Anda di halaman 1dari 19

Al-Isti‘a>rah

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah:

Balaghah al-Tafsir

Disusun oleh:

Ariska (80600220020)

Ainun Dwi Hamdani (80600220023)

Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. H. Mardan, M.Ag

Dr. Firdaus, M.Ag

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

PROGRAM PASCASARJANA UIN ALAUDDIN

MAKASSAR

2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an telah terbukti memiliki kemukjizatan sejak awal diturunkan,

salah satu bukti otentiknya adalah tidak ada seorang yang mampu

menandinginya baik dari kalangan orang Arab maupun non Arab, sekalipun

orang Arab memiliki gaya bahasa fashahah dan balaghah yang sangat tinngi.

Untuk menguji aspek kemukjizatan al-Qur’an, para ulama berbeda

pendapat, di antara mereka ada yang berpendapat bahwa I’jazz al-Qur’an

terdapat pada kefasihan lafazh-lafazhnya, system dan susunannya yang indah,

kandungan maknanya yang jelas, karena redaksi dan gaya bahasa al-Qur’an

sangat tinggi, dan tidak ada yang menandinginya.

lafaz, gaya bahasa, dan sistem struktur trsebut berada dalam cakupan

satu lingkaran, yaitu lingkaran ilmu bayanyang menjadi aspek keistimewaan al-

qur’an bukan hanya pada kejelasan dan kesusastraan saja, tetapi juga masih

banyak aspek-aspek lain yang dapat menimbulkan kemikjizatan alqur’an.

Sementr pada aspek bahasa (I’jaz al-lughawy) mempunyai cakupan bahasa yang

sangat luas, antara lain menyangkut; morfologi, sintaksis, semantik, dadn gaya

bahasa (uslub) atau pengungkapan dan pengekspresian suatu makna yang


menjadi ruang ligkup ilmu balaghah.

Para ahli bahasa arab telah menekuni dan mengembangkan ilmu bahasa

ini dengan berbagai disiplin keilmuannya. Mereka mengubah puisi dan prosa,

katakata bijak, dan masal yang tunduk dalam aturan bayan dan diekspresikan

dalam

1
2

Uslub-uslub yang memukau, dalam gaya haqiqi dan majazy (metafora),

ithnab dan ijaz, serta tutur dan ucapanya. Meskipun bahsa itu telah mencapai

tingkat tinggi bahkan mencapai puncak keemasan pada masa itu. Sehingga

dikenal sebagai fushha dan balagahnya Arab, tetapi ia menjadi tidak berarti apa-

apa dihadapan al-Qur’an.

Aspek-aspek keistimewaan dan kemikjizatan al-Qur’an tersebut berada

dalam cakupan ilmu bahasan ilmu balagha , yaitu meruppakn suatu disiplin ilmu

yang berlandaskan pada kehalusan jiwa dan ketajaman menngkap keindahan dan

kejelasan perbedaan yang samar di antra macam-macam uslub (gaya bahasa).

Balaghah adalah ilmu yang mengelola makna yang tinggi dan jelas, dengan

ungkapan yang benar dan fasih yang memberi kesan yang mendalam di dalam

jiwa dan sesuai dengan situasi dan kondisi orang-orang yang bijak bicara. Dalam

arti lain, ballaghah merupakan kemampuan dadlam mengekspresi apa yang ada

dalam jiwa, dengan ungkapan yang benar dan jelas serta memberi kesan yang

mendalam baik bentuk lafaz maupun maknanya sesuai dengan situasi dan

kondisi.

Dengan demikian maka unsur-unsur balaghah adalah lafaz, makna, dan

semua kalimat ynag memiliki kekuatan, kesan dan pengaruh di dalam jiwa dan

keindahan. Disamping itu juga kejelian dalam memilih kata-kata dan uslub ,

sesuai dengan tempat berbicara, waktu, tema, dan kondisi para pendengarnya.

Ilmu balaghah mengkaji bagaimana mengungkapkan sesuatu makna atau arti

dengan menggunakan susunan kalimat yang indah san pilihan kata yang tepat

dengan berbagai gaya bahasa yang berbeda-beda, sehingga ungkapan tersebut

mempunyai keindahan bahasa dan memberi pengaaruh pada lawan bicara atau

pendengarnya. Selain itu kajian yang penting dalam ilmu balaghah adalah seni
3

mengambarkan suatu ungkapan bahsa dengan berbagai bentuk gambaaran

imajinatif dalam mengeksprsikan suatu makna.

Gambaran imajinatif itu dapat berupa gambaran at-tasybih (simile),

almajaz (figuratif), al-isti‘a>rah (metaforis), maupun al-kinayah (metonimia).

Salah satu seni pengungkapan makna dalam bentuk gambaran imajinatif

yang dikemukakan pada sebahagian ayat-ayat al-Qur’an adalah menggunakan

bentuk al-isti‘a>rah (metafora). Al-isti‘a>rah adalah bagian dari al-majaz al-lughwi

yang ‘alaqah-nya musyabbahah (penyerupaan). Karena al-Qur’an banyak

menggunakan gaya bahsa al-isti’arah (metafora), walaupun sering dibicarakan

dan ditulis tetap saja kurang dipahami.

Meski demikian, al-Qur’an selalu menarik untuk dikaji dan diteliti oleh

umat muslim, sehingga dari satu teks al-Qur’an menghasilkan sekian banyak

interpretasi dan disipin ilmu yang dianggap sebagai kemukjizatan al-Qur’an.

Untuk lebih jelasnya akan dibahas di dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana defenisi isti‘a>rah?

2. Bagaimana bentuk bentuk isti‘a>rah dalam al-Qur’an ?

C. Tujuan Peneletian

1. Untuk memahami defenisi isti‘a>rah

2. Untuk memahami gaya bahasa al-Qur’an


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Isti‘a>rah

Kata isti‘a>rah secara etimologi adalah bentuk isim mas}dhar dari fi’il

madhi‚ ista‘arah yang berarti meminjam.1 Kata ini terambil dari kalam Arab,
ista‘ara al-mala’ yang artinya‚ thalabahu ‘ari>yatan (menjadikannya sebagai

pinjaman)2. Sedangkan secara terminologi, isti‘arah didefinisikan sebagai kata

yang dipakai bukan pada makna aslinya karena ada ‘alaqah musyabbahah

(hubngan keserupaan) dan disertai qarinah (tanda-tanda) yang mencegah

dimaksudkannya makna asli.

Al-Zarkasy, mendefinisikan isti‘a>rah sebagai pinjaman sebuah kata dari

suatu yang dikenal maknanya dialihkan kepada suatu makna yang belum dikenal

maknanya dengan tujuan tertentu semisal zahharu al-khafiyyah, izharu al-zhahir

laisa bijalliyin, mubalaghah atau lilmajmu’. 3

Sedangkan isti‘a>rah menurut ulama bayan yaitu:

‫ا س تؼامل اللفغ يف غري ما وضع هل لؼالقة املشاهبة بني املؼىن امليقول غيو واملس تؼمل فيو مع قريية صارفة‬
‫غن ارادة املؼىن ٔلصل‬
Yaitu melakukan suatu lafazh pada selain makna asli cetaknya, karena ada
hubungan yang berupa keserupaan antara makna yang dipindah dan lafazh
yang digunakan.4

1
Attabik Ali dan A. Zuhdi Mudhar, Kamus Krakpyak al- Asry Arab-Indonesia
(Yokyakarta: Multi Grafika, tt), h.104
2
Ahmad al-Hasyimi, Jawahir al-Balahgah Fi> al-Bayani, Wa al-Badi’, (Indonesia: Da>r
Ihya al- Kutub al-‘Arabiyah, 1990), h. 303
3
Al-Zarkasy, Badruddin Muhammad bin Abdullah, al-Burhan Fi Ulumil Qur’an, Juz 2
(Beirut : Darul Fikr, 2004), h. 101
4
Hidayat, al-Balghah lil-Jami’ Wasy-Syawahid min Kalamil Badi, h. 11

4
5

Isti‘a>rah adalah satu bagian dari majaz lughawi. Isti‘a>rah adalah tasybih

yang dibuang salah satu tharafnya. Oleh karena itu hubungan antara makna

hakiki dengan makna majazi adalah musyabah selamanya.5

Pada perinsipnya isti‘a>rah adalah tasybih yang diringkas, tetapi isti‘a>rah

memiliki nilai keindahannya lebih tinggi jika dibandingkan dengan tasybih,

karena sebenarnya isti‘a>rah adalah tasybih yang dibuang salah satu ujungnya

(musyabbah atau musyabbah bih), wajah syibh-nya, dan adat tasybih-nya6.

Contoh: ‫يت ٔأسدا ِيف الفصل‬


ُ ‫‚ ‛ر ٔأ‬aku melihat singa di dalam kelas‛, yang
asalnya adalah ‫كسد يف الفصل‬ ٔ ‫‚ ر ٔأيت رج َال جشاػا‬aku melihat laki-laki Pemberani
seperti singa di dalam kelas.‛ Musyabbahah-nya ‫ل‬ َ ‫ رج‬kemudian dibuang dan adat
tasybih-nya‫ ِالاف‬juga dibuang, demikian juga dengan wajah syibh-nya‚‫جشاػا‬
kemudian di datangkan qarinah yang menujukkan bahwa yang dimaksudkan

dengan singa tersebut adalah seorang pemberani.

Dalam isti‘a>rah, istilah yang digunakan mirip dengan tasybih, hanya

berbeda dalam sisi nama. Jika dalam tasybih ada musyabbah, dalam isti‘a>rah

disebut musta‘ar. Jika dalam tasybih ada musyabbah bih dalam isti‘a>rah disebut

dengan musta‘ir minhu, dan jika dalam tasybih ada wajh sibh maka dalam

isti‘a>rah dinamakan al-jami’.7

Seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa isti‘a>rah adalah termasuk

majaz, disebabkan adanya kata yang dipakai bukan pada makna aslinya karena
adanya ‘alaqah (hubungan) dan disertai dengan qarinah8. Majaz dalam ilmu

5
Ali al-Jarim dan Mustafah, al-Balaghatul Wadhihah, h.102
6
Ahmad Al-Hasyimi, Jawahir al- balahgah Fil – Bayani, Wal Badi’, (Indonesia : Dar Ihya
al- Kutub Al -Arabiyah,1990), h. 303
7
Ahmad Al-Hasyimi, Jawahir al- balahgah Fil – Bayani, Wal Badi’, h. 303

8
Muhammad abu Musa, al- ‘Ijaz al-Balaghi (Qahirah: Maktabah Wahbah. 1992), h. 34
6

balaghah dibagi menjadi dua bagian yaitu; majaz mursal dan majaz isti‘a>rah,

yang membedakan antara keduanya adalah ‘alaqah-nya. Majaz isti‘a>rah memiliki

‘alaqah musyabbahah, sedangkan majaz mursal ‘alaqah-nya selain musyabbahah.

Isti‘a>rah adalah tasybih yang dibuang salah satu tharfyn-nya. Hubungan antara

makna hakiki dengan makna majaziah-nya adalah musyabbahah. Dimana

isti‘a>rah ini juga mencakup:

1. Isti’arah tashrihiyah (musyabbah bihi-nya ditegaskan) dan makniyah

(dibuang musyabbah bih-nya, dan ditetapkan salah satu sifat khasnya)

2. Isti’arah ashliyah (jika isimnya berupa ism jamid) dan isti‘a>rah taba>‘iyah

(jika dari ism musytaq)

3. Isti’arah murasyahah (jika disertakan kata-kata yang relevan dengan

musyabbah bih), mujarradah (jika disertakan kata-kata yang relevan


dengan musyabbah), dan muthlaqah (yang tidak disertai dengan

keduanya)

4. Isti’arah tamsiliyah , suatu susunan kalimat yang digunakan bukan pada

makna aslinya karena ada hubungan keserupaan disertai adanya qarinah

yang menghalangi pemahaman terhadap kalimat tersebut dengan

maknanya yang asli.

Isti‘a>rah (metafora) merupakan seni bertutur atau seni unggkapan yang


amat umum dan berlaku bagi setiap bahasa. Para sarjana bahasa

mendefinisikannya secara tradisional sebagai gambaran-gambaran retoris yang

paling penting. Menurut pandangan dan kesimpulan para ahli klasik, metafora

mengacu pada perbandigan yang disederhanakan atau penggantian sesuatu yang

sjatinya dengan ungkapan lain yang ‚tidak sejatinya‛ berdasarkan ukuran Atau
kritria-kriteria persamaan ataupun kemiripan. Dengan demikian, prinsip metafora
7

sudah jelas untuk memberikan gambaran lebih komprehensif tentang bebagai

definisi metafora .

Menurut Ibn Qutaibah, ‚orang arab punya kelaziman untuk meminjam

kata dan menempatkannya untuk kata yang lain tatakala ditemukan sebab

ataupun alasan-alasan yang memungkinkannya.9

Al-Jurjani menjelaskan lebih lanjut beberapa aspek metafora (isti‘a>rah)

menurutnya, isti‘a>rah senantiasa meengandung unsur perbandingan, meski seni

dari isti‘a>rah tersebut selalu berbeda-beda. Seseorang meminjam sesuatu sebagai

misal yang lebih indah untuk sesuatu yang lebih bagus. Untuk kasus seperti ini

bisa dijadikan sebagai contoh kata terbang untuk sesuatu yang tidak memiliki

sayap aliyas sesuatu yang sama sekali tidak bisa terbang, hanya saja sesuatu

tersebut dapat berlari amat kencang seolah terbang. Demikian pula jatuh dari

langit untuk larinya seekor kuda dari atas sampai ke bawah serta berenag untuk

sesuatu yang amat cepat bergerak ataupun berrjalan dalam air. Dengan demikian

kata terbang, jatuh, berenag dan lari, masuk dalam satu jenis aktivitas yakni

bergerak yang kemudian bisa dijadikan sebagai makna metaforis apabila

diterapkan kepada subjek yang secara denotatif tidak dapat melakukannya.

Dengan demikian seperti itu, maka makna metaforis menjadi lebih indah

ketimbang makna asli dari ungkapan atau kalimat tersebut.

1. Rukun isti‘a>rah

Sebuah struktur dapat dikatakan isti‘a>rah, jika terdapat rukun-rukun

isti‘a>rah sebagai berikut:10

a. Musta’ar yaitu lafadz yang dipindahkan (lafadz musyabbah).

9
Ibnu Qutaibah, Ta’wil Musykil Al-Qur’a, (Kairo: Darull Fiqr, tt), h. 102
10
Ahmad Al-Hasyimi, Jawahir al- balahgah Fil – Bayani, Wal Badi’, h. 4
8

b. Musta’ar minhu yaitu lafadz musyabbah bih.

c. Musta’ar Lahu yaitu makna.

Kedua rukun yang pertama adalah berbentuk lafadz sedangkan rukun

ketiga adalah makna. Ista‘ar arti asalnya pnjaman. Kata pinjaman dalam

pengetian ilmu bayan adalah berarti sebuah kata yang ditempatkan bukan pada

tempat yang emestinya dan hubungan diantranya dengan kata lain yang

dimaksudkan musyabahah (persamaan/perserupaan). Contoh:

‫ر ٔأيت ٔأسد ًا َخياظب الياس‬


Artinya: aku melihat singa berkhutbah di depan orang-orang‛

Kata ‫( ‛ ٔأسدا‬singa) dalam kalimat di atas disebut isti‘arah karena tidak


mungkin ada singa mampu berkhutbah di depan oranng-orang. Dan yang

dimaksud adalah seorang laki-laki yang seperti singa saking gagahnya dan

lantang suaranya. Kaitan antra kata ‚ ‫( ‛ ٔأسد ًا‬singa) dengan lelaki yang dimaksud
adalah persamaan dalam hal kegagahan dan kelantangan suara.

Apabila ditinjau dari prespektif tharfay at-tasybih, isti‘a>rah di atas

menurut Wahbah al-Zuhaili termasuk tashrihiyah, karena yang disebutkan

musyabbah bih dan tidak menyebutkan musyabbah pendapat ini sama dengan

penddapat al-Shabuni dalam kitab tafsirnya. Sementara ditinjau dari

musta‘arnya, isti‘a>rah tersebut termasuk taba’iyyah, karena lafadz yang

digunakan dari kata kerja (fi’il) yaitu kata isytarau.

Dengan demikian, pada asalnya isti‘a>rah ini adalah tasybih. Tetapi adat

tasybih, wajhu syabah, dan salah satu ujung tasybih-nya dibuang, maka
tinggallah satu saja, seperti kata ‚ ‫ ‛ ٔأس ِد ًا‬di atas.
9

2. Jenis-jenis isti‘a>rah

a. Isti’arah prespektif Tharfai al-Tasybih

Ditinjau dari pemakaian dua ujung tasybih terbagi dua, yaiu:

a). Tashrihiyyah, yakni isti‘a>rah yang menggunakan lafadz musyabbah bih.

Contoh:

ِ ِ ‫َخ َمت هالَّل ػَ ٰىل ِقلوهبِ ْم َوػَ َ ِٰىل َ َْس ِؼيِ ِم َوػَ َ ٰىل َأبْ َص‬
ٌ ‫ارِى ِغشَ َاو ٌة َولَيم ْ ػَ َذ‬
‫اب َغ ِظ ٌي‬
Terjemahnya:
Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan
mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. (QS. al-Baqarah/2:
7)11

Hati orang-orang kafir beserta pendengaranya dan pengelihatan mereka

saking tertutupnya untuk menerima hidayah disamakan dengan sebuah wadah

yang tertutup. Kata ‚ ‫‛ َخ َمت‬ yang berarti menutup sebuah wadah merupakan

isti‘a>rah dari mengunci mati. Ditinjau dari prespektif tharfait al-tasybih, isti‘a>rah
di atas termasuk isti‘a>rah tashrihiyah.12 Karena menyebutkan musyabbah bih dan

menyebutkan sifatnya dari hati, pengelihatan, dan pendengaran dibuang.

Sementara ditinjau dari lafazh musta‘ar-nya, isti‘a>rah di atas termasuk isti’arah

taba’iyah, karena lafaz yang digunakan dari kata kerja (fi’il) yaitu kata ‫مت‬
َ ‫ َخ‬.
b). Makniyyah, yakni isti‘a>rah yang tidak menyebutkan lafadz musyabbah bih

melainkan menggantikannya dengan sifat-sifat yang lazim baginya.

Contoh:

‫ر ٔأيت حبرا ػىل فرس يؼعى‬


11
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya (Bekasi: Cipta Bagus Segara,
2013), h. 3
12
Abu shalih, Abdul Al-Qirus dan Ahmad Taufiq, Kitab al-Balaghah, (Riyadh: Jalah Al-
Imam,tt), h. 45
10

Artinya:
‚saya melihat orang dermawan (laksana lautan) di atas kudanya sedang
memberi‛.

Lafazhh ‚ ‫‛حبرا‬yang asal maknanya lautan, menggunakan makna orang

dermawan. Dan lafazhh ini disertai dengan lafazhh ‚ ‫ ‛ػىل فرس يؼعى‬yang artinya
di atas kudanya sambil memberi, yang hal itu sesuai dengan musta’ar lah (orang-

orang dermawan). Jenis isti’arah yang seperti ini disebut juga isti’arah

takhyiliyyah.

b. Isti’arah Prespektif Lafazh Musta’ar

Ditinjau dari segi lafadz yang digunakannya, isti’arah terbagi menjadi dua:

a). Ashliyyah, apabila lafadz yang digunakan berupa isim jamid, contoh:

‫لكمت ٔأسد ًا يريم اليبال‬


Artinya:‚aku berbicara kepada singa yang melemparkan panah‛

b).Taba’iyyah, apabila lafadz yang digunakan berupa huruf fi’il atau ism

musytaq. Contoh:

ِ ‫ِو ْ ٔلصلبيمك ِيف جذو ِع اليخل‬


Artinya:‚dan aku pasti akan menyalip mereka di batang-batang kurma‛

B. Bentuk-bentuk isti‘a>rah dalam al-Qur’an

Para ulama’ telah menemukan banyak isti‘a>rah dalam al-Qur’an.

Sebagaimana Ibnu Qutaibah menyebutkan serta memasukkan delapan puluh

empat ayat yang dianggap metafor dalam karyanya yang berjudul Ta’wil Musykil

Al-Qur’an. Sedangkan Ibnu Mu’taz menyebutkan enam ayat dalam kitabnya


yang berjudul Kitab Al-Badi’ semetara Al-Askari menyebutkan empat puluh

enam ayat dalam Al-Sina’atayn. Dibandingkan dengan karya-karya kesarjanaan


lainnya, tulisan milik Al-Syarif Al-Radi memuat paling banyak contoh fenomena
11

metafora dalam Al-Qur’an, yakni lebih dari seratus kasus13. Dalam tulisan ini

akan dipaparkan sebagian dari bentuk-bentuk isti’arah dalam Al-Qur’an sebgai

berikut:

Majaz isti‘a>rah ditinjau dari segi musta‘ar lahu dan musta’ar minhu

dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Isti’arah Tasrihiyyah

Isti‘a>rah tashiriyah adalah isti‘a>rah yang dapat dikategorikan ke dalam


gaya bahasa metafora dalam bahasa Indonesia. Di sini ( ‫)مش بو بو‬ yang

ditampilkan menjadi isti‘a>rah dan tampil sebagai kata kiasan, yaitu kata yang

tidak dimaksudkan dalam arti sebenarnya terwujud dari sebuah konteks yang

berfungsi sebagai qarinah. Pada jenis ini yang ditasrihkan (tegaskan) adalah

musta ‘ar minhu-nya, sedangkan musta’ar-nya dibuang. Dengan istilah lain pada
jenis ini disebut musyabbah bih dan dibuang musyabbah-nya.14 Contoh ayat-ayat

yang mengandung Isti’arah tasrihiyyah, surat al-fatihah ayat 6:

)6( ‫الّص َاط الْ ُم ْس تَ ِق َي‬


َ ّ ِ َ‫ا ْى ِدَن‬
Terjemahnya:
‚tunjukilah kami jalan yang lurus.‛ (QS. al-Fa>tihah/1:7)15

Maksud jalan lurus adalah agama yang hak (Islam)

Dalam QS. A>li Imran/ 3:103

....‫الَّل َ َِجي ًؼا َو ََل ثَ َف هرقُوا‬


ِ ‫َوا ْغ َت ِص ُموا ِ َحب ْب ِل ه‬

13
Muhammad abu Musa, Al- ‘Ijaz Al-Balaghi . h. 59
14
Mamat Zaenuddin dan Yayan Nur Bayan, Pengantar Ilmu Balaghah ( Bandung: Refika
Aditama, 2007), h. 34
15
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya, h. 1
12

Terjemahnya:
‚Dan berpeganglah kamun semua kepada tali Allah dan janganlah kamu
bercerai berai." 16
Maksud tali Allah adalah Alquran atau agama Islam.

Dalam QS. Al-Baqarah/2:187

ُ ‫الص َيا ِم هالرفَ ُث ا ََل ِو َسائِ ُ ْمك ى هُن ِل َب ٌاس لَ ُ ْمك َو َأه ُ ْْمت ِل َب ٌاس لَي هُن ػَ ِ َِل ه‬
َ ‫الَّل َأىه ُ ْمك ُل ْي ُ ْمت َ َْت َتاه‬
‫ُون‬ ِ ّ ‫ُأ ِح هل لَ ُ ْمك لَ ْي َ ََل‬
َْ ‫الَّل لَ ُ ْمك َو ُ ُلكوا َو‬
‫اِشبُوا َح هَّت‬ ُ ‫ِشوى هُن َوابْ َت ُغوا َما َل َت َب ه‬ ُِ ‫اب ػَلَ ْي ُ ْمك َو َغ َفا َغ ّْي ُ ْمك فَ ْالٓ َن ََب‬ َ َ‫َأهْ ُف َس ُ ْمك فَت‬
...‫ي َ َتبَ ه َني لَ ُ ُمك الْ َخ ْيطُ ْ َالبْ َي ُض ِم َن الْ َخ ْيطِ ْ َال ْس َو ِد ِم َن الْ َف ْج ِر‬
Terjemahnya:
‚Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isteri kamu, mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian
bagi mereka, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari
benang hitam yaitu fajar‛17

Pakaian maksudnya adalah saling menutupi saling melindungi dengan

penuh keserasian, benang putih adalah terangnya siang hari, benang hitam adalah

gelapnya malam hari.

2. Isti‘a>rah Makniyyah

Isti‘a>rah makniyyah adalah isti‘a>rah yang dapat disamakan dengan gaya


bahasa personifikasi, yaitu jenis kiasan yang meletakkan sifat-sifat insani kepada

benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak, misalnya: matahari mencubit

pipinya, bunga-bunga tersenyum riang; pengalaman mengajak kita tahan

menderita.18 Pada jenis isti‘a>rah makniyyah yang dibuang adalah musyabbah bih.

Hal ini dapat diketahui dari kelaziman kata-kata yang terkandung di sana.19

16
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya, h. 63
17
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya, h. 29
18
Hidayat, al-Balghah lil-Jami’ Wasy-Syawahid min Kalamil Badi’. h. 123
19
Mamat Zaenuddin dan Yayan Nur Bayan, Pengantar Ilmu Balaghah ( Bandung: Refika
Aditama, 2007), h. 35
13

Contoh dalam QS. A>li Imran/ 3:183

...‫الَّل َغيِدَ ال َ ْييَا أَ هَل ه ُْؤ ِم َن ِل َر ُسولٍ َح هَّت يَأِ ِثيَنَا ِب ُق ْر ََب ٍن ثَأِ ُ ُلك ُو اليه ُار‬
َ ‫ه ِاَّل َين قَالُوا ا هن ه‬
ّ ّ
Terjemahnya:
‚(yaitu) orang-orang (yahudi) yang mengatakan: ‚sesungguhnya Allah telah
memerintahkan kepada kami, supaya kami jangan beriman kepada seorang
Rasul, sebelum ia mendatangkan kepada kami korbon yang dimakan api.‛20

QS. Yusuf/ 12: 4

)4( ‫الش ْم َس َوالْقَ َم َر َر َأ ْيُتُ ُ ْم ِِل َس ِاج ِد َين‬ َ َ ‫ا ْذ قَا َل يُ ُوس ُف ِ َلبِي ِو ََي َأب َ ِت ا ِ ّّن َر َأيْ ُت َأ َحدَ غ‬
‫ََش َل ْولَ ًبا َو ه‬
ّ ّ
Terjemahnya:
‚Sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan;
kulihat semuanya sujud kepadaku.‛21

Demikianlah dalam isti‘a>rah makniyyah atau personifikasi ayat-ayat di

atas, benda-benda tidak bernyawa atau suatu gagasan diberi sifat insani, pada

ayat-ayat di atas misalnya api makan kurban, sebelas bintang matahari dan bulan

bersujud. Semuanya membuat makna dibalik kalam menjadi hidup dan sekaligus

membangunkan imajinasi dan rasa keindahan.

Adapun majaz isti‘a>rah ditinjau dari segi bentuk lafazhh terbagi dua:

1. Isti‘a>rah ashliyyah

Isti‘a>rah ashliyyah adalah jenis majaz yang lafazh musta‘ar-nya isim


jamid bukan musytaq (bukan isim sifat).

Contoh di dalam Alquran: QS. Ibra>him/14: 1

20
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya, h. 74
21
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya, h. 235
14

‫ات ا ََل اليُّ ِور‬ ُّ ‫اب َأ ْى َزلْيَا ُه ال َ ْي َك ِل ُتخْ ِر َج اليه َاس ِم َن‬
ِ ‫الظلُ َم‬ ٌ َ‫ِلت‬
ّ ّ
Terjemahnya:
‚Adalah sebuah kitab yang aku turunkan kepadamu, agar engkau
memindahkan manusia dari gelap kepada terang.‛22

Kesesatan (dholalah) diserupakan dengan kegelapan (dhulmah) dengan

jamik sama-sama tidak memperoleh petunjuk. Lalu dipinjamkan lafazhh yang

menunjukkan musyabah bih, yaitu ad-dholalah, dengan cara isti‘a>rah


tashrihiyyah ashliyyah.23

2. Isti‘a>rah Taba’iyyah

Isti‘a>rah taba’iyyah yaitu suatu ungkapan majaz yang musta‘ar-nya fi’il,


isim musytaq, atau huruf.

Contoh taba’iyyah dengan huruf

‫َو َ ُل َص ِلّ َبيه ُ ْمك ِيف ُج ُذو ِع اليهخ ِْل‬


Terjemahnya:
‚Sungguh aku akan menyalibmu di dalam cabang pohon kurma.‛24 (QS.
Taha/ 20: 71)

‫ىف‬
Makna dari kata ‚ ‛ pada potongan ayat di atas adalah ‚di atas‛. Kata

‫ىف‬
‚ ‛ adalah huruf.

Sedangkan majaz isti‘a>rah ditinjau dari kata yang mengikutinya terbagi

pada tiga jenis sebagai berikut:

1. Isti‘a>rah murasysahah

22
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya, h. 255
23
Sholehuddin shofwan, ‚Pengantar Memahami nadzom Jauharul Maknun‛, Vol.3,
(Jombang: Darul Hikmah, 2008), h. 11
24
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya, h. 312
15

Isti‘a>rah murasysahah adalah suatu ungkapan majaz yang diikuti oleh


kata-kata yang cocok untuk musyabah bih.

Seperti firman Allah surah al-Baqarah: 16

)66( ‫ُأولَ ِئ َك ه ِاَّل َين ْاش َ ََت ُوا الضه َال َ ََل َِبلْيُدَ ى فَ َما َرِ َحب ْت ِ َِت َارُتُ ُ ْم َو َما ََكهُوا ُميْتَ ِد َين‬
Terjemahnya:
‚Mereka itulah yang mengganti (memilih) kesesatan dengan petunjuk, maka
tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat
petunjuk.‛25 (QS. al-Baqarah: 16)

Ayat di atas terdapat ungkapan majaz ‚ ‫ ‛اشَتوا‬kata tersebut merupakan


bentuk majaz dari kata ‚ ‫ ‛ثبادلوا‬yang bermakna menukar. Pada kalimat berikutnya
terdapat mulaim (kata-kata yang sesuai dengan musyabah atau musyabah bih)

yaitu ungkapan ‚ ‫ ‛رحبت ِتارُتم‬. ungkapan tersebut sesuai untuk musyabah yaitu
‚‫‛اشَتوا‬.
2. Isti’arah muthlaqah

Isti‘a>rah muthlaqah adalah isti‘a>rah yang tidak diikuti oleh kata-kata baik
yang cocok bagi musyabah bih maupun musyabah.

Contoh:

َ ُ‫ه ِاَّل َين ي َ ْي ُقض‬


ِ ‫ون َغيْدَ ه‬
‫الَّل‬
Terjemahnya:
‚Mereka membuka janji Allah‛26 (QS. al-Baqarah/ 2: 27)

Pada potongan ayat di atas terdapat ungkapan majaz yaitu kata ‚ ‫‛ييقضون‬.
Kata tersebut bermakna menyalahi yang diserupakan dengan ‚‫ ‛يفتحون‬yang

25
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya, h. 3
26
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya, h. 5
16

bermakna membuka tali. Pada ungkapan majaz tersebut tidak terdapat mulaim

yang cocok untuk salah satu dari tharafain (musyabah bih dan musyabah).27

3. Isti‘a>rah mujarradah

Isti‘a>rah mujarradah adalah isti‘a>rah yang disertai dengan kata-kata yang


cocok bagi musyabah.

Contoh dalam al-Qur’an:

‫الَّل ِل َب َاس الْ ُجو ِع َوالْخ َْو ِف‬


ُ ‫فَأَ َذاقَيَا ه‬
Terjemahnya:
‚ karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan
ketakutan‛28 (QS. al-Nahl/ 16: 112)

Kata pakaian itu di piinjamkan untuk kelaparan, kemudian disambungkan

dengan yang sesuai dengan mustar‘ar lahu, yaitu membuat mereka merasakan,

Di antara tiga isti‘a>rah di atas, yang paling balaghah (memiliki sastra

tinggi) adalah isti‘a>rah murasysyakhah karena sudah melupakan tasybih dan

meniadakannya., sebab pada isti‘a>rah ini langsung menganggap musyabah

(sesuatu yang diserupakan) sebagai musyabah bih (sesuatu yang diserupai).

27
Al-hafidz jalaluddin Abdurrahman as-Syuyuti, Al-Itqan Fi-ulumil Quur’an, h. 649
28
Kementerian Agama RI, Al-Qur´an dan Terjemahnya, h. 280
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

1. Pada pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Isti’arah adalah

tasbih yang diringkas, tetapi Isti’arah memiliki nilai keindahnya lebih tinggi

jika dibandingkan dengan tasbih. Karena sebenarnya Isti’arah adalah tasbih

yang dibuang salah satu ujungnya (musyabbah/musyabbah bih), wajah

syibhnya, dan adatut tasybihnya.

2. Dan fenomena-fenomena isti’arah di dalam al-Qur’an mencakup isti’arah

makniyyah dan tashrihiyyah dan dari prespektif musta’arnya mencakup

isti’arah taba’iyah dan ashliyyah.

17
18

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Kari>m
Abu Shalih,Abdul Al-Qirus dan Ahmad Taufiq, Kitab al-Balaghah. (Riyadh:Jaiah
Al-Imam, tt),
Ahmad Al-Hasyimi, Jwahir al-Balaghah Fil-Bayani, wal Badi’, (indonesia: Dar
Ihya al-Kutub Al-Arabiyah, 1960)
Al-hafidz jalaluddin Abdurrahman as-Syuyuti, Al-Itqan Fi-ulumil Quur’an.
(Qahirah, Maktabatul Darutturats),
Al-Zarkasy, Badaruddin Muhammad bin Abdullah, al-Burhan fi Ulumil qur’an,
juz 2 (Beirut: Darul Fiqr, 2004)
Attabik ali dan A. Zuhdi Muhdlor, Kamus krapyak al-Ashry Arab-Indonesia,
(Yokyakarta: Multi Karya Grafika, tt )
Hidayat, al-Balghah lil-Jami’ Wasy-Syawahid min Kalamil Badi’.
Ibn Qutaibah, Ta’wil Musykil Al-Qur’an, (Kairo:Darul Fiqr, tt)
Muhammad ‘Ali Ash-Shabuni, Shafwah al-Tafasir, (Beirut-Libanon: Da alKutub
al-‘Ilmiyah, 19999)
Muhammad abu Musa. Al-‘Ijaz Al-Balaqhi . (Qahirah: Maktabah Wahbah. 1992)
Muhammad Arkoun, Lecture du Coran, (G.P. Maisneuve, Paris, 1982). Trj.
Hidayatullah, Kajian Kontemporer al-Qur’an, (Bandung: Pustaka, 1998)
Sholehuddin shofwan, ‚Pengantar Memahami nadzom Jauharul Maknun‛, Vol.3,
(Jombang: Darul Hikmah, 2008
Wahbah az-Zuhaili, at-Tafsir al-Munir fi Al-Aqidah wa As-Asyari’ah wa
AlManhaj. (Birut: Dar Al-Fikr al-Ma’air, 1991), hal. 80

Anda mungkin juga menyukai