Diajukan sebagai tugas makalah pada mata kuliah Kajian Naskah Tafsir Bahasa Arab
Pascasarjana UIN Alauddin Makassar
Oleh;
Muh Salam
80600220013
Dosen Pembimbing;
Dr. H. Aan Parhani, Lc., M.Ag
Dr. H. Andi Abdul Hamzah, Lc., M.A
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tafsir al-Manār yang berjumlah 12 jilid yang diterbitkan oleh Dār al- Manār
di Kairo pada tahun 1346H. Tafsir ini bersumber dari perkuliahan Muhammad Abduh
Qur’an al-Hakim. Kemudian kitab ini lebih popular dengan sebutan Tafsir al-Manar
Abduh. Awalnya berupa mingguan sebanyak delapan halaman dan ternyata mendapat
sambutan hangat, bukan hanya di Mesir atau Negara-negara Arab sekitarnya, juga
shahih dan pandangan akal yang tegas, yang menjelaskan hikmah syariah, serta
Sunnatullah (hukum Allah yang berlaku) terhadap manusia, dan menjelaskan fungsi
Al-Qur’an sebagai petunjuk untuk seluruh manusia, di setiap waktu dan tempat, serta
keadaan para salaf yang berpegang teguh dengan tali hidayah itu.
Dalam makalah ini, kami membahas dua tokoh Tafsir Al-Manar yaitu
Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha, karena dari Muhammad Abduh
bahwa gagasan dari gurunya yaitu Jamaluddin al-Afghani itu dicerna, diterima dan
diolah yang disampaikan melalui penafsiran ayat-ayat al-Qur'an dan dari Muhammad
Rasyid Ridha inilah kemudian menulis semua yang disampaikan sahabat dan gurunya
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
1. Muhammad Abduh
1849M. Pada tanggal 11 Juli 1905, Muhammad Abduh meninggal di Kairo Mesir. Ia
mencela tahayul dan bid’ah yang telah mencemari iman. Kemerosotan kondisi Islam
pada saat itu sangat mengganggu hati dan pikirannya. Gagasan-gagasannya meliputi
pembaharuan intelektual dan politik agama, serta unifikasi politik di bawah satu
pimpinan utama. Menurutnya bahwa pada dasarnya tidak ada pertentangan antara
Islam dengan ilmu pengetahuan. Bahkan ia menafsirkan beberapa ayat Al-Qur’an
Beberapa karyanya :
tahun 1898.
1
Shihab, M. Quraish, Studi Kritis Tafsir al Manar: Karya Muhammad ‘Abduh dan
M. Rasyid Ridha, (Bandung: Pustaka Hidayat, 1994), h. 17-20.
2. Risālah at-Tauhid (dalam Bidang teologi), tahun 1897.
Muhammad Rasyid Ridha lahir di Qalmûn yang terletak disisi laut Atlantik di
bukit Libanon pada 27 Jumâd al-Tsani tahun 1282 H/ 18 Oktober tahun 1865 M dan
meninggal di usia sekitar 70 tahun karena kecelakaan dalam perjalanan ke Kairo pada
malam Kamis tanggal 23 Jumadil Ula 1354 H/22 Agustus 1935 M. Dia adalah
Muhammad Rasyid Ibn Ali Ridha Ibn Muhammad Syamsuddin Ibn Muhammad
materi klasik. Setelah membaca buku Hujjat al-Islam Abu Hâmid al-
2
Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufassir Al-Qur’an dari Klasik Hinga Kontemporer,
(Yogyakarta:Kaukaba, 2013), h.121. diakses dari http://hamidahikmah.blogspot.com/2016/02
bahtsul kutub-tafsir-al-manar.html.
3
Shihab, M. Quraish, Studi Kritis Tafsir al Manar: Karya Muhammad ‘Abduh dan
M. Rasyid Ridha, h. 66.
Paris (1301 H/1884 M) oleh Jamâluddin al-Afghâni (1254-1314 H/1838-1897M)
politik dan kemasyarakatan menuju sifat keislaman yang moderat yang di pelopori
oleh al-Afghani dan muhammad Abduh yaitu saling menyeimbangkan antara jiwa
dan raga, dunia dan akhirat, antara kebebasan pribadi dan kebebasan publik, antara
kemuliaan manusia dan kepentingan umat Islam dalam tatanan mondial.
Karya-karyanya:
Rifa’iyyah, buku ini adalah awal kitab yang disusunnya ketika beliau
terhadap kitab yang dikarang oleh Ali Abi al-Huda ash-Shayadi yang
2. Majalah al-Manar, yang pertama kali terbit pada tahun 1315 H/1898 M
dan akhir terbitnya itu pada edisi 35 tanggal 29 Rabiuts Tsani 1354
5. Al-Manâr wa al-Azhar.
juz kemudian sisanya yang 5 juz di susun oleh Syaikh Muhammad Abduh.
7. Risalah fi Hujjati al-Islam al-Ghazali.4
dan Muhammad Abduh di Paris, yang tersebar di seluruh dunia Islam, ikut dibaca
oleh Rasyid Ridha dan memberi pengaruh yang sangat besar pada jiwanya. Disaat
Abduh kembali ke Beirut untuk kedua kalinya pada 1885 dan mengajar sambil
Rasyid Ridha sempat bertanya, apa kitab tafsir terbaik menurut Muhammad Abduh.
Oleh Abduh dijawab bahwa tafsir al–Kasysyaf , karya al-Zamakhsyari adalah yang
terbaik, karena ketelitian redaksinya serta segi-segi sastra bahasa yang diuraikannya.
Pertemuan kedua terjadi pada tahun 1312 H/1894 M, di Tripoli. Pertemuan ini
berlangsung sepanjang hari, sehingga mereka saling berdiskusi tentang banyak hal.
Pertemuan ketiga, di Kairo, Mesir pada tanggal 23 Rajab 1315 H/ 18 Januari 1898 M.
4
Shihab, M. Quraish, Studi Kritis Tafsir al Manar: Karya Muhammad ‘Abduh dan M.
Rasyid Ridha, h. 66-67.
Pada mulanya Abduh sempat menolak gagasan ini, karena pada saat itu di
Mesir sudah cukup banyak media massa, apalagi masalah yang akan diangkat kurang
menarik perhatian umum. Namun karena kekukuhan Rasyid Ridha, akhirnya Abduh
merestui dan memilih nama al–manar, dari sekian banyak usulan nama yang
Secara umum sebenarnya metode yang dipakai dalam Tafsir al-Manar tidak
Quran dalam kehidupan umat Islam secara nyata, maka tafsir ini bisa dikatakan
Abduh ini selanjutnya dikembangkan oleh murid-muridnya, seperti Rasyid Ridha, al-
corak pendekatan adabi ijtima’i atau tafsir yang berorientasi pada sastra, budaya, dan
dengan tafsir bercorak adabi ijtima’i ialah tafsir yang menitikberatkan penjelasan
ayat-ayat Al-Qur’an pada segi ketelitian redaksi Al-Qur’an kemudian menyusun
kandungan ayat-ayat tersebut dalam suatu redaksi yang indah dengan menonjolkan
tujuan dari diturunkannya Al-Qur’an, yakni sebagai petunjuk dalam kehidupan, lalu
5
Saifullah, Nuansa Inklusif dalam Tafsir al-Manār (T.t: Badan Litbang & Diklat
Kementrian agama RI, 2012), h. 38-41.
berlaku dalam masyarakat dan pembangunan dunia tanpa menggunakan istilah-istilah
a. Bahwa ayat-ayat dalam suatu surah merupakan satu kesatuan yang serasi
dan harmonis.
Qur’an.
i. Penekanan yang kuat pada pengaturan kehidupan sosial atas dasar hidayah
al-Qur’an.7
2. Cara penafsiran yang ditempuh Rasyid Ridha didasarkan pada prinsip berikut;
a. Tahqiq ‘Ilmiy.
Shihab, M. Quraish, Studi Kritis Tafsir al Manar: Karya Muhammad ‘Abduh dan M.
6
c. Pengaruh al-Ghazali.
Didalam literatur yang penulis baca belum ada yang membahas tentang
kelemahan dan kelebihan tafsir al-Manar. Akan tetapi dalam makalah ini pemakalah
akan sedikit menjelasan kelebihan dan kekurangan tafsir al-Manar sesuai dengan
8
Malik Madani, Tafsir al-Manār (antara al-Syekh Muhammad abduh dan al-Syayyid
Muhammad Rasyid Ridho), (Perpustakaan digital UIN Sunan Kalijaga; Yogyakarta, 2008), h.
74.
9
Shihab, M. Quraish, Studi Kritis Tafsir al Manar: Karya Muhammad ‘Abduh dan
M. Rasyid Ridha, h. 71-89.
Ada beberapa kelebihan didalam tafsir al-Manar karya Muhammad Abduh
dirasakan adanya usaha untuk membenar-benarkan suatu teori ilmiyah sekaipun yang
kelebihan tafsir al-Manar, yang jelas setiap karya tafsir pasti ada kelebihan dan
صابِئِينَ َم ْن َّ ارى َوال َ صَ َّإِ َّن الَّذِينَ آ َمنُوا َوالَّذِينَ هَادُوا َوالن
صا ِل ًحا فَلَ ُه ْم أَ ْج ُر ُه ْم ِع ْن َد
َ ع ِم َل َ اَّلل َو ْال َي ْو ِم ْاْل ِخ ِر َو
ِ َّ آ َمنَ ِب
َعلَ ْي ِه ْم َو ََل ُه ْم َي ْحزَ نُون ٌ َر ِب ِه ْم َو ََل خ َْو
َ ف
Terjemahnya:
10
https://aatshoem.blogspot.com/2014/01/mengenal-tafsir-al-quran-modern-al.html.
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang
Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar
beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan
menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka,
dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah/ 2: 62).
Penjelasan Tafsir:
namun tidak berkesempatan masuk Islam seperti dirinya. Ketika hal tersebut
ditanyakan kepada nabi Saw., dia mendapat jawaban yang membuatnya semakin
Sementara itu, konteks kronologi dalam mushaf, ayat itu terletak sesudah ayat
Tuhan kepda mereka disebabkan oleh pelanggaran norma yang mereka lakukan,
seperti komunitas Yahudi. Bentuk keserasian ayat yang sedang diteliti dengan ayat itu
11
Muhammad Rasyid bin Aly Ridha bin Muhammad Syamsuddin bin Muhammad
bahauddin, Tafsir al-Qur’an al-Hakim, Jild.1, (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiah, 1990), h.
278-280.
12
Jalaluddin Asy-Suyuti, Lubāb an-Nuqūl fi Asbab al-Nuzūl, Hasyiah dari Tafsir al-
Qur’an al-Hākim (Beirut: Dār al-Fikr, 1981), h. 12., Lihat pula; Saifullah, Nuansa Inklusif
dalam Tafsir al-Manār (T.t: Badan Litbang & Diklat Kementrian agama RI, 2012), h. 121.
rincian “kelompok yang selamat” dari setiap komunitas agama, sebagai penegcyalian
akan mendapatkan balasan dari Tuhan, karena murka-Nya tidak ditimpakan pada
suatu komunitas tertentu atas dasar etnis (seperti Bani Isra’il), melainkan karena
pelanggaran norma yang dilakukan. Afiliasi seseorang kepada suku atau agama
tertentu tidak ada kaitannya baik dengan ridha dan murka Tuhan maupun dengan
kejayaan dan kejatuhan suatu bangsa. Dasar kejayaan dunia dan akhirat terletak pada
iman yang benar kepada Allah.14 Demikian pandangan yang disampaikan dalam tafsir
al-Manārnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
13
Muhammad Rasyid bin Aly Ridha, Tafsir al-Qur’an al-Hakim,h. 273.
14
Muhammad Rasyid bin Aly Ridha, Tafsir al-Qur’an al-Hakim,h. 274.
Corak penafsiran dalam tafsir Al-Manar ialah penafsiran dengan
pendekatan adabi ijtima’i atau tafsir yang berorientasi pada sastra, budaya, dan
kemasyarakatan.
B. Saran
olehnya itu, sangat diharapkan masukan, saran-saran yang bersifat membangun untuk
memperbaiki penyusunan makalah selanjutnya.