Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.

Bahasa merupakan bagian dari fenomena sosial, dipengaruhi oleh


berbagai kondisi yang didapati manusia setiap saat. Bahasa manusia tidak
pernah berhenti dan tidak bakalan bisa berhenti walaupun manusia itu sendiri
yang membatasi atas perkembangan bahasa. Hal ini terjadi karena bahasa itu
sendiri dapat dipengaruhi oleh bahasa negara lain, sehingga bahasa dapat ikut
berkembang. Apalagi dalam era Globalisasi dan tekhnologi, kemudahan
berinteraksi dan mudahnya jiwa seni meluapkan perasaannya hingga muncul
sebuah penemuan baru, kebiasaan baru, tren baru, dsb. Semua itulah yang
mempermudah perkembangnya sebuah bahasa, walaupun dalam ranah makna
dan pelafalan saja.
Studi seputar ilmu bahasa dan perannya merupakan sebuah kajian
yang memiliki bahasan yang luas dan sangat tajam. Disamping meneliti dan
mengkaji tentang partikalnya, bahasa juga memiliki sisi lain yang masih
memerlukan penelaahan yang mendalam. Seperti halnya fenomena-fenomena
yang ada didalam sebuah bahasa.
Zawahir al-Lughawiyyah atau fenomena bahasa merupakan fenomena
yang menarik untuk kita kaji lebih mendalam. Hal ini terutama hubungannya
dengan bahasa sebagai tindak tutur dalam komunikasi di masyarakat. Secara
etimologis, bahasa adalah penggunaan yang merupakan gabungan fonem
sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks dengan membentuk kalimat
yang memiliki arti. Sedangkan secara harfiah, bahasa adalah suatu lambang
bunyi yang digunakan manusia untuk berkomunikasi satu sama lain. Bahasa
sendiri tak akan berhenti pada suatu titik tertentu saja melainkan akan terus
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Oleh karenanya, sering
muncul istilah bahwa suatu bahasa pada saatnya akan dianggap usang pada
masa yang akan datang.

1
Ibn al-Atheer berpendapat bahwa fenomena bahasa adalah sesuatu
yang muncul di atas segala hal dan mengetahui sesuatu dengan cara
menarik kesimpulan yang ada dari pengaruh berupa perbuatan dan
gambaran sifat.1

B. Rumusan Masalah.

Untuk mencapai pemahaman tentang Fenomena Bahasa (Zawahir al-


Lughawiyah) penulis membatasi pembahasan ini, sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan Zawahir al-Lughawiyyah?


2. Apa-apa saja yang termasuk kedalam Zawahir al-Lughawiyyah?

C. Tujuan Masalah.

Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah:

1. Agar kita dapat mengetahui definisi dari Zawahir al-Lughawiyyah baik


secara bahasa maupun istilah.
2. Agar kita dapat memahami hal apa saja yang termasuk bagian dari
Zawahir al-Lughawiyyah.

1
Muhammad ibn Muhammad ibn ‘Abdu al’Razzaq al-Husaini, Taj al-‘Arus min
Jawahir al-Qamus, (Daar al-Hidayah), Juz.12 Hlm.485

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Zawahir Lughawiyah (‫اللغوية‬ ‫)ظواهر‬


Secara etimologi kata fenomena berasal dari bahasa Yunani
“Phainomenon” yang berarti apa yang terlihat.2 Dalam istilah bahasa Arab,

kata fenomena dikenal dengan istilah “‫ ”ظواهر‬yang merupakan jama’ dari

،‫ ظهيرة‬،‫ظاهرة ظاهر‬، yang berarti sesuatu yang tampak secara nyata.3

Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Fenomena adalah hal-hal yang


dapat disaksikan dengan pancaindra yang dapat di terangkan serta dinilai
secara ilmiah. Dan bisa juga di artikan sebagai fakta, kejadian, dan
kenyataan.4 Maka dapat disimpulkan bahwa fenomena bahasa adalah suatu
fakta atau kejadian nyata yang terdapat di dalam bahasa baik berupa kata
ataupun kalimat.

Interaksi antara dialek dan makna menurut ahli bahasa Arab telah
menjadi aktivitas yang ampuh untuk memantau beberapa fenomena.

Fenomena-fenomena tersebut antara lain: verbal umum (‫اللفظي‬ ‫)المشترك‬,


sinonim atau persamaan kata (‫)الترادف‬, antonim atau lawan kata

(‫)األضداد‬, dan singkatan (‫ )النحت‬serta isytiqaq (‫)االشتقاق‬5

B. Macam Macam Zawahir Lughawiyah (‫اللغوية‬ ‫)ظواهر‬


1. Sinonim (‫)الترادف‬

a. Definisi Sinonim

2
https://id.wikipedia.org/wiki/Fenomena
3
Muhammad ibn Muhammad ibn ‘Abdu al’Razzaq al-Husaini, Taj al-‘Arus min
Jawahir al-Qamus, (Daar al-Hidayah), Juz.12 Hlm.485
4
https://www.kbbi.web.id/fenomena
5
Fayez al-Dayeh, ‘Ilm al-Dilalah al-‘Araby, (Damaskus: Daar al-Fikri, 1996), cet.2,
hlm.77

3
Sinonim adalah beberapa kata yang mempunyai arti sama
atau hampir sama. Sinonim disebut juga dengan padan kata. Sinonim
atau persamaan kata merupakan salah satu dari fenomena bahasa.
Beberapa ulama memberikan definisi yang beragam, seperti:

6
.‫) الترادف هو األلفاظ المفردة الدالة على شيء واحد باعتبار واحد‬a
7
.‫المعنى‬ ‫الترادف هو أن تتماثل كلمتان أو أكثرفي‬ )b

.sameness8 ‫المعنى‬ "‫الترادف في معنى "تماثل‬ )c

‫الترادف هو اإلتحاد في المفهوم أو توالي األلفاظ الدالة على مسمى‬ )d

9
.‫واحد‬

Dari definisi diatas dapat disimpulkan, bahwasanya sinonim


menurut para ulama adalah beberapa kata yang memiliki makna
yang sama. Para pelajar bahasa Arab sering mempelajari sinonim
dari sudut pandang ulama terdahulu dan jarang sekali yang
mempelajarinya dari sudut pandang ilmu linguistik.10 Para ahli

linguistik Arab terdahulu berbeda pendapat tentang ada atau


tidaknya sinonim dalam bahasa Arab.

1) Kelompok yang berpendapat bahwa sinonim itu ada. Mereka


beralasan:

6
‘Abdurrahman Jalaluddin al-Suyuthi, al-Muzhir fi ‘Ulumi al-Lughah wa ‘Anwa’iha,
(Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1997), cet.1 hlm. 316
7
Muhammad ‘Ali al-Khauli, ‘Ilm al-Dilalah-‘Ilm al-Ma’na, (‘Amman: Dar al-Fallah,
2001), hlm.93
8
Shabri Ibrahim Anis, ‘Ilm al-Dilalah Ithara al-Jadid, (Iskandariah, Dar al-Ma’rifah al-
Jami’iyyah, 1991), hlm.92
9
Muhammad ‘Abd al-Rauf al-Manawi, al-Taufiq ‘ala Mahmati al-Ta’arif, (Bairut: Dar
al-Fikri al-Mu’ashir), cet.1 hlm.169
10
Ahmad Mukhtar Umar, ‘Ilm al-Dilalah, (Mesir: ‘Alam al-Kutub, 2009), cet.7
hlm.215

4
a) jika mereka ingin menyebut ‫اللب‬ mereka menggunakan

istilah ‫العقل‬.

b) Jika mereka ingin menyebut ‫الجرح‬ mereka menggunakan

istilah ‫الكسب‬. Jika mereka ingin menyebut ‫ السكب‬mereka


menggunakan istilah ‫الصب‬.

Dan ini menunjukkan bahwa ‫ اللب‬dan ‫ العقل‬itu maknanya


sama. Dan begitu juga ،‫السكب‬ ،‫والكسب الجرح‬.
Pendapat Ibnu Faris tentang ada atau tidaknya sinonim
dalam bahasa Arab, jika sebuah kata hanya memiliki satu
makna, maka mustahil bagi kita untuk menggunakan sebuah

frase dengan kata yang berbeda. Contoh: kita menyamakan ‫فيه‬


‫ال شك فيه = ال ريب‬. Jika ‫ الريب‬tidak sama dengan ‫شك‬,
maka kalimat itu salah.11

2) Kelompok lain yang menegasikan sinonim. Toko utamanya


Tsa’lab, Abu Ali al-Farisi, Ibnu Faris, Abu Hilal al-Askari. Ibnu

Faris berkata, contohnya kata ‫ السيف‬yang berarti pedang. Isim


nya hanya 1. Sedangkan istilah lain yang berkaitan dengan
pedang adalah sifat. Begitu juga dengan fi’il-fi’il(kata kerja)

seperti: ،‫ مضي‬،‫ ذهب‬،‫قعد‬،‫ انطلق‬،‫ جلس‬،‫ رقد‬،‫ونام‬


‫وهجع‬. Pendapat ini adalah pendapat yang dikemukakan oleh
Abi Abbas Ahmad bin Yahya Tsa’labi.12

11
‘Abdurrahman Jalaluddin al-Suyuthi, al-Muzhir fi ‘Ulumi al-Lughah wa ‘Anwa’iha,
hlm. 404
12
Ahmad Mukhtar Umar, Op Cit, hlm.218

5
Abu Ali al-Farisi berkata: saya tidak tahu istilah pedang

selain kata .‫السيف‬Lalu bagaimana dengan ‫المهند والصارح؟‬


yang mana ini bukan isim tapi sifat.

b. Jenis Sinonim.
Ahli linguistik modern membagi sinonim sebagai berikut:
1) Perfect Synonymy (ketika dua kata itu cocok sepenuhnya)
2) Quasy Synonymy (ketika dua kata sangat mirip sehingga
menyulitkan orang awam membedakannya)
3) Semantic Relation (ketika dua kata berdekatan secara makna
tetapi sangat berbeda secara pelafalan)
4) Entailment (keniscayaan).
5) Paraphrase (ketika dua kata memiliki satu makna)
Nilsen membagi Paraphrase kepada tiga bagian:

a) ‫التحويلي‬ (mengganti posisi kata dalam sebuah kalimat)

contoh:

‫دخل محمد الحجرة ببطء‬


‫ببطء دخل محمد الحجرة‬
‫الحجرة دخلها محمد ببطء‬
b) ‫ والعكس التبديل‬contoh:
‫ دينار‬100 ‫اشتريت من محمد آلة كاتبة بمبلغ‬
‫ دينارشئ‬100 ‫باع محمد لي آلة كاتبة بمبلغ‬
Walaupun secara struktur dua kalimat ini berbeda, tetapi
intinya sama.

c) ‫ المعجمي اإلندماج‬contoh:
Covered with cement sinonimnya cemented.

6
To touch with the lips sinonimnya to kiss.
6) Translation (ketika dua kalimat memiliki arti yang sama walaupun
bahasanya berbeda)
7) Interpretation (penafsiran).

c. Definisi Perfect Synonymy (Sinonim Sempurna)

Ahli linguistik berbeda pendapat dalam mendefenisikan


perfect synonymy sesuai metode yang mereka gunakan dalam
mendefenisikan makna, antara lain:

1) Dua kata itu sinonim jika keduanya bisa dipertukarkan dalam


kalimat apapun tanpa adanya perubahan arti dalam kalimat
tersebut.
2) Kata yang bersinonim adalah kata yang merupakan bagian dari
jenis kalam (isim dan fi’il) tanpa merubah posisi, makna, dan
struktur bahasa.
3) Menurut ahli defenisi, sinonim itu terjadi ketika dua ekspresi
menunjukkan pemikiran atau gambaran yang sama.13

d. Penyebab munculnya Taraduf.

Taraduf muncul karena beberapa hal diantaranya:

1) Pengaruh kosa kata dari beberapa dialek yang berbeda,


kemudian kontak antara dialek-dialek yang memunculkan
bahasa Arab musytarak.
2) Segala sesuatu yang berasal dari satu nama digambarkan dengan
sifat yang berbeda dan kekhususan yang berbeda.
3) Bahasa berkembang dalam satu kata, sebagian bunyi telah
berkembang dalam satu kata, maka muncullah bentuk lain untuk
satu kata.

13
Ahmad Mukhtar Umar, ‘Ilm al-Dilalah, hlm.223

7
4) Gaya bahasa dari bahasa Ajnabiyah yang berdampingan dengan
bahasa Arab pada masa jahiliyyah dan permulaan islam. Yang
bersinonimnya banyak menggunakan kata dengan gaya bahasa
Persi.14
5) Kesalahan dalam penulisan pada masa klasik seperti dalam
pemberian titik dan baris.
6) Tidak ada perbedaan antara makna hakiki dan makna majazi,
dimana sinonimnya menggunakan makna majazi bukan makna
hakiki.15

2. Akronim (‫)النحت‬

Ketika kita membandingkan antara isytiqaq dan apa yang


dinamakan oleh qudama’ tentang akronim, kita bisa melihat bahwa
isytiqaq merupakan proses perpanjangan bentuk kalimat. sedangkan
akronim itu ringkasan dari beberapa kata atau kalimat.16

Ahli bahasa terdahulu mendefenisikan ‫النحت‬ sebagai

pembentukan satu kata baru dari dua kata atau lebih.

Fenomena akronim ini pertama kali diriwayatkan oleh al-Khalil


dalam bukunya al-‘Ain. Ibn al-Sakt juga menyebutkan tentang akronim
dalam bukunya Ishlah al-Mantiq, al-Jauhari dalam bukunya al-Shahah,

14
Ramadhan Abdul Tawwab, 1979, Fushul Fi Fiqh Al Arabiyah, Kairo : Makhtabah Al
Khanji, Hal 316
15
Emil Badi’ Ya’cub, Fiqh Lughah Al Arabiyah Wa Khasaishuha, 1982, Beirut : Darul
Al Tsaqafah Al Islamiyah , Hal 176
16
Ibrahim Anis, min Asrar al-Lughah, (Mesir: Maktab al-Akhbar al-Mishriyyah, 1978),
cet.6 hlm.88

8
Ibn Faris dalam bukunya al-Mujmal, dan al-Tsa’alabi dalam bukunya
Fiqh al-Lughah.

As-suyuthi mengkhususkan sebuah bab berjudul ‫النحت‬ dalam

bukunya al-muzhir ia menyebutkan beberapa contoh yang terkenal.

Walaupun akronim jumlahnya sangat banyak, tapi mayoritas ahli


bahasa tidak menentukan aturan yang baku untuk membuat akronim dan
menganggap akronim itu berdasarkan sama’i saja. Ibnu Faris dan Ibnu
Malik menganggap akronim sebagai qiyasi saja. Tidak ada aturan yang
baku dalam membentuk sebuah akronim tapi hampir semuanya
berbentuk fi’il atau mashdar. Dan semua kata akronim itu ruba’i contoh:

a. Akronim yang dibentuk dari dua kata contohnya:

‫ جعلت فداك‬-------------- ‫جعفل‬


b. Akronim yang dibentuk dari tiga kata contohnya:

‫ حي على الفالح‬-------------- --- ‫حيعل‬


c. Akronim yang dibentuk dari empat kata contohnya:

‫ بسم هللا الرحمن الرحيم‬------------------- ‫بسمل‬


d. Akronim yang dibentuk lebih dari empat kata contohnya:

‫ ال حول وال قوة اال باهلل العلي العظيم‬-------------------- ‫حوقل‬

e. Akronim yang dibentuk dari lima huruf contoh:

‫ عبد شمس‬----------------------- ‫عبشمي‬


‫ عبد هللا‬------------------------ ‫عبدلي‬
‫ عبد القيش‬--------------------- -- ‫عبقشي‬
‫ حضر موت‬----------------------- ‫حضرمي‬
‫ عبد الدار‬------------------------ ‫عبدري‬

9
‫يذهب مذهب الحنيفة والمعتزلة‬-------------- --------- ‫حنفلي‬
Para ahli bahasa terdahulu menjadikan beberapa kata di atas itu

sebagai fi’il, contohnya: -‫ تحضرم‬dinisbahkan kepada ‫حضر موت‬

‫تبعشم‬dinisbahkan kepada ‫عبد شمس‬

3. Isytiqaq (‫)االشتقاق‬

a. Pengertian Isytiqaq

Isytiqaq secara bahasa berasal dari kata -‫ يشتق‬-‫اشتق‬


‫ اشتقاقا‬Secara istilah pengasalan kata atau sumber asal mula kata,

atau bisa di sebut juga ilmu tentang asal usul kata.17

Ulama bahasa memperhatikan bahwa ada keterikatan khusus


antara lafaz dan makna. Pendapat ini muncul berdasarkan beberapa
hal.18 Yaitu:

1) Sebuah kata terdiri dari tiga huruf dikenal sebagai mizan ilmu
sharaf (fa kalimah, ‘ain kalimah, lam kalimah).
2) Kata dalam bahasa Arab dibentuk sesuai kaedah sharaf yang
disebut dengan shiyag.
b. Macam-macam Isytiqaq.

Ahli bahasa membagi isytiqaq kepada 2 macam, yaitu: ash-


Shaghir dan al-Kabir atau al-Akbar.19

17
Atabik Ali, Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia (al-‘Ashri),
hlm. 132
18
Tamam Hasan, Manahij al-Bahtsi fi al-Lughah, hlm. 177
19
Ibid, hlm. 178

10
1) Isytiqaq As Shagir

Menurut Ibnu Jinni, ash-Shagir adalah seperti sususan


sin, lam, mim terambil dari makna as-salaamah. Perubahannya
dari salima –yaslamu-saalim, salmaan, salmaaa, as-salamah, as-
salim inilah yang dimaksudkan dengan isytiqaq dalam disiplin
ilmu sharaf.20

2) Istiqaq Kabir

Tentang al-kabir dan al-akbar salah satu diantara nya


sudah diketahui secara beraturan seperti syarat isytiqaq bahwa
yang lain menduga isytiqaq sama dengan makhraj antara dua
huruf seperti kata na’aqa dgn nahaqa. Dan hal ini lebih banyak
dipergunakan dalam latihan.

c. Pendapat Ulama tentang Isytiqaq

Ada dua pendapat yang menanggapi tentang isytiqaq:

1. Menurut ahli bahasa kuffah, bahwa mashdar terambil dari fi’il


dan cabang-cabangnya. al-Anbary dalam bukunya al-Inshaf
mengatakan bahwa pendapat itu benar menurut akal dan mashdar
itu disebutkan sebagai ta’kid fi’il dan boleh juga dikatakan bahwa
mashdar itu asal dan fi’il itu cabangnya.21
2. Menurut ahli bahasa bashrah, fi’il terambil dari mashdar dan
cabang-cabangnya. Mashdar menunjukkan waktu secara mutlaq,
sedangkan fi’il menunjukkan waktu tertentu, mashdar adalah
isim. Isim itu berdiri sendiri tidak membutuhkan perbuatan.
Mashdar menunjukkan peristiwa sedangkan fi’il menunjukkan

20
Ibn Jinni, al-Khasaish, hlm. 250
21
‘abdurrahman ibn Muhammad ibn Abi Sa’id al-Anbari, al-Inshaf fi Masail al-Khilaf
Baina an-Nahwiyyin: al-Bashariyyin wa al-Kufiyyin, (Bairut: Dar al-Fikri), hlm. 144

11
adanya peristiwa dan waktu. Jadi, fi’il dengan mashdar sama-
sama punya peristiwa atau hadast. Pada fi’il ada peristiwa (al-
hadast) dan waktu (az-zaman).

4. Musytarak Lafdzi (‫اللفظي‬ ‫)المشترك‬


Al-Musytarak al-Lafzi merupakan sebuah fenomena pembahasan
yang memiliki kedudukan sangat penting dalam hubungan antara kata dan
makna dalam bahasa Arab.

a. Pengertian Musytarak Lafdzi

Kata musytarak lafdzi sebenarnya sudah tidak asing lagi


didunia linguistik sejak dahulu. Para ulama telah banyak membahas
tentang musytarak lafdzi baik ulama klasik maupun ulama modren.

Adapun ulama klasik yang memberikan pengertian tentang


musytarak lafdzi adalah Imam As Suyuti, ia berpendapat bahwasanya
musytarak lafdzi adalah suatu lafadz (lafadz yang satu ) tapi
menunjukkan dua makna yang berbeda. Selain Imam As Suyuti,
Amali berpendapat bahwasanya musytarak lafdzi adalah satu lafadz
yang mempunyai dua makna yang berbeda atau lebih.22

Sedangkan menurut ulama modren, menurut Wafi yang


dimaksud dengan musytarak lafdzi adalah satu kata mengandung
beberapa arti yang masing masingnya dapat dipakai sebagai makna
yang denotatif (hakikat) dan bukan makna yang konotatif (majaz).

Contohnya kata ‫ الخال‬bisa berarti paman, tahi lalat diwajah, awan,


onta yang gemuk, bukit yang kecil. Contoh yang lain kata ‫ انسان‬bisa

22
Ahmad Mukhtar Umar, Op Cit, Hal 156

12
berarti keturunan nabi Adam, mata mata, ujung jari, pedang, dan anak
panah.23

Amil Badi’ Ya’qub juga berpendapat, bahwasanya musytarak


lafdzi adalah setiap kata yang mengandung lebih dari dua makna,
antara yang satu dengan yang lain tidak ada persamaan.24

b. Sebab terjadinya musytarak lafdzi


Menurut ulama klasik, sebab terjadinya musytarak lafdzi ini
dikarenakan ada dua faktor, antara lain faktor internal dan eksternal.
Ulama klasik membagi faktor internal kedalam dua bagian yaitu
perubahan pada ucapan dan perubahan makna. Yang dimaksud
dengan perubahan ucapan adalah menunjukkan perubahan dalam
melafalkan sesuatu, antara lain dari segi pelafalan dan segi

penggantian, dan perubahan makna contohnya kata ‫بشرة‬ makna

hakikinya adalah ‫جلد األنسان‬ dan juga dipergunakan maknya

‫البنات‬. Adapun faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya

musytarak lafdzi adalah karena perbedaan lingkungan, sehingga


menyebabkan terjadinya musytarak lafdzi.25
Sementara itu para ilmuan modren tidak memiliki banyak
perbedaan dengan ilmuan klasik terkait sebab sebab musytarak lafdzi,
hanya saja dari segi majazinya seperti pendalam makna atau peluasan
makna, dan perpindahan makna. Contohnya kata bird (bahasa
Inggris), menurut ulama klasik bermakna burung kecil, sedangkan
menurut ulama modren berpendapat bahwa maknanya adalah burung

23
‘Ali ‘Abdul Wahid Wafi, Fiqh Lughah, Mesir : Darul Nuhdhoh, Hal. 189
24
Emil Badi’ Ya’cub, Fiqh Lughah Al Arabiyah Wa Khasaishuha, 1982, Beirut : Darul
Al Tsaqafah Al Islamiyah, Hal. 178
25
Ahmad Mukhtar Umar,Op. Cit, Hal 159-160

13
(secara global), dan kata meat, ulama klasik berpendapat bahwa
maknanya adalam makanan, sedangkan ulama modren berpendapat
maknanya daging. Ibrahim Anis menambahkan sebab lain terjadinya
musytarak lafdzi adalah karena adanya percampuran dari bahasa asing
dan adanya perkembangan makna dalam lahjah.26
Faktor faktor lain penyebab banyaknya musytarak lafdzi dalam
bahasa Arab secara khusus dapat disebutkan sebagai berikut
a. Perbedaan Dialek (‫)إختالف اللهجات‬
Perkembangan musytarak lafdzi itu tidak terlepas dari
perbedaan dialek, setiap dialek satu daerah itu berbeda arti.
Penggunaan makna kata yang digunakan antar kobilah
mempunyai batasan-batasan makna yang berbeda. hal inilah yang
menyebabkan dialek yang digunakan mempunyai perbedaan

makna, walaupun kata yang digunakan sama. Contoh kata ‫سيْد‬


َ ‫ال‬
secara umum artinya ‫الذِئب‬ (serigala) tetapi dalam kobilah

hudzail ber arti ‫سد‬


َ ‫(األ‬singa), kata ‫ضنا‬
َ ‫ال‬secara umum artinya
‫المرض‬
ِ (sakit) tetapi dalam kobilah toyyi’ artinya ‫الولد‬
َ (anak)

b. Penggunaan Majaz (‫المجازى‬ ‫)اإلستعمال‬


Menurut banyak tokoh klasik dan modern pengaruh yang
dominan dalam homonim adalah penggunaan majaz. Hal ini
karena adanya penggunaan makna hakiki (asli) kemudian beralih
ke makna majaz. Artinya dalam majaz tidak mungkin penggunaan
satu kata dan mempunyai satu arti saja, pasti mempunyai banyak

arti. Contoh kata ‫ال َمس‬makna aslinya ‫مس الشئ باليد‬

26
Ibid, Hal. 190

14
(menyentuh dengan tangan) dan dalam makna majaz ‫الجنون‬
(gila).

c. Kaidah Shorf (‫الصرفية‬ ‫)القواعد‬


Perkembangan homonim dari sisi kaidah sohrf itu
menghasilkan perbedaan maksud dalam satu kata, menghasilkan
persamaan ucapan pada Isim dan Fiil, menghasilkan persamaan
dalam bentuk jamak dan masdar, dan sebagainya. Hal ini

diutarakan oleh para tokoh klasik. Contoh : kata ‫هوى‬ dari

bentuk isim dan fiil menurut firus abadi berarti ‫ميل النفس إلى‬
‫(الشهوة‬mengalirnya hawa nafsu). Hal ini dikuatkan dalam ayat
26 quran surat shof.
  
   
  
  
     
   
   
  
 
“Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka
bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari
jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan
mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.”

Tetapi disisi lain ‫ا لهوى‬ artinya ‫(العشق‬Rindu)


‫(المحبة‬Kecintaan) ‫( إرادة النفس‬keinginan nafsu).

5. Tahdad

15
Salah satu fenomena bahasa yang menarik dalam bahasa Arab,
terutama mengenai relasi makna terhadap kata adalah konsep al Addad.
Konsep ini tidak ditemukan dalam semantik bahasa maupun termasuk
dalam kajian linguistik modren saat ini. Kata al Addad adalah bentuk

jamak(‫ )األضداد‬dari kata al Did )‫(الضد‬. Konsep al Addad berbeda

dengan konsep Taddad yang dalam semantik modren disebut dengan


antonim. Sebenarnya konsep Taddad pengertiannya menjadi sama
dengan konsep antonim itu karena didasarkan pada pandangan para fakar
bahasa saat ini, yang mengartikannya sebagai dua kata yang berbeda dan
mempunyai makna yang bertentangan.

Dalam kontek mengenai dua makna yang bertentangan,


sebenarnya ada teori lain dalam relasional makna yang telah
dikemukakan oleh para ahli lughah terdahulu, terutama linguistik Arab
yaitu istilah Al Addad. Sebagaimana yang terdapat dalam buku karangan
mukhtar umar, ia memakai kata Al Addad tidak Tadhad, menurutnya Al
Addad adalah salah satu kata yang memiliki dua makna yang
bertentangan. Akan tetapi dalam buku karangan ‘Ali Abdul Wahid Wafi,
ia menggunakan kata Tadhad tidak dengan kata Al Addad. Sebagaimana
berikut ini penjelasan tentang Tadhad.

a. Pengertian Tadhad
Tahdad menurut ulama klasik adalah lafaz yang mempunyai
makna ganda tetapi berlawanan antara makna satu dengan makna
yang lainnya.27 Keunikan tahdad dari jenis jenis relasi makna lain
adalah dalam satu kata terkandung dua makna yang berlawanan.
Sedangkan menurut Wafi, tadhad adalah suatu lafadz yang
mengandung dua makna, yang mana maknanya saling berlawanan.

Contohnya kata ‫الجون‬ yang bermakna ‫األبيض‬ dan ‫األسود‬.28

27
Ahmad Mukhtar Umar, Op Cit, Hal. 191
28
‘Ali ‘Abdul Wahid Wafi, Op Cit, Hal 192

16
Contoh lain yaitu kata ‫القرء‬ dapat memiliki makna ‫ الطهر‬dan

‫الحيض‬ , yang mana kedua makna ini bertentangan. Sepintas

konsep Tadhad ini mirip dengan Musytarak Lafdzi, akan tetapi


sebenarnya berbeda.
Kalau Musytarak lafdzi adalah kata yang memiliki beberapa
makna yang berbeda tetapi makna tersebut tidak bertentangan.
Sementara Tadhad masing masing maknanya bertentangan.

b. Tadhad menrut para ahli bahasa


Para ahli berbeda pendapat dengan adanya tadhad yang
merupakan bagian dari musytarak lafdzi. Ada yang menolak adanya
tadhad dan ada yang menerima adanya tadhad. Adapun diantara para
ahli yang menolak tadhad adalah
1) Ibnu saidah, ia berkata “dahulu salah seorang guru kami menolak
adanya tadhad”.
2) Baqlab, pendapatnya “tidak ada tadhad dalam kosa kata bahasa
arab jika dahulu ada itu adalah perkataan yang mustahil”.
3) Ibnu Darastawaih, yang mengarang buku “ibthal al adhdhad”.
Sebagaimana disebutkan oleh As Suyuti dalam Al mazhamar”.
Ibnu darastawaih mengisyaratkan dalam buku ini pertentangannya
dengan tadhad dan segala bentuknya.
4) Intisar Ajjawali, yang mengatakan bahwa ia menyajikan kata
tanpa adanya tadhad didalamnya.

Salah satu alasan yang dikemukakan oleh kelompok yang


menetang adanya tadhad, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Tajjuddin Al Armawy Muhammad bin Husain, bahwasanya makna
yang berlawanan tidak mungkin terkandung dalam satu kata, karena
ia berpandangan dalam musytarak lafdzi yang tidak boleh terdapat
keraguan dalam pemaknaan.

17
Sebahagian ahli bahasa berpendapat bahwa tadhad itu ada,
diantaranya adalah Imam Khalil, Sibawaih, dan Suyuti. Adapun yang
menjadi pegangan bagi kelompok ahli bahasa dengan berpendapat
bahwa thadad itu ada yaitu argumen Ibnu Anbari yang mengatakan
bahwa “kata dalam bahasa arab saling menguatkan antara satu
dengan yang lainnya, dan terkadang ada makna baru yang muncul
pada satu kata”. Dari perkataan inilah dapat disimpulkan bahwa
wajar jika dalam satu kata terdapat dua makna yang saling
berlawanan, karena ada salah satu dari kedua kata makna itu yang
datang atau diterima oleh pengguna bahasa ketika yang disematinya
sudah mempunyai makna terlebih dahulu.29

Selain itu para ahli bahasa yang tetap berpandangan bahwa


Tadhad merupakan konsep makna tersendiri, sedikit besarnya
dikarenakan Al Qur’an sendiri memuat banyak bentuk bentuk kata
berpola Tadhad. Dan mereka menganggap bahwa konsep Tadhad ini
adalah salah satu bukti, bahwa konsep linguistik dalam al Qur’an jauh
lebih komplek dan lengkap dibandingkan dengan konsep linguistik
lainnya.

Berikut ini ada beberapa contoh kata yang berbentuk Tadhad


dalam al Qur’an, antara lain

1) Kata ‫ءاالشترا‬, kata ini memiliki dua arti yang bertentangan yaitu
yang pertama adalah “membeli” (‫)االبتياع‬. Pengertian ini dapat
dilihat dalam surat at Taubah ayat 111
    
 
  
   
  
29
Ahmad Mukhtar Umar. Op Cit. Hal 194- 195

18
   
  
 
   
   
 
   
  

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta
mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan
Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang
benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih
menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual
beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.”
Dan arti kata yang kedua adalah “menjual” (‫)باعو‬. Pengertian ini terdapat dalam
surat al Baqarah ayat 90
  
  
   
    
   
   
   
  

“ Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri


dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa
Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara

19
hamba-hamba-Nya. karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat)
kemurkaan. dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan.”

2) Kata ‫اسر‬, dalam al Qur’an kata ini memiliki dua makna yang
bertentangan, yaitu makna “menampakkan” (‫)اإلظهار‬ dan
“menyembunyikan” (‫)اإلخفاء‬. Makna yang pertama terdapat dalam
surat as Saba’ ayat 33
 
 
  
  
  
  
  
  
 
  
   
   
 

“dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang


menyombongkan diri: "(Tidak) sebenarnya tipu daya(mu) di waktu malam dan
siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru Kami supaya Kami kafir
kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya". kedua belah pihak
menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat azab. dan Kami pasang belenggu
di leher orang-orang yang kafir. mereka tidak dibalas melainkan dengan apa
yang telah mereka kerjakan.”

Dan makna yang kedua ditemukan didalam surat Yunus ayat 54

20
    
    
   
  
 
   
 

“ dan kalau Setiap diri yang zalim (muayrik) itu mempunyai segala apa yang ada
di bumi ini, tentu Dia menebus dirinya dengan itu, dan mereka membunyikan
penyesalannya ketika mereka telah menyaksikan azab itu. dan telah diberi
keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dianiaya.”

3) Kata ‫ظن‬, kata ini memiliki arti yang berlawanan yaitu “yakin”
(‫ )يقين‬dan “kira kira” atau “ragu ragu” (‫)شك‬. Pengertian yang
pertama dapat dilihat dalam surat al Haaqah ayat 20
   
 
“ Sesungguhnya aku yakin, bahwa Sesungguhnya aku akan menemui hisab
terhadap diriku.”

arti yang kedua terdapat dalam surat al Jasyiyah ayat 32


    
   
    
    

21
  

“ dan apabila dikatakan (kepadamu): "Sesungguhnya janji Allah itu adalah
benar dan hari berbangkit itu tidak ada keraguan padanya", niscaya kamu
menjawab: "Kami tidak tahu Apakah hari kiamat itu, Kami sekali-kali tidak
lain hanyalah menduga-duga saja dan Kami sekali-kali tidak
meyakini(nya)".”

c. Sebab sebab terjadinya tadhad

Diantara yang mnjadi sebab munculnya lafazh tadhad adalah


sebagai berikut

1) Makna asal suatu lafadz digunakan pada makna umum yang


berlawanan, sebahagian orang lupa pada penggunaan makna
tersebut sehingga menduga bahwa itu bagian dari lafadz yang
mempunyai dua makna yang berlawanan. Contoh seperti lafadz

‫ الصريم‬digunakan dalam ungkapan ‫ليل الصريم‬ dan ‫الصريم‬


‫نهار‬ padahal makna asal dari ‫صريم‬ adalah ‫القطع‬ (putus),

penggunaan makna tersebut karena melihat kenyataannya bahwa


apabila siang datang malampun hilang, dan begitupun sebaliknya

apabila malam datang siangpun hilang. Begitu juga lafadz ‫السدفة‬


berarti gelap dan terang, padahal makna ‫السدفة‬ asalnya adalah

‫( الستر‬tertutup ).
2) Perubahan makna suatu lafadz dari makna asli kepada makna
majazi karena alasan tafa’ul (berharap kebaikan), seperti contoh

lafadz ‫ البصير‬sebutan bagi orang buta dan lafadz ‫ السليم‬sebutan


untuk orang yang digigit ular, dan karena alasan ‫( تهكم‬mengejek),

22
seperti lafadz ‫أبو البيضاء‬ sebutan bagi orang yang berkulit

hitam, atau perubahan makna tersebut karena tujuan menjauhi

pengungkapan yang kurang disukai, seperti penyebutan ‫ السيد‬dan


‫ عبد‬bagi ‫المولى‬.
3) Kesesuaian antara dua lafadz dalam satu shighat sharfiyah (bentuk

perubahan kata), seperti lafadz ‫المبتاع‬ yang berarti ‫البائع‬ dan

‫المبيع‬.
4) Perbedaan kabilah kabilah arab dalam menggunakan suatu lafadz,

seperti lafadz ‫ وثب‬yang digunakan oleh kabilah Himyar dengan arti

‫ قعد‬dan kabilah Mudlar dengan arti ‫طفر‬. Contoh yang lain lafadz
‫السدفة‬ digunakan oleh kabilah Tamim dengan arti ‫الظلمة‬ dan

menurut kabilah Qais berarti ‫الضوء‬, dan lafazh ‫سجد‬ berarti

‫انتصب‬ menurut kabilah Thai dan berarti ‫انحى‬ menurut kabilah

kabilah yang lain.30

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Fenomena adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra


yang dapat di terangkan serta dinilai secara ilmiah. Dan bisa juga di artikan
sebagai fakta, kejadian, dan kenyataan. Maka dapat disimpulkan bahwa
fenomena bahasa adalah suatu fakta atau kejadian nyata yang terdapat di
dalam bahasa baik berupa kata ataupun kalimat.

30
http://asiaminarti-99-pba.blogspot.co.id/2015/10/makalah-fiqh-lughah.html

23
Interaksi antara dialek dan makna menurut ahli bahasa Arab telah
menjadi aktivitas yang ampuh untuk memantau beberapa fenomena.

Fenomena-fenomena tersebut antara lain: verbal umum (‫اللفظي‬ ‫)المشترك‬,


sinonim atau persamaan kata (‫)الترادف‬, antonim atau lawan kata

(‫)األضداد‬, dan singkatan (‫ )النحت‬serta isytiqaq (‫)االشتقاق‬.

Persamaan kata (‫ )الترادف‬adalah beberapa kata yang memiliki

makna yang sama. Para pelajar bahasa Arab sering mempelajari sinonim dari
sudut pandang ulama terdahulu dan jarang sekali yang mempelajarinya dari

sudut pandang ilmu linguistik, contohnya ‫اللب‬ digunakan istilah ‫العقل‬.


‫ النحت‬adalah sebagai pembentukan satu kata baru dari dua kata atau lebih,
contohnya ‫فداك‬ ‫ جعلت‬- ‫جعفل‬. Isytiqaq (‫ )االشتقاق‬secara bahasa berasal
dari kata ‫ اشتقاقا‬-‫ يشتق‬-‫اشتق‬ Secara istilah pengasalan kata atau

sumber asal mula kata, atau bisa di sebut juga ilmu tentang asal usul kata.

Musytarak lafdzi (‫اللفظي‬ ‫ )المشترك‬adalah suatu lafadz (lafadz yang satu )


tapi menunjukkan dua makna yang berbeda, contohnya kata ‫الخال‬ bisa

berarti paman, tahi lalat diwajah, awan, onta yang gemuk, bukit yang kecil.

Tadhad (‫ )األضداد‬adalah suatu lafadz yang mengandung dua makna, yang

mana maknanya saling berlawanan. Contohnya kata ‫ الجون‬yang bermakna


‫ األبيض‬dan ‫األسود‬.
B. Saran

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah


melimpahkan berbagai kenikmatan dan kesempatan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul

24
‫"ظواهر اللغوية (الترادف والنحت واإلشتقاق و المشترك اللفظي‬
")‫والتضاد‬
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan makalah ini dan masih jauh dari kesempurnaan.oleh karena itu,
penulis mengharapkan kitik dan saran yang membangun dari pembaca guna
perbaikan makalah ini.
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang
telah membantu baik dengan pikiran, tenaga, maupun materi dalam rangka
penyelesaian penyusunan ini. Penulis harap, makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis, pada khususnya, dan bagi pembaca sekalian pada umumnya.
Aamin Yaa Rabbal ‘Alamin

DAFTAR PUSTAKA

ibn ‘Abdu al’Razzaq al-Husaini, Muhammad. Taj al-‘Arus min Jawahir al-
Qamus. (Daar al-Hidayah). Juz.12
‘Abd al-Rauf al-Manawi, Muhammad. al-Taufiq ‘ala Mahmati al-Ta’arif. Bairut:
Dar al-Fikri al-Mu’ashir
Abdul Tawwab, Ramadhan. 1979. Fushul Fi Fiqh Al Arabiyah. Kairo :
Makhtabah Al Khanji
‘Abdul Wahid Wafi, ‘Ali. Fiqh Lughah, Mesir : Darul Nuhdhoh
al-Dayeh, Fayez. 1996. ‘Ilm al-Dilalah al-‘Araby. Damaskus: Daar al-Fikri
Ali, Ahmad Zuhdi Muhdlor, Atabik. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia (al-
‘Ashri). Yoyakarta : Multi Karya Grafik

25
‘Ali al-Khauli, Muhammad. 2201. ‘Ilm al-Dilalah-‘Ilm al-Ma’na. ‘Amman: Dar
al-Fallah
Anis, Ibrahim. 1978. min Asrar al-Lughah. Mesir: Maktab al-Akhbar al-
Mishriyyah
Badi’ Ya’cub, Emil. 1982. Fiqh Lughah Al Arabiyah Wa Khasaishuha. Beirut :
Darul Al Tsaqafah Al Islamiyah
ibn Muhammad ibn Abi Sa’id al-Anbari, ‘Abdurrahman. al-Inshaf fi Masail al-
Khilaf Baina an-Nahwiyyin: al-Bashariyyin wa al-Kufiyyin. Bairut:
Dar al-Fikri
Ibrahim Anis, Shabri. 1991. ‘Ilm al-Dilalah Ithara al-Jadid. Iskandariah: Dar al-
Ma’rifah al-Jami’iyyah
Jalaluddin al-Suyuthi, ‘Abdurrahman. 1997. al-Muzhir fi ‘Ulumi al-Lughah wa
‘Anwa’iha, Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah
Mukhtar Umar, Ahmad. 2009. ‘Ilm al-Dilalah. Mesir: ‘Alam al-Kutub
http://asiaminarti-99-pba.blogspot.co.id/2015/10/makalah-fiqh-lughah.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Fenomena
https://www.kbbi.web.id/fenomena

26

Anda mungkin juga menyukai