Dudung Abdullah
201
Dudung Abdullah
PENDAHULUAN
afsir adalah ilmu yang menjelaskan makna ayat sesuai dengan dilalah
(petunjuk) yang zhahir dalam batas kemampuan manusia.1 Tafsir ini
bertujuan agar ayat-ayat Alquran dapat dijelaskan dengan sebaik-baiknya
dan sesuai dengan kehendak Allah Swt, sebatas yang dapat ditangkap oleh
seorang mufassir.
Rasulullah Saw adalah mufassir utama dan pertama Alquran dan
merupakan sumber tafsir bi al-Matsur.2 Setelah zaman Al-Tabari tafsir sudah
bercampur dengan pendapat-pendapat pribadi para mufassir dengan
kemampuan akalnya, kemampuan ilmu pengetahuannya dan perkembangan
zaman.3 Tafsir yang disandarkan kepada pendapat akal inilah yang kemudian
disebut tafsir bi al-Rayi.
Menafsirkan Alquran secara benar merupakan pembuka tentang seruan,
Risalah dan Syariat Islam.4 Dengan menghadirkan gagasan yang dilontarkan para
pakar dalam bentuk seruan untuk kembali menelaah kitab-kitab tafsir5 adalah
salah satu indikator luapan perhatian untuk kembali ke Alquran (al-Rujuila
Alquran) dengan menggali ke hidayahannya6 berupa ilmu dan amaliahnya.
Alquran dalam tradisi pemikiran Islam telah melahirkan sederetan teks
turunan yang demikian luas dan mengagumkan dan selanjutnya teks turunan
tersebut dikenal sebagai literatur tafsir,7 yang ditulis oleh para ulama dengan
kandungan dan karakteristik masing-masing dalam berjilid-jilid kitab tafsir.
Usaha-usaha akademis yang mencoba meneliti karya-karya tafsir secara
metodologis kritis yang sangat mempertimbangkan aspek sosio historis dan
Ensiklopedi Islam, Vol. 5 (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve, 2001), h. 29.
2Al-Marhalah
Redaksi E. Islam, op. cit., h. 30. Lihat Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 376-377.
4Badruddin Muhammad Bin Abdillah Al-Zarkasyiy, Al-Burhan fi Ulum Alquran, I (Kairo: Dar AlTurats, t.th.), h. 2.
5H.
Abd. Muin Salim, Metodologi Tafsir, Sebuah Rekontruksi Episitimologi, Memantapkan Keberadaan
Ilmu Tafsir sebagai Disiplin Ilmu (Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1999), h. 2.
6Diperlukannya
Penyusunan Tafsir Islam murni yang sesuai dengan zaman, Lihat Nashr Abu
Zayd, Rethinking The Quran, Toward a Humanistic Hermeneutic (Amstrerdam: Humanistic Press, 2004), h. 3.
Lihat juga Zahiruddin Baidhawiy, Al-Ruju Ila Al-Quran, Dari Kekebalan Fondasionalisme Menuju Pencerahan
Hermeneutis dalam Pradara Boy, M. Hibny aiq (Ed), kembali ke Al-Quran Menafsir Makna Zaman (Malang:
UMM Press, 2004), h. 52.
7H.
Amin Abdullah, Arah Baru Metode Penelitian Tafsir dalam Islam qusmian, Khazanah Tafsir
Indonesia dari Hermeneutika hingga Idiologi (Jakarta: Teraju, 2003), h. 17
202
Dudung Abdullah
Abd Al-Ghaffar Abd. Al-Rahim Al-Imam Muhamamd Abdul wa Manhaj fi al Tafsir (Kairo:
Dar Al-Manar, 1991), h. 6
9J J G. Jansen mencatat 15 mufassir yang menulis secara lengkap atau hanya beberapa surat saja.
Lihat J J G. Jansen, The Interprestation of the Koran ni Modern Egypt, diterjemahkan oleh Hairussalam dan
Syarif Hidayatullah, dengan judul Diskursus Tafsir Alquran (Jogjakarta: PT. Tiara Wacana Yogyakarta,
1997), h. 20-22.
10M. Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran, Studi Kelas Atas Tafsir Al-Manar (Jakarta: Lentera Hati,
2006), h. 11.
11Ibid,
h. 22.
203
Dudung Abdullah
12Lihat
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. Cet. 9 (Jakarta: PT. Ichtiar Baru
VanHoueve, 2001), h. 255-258. Lihat juga Abbas Mahmud al-Akkad, Muhammad Abduh (Beirut: a;Maktabah al Ashriyyah, t.th), h. 220 dan lihat Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran
dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 56-68
204
Dudung Abdullah
13Al-Waqai
al-Mishriyah adalah sebuah Surat Kabar Pemerintah yang banyak memuat artikelartikel tentang sosial, politik, hukum agama, pendidikan dan masalah-masalah kenegaraan. Lihat Dewan
Redaksi Ensiklopedia Islam, op. cit., h. 256.
205
Dudung Abdullah
7) Tafsir ayat-ayat surat An-Nisa ayat 77 dan 87, Al-Hajj Ayat 52, 53 dan 54 dan AlAhzab ayat 37
8) Tafsir Al-Manar yang diselesaikan oleh muridnya, Syeikh Muhammad
Rasyid Ridha.
2. Gambaran Umum Tafsir Al-Manar
Tafsir Al-Manar yang juga bernama Tafsir Alquran Al-Hakim hadir sebagai
tafsir bi al-Rayi pada abad modern. Tafsir ini terdiri dari 12 jilid, mulai dari surat Yusuf
ayat ke-52.
Tafsir al-Manar ini, bermula dari pengajian tafsir di Mesjid Al-Azhar sejak awal
Muharram 1317H. meskipun penafsiranya ayat-ayat penafsiran tersebut tidak ditulis
langsung oleh Muhammad Abduh, namun itu dapat dikatakan sebagai hasil karyanya,
karena muridnya (Rasyid Ridha) yang menulis. Kuliah-kuliah tafsir tersebut
menunjukkan artikel yang dimuatnya ini kepada Abduh yang terkadang
memperbaikinya dengan penambahan dan pengurangan satu atau beberapa kalimat,
sebelum disebarluaskan dalam majalah Al-Manar.14
Dari sini diketahui bahwa sebagian besar karya tafsir Muhammad Abduh, pada
mulanya bukan dalam bentuk tulisan. Hal ini menurut Abduh dikarenakan uraian
yang disampaikan secara lisan akan dipahami oleh sekitar 80% oleh pendengarnya,
sedangkan karya tulis hanya dapat dipahami sekitar 20% oleh pembaca.
Kitab Tafsir al-Manar ini memperkenalkan dirinya sebagai kitab tafsir satusatunya yang menghimpun riwayat-riwayat yang shahih dan pandangan akal tegas
yang menjelaskan hikmah syariah serta sunnatullah terhadap manusia, dan
menjelaskan fungsi Alquran sebagai petunjuk (hidayah)15 untuk seluruh manusia di
setiap waktu dan tempat. Tafsir ini juga dengan redaksi yang mudah sambil berusaha
menghindari istilah-istilah ilmu dan teknis sehingga dapat dimengerti oleh orang
awam tetapi tidak dapat diabaikan oleh orang-orang khusus (cendekiawan).
Tafsir Al-Manar pada dasarnya merupakan hasil karya tiga orang tokoh Islam,
yaitu Sayyid Jamaluddin Afgani, Syekh Muhammad Abduh dan Sayyid Muhamamd
Rasyid Ridha. Tokoh pertama menamakan gagasan-gagasan perbaikan masyarakat
kepada sahabat dan muridnya, Syekh Muhammad Abduh. Oleh tokoh kedua gagasangagasan tersebut disampaikan melalui penafsiran ayat-ayat Alquran dan diterima oleh
antara lain tokoh ketiga yang kemudian menulis semua yang disampaikan oleh
sahabat dan gurunya itu.
14Lihat
Muhamamd Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar (Kairo: Dar Al-Manar, 1367 H), h. 12-13 dan
lihat M. Quraish Shihab, Rasionalitas, op. cit, h. 18-19.
15Hidayah
yang mengantar manusia menuju kebahagiaan di dunia dan diakhirat. Lihat Ibid., h.
83. Lihat juga Abd. Al-Gaffar Abd Al-Rahim, al-Imam Muhammad Abduh Wa Manhajuhu Fi Al-Tafsir (Kairo:
Al-Halabi, t.th), h. 175 dan lihat Muhammad Rasyid Ridha, op. cit., h. 16.
206
Dudung Abdullah
17Abd.
18M.
Quraish Shihab, Rasionalitas, op.cit, h. 22 dan lihat Abbas Mahmud al-Aqqad, Al-Falsafah AlQuraniyyah (Kairo: Dar Al-Hilal, t.th), h. 180
207
Dudung Abdullah
tidak dapat diyakini kecuali melalui pembuktian logika dan juga ada ajaran agama
yang sulit dipahami dengan akal namun tidak bertentangan dengan akal.
Dengan demikian walaupun harus dipahami dengan akal, Abduh tetap
mengakui keterbatasan akal dan kebutuhan manusia akan bimbingan Nabi Saw
(wahyu).
b. Peranan Kondisi Sosial
Ajaran agama menurut Abduh dalam garis besar terbagi dua yaitu rinci dan
umum. Yang rinci ialah sekumpulan ketetapan Tuhan dan Nabi-Nya yang tidak dapat
mengalami perubahan dan atau perkembangan sedangkan yang umum merupakan
prinisp-prinsip dan kaidah-kaidah yang dapat berubah penjabaran dan perinciannya
sesuai dengan kondisi sosial. Abduh mengusulkan agar ulama menghimpun diri
dalam satu organisasi yang didalamnya mereka dapat mendiskusikan soal-soal
keagamaan dan mencari illat (motif) dari setiap ketetapan, sehingga suatu hukum yang
ditetapkan berdasarkan satu kondisi tertentu, hendaklah kondisi tersebut dijelaskan.
Bila kondisinya berubah, maka ketetapan itu juga dapat berubah.
Dalam memahami ayat-ayat Alquran, terlebih yang menyangkut hukum,
landasan ini tidak pernah diabaikan. Melalui kedua hal tersebut di atas, Abduh
berusaha menjadikan hakikat ajaran Islam yang murni menurut pandangannya serta
menghubungkan ajaran terebut dengan kehidupan masa kini.
Salah satu metode analisis penafsiran adalah adabi ijtimai" (budaya
kemasyarakatan)19, corak ini menitik beratkan penjelasan ayat-ayat Alquran pada segi
ketelitian redaksinya, menyusun kandungannya dalam suatu redaksi yang indah
dengan penonjolan segi-segi petunjuk Alquran bagi kehidupan, serta menghubungkan
pengertian ayat-ayat tersebut dengan hukum-hukum alam yang berlaku dalam
masyarakat dan pembangunan dunia.
Tokoh utama corak ini, bahkan yang berjasa meletakkan dasar-dasarnya adalah
Syekh Muhammad Abduh. Muhammad Husain al-Dhahabi mengemukakan sekian
banyak ciri pemikiran dan penafsiran Abduh kemudian dilengkapi oleh Abdullah
Mahmud Syahatah tidak kurang dari Sembilan prinsip20, yaitu:
1) Memandang setiap surat sebagai satu kesatuan ayat-ayat yang serasi (wihdah
muanasigah)
Terdapat jalinan hubungan yang serasi antara satu ayat dengan ayat yang lain
dalam satu surat. Pengertian satu kata atau kalimat harus berkaitan erat dengan tujuan
surat tadi secara keseluruhan.
19Abd.
Abdullah Mahmud Syahata, Manhaj Al-Imam Muhammad Abduhl fi Tafsir Alquran al-Karim
(Kairo: Wahbah. 1963), h. 31. Dan lihat Abd. Al-Gaffar Abd. Rahim, op. cit., h. 186.00
208
Dudung Abdullah
209
Dudung Abdullah
Abduh menjelaskan bahwa Allah memberikan hidayah kepada manusia untuk
210
Dudung Abdullah
211
Dudung Abdullah
DAFTAR PUSTAKA
Alquran al Karim
Al-Aqqad, Abbas Mahmud. Abqariyyah al-Ishlah wa al-Talim al-Ustadz Muhammad
Abduh. Mesir: t.th.
Abduh, Muhammad. Tafsir Alquran al-Karim Juz Amma, diterjemahkan oleh
Muhammad Bagir. Bandung: Mizan, 1999.
Abd. Al-Gaffar, Abd. Al-Rahim. Al-Imam Muhammad Abduh wa Manhajuhu fi al-Tafsir.
Kairo: Dar al-Manar, 1991.
Al-Dzahabiy, Muhammad Husain. Al-Tafsir wa al-Muttasirun, Juz I, Mesir: Dar al-Kutub
al-Hadis, 1976.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2001.
Qusmian, Islah. Khazanah Tafsir Indonesia, dari Hermeneutika Hingga Idiologi. Jakarta:
Teraju, 2003.
Jensen, JJG. The Interpretation of the Kuran in Modern Egypt, diterjemahkan oleh
Hairussalim dan Syarif Hidayatullah, Diskursus Tafsir Alquran. Jogyakarta: PT.
Tiara Jogya, 1997.
Al-Jariy, Imam Alim Syamsuddin Ali. Al-Fawaid al-Musawwak ila Ulum Alquran.
Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1982.
Al-Juwaini, Mustafa al-Shawiy. Manhaj fi Tafsir. Iskandariyah: al-Maarif, t.th.
Abu Zaid, Nashr. Rethinking the Quran, Toward a Humanistic Hemeneutic. Amsterdam:
Humanistic Press, 2004.
Al-Syahatah, Abdullah Mahmud. Manhaj al-Imam Muhammad Abduh fi Tafsir Alquran alKarim. Kairo: Wahbah, 1963.
Al-Suyuthi, Jamaluddin Abd. Rahman. Al-Itqan fi Ulum Alquran. Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyah, 1991.
Ridha, Muhammad Rasyid. Tafsir al-Manar I. Kairo: Dar al-Manar, 1367 H.
Zaid, Mustafa. Dirasat al-Tafsir. T.tp.: Dar al-Fikr al-Arabiy, t.th.
Al-Zarkasyi, Badruddin Muhammad bin Abdullah. Al-Burhan fi Ulum Alquran. Kairo:
Dar al-Turats, t.th.
212