakinan dan pandangan hidup penulis
 Adat istiadat yang berlaku pada saat itu

11
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Setiap unsur mempunyai fungsinya masing-masing, seperti pertama, Athifa yang


membuat para pembacanya membaca dengan feeling dan emosi, dan rasa inilah yang
membedakan mana karya sastra dan mana karya ilmiah, kedua, Khayal atau imajinasi,
seorang sastrawan harus mampu berimajinasi karena dengan berimajinasi karya sastra akan
terlihat lebih bernilai tinggi dan estetis. Ketiga, Al-Fikrah atau ide, sastra bukan hanya
membutuhkan rasa hati juga membutuhkan gagasan sebab sastra yang tidak mempunyai
gagasan adalah sastra yang mati, dan ke empat, Shurah atau gaya bahasa, dengan adanya
Shurah para sastrawan mampu mentansformasikan apa yang ada dipikiran dan perasaan
mereka dan itu akan membuat para pembaca dapat merasakan apa yang sastrawan tersebut
rasakan.

12
Daftar Pustaka

Khafaji,Muhammad Abdul Al-mun’im.Madarisu An-Naqdi Al-

Adabiyyi

Ahkmad Muzakki,Kesusastran Arab: Pengantar Teori dan Terapan,

(Yogyakarta : Arruzz, 2006) cet.1, hal, 25.

Panuti Sudjiman, Memahami Cerita Rekaan, Jakarta: PT. Dunia

Pustaka Jaya,1998, hal. 51

KBBI

13
MAKALAH

UNSUR – UNSUR SASTRA

Dosen
Pengampu : Rizki Handayani, M.A

Disusun oleh :
M. Viston Hadi Salam (11180210000172)
Nurjakiya Rahmayanti (11180210000012)
Suci Ramadhani (11180210000170)

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

14
2019

15

Anda mungkin juga menyukai