Balaghah al-Tafsir
Disusun oleh:
Ariska (80600220020)
Dosen Pembimbing:
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
salah satu bukti otentiknya adalah tidak ada seorang yang mampu
menandinginya baik dari kalangan orang Arab maupun non Arab, sekalipun
orang Arab memiliki gaya bahasa fashahah dan balaghah yang sangat tinngi.
kandungan maknanya yang jelas, karena redaksi dan gaya bahasa al-Qur’an
lafaz, gaya bahasa, dan sistem struktur trsebut berada dalam cakupan
satu lingkaran, yaitu lingkaran ilmu bayanyang menjadi aspek keistimewaan al-
qur’an bukan hanya pada kejelasan dan kesusastraan saja, tetapi juga masih
Sementr pada aspek bahasa (I’jaz al-lughawy) mempunyai cakupan bahasa yang
sangat luas, antara lain menyangkut; morfologi, sintaksis, semantik, dadn gaya
Para ahli bahasa arab telah menekuni dan mengembangkan ilmu bahasa
ini dengan berbagai disiplin keilmuannya. Mereka mengubah puisi dan prosa,
katakata bijak, dan masal yang tunduk dalam aturan bayan dan diekspresikan
dalam
1
2
ithnab dan ijaz, serta tutur dan ucapanya. Meskipun bahsa itu telah mencapai
tingkat tinggi bahkan mencapai puncak keemasan pada masa itu. Sehingga
dikenal sebagai fushha dan balagahnya Arab, tetapi ia menjadi tidak berarti apa-
dalam cakupan ilmu bahasan ilmu balagha , yaitu meruppakn suatu disiplin ilmu
yang berlandaskan pada kehalusan jiwa dan ketajaman menngkap keindahan dan
Balaghah adalah ilmu yang mengelola makna yang tinggi dan jelas, dengan
ungkapan yang benar dan fasih yang memberi kesan yang mendalam di dalam
jiwa dan sesuai dengan situasi dan kondisi orang-orang yang bijak bicara. Dalam
arti lain, ballaghah merupakan kemampuan dadlam mengekspresi apa yang ada
dalam jiwa, dengan ungkapan yang benar dan jelas serta memberi kesan yang
mendalam baik bentuk lafaz maupun maknanya sesuai dengan situasi dan
kondisi.
semua kalimat ynag memiliki kekuatan, kesan dan pengaruh di dalam jiwa dan
keindahan. Disamping itu juga kejelian dalam memilih kata-kata dan uslub ,
sesuai dengan tempat berbicara, waktu, tema, dan kondisi para pendengarnya.
dengan menggunakan susunan kalimat yang indah san pilihan kata yang tepat
mempunyai keindahan bahasa dan memberi pengaaruh pada lawan bicara atau
pendengarnya. Selain itu kajian yang penting dalam ilmu balaghah adalah seni
3
Meski demikian, al-Qur’an selalu menarik untuk dikaji dan diteliti oleh
umat muslim, sehingga dari satu teks al-Qur’an menghasilkan sekian banyak
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Peneletian
A. Pengertian Isti‘a>rah
Kata isti‘a>rah secara etimologi adalah bentuk isim mas}dhar dari fi’il
madhi‚ ista‘arah yang berarti meminjam.1 Kata ini terambil dari kalam Arab,
ista‘ara al-mala’ yang artinya‚ thalabahu ‘ari>yatan (menjadikannya sebagai
yang dipakai bukan pada makna aslinya karena ada ‘alaqah musyabbahah
suatu yang dikenal maknanya dialihkan kepada suatu makna yang belum dikenal
ا س تؼامل اللفغ يف غري ما وضع هل لؼالقة املشاهبة بني املؼىن امليقول غيو واملس تؼمل فيو مع قريية صارفة
غن ارادة املؼىن ٔلصل
Yaitu melakukan suatu lafazh pada selain makna asli cetaknya, karena ada
hubungan yang berupa keserupaan antara makna yang dipindah dan lafazh
yang digunakan.4
1
Attabik Ali dan A. Zuhdi Mudhar, Kamus Krakpyak al- Asry Arab-Indonesia
(Yokyakarta: Multi Grafika, tt), h.104
2
Ahmad al-Hasyimi, Jawahir al-Balahgah Fi> al-Bayani, Wa al-Badi’, (Indonesia: Da>r
Ihya al- Kutub al-‘Arabiyah, 1990), h. 303
3
Al-Zarkasy, Badruddin Muhammad bin Abdullah, al-Burhan Fi Ulumil Qur’an, Juz 2
(Beirut : Darul Fikr, 2004), h. 101
4
Hidayat, al-Balghah lil-Jami’ Wasy-Syawahid min Kalamil Badi, h. 11
4
5
Isti‘a>rah adalah satu bagian dari majaz lughawi. Isti‘a>rah adalah tasybih
yang dibuang salah satu tharafnya. Oleh karena itu hubungan antara makna
karena sebenarnya isti‘a>rah adalah tasybih yang dibuang salah satu ujungnya
berbeda dalam sisi nama. Jika dalam tasybih ada musyabbah, dalam isti‘a>rah
disebut musta‘ar. Jika dalam tasybih ada musyabbah bih dalam isti‘a>rah disebut
dengan musta‘ir minhu, dan jika dalam tasybih ada wajh sibh maka dalam
majaz, disebabkan adanya kata yang dipakai bukan pada makna aslinya karena
adanya ‘alaqah (hubungan) dan disertai dengan qarinah8. Majaz dalam ilmu
5
Ali al-Jarim dan Mustafah, al-Balaghatul Wadhihah, h.102
6
Ahmad Al-Hasyimi, Jawahir al- balahgah Fil – Bayani, Wal Badi’, (Indonesia : Dar Ihya
al- Kutub Al -Arabiyah,1990), h. 303
7
Ahmad Al-Hasyimi, Jawahir al- balahgah Fil – Bayani, Wal Badi’, h. 303
8
Muhammad abu Musa, al- ‘Ijaz al-Balaghi (Qahirah: Maktabah Wahbah. 1992), h. 34
6
balaghah dibagi menjadi dua bagian yaitu; majaz mursal dan majaz isti‘a>rah,
Isti‘a>rah adalah tasybih yang dibuang salah satu tharfyn-nya. Hubungan antara
2. Isti’arah ashliyah (jika isimnya berupa ism jamid) dan isti‘a>rah taba>‘iyah
keduanya)
paling penting. Menurut pandangan dan kesimpulan para ahli klasik, metafora
sjatinya dengan ungkapan lain yang ‚tidak sejatinya‛ berdasarkan ukuran Atau
kritria-kriteria persamaan ataupun kemiripan. Dengan demikian, prinsip metafora
7
definisi metafora .
kata dan menempatkannya untuk kata yang lain tatakala ditemukan sebab
misal yang lebih indah untuk sesuatu yang lebih bagus. Untuk kasus seperti ini
bisa dijadikan sebagai contoh kata terbang untuk sesuatu yang tidak memiliki
sayap aliyas sesuatu yang sama sekali tidak bisa terbang, hanya saja sesuatu
tersebut dapat berlari amat kencang seolah terbang. Demikian pula jatuh dari
langit untuk larinya seekor kuda dari atas sampai ke bawah serta berenag untuk
sesuatu yang amat cepat bergerak ataupun berrjalan dalam air. Dengan demikian
kata terbang, jatuh, berenag dan lari, masuk dalam satu jenis aktivitas yakni
Dengan demikian seperti itu, maka makna metaforis menjadi lebih indah
1. Rukun isti‘a>rah
9
Ibnu Qutaibah, Ta’wil Musykil Al-Qur’a, (Kairo: Darull Fiqr, tt), h. 102
10
Ahmad Al-Hasyimi, Jawahir al- balahgah Fil – Bayani, Wal Badi’, h. 4
8
ketiga adalah makna. Ista‘ar arti asalnya pnjaman. Kata pinjaman dalam
pengetian ilmu bayan adalah berarti sebuah kata yang ditempatkan bukan pada
tempat yang emestinya dan hubungan diantranya dengan kata lain yang
dimaksud adalah seorang laki-laki yang seperti singa saking gagahnya dan
lantang suaranya. Kaitan antra kata ‚ ( ‛ ٔأسد ًاsinga) dengan lelaki yang dimaksud
adalah persamaan dalam hal kegagahan dan kelantangan suara.
musyabbah bih dan tidak menyebutkan musyabbah pendapat ini sama dengan
Dengan demikian, pada asalnya isti‘a>rah ini adalah tasybih. Tetapi adat
tasybih, wajhu syabah, dan salah satu ujung tasybih-nya dibuang, maka
tinggallah satu saja, seperti kata ‚ ‛ ٔأس ِد ًاdi atas.
9
2. Jenis-jenis isti‘a>rah
Contoh:
ِ ِ َخ َمت هالَّل ػَ ٰىل ِقلوهبِ ْم َوػَ َ ِٰىل َ َْس ِؼيِ ِم َوػَ َ ٰىل َأبْ َص
ٌ ارِى ِغشَ َاو ٌة َولَيم ْ ػَ َذ
اب َغ ِظ ٌي
Terjemahnya:
Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan
mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. (QS. al-Baqarah/2:
7)11
yang tertutup. Kata ‚ ‛ َخ َمت yang berarti menutup sebuah wadah merupakan
isti‘a>rah dari mengunci mati. Ditinjau dari prespektif tharfait al-tasybih, isti‘a>rah
di atas termasuk isti‘a>rah tashrihiyah.12 Karena menyebutkan musyabbah bih dan
taba’iyah, karena lafaz yang digunakan dari kata kerja (fi’il) yaitu kata مت
َ َخ.
b). Makniyyah, yakni isti‘a>rah yang tidak menyebutkan lafadz musyabbah bih
Contoh:
Artinya:
‚saya melihat orang dermawan (laksana lautan) di atas kudanya sedang
memberi‛.
dermawan. Dan lafazhh ini disertai dengan lafazhh ‚ ‛ػىل فرس يؼعىyang artinya
di atas kudanya sambil memberi, yang hal itu sesuai dengan musta’ar lah (orang-
orang dermawan). Jenis isti’arah yang seperti ini disebut juga isti’arah
takhyiliyyah.
Ditinjau dari segi lafadz yang digunakannya, isti’arah terbagi menjadi dua:
a). Ashliyyah, apabila lafadz yang digunakan berupa isim jamid, contoh:
b).Taba’iyyah, apabila lafadz yang digunakan berupa huruf fi’il atau ism
musytaq. Contoh:
empat ayat yang dianggap metafor dalam karyanya yang berjudul Ta’wil Musykil
metafora dalam Al-Qur’an, yakni lebih dari seratus kasus13. Dalam tulisan ini
berikut:
Majaz isti‘a>rah ditinjau dari segi musta‘ar lahu dan musta’ar minhu
1. Isti’arah Tasrihiyyah
ditampilkan menjadi isti‘a>rah dan tampil sebagai kata kiasan, yaitu kata yang
tidak dimaksudkan dalam arti sebenarnya terwujud dari sebuah konteks yang
berfungsi sebagai qarinah. Pada jenis ini yang ditasrihkan (tegaskan) adalah
musta ‘ar minhu-nya, sedangkan musta’ar-nya dibuang. Dengan istilah lain pada
jenis ini disebut musyabbah bih dan dibuang musyabbah-nya.14 Contoh ayat-ayat
13
Muhammad abu Musa, Al- ‘Ijaz Al-Balaghi . h. 59
14
Mamat Zaenuddin dan Yayan Nur Bayan, Pengantar Ilmu Balaghah ( Bandung: Refika
Aditama, 2007), h. 34
15
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya, h. 1
12
Terjemahnya:
‚Dan berpeganglah kamun semua kepada tali Allah dan janganlah kamu
bercerai berai." 16
Maksud tali Allah adalah Alquran atau agama Islam.
ُ الص َيا ِم هالرفَ ُث ا ََل ِو َسائِ ُ ْمك ى هُن ِل َب ٌاس لَ ُ ْمك َو َأه ُ ْْمت ِل َب ٌاس لَي هُن ػَ ِ َِل ه
َ الَّل َأىه ُ ْمك ُل ْي ُ ْمت َ َْت َتاه
ُون ِ ّ ُأ ِح هل لَ ُ ْمك لَ ْي َ ََل
َْ الَّل لَ ُ ْمك َو ُ ُلكوا َو
اِشبُوا َح هَّت ُ ِشوى هُن َوابْ َت ُغوا َما َل َت َب ه ُِ اب ػَلَ ْي ُ ْمك َو َغ َفا َغ ّْي ُ ْمك فَ ْالٓ َن ََب َ ََأهْ ُف َس ُ ْمك فَت
...ي َ َتبَ ه َني لَ ُ ُمك الْ َخ ْيطُ ْ َالبْ َي ُض ِم َن الْ َخ ْيطِ ْ َال ْس َو ِد ِم َن الْ َف ْج ِر
Terjemahnya:
‚Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isteri kamu, mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian
bagi mereka, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari
benang hitam yaitu fajar‛17
penuh keserasian, benang putih adalah terangnya siang hari, benang hitam adalah
2. Isti‘a>rah Makniyyah
benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak, misalnya: matahari mencubit
menderita.18 Pada jenis isti‘a>rah makniyyah yang dibuang adalah musyabbah bih.
Hal ini dapat diketahui dari kelaziman kata-kata yang terkandung di sana.19
16
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya, h. 63
17
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya, h. 29
18
Hidayat, al-Balghah lil-Jami’ Wasy-Syawahid min Kalamil Badi’. h. 123
19
Mamat Zaenuddin dan Yayan Nur Bayan, Pengantar Ilmu Balaghah ( Bandung: Refika
Aditama, 2007), h. 35
13
...الَّل َغيِدَ ال َ ْييَا أَ هَل ه ُْؤ ِم َن ِل َر ُسولٍ َح هَّت يَأِ ِثيَنَا ِب ُق ْر ََب ٍن ثَأِ ُ ُلك ُو اليه ُار
َ ه ِاَّل َين قَالُوا ا هن ه
ّ ّ
Terjemahnya:
‚(yaitu) orang-orang (yahudi) yang mengatakan: ‚sesungguhnya Allah telah
memerintahkan kepada kami, supaya kami jangan beriman kepada seorang
Rasul, sebelum ia mendatangkan kepada kami korbon yang dimakan api.‛20
)4( الش ْم َس َوالْقَ َم َر َر َأ ْيُتُ ُ ْم ِِل َس ِاج ِد َين َ َ ا ْذ قَا َل يُ ُوس ُف ِ َلبِي ِو ََي َأب َ ِت ا ِ ّّن َر َأيْ ُت َأ َحدَ غ
ََش َل ْولَ ًبا َو ه
ّ ّ
Terjemahnya:
‚Sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan;
kulihat semuanya sujud kepadaku.‛21
atas, benda-benda tidak bernyawa atau suatu gagasan diberi sifat insani, pada
ayat-ayat di atas misalnya api makan kurban, sebelas bintang matahari dan bulan
bersujud. Semuanya membuat makna dibalik kalam menjadi hidup dan sekaligus
Adapun majaz isti‘a>rah ditinjau dari segi bentuk lafazhh terbagi dua:
1. Isti‘a>rah ashliyyah
20
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya, h. 74
21
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya, h. 235
14
ات ا ََل اليُّ ِور ُّ اب َأ ْى َزلْيَا ُه ال َ ْي َك ِل ُتخْ ِر َج اليه َاس ِم َن
ِ الظلُ َم ٌ َِلت
ّ ّ
Terjemahnya:
‚Adalah sebuah kitab yang aku turunkan kepadamu, agar engkau
memindahkan manusia dari gelap kepada terang.‛22
2. Isti‘a>rah Taba’iyyah
ىف
Makna dari kata ‚ ‛ pada potongan ayat di atas adalah ‚di atas‛. Kata
ىف
‚ ‛ adalah huruf.
1. Isti‘a>rah murasysahah
22
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya, h. 255
23
Sholehuddin shofwan, ‚Pengantar Memahami nadzom Jauharul Maknun‛, Vol.3,
(Jombang: Darul Hikmah, 2008), h. 11
24
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya, h. 312
15
)66( ُأولَ ِئ َك ه ِاَّل َين ْاش َ ََت ُوا الضه َال َ ََل َِبلْيُدَ ى فَ َما َرِ َحب ْت ِ َِت َارُتُ ُ ْم َو َما ََكهُوا ُميْتَ ِد َين
Terjemahnya:
‚Mereka itulah yang mengganti (memilih) kesesatan dengan petunjuk, maka
tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat
petunjuk.‛25 (QS. al-Baqarah: 16)
yaitu ungkapan ‚ ‛رحبت ِتارُتم. ungkapan tersebut sesuai untuk musyabah yaitu
‚‛اشَتوا.
2. Isti’arah muthlaqah
Isti‘a>rah muthlaqah adalah isti‘a>rah yang tidak diikuti oleh kata-kata baik
yang cocok bagi musyabah bih maupun musyabah.
Contoh:
Pada potongan ayat di atas terdapat ungkapan majaz yaitu kata ‚ ‛ييقضون.
Kata tersebut bermakna menyalahi yang diserupakan dengan ‚ ‛يفتحونyang
25
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya, h. 3
26
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya, h. 5
16
bermakna membuka tali. Pada ungkapan majaz tersebut tidak terdapat mulaim
yang cocok untuk salah satu dari tharafain (musyabah bih dan musyabah).27
3. Isti‘a>rah mujarradah
dengan yang sesuai dengan mustar‘ar lahu, yaitu membuat mereka merasakan,
27
Al-hafidz jalaluddin Abdurrahman as-Syuyuti, Al-Itqan Fi-ulumil Quur’an, h. 649
28
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya, h. 280
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
tasbih yang diringkas, tetapi Isti’arah memiliki nilai keindahnya lebih tinggi
17
18
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Kari>m
Abu Shalih,Abdul Al-Qirus dan Ahmad Taufiq, Kitab al-Balaghah. (Riyadh:Jaiah
Al-Imam, tt),
Ahmad Al-Hasyimi, Jwahir al-Balaghah Fil-Bayani, wal Badi’, (indonesia: Dar
Ihya al-Kutub Al-Arabiyah, 1960)
Al-hafidz jalaluddin Abdurrahman as-Syuyuti, Al-Itqan Fi-ulumil Quur’an.
(Qahirah, Maktabatul Darutturats),
Al-Zarkasy, Badaruddin Muhammad bin Abdullah, al-Burhan fi Ulumil qur’an,
juz 2 (Beirut: Darul Fiqr, 2004)
Attabik ali dan A. Zuhdi Muhdlor, Kamus krapyak al-Ashry Arab-Indonesia,
(Yokyakarta: Multi Karya Grafika, tt )
Hidayat, al-Balghah lil-Jami’ Wasy-Syawahid min Kalamil Badi’.
Ibn Qutaibah, Ta’wil Musykil Al-Qur’an, (Kairo:Darul Fiqr, tt)
Muhammad ‘Ali Ash-Shabuni, Shafwah al-Tafasir, (Beirut-Libanon: Da alKutub
al-‘Ilmiyah, 19999)
Muhammad abu Musa. Al-‘Ijaz Al-Balaqhi . (Qahirah: Maktabah Wahbah. 1992)
Muhammad Arkoun, Lecture du Coran, (G.P. Maisneuve, Paris, 1982). Trj.
Hidayatullah, Kajian Kontemporer al-Qur’an, (Bandung: Pustaka, 1998)
Sholehuddin shofwan, ‚Pengantar Memahami nadzom Jauharul Maknun‛, Vol.3,
(Jombang: Darul Hikmah, 2008
Wahbah az-Zuhaili, at-Tafsir al-Munir fi Al-Aqidah wa As-Asyari’ah wa
AlManhaj. (Birut: Dar Al-Fikr al-Ma’air, 1991), hal. 80