Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Memahami sebuah perkataan yang diungkapakan oleh mutakalim, kita
sangat perlu untuk mengatahui sebuah makna dari ungkapan tersebut agar
maksud dan tujuan ungkapan mutakalim sampai kepada mukhatab. Para ahli
bahasa membentuk sebuah disiplin ilmu yang mengkaji tentang makna yaitu
ilmu dilalah. Ilmu dilalah tidak hanya mengkaji tentang makna dari satu kata
saja, akan tetapi ilmu dilalah juga mengkaji lambang atau simbol dari suatu
makna, dan hubungan makna yang satu dengan makna yang lain, serta
pengaruh makna terhadap manusia dan masyarakat sebagai pengguna bahasa.
Ilmu dilalah merupakan salah satu objek garapan yang dibahas dalam
linguistik. Ilmu dilalah merupakan ilmu tentang makna kata dan kalimat serta
pengetahuan mengenai seluk-beluk pergeseran arti kata dan ia juga bisa di
artikan sebagai bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna
ungkapan atau struktur makna suatu wicara.1
Dalam melakukan dialog atau percakapan antara mutakalim dengan
mukhatab tidak semua ungkapkan tersebut dapat dipahami dengan benar oleh
mukhatab. Terutama jika mukhatab tersebut beda dialek dengan mutakalim,
serta banyaknya istilah istilah baru yang muncul. Apalagi ruang lingkup
makna sebuah kata sangat luas. Makna sebuah kata tidak hanya terdapat
didalam kamus saja, sehingga apa yang terdapat didalam kamus sering kali
tidak dapat dipahami maknanya. Agar kita mencapai makna yang sempurna
dan maksud serta tujuan ungkapan yang disampaikan mutakalim sampai
kepada mukhatab terdapat dalil dalil tentang makna, ada yang berbentuk
bunyi, ada yang berbentuk intonasi, dan ada juga yang berbentuk kata yang
digunakan serta struktur kalimat yang digunakan, yang kesemua ini tidak

1
https://kbbi.web.id

1
semuanya terdapat didalam kamus. Contohnya saja dalam menggunakan kata
“apel”, apel ada yang bermakna buah dan ada juga yang bermakna upacara.
Jadi untuk memahami makna apel tersebut kita perlu melihat konteks kalimat
yang dipakai oleh mutakalim dalam menyampaikan ungkapannya.
Dengan banyaknya bentuk ungkapan yang dapat disampaikan oleh
mutakalim kepada mukhatab, agar dapat dipahami dengan benar makna
tersebut, maka kita harus mengetahui tentang anwa’ ad dalalah.
Para ahli linguistik berbeda pendapat dalam mengemukakan anwa’ ad
dilalah ini. Menurut Ibrahim Anis anwa’ ad dalalah terbagi kepada empat
macam, yaitu dalalah shautiyah, dalalah sharfiyah, dalalah nahwiyah,
dalalah mu’jamiyah. Sedangkan menurut Ibnu Jinni bahwasanya anwa’ ad
dalalah terbagi dua macam yaitu dalalatul lafzhiyah dan dalalatul gairu
lafzhiyah.
Dengan beragamnya para ahli bahasa membahas tentang anwa’ ad
dalalah, maka penulis ingin membahas sebagai berikut
1. Apa saja macam macam dalalah menurut Ibrahim Anas?
2. Apa saja macam macam dalalah menurut Ibnu Jinni?

B. Rumusan masalah

Untuk mencapai pemahaman tentang anwa’ ad dalalah penulis


membatasi pembahasan ini, sebagai berikut :

1. Macam macam dalalah menurut Ibrahim Anis beserta contohnya


2. Macam macam dalalah menurut Ibnu Jinni beserta contohnya
C. Tujuan masalah

Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah

1. Agar kita dapat mengetahui macam macam dalalah menurut Ibrahim


Anis beserta contohnya
2. Agar kita dapat mengetahui macam macam dalalah menurut Ibnu Jinni
beserta contohnya

2
BAB II
PEMBAHASAN

Beberapa orang berpendapat bahwasanya untuk mengetahui sebuah arti


kata atau makna cukup hanya dilihat melalui kamus saja. Akan tetapi didalam
kamus memiliki makna yang terbatas, sedangkan penggunaan satu kata saja
memiliki makna yang luas. Untuk itu para ahli bahasa mengemukakan macam
macam makna sebelum kata itu dipahami. Para ahli bahasa berbeda pendapat
dalam menentukan macam macam makna, antara lain :

A. Macam macam Dalalah menurut Ibrahim Anis


Ibrahim Anis berpendapat, bahwasanya anwa’ ad dalalah terbagi
kepada empat macam, antara lain :

1. Dalalah Shautiyah ( ‫صوتية‬ ‫) داللة‬


Dalalah Shautiyah adalah dilalah yang bersumber dari bunyi, sehingga
pemahaman atau makna dihasilkan dari pengaruh suatu bunyi terhadap bunyi
yang lain atau sekumpulan bunyi terhadap bunyi bunyi yang lain dalam suatu
ucapan. Dan fenomena dilalah shautiyah disebut dengan an nagham al
kalamiyah (intonation) atau intonasi.
Intonasi merupakan pengaruh yang besar dalam menentukan makna
ketika berdialog atau berbicara. Intonasi sangat berpengaruh penting dalam
berbahasa, karna dengan intonasi dapat memiliki ragam makna. Dengan satu
nagham atau intonasi dengan nagham yang lain berbeda maka maknanyapun

berbeda pula. Contohnya dalam mengungkapkan kata ‫ال ياشيخ‬ . Dalam

mengungkapkan kata ini memiliki beberpa intonasi, ada yang berupa istifham
atau berbentuk pertanyaan, bisa jadi dapat berupa ejekan, dan dapat juga

3
berupa ta’jub dan sebagainya. Semua ini tergantung dengan intonasi yang
dipakai.2

2. Dalalah Sharfiyah ( ‫صرفية‬ ‫) داللة‬


Sharaf merupakan salah satu disiplin ilmu dalam kaedah bahasa Arab,
dengan sharaf seseorang dapat mengetahui asal kata, pembentukan kata,
pemecahan kata atau perubahan kata yang dapat mempengaruhi makna.
Dengan adanya perubahan bentuk satu kata ke bentuk yang lain maka dapat
mempengaruhi makna sehingga menyebabkan terjadinya perubahan makna.
Sharaf secara bahasa adalah berubah atau mengubah. Maksudnya
mengubah dari bentuk asli kebentuk yang lain. Sedangkan menurut istilah
sharaf adalah ilmu tentang asal usul kata yang dengan ilmu tersebut dapat
diketahui bentuk bentuk dari kata bahasa Arab dan keadaannya yang bukan
i’rab dan bukan bina’. Ilmu sharaf adalah ilmu yang membahas tentang
berbagai kata dari sisi tasrif, i’lal,idgham, dan penggantian huruf. Dan dengan
ilmu tersebut kita dapat mengetahui apa yang wajib ada dalam bentuk satu
kata, sebelum kata kata itu tersusun dalam satu jumlah (kalimat).3
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sharaf disebut juga dengan
morfologi. Morfologi adalah cabang linguistik yg mempelajari masalah
morfem dan kombinasinya.4 Jadi dapat dikatakan bahwasanya morfologi ini
merupakan cabang linguistik yang mengkaji tentang bentuk bentuk kata dan
perubahan suatu kata.
Adapun maksud dan tujuan dari perubahan kata ini adalah agar dapat
memiliki makna yang berbeda. Dalam ilmu sharaf perubahan dari satu bentuk
kata kebentuk kata yang lain dinamakan sighat. Sebagiman contoh yang
dikemukakan oleh Ibrahim Anas, bahwasanya kata ‫ كذاب‬yang merupakan
badal dari kata ‫ كاذب‬, karena para ahli bahasa terdahulu berijma’ bahwasanya

2
Ibrahim Anas, Dilalatul Alfazh, 1991,(Mesir : Maktabah Anjalu), Hal. 47
3
Musythafa Al Gaylayni, Jami’ Ad Durus, 2007, Bairut : Darul Fikri, Hal 8
4
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Indonesia, 2008, Jakarta :
Pusat Bahasa, Hal 1042

4
kata ‫ كذاب‬sigatnya menurut mereka memberi faedah mubalaghah yang
menunjukkan indikasi lebih atau sangat, maka kata ‫ كذاب‬bertambah tau
meningkat maknanya dari pada kata ‫كاذب‬. Dilihat dari perbedaan keduanya
tentu akan berbeda maknanya ketika seorang mutakalim menggunakan kata
‫ كذاب‬dengan kata ‫كاذب‬, sehingga penggemar atau mukhatab memahaminya
dengan makna yang berbeda. Jadi dalalah sharfiyah adalah dalalah atau
makna yang dihasilkan dari sighat atau bentuk kata itu sendiri.5

3. Dalalah Nahwiyah ( ‫نحوية‬ ‫) داللة‬


Nahwu adalah masdar dari kata Naha – Yanhu- Nahwan, yang berarti
maksud.6 Nahwu menurut istilah adalah kaidah kaidah untuk mengenal
bentuk kata kata dalam bahasa Arab sertakaidah kaidahnya dikala berupa kata
lepas dan dikala tersusun dalam kalimat.7 Nahwu juga dikatakan sintaksis.
Jadi dalalah nahwiyah dikatakan juga makna sintaksis.

Adapun sintaksis berasal dari bahasa Yunani “sun” artinya dengan


dan “tattein” artinya menempatkan. Jadi kata sintaksis secara etimologis
berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau
kalimat. Sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antar kata
dalam tuturan. Sama halnya dengan morfologi, akan tetapi morfologi
menyangkut struktur gramatikal di dalam kata.Unsur bahasa yang termasuk di
dalam sintaksis adalah frase, kalusa,dan kalimat. Tuturan dalam hal ini
menyangkut apa yang dituturkan orang dalam bentuk kalimat. Ramlan
(1981:1) mengatakan: “Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa
yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase ".8

Dalam memahami makna harus dilihat kaedah atau struktur kalimat


yang dipakai. Dalam kajian makna sangat mementingkan aturan atau kaedah
5
Ibrahim Anas, Op. Cit, Hal. 47
6
Syauqi Dhoif, Al Mu’jam Al Wasid, 2008, Al Qahiroh : Maktabah Asy Syuruq
Ad Dauliyah, Hal. 907
7
Hifni Bek Dayyab, Kaidah Tata Bahasa Arab, 2010, Jakarta: Darul Ulum
Press, Hal. 13
8
http://www.diaryapipah.com/2012/05/pengertian-sintaksis-frase-dan-
klausa.html

5
tata bahasa Arab yang berurutan agar dapat memahaminya dengan mudah.
Akan tetapi ada sebagian kalimat yang harus memiliki pemahan yang dalam
agar mengerti maksud dari kalimat tersebut. Salah satu contohnya dalam tata
bahasa Arab setiap kalimat harus memiliki fi’il dan fa’il atau fi’il, fa’il dan
maf’ulunbih. Akan tetapi ternyata juga ada dalam kalimat bahasa Arab hanya
terdapat maf’ulunbihnya saja. Tentu saja akan sulit seorang pendengar dalam
memahami maksud dari kalimat tersebut. Contohnya dalam kalimat "‫“ شكرا‬,
kata ini adalah berupa maf’ulun bih yang mana fi’il dan fail nya dihilangkan.
Jadi asal kalimat dari kata "‫ ”شكرا‬adalah "‫ "أشكر شكرا‬artinya saya berterima
kasih. Dan terdapat juga dalam firman Allah SWT sebagai berikut

‫فقال رسول للاه ناقة للاه وسقياها‬


Dalam ayat diatas terdapat satu lafazh yang berupa maf’ulunbih saja,

tidak ada fi’il dan fa’il. lafazh tersebut terdapat pada kata ‫ ناقة للاه‬. Kalau

seandainya kata tersebut diterjemakan tanpa kita mengetahui fi’il dan failnya,
maka akan terjadi kesalahan dalam memahami makna sebuah ayat tersebut.

Indikasi indikasi nahwu yang mengarahkan kita dalam memahami


potongan ayat tersebut, itulah yang disebut dengan dalalah nahwiyah.
Dalalah nahwiyah adalah dalil dalil nahwu yang mengiring kita untuk
memahami suatu ungkapan. Karna berbedanya i’rab suatu kata maka akan
mengakibatkan berbedanya makna.

4. Dalalah Mu’jamiyah ( ‫معجمية‬ ‫) داللة‬


Dalalah Mu’jamiyah disebut juga dengan makna leksikal. Makna
leksikal adalah makna kata yang terdapat dalam kamus. Makna leksikal
bersifat umum atau lugas artinya makna kata yang tidak dipengaruhi oleh
bentuk lain. Artinya makna kata secara lepas diluar konteks kalimatnya.
Leksikal adalah makna yang bersifat leksikon, yang sesuai dengan
referennya, atau makna yang sungguh sungguh nyata dalam kehidupan kita.

6
Makna leksikal merupakan gambaran yang nyata tentang suatu konsep seperti
yang dilambangkan kata tersebut. Sebuah kata yang memiliki makna leksikal
sudah jelas bahwa tanpa kontekspun memiliki relefan atau makna langsung.
Contohnya kata mata yang berarti indra untuk melihat.9

B. Macam macam Dalalah menurut Ibn Jinni


Ibnu Jinni berpendapat bahwasanya macam macam dalalah terbagi
kepada dua macam, antara lain

1. Dilalah Lafzhiyah ( ‫اللفظية‬ ‫) الداللة‬


Dilalah lafzhiyah adalah Petunjuk yang berupa kata atau suara,
atau dalalah dengan dalil yang digunakan untuk memberi petunjuk kepada
sesuatu dalam bentuk lafazh, suara dan kata.
Dilalah lafzhiyah terbagi menjadi tiga:

a. Dilalah Lafzhiyah Thab’iyah ( ‫الطبعيه‬ ‫) الداللة اللفظية‬


Dilalah Lafzhiyah Thab’iyah yaitu dilalah (petunjuk) yang
berbentuk alami. Maksudnya dilalah melalui hal hal bersifat alami
yang menunjukkan kepada maksud tertentu yang dapat diketahui oleh
setiap orang. Contoh:
1) Tertawa terbahak-bahak menjadi dilalah untuk seseorang yang
sedang gembira. Artinya dengan melihat seseorang tertwa terbahak
bahak kita akan langsung tahu bahwasanya seseorang tersebut
dalam keadaan senang.
2) Menangis terisak-isak menjadi dilalah bagi sedih. Artinya ketika
kita melihat seseorang menangis terisak isak maka kita akan tahu
bahwasanya ai lagi bersedih.

b. Dilalah Lafzhiyah ‘Aqliyah ( ‫) داللة لفظية عقلية‬


9
http://www.ilmubahasa.net/2015/01/makna-leksikal-dan-makna-
gramatikal.html

7
Dilalah Lafzhiyah ‘Aqliyah yaitu dilalah (petunjuk) yang
dibentuk akal pikiran. Maksudnya adalah dengan perantara akal pikiran,
seseorang dapat mengetahui bahwa suara atau kata yang didengarnya
memberi petunjuk kepada maksud tertentu. Contoh:
1.) Suara teriakan di tengah hutan, dengan adanya “suara” tersebut dapat
dicerna oleh akal pikiran bahwasanya ditengah hutan tersebut ada
orang.
2.) Suara teriakan ‘Maling’ di sebuah rumah menjadi dilalah
bahwasanya dirumah tersebut sedang ada pencurian.

c. Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah ( ‫الوضعية‬ ‫) الداللة اللفظية‬


Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah yaitu dilalah (petunjuk) yang
dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarat atau tanda (apa
saja) berdasarkan kesepakatan. Contoh: Petunjuk lafadz (kata) kepada
makna (benda) yang disepakati:
1) Orang Sunda, misalnya sepakat menetapkan kata Cau menjadi
dilalah bagi Pisang.
2) Orang Jawa, misalnya sepakat menetapkan kata Gedang menjadi
dilalah bagi Pisang.
3) Orang Inggris, misalnya sepakat menetapkan kata Banana
menjadi dilalah bagi Pisang.

Dilalah Lafzhiyah Wadh’yah dibagi menjadi tiga:


1) Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Muthabaqiyah, yaitu dilalah lafadz
(petunjuk kata) pada makna selengkapnya. Contoh: Kata motor
memberi dilalah kepada sebuah kendaraan yang terdiri dari roda,
kenalpot, mesin, dan lain sebagainya. Sehingga bisa dikendarai
untuk perjalanan jarak jauh. Jika anda menyuruh orang untuk
membeli sebuah motor berarti itu membeli motor seutuhnya
bukan hanya sekedar kenalpot, mesin dan lain sebagainya.

8
2) Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Tadhammuniyah, yaitu dilalah
lafadz (petunjuk kata) kepada bagian-bagian maknanya. Contoh:
ketika anda mengucapkan kata Motor kadang-kadang yang anda
maksudkan adalah bagian-bagiannya saja. Jika anda, misalnya
menyuruh tukang memperbaiki Motor maka yang anda
maksudkan bukanlah seluruh Motor tetapi bagian-bagiannya yang
rusak saja.

3) Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Iltizamiyah, yaitu dilalah lafadz


(petunjuk kata) kepada sesuatu yang di luar makna lafadz yang
disebutkan, tetapi terikat amat erat terhadap makna yang
dikandungnya. Contoh: jika anda menyuruh tukang bengkel
memperbaiki motor anda yang rusak dibagian mesin maka tukang
bengkel itu tidak hanya akan memperbaiki mesinnya saja tapi
juga kabulator yang menjadi faktor pendukung untuk agar mesin
itu hidup. Jadi mesin dan kabulator itu saling berkaitan dan si
tukang akan memperbaiki keduanya meskipun kita mengeluh atau
menyuruh dia untuk memperbaiki mesinnya saja, karena untuk
memperbaiki mesin harus juga memperbaiki kabulator dan ini
menjadi keharusan.

2. Dilalah Ghairu Lafzhiyah (‫اللفظية‬ ‫) الداللة غير‬


Dilalah ghairu lafzhiyah adalah petunjuk yang tidak berbentuk
kata atau suara. Dilalah ini terbagi tiga:

a. Dilalah Ghairu Lafzhiyah Thabi’iyah ‫الداللة غير اللفظية‬


)‫)الطبعيه‬

9
Dilalah Ghairu Lafzhiyah Thabi’iyah yaitu dilalah (petunjuk)
yang bukan kata atau suara yang berupa sifat alami. Maksudnya yang
menentukan dilalah tersebut bukan berupa akal akan tetapi tabiat
seseorang. Contoh:
1) Wajah cerah menjadi dilalah untuk seseorang yang sedang
gembira.
2) Menutup hidung menjadi dilalah untuk menghindarkan bau yang
tidak enak.

b. Dilalah Ghairu Lafzhiyah ‘Aqliyah (‫عقلية‬ ‫) داللة غير لفظية‬


Dilalah Ghairu Lafzhiyah ‘Aqliyah yaitu dilalah (petunjuk)
yang bukan kata atau suara yang berupa pemahaman melalui akal
pikiran. Contoh:
1) Hilangnya barang-barang di rumah menjadi dilalah bahwasanya
ada pencuri yang mengambil.
2) Terjadinya kebakaran di gunung menjadi dilalah bahwasanya ada
seseorang yang membawa api ke sana.

c. Dilalah Ghairu Lafzhiyah Wadh’iyah ( ‫الداللة غير اللفظية‬


‫) الوضعية‬
Dilalah Ghairu Lafzhiyah Wadh’iyah yaitu dilalah (petunjuk)
bukan berupa kata atau suara yang dengan sengaja dibuat oleh
manusia untuk suatu isyarat atau tanda (apa saja) berdasarkan
kesepakatan. Contoh:
1) Kain hitam yang diletakkan di lengan kiri orang Cina adalah
dilalah berupa kesedihan/duka cita, karena ada anggota
keluarganya yang meninggal.

10
2) Bendera kuning dipasang di depan rumah orang Indonesia pada
umumnya, menggambarkan adanya keluarga yang meninggal.10

Secara sederhana anwa’ ad dalalah menurut para ahli diatas dapat kita
terjemahkan kedalam tabel dibawah ini

Ibrahim Anas Ibnu Jinni


Dalalah Shautiyah Dilalah Lafzhiyah

( ‫صوتية‬ ‫) داللة‬ ( ‫اللفظية‬ ‫) الداللة‬

Dalalah Sharfiyah Dilalah Ghairu Lafzhiyah

( ‫صرفية‬ ‫) داللة‬ (‫اللفظية‬ ‫) الداللة غير‬

Dalalah Nahwiyah

( ‫نحوية‬ ‫) داللة‬

Dalalah Mu’jamiyah

( ‫معجمية‬ ‫) داللة‬

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

10
https://www.academia.edu/5521379/Al-Dilalah

11
Dikalangan ulama berbeda pendapat dalam menetapkan jumlah
macam macam dalalah. Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas,
bahwasanya Ahmad Mukhtar Umar berpendapat bahwasanya macam macam
dalalah ada lima macam antara lain makna asasi, makna idhafi, makna
uslubi, makna nafsi, dan makna ihaa’i. Adapun makna asasi adalah makna
dasar, atau makna yang pertama kali muncul dalam pikiran kita. Contohnya
kata wanita yang bermakna manusia, bukan laki laki dan sudah baligh.
Makna uslubi adalah makna tambahan dari makna dasarnya. Contohnya kata
wanita yang memiliki makna dasar manusia , bukan laki laki dan sudah
baligh, jika ditambahkan makna tambahan maka ia aka menjadi makhluk
yang pandai memasak dan suka berdandan. Penambahan makna ini
tergantung kepada waktu dan budaya penggunaan bahasa tersebut. Makna
nafsi adalah makna kejiwaan, contohnya saja sebagian orang akan merasa
marah apabila dipanggil dengan kata kau karna menurut dia kata itu sangat
kasar. Jadi makna ini lahir tergantung bagaimana jiwa sipendengar dapat
menerimanya. Makna ihaa’i yaitu jenis makna yang berkaitan dengan unsur
lafazh tertentu dipandang dari penggunaannya, terbagi tiga yaitu fonetis
(bunyi), contohnya ketika intonasi dalam berbicara maka maknanya ia sedang
marah, dan yang kedua sharfiyah (perubahan kata) contohnya ‫بسم للا الرحمن‬
‫ الرحيم‬singkatan dari ‫بسمله‬., yang ketiga makna kiasan.
Adapun macam macam makna menurut Ibrahim Anas ada empat
macam, yaitu dalalah shautiyah, dalalah sharfiyah, dalalah nahwiyah,
dalalah mu’jamiyah. Dalalah shautiyah adalah dalalah yang dilihat
berdasarkan bunyi. Dalalah sharfiyyah adalah dilalah yang lahir dari
perubahan kata. Dalalah nahwiyah adalah dalalah yang dilihat dari posisi
kalimat itu dilontarkan. Dalalah mujamiyah adalah dalalah yang terdapat
didalam kamus, dan bisa dikatakan ini adalah makna aslinya.
Macam macam dalalah menurut Ibnu Jinni terbagi kepada dua, yaitu
dalalah lafzhiyah dan dalalah ghairu lafziyah. Dalalah lafzhiyah adalah
dalalah berupa kata atau suara. Contohnya tertawa terbahak bahak menjadi
dalalah bahwa seseorang tersebut sedang gembira. Kedua dalalah ghairu

12
lafzhiyah yaitu dalalah atau petunjuk yang tidak berbentuk kata atau suara.
Contohnya wajah cerah menandakan seseorang tersebut lagi senang.
B. Saran
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah
melimpahkan berbagai kenikmatan dan kesempatan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul

"‫"أنواع الداللة‬
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan
dalam penulisan makalah ini dan masih jauh dari kesempurnaan.oleh
karena itu, penulis mengharapkan kitik dan saran yang membangun dari
pembaca guna perbaikan makalah ini.
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih pada semua pihak
yang telah membantu baik dengan pikiran, tenaga, maupun materi dalam
rangka penyelesaian penyusunan ini. Penulis harap, makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis, pada khususnya, dan bagi pembaca sekalian pada
umumnya. Aamin Yaa Rabbal ‘Alamin

13
DAFTAR PUSTAKA

Al Gaylayni, Musythafa. 2007. Jami’ Ad Durus. Bairut : Darul Fikr


Anas. Ibrahim. 1991. Dilalatul Alfazh. Mesir : Maktabah Anjalu
Dhoif, Syauqi. 2008. Al Mu’jam Al Wasid. Al Qahiroh : Maktabah Asy Syuruq
Ad Dauliyah
Dayyab, Hifni Bek. 2010. Kaidah Tata Bahasa Arab. Jakarta: Darul Ulum Press
Nasional, Departemen Pendidikan. 2008. Kamus Besar Indonesia. Jakarta : Pusat
Bahasa
https://kbbi.web.id
http://iisaisah24.blogspot.co.id/2013/12/uslub.html
http://www.diaryapipah.com/2012/05/pengertian-sintaksis-frase-dan-klausa.html
http://www.ilmubahasa.net/2015/01/makna-leksikal-dan-makna-gramatikal.html
https://www.academia.edu/5521379/Al-Dilalah

14

Anda mungkin juga menyukai