NPM : 1212021010
Kelas : Akuntansi A (Reguler)
Tugas : Pendidikan Agama Islam
1. Tafsir Al Azhar
(HAMKA). 9 Jilid.
Tasfir ini disusun oleh HAMKA, yang merupakan kependekan dari nama sebenarnya, yaitu
Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah, Beliau lahir pada 17 Februari 1908 di
kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Indonesia. Cetakan pertama Tafsir Al-Azhar
oleh Penerbit Pembimbing Masa dari juz 1 sampai juz 4, lalu diterbitkan juz 5 sampai juz
30 oleh Pustaka Islam Surabaya.
Kemudian, Yayasan Nurul Islam Jakarta menerbitkan juz 5 sampai juz 14. Dinamakan Al-
Azhar karena serupa dengan nama masjid yang didirikan olehnya di Kebayoran Baru.
Nama yang diilhami dari Syekh Mahmud Syalthuth dengan harapan agar benih keilmuan
dan pengaruh intelektual tumbuh di Indonesia. Buya Hamka awalnya mengenalkan
tafsirnya tersebut melalui kuliah subuh pada jama’ah masjid al-Azhar Kebayoran Baru,
Jakarta. Penafsirannya dari Surah al-Kahf, Juz XV. Catatan yang ditulis sejak 1959 tersebut
telah dipublikasikan dalam majalah ‘Gema Islam’ yang terbit pertama pada 15 Januari
1962 sebagai pengganti majalah “Panji Masyarakat” yang dibredel oleh Presiden
Soekarno tahun 1960.
2. Tafsir al-Mishbah
3. Tafsir Ibriz
Arab-Pegon dan bahasa Jawa dengan langgam dan genre “Pantura”, bahasa pantai
utara pulau Jawa yang bernuansa otentik, blakasutha. Kendati demikian memiliki
kekuatan referensial yang dapat dilihat dari latar belakang pendidikan K.H. Bisri
Mustofa sendiri dan beberapa referensi kitab tafsirnya seperti Tafsir al-Jalalain,
Tafsir al- Baidhawi, Tafsir al-Khazin, dan lain-lain. Secara sistematis, Tafsir al-Ibriz
cenderung literal tidak mengadakan perbandingan antara pendapat ulama-ulama
tafsir otoritatif.
Tafsir al-Ibriz juga menggunakan metode tahlili, karena dilakukan secara referensial
mulai dari surah al-Fatihah hingga an-Nas.Seri Tafsir Nusantara (Sa'dul & Must).
Kitab Tafsir al-Qur’an al-Karim ini: “Tafsirkan pertama kali berdasarkan keterangan
keterangan (uraian-uraian) yang terdapat di dalam kitab-kitab tafsir yang tertua,
dengan mengutamakan pendapat-pendapat yang lebih tertua di antara ahli-ahli
tafsir kita yang muktabar itu (Ibn Jarir, Razi, Ibn Kathir, al-Baidawi).” (H. A. Halim
Hassan, et al. 1960). Zainal Arifin Abbas dan Abdul Rahim Haitami. Usaha penafsiran
dan penulisannya dilatarbelakangi oleh kekuatan pengaruh mazhab Syafi‘i yang
tersebar dan dipegang oleh masyarakat Islam di Nusantara.
Ia banyak mengambil fatwa-fatwa ulama dan ijma fuqaha dalam penafsiran ayat-ayat
al-Qur’an. Penafsirannya menampakkan aliran hukum dan corak fiqh yang ketara
dalam perbahasan dan pentarjihan fiqh dan perumusan hukum syar‘i. Pandangan-
pandangan fiqih yang muktabar diangkat dari karya-karya tafsir klasik dan moden
seperti Tafsir al-Manar oleh Sayyid Muhammad Rasyid Ridha dan Syaikh Muhammad
Abduh, Tafsir al-Jawahir oleh Tantawi Jauhari, Tafsir al-Tabari, al-Qurtubi dan Ibn
Kathir. Reka bentuk kajian adalah berasaskan kajian kepustakaan menggunakan
analisis kandungan. Metode kajian bersifat deskriptif dan analitis dengan
memaparkan pandangan dan manhaj hukum yang dibentangkan dalam tafsir ini.
Hasil kajian mendapati para pentafsir kitab berusaha membawakan tafsiran mazhab
yang seimbang, dan
merumuskan pandangan fiqh yang moderate dan inklusif yang meraikan konteks
masyarakat Islam yang rencam dan plural di Nusantara.
Penyajian tafsir ini diawali dengan pendahuluan dari muallif . Jika membuka
kitab ini lebih lanjut pembaca akan disuguhkan penafsiran yang dimulai dengan
menyebutkan nama surat, jumlah ayat dan menyebutkan Makkiyah atau
Madaniyahnya. Selanjutnya ditampilkan teks Arab ayat tertulis di sebelah kanan
halaman dan terjemahan bahasa Indonesia di sebelah kirinya, disusun sejajar
dan setentang sehingga memudahkan untuk mengetahui nomor nomor ayat Al
Qur’an dan terjemahannya.
Bahwa sumber- sumber tafsir secara umum itu ada tujuh, yaitu: Pertama, Tafsir
Al Qur’an dengan Al Qur’an, karena ayat-ayatnya saling menafsirkan dan jelas
menjelaskan antara satu dengan yang lain. Kedua, Tafsir dengan hadits yang
shahih, seperti hadist Bukhari dan Muslim. Sekali-kali tidak boleh dengan hadits
yang dhoif terlebih hadits maudhu’. Ketiga, Tafsir dengan perkataan sahabat,
tapi khusus yang
berkaitan dengan keterangan sebab-sebab turunnya ayat, bukan menurut
pendapat dan pikirannya. Keempat, Tafsir dengan perkataan tabi’in, bila mereka
berijma’ terhadap suatu tafsiran. Sedangkan dalam hal yang bersifat kekinian,
seperti ilmu pengetahuan modern (sains), Mahmud Yunus merujuk pada
pendapat ilmuwan dan hasil penemuan yang berkembang pada waktu itu.
Kelebihan yang dimiliki kitab ini yang tidak ada di kitab-kitab lain pada
periodenya adalah adanya pemikiran ulama Indonesia yang juga dilibatkan oleh
Mahmud dalam menafsirkan ayat Al Qur’an tepatnya pada penafsiran ayat
tentang kewajiban menutup aurat bagi perempuan dalam surat An Nur ayat 31.
Salah satu karya beliau yang paling menonjol adalah Tafsir Raudhatul ‘Irfan yang
menggunakan bahasa Sunda yang terdiri dari matan (teks al-Qur’an), terjemahan
matan dan syarah. Kemudian disisipi dengan masalah tauhid yang cenderung
beraliran ‘Asy’ari dan masalah fiqh yang mengikuti mazhab Syafi’i.
Majid)
Pengarang: Syaikh Nawawi Al-
Bantani 6 Jilid
Tafsir Marah Labid atau Tafsir al-Munir karangan Begawan Ulama Jawa cum
Internasional yaitu Syekh Nawawi al-Bantany (w. 1316 H/ 1897 M). Syekh
Nawawi menamai kitab tafsirnya dengan Marah Labid li Kasyf ma’na Qur’an
Majid atau yang dikenal dengan Tafsir al-Munir li Ma’alim al-Tanzil.
Tafsir ini sangat istimewa karena merupakan tafsir Al-Quran pertama yang
ditulis secara lengkap dengan berbahasa Arab oleh ulama asal Nusantara. Selain
itu, tafsir ini tercatat sebagai salah satu karya tafsir pada abad ke-19 di dunia
Islam, selain Tafsir al-Manar karangan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha
dari Mesir