Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tafsir merupakan ilmu syari’at yang paling agung dan tinggi kedudukannya. Ia
merupakan ilmu yang paling mulia objek pembahasannya dan tujuannya, serta sangat
dibutuhkan bagi umat Islam dalam mengetahui makna dari Al-Qur’an sepanjang zaman.
Tanpa tafsir seorang muslim tidak dapat menangkap mutiara-mutiara berharga dari
ajaran Ilahi yang terkandung dalam Al-Qur’an,12

Tafsir adalah salah satu upaya dalam memahami, menerangkan maksud,


mengetahui kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Upaya ini telah dilakukan sejak masa
Rasulullah SAW, sebagai utusan-Nya yang ditugaskan agar menyampaikan ayat-ayat
tersebut sekaligus menandainya sebagai mufassir awwal (penafsir pertama).
Sepeninggalan nabi hingga saat ini, tafsir telah mengalami banyak perkembangan yang
sangat bervariatif dengan tidak melepas kategori masanya. Dan tak lepas
keanekaragaman secara metode (manhaj thariqah), corak (laun’) maupun pendekatan-
pendekatan (alwan) yang digunakan merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam
sebuah karya tafsir hasil manusia yang tak pernah sempurna.

Syaikh Hasan Husain dalam suatu pendapatnya tentang sejarah ilmu tafsir
berkata: “para shahabat dan tabi‟in tidak menaruh perhatian kepada ilmu tafsir, i’rab dan
majaz pada masa permulaan pembukuan tafsir, bahkan metode yang mereka gunakan
sama dengan metode ahli hadits dalam melakukan periwayatan makna-makna Al-
Qur’an. Kemudian kondisi demikian berubah pada masa berikutnya (Ulama
mutaakhirin) disebabkan semakin bertambah meluasnya interaksi bangsa Arab dengan
non Arab dan hilangnya rasa kebahasaan, maka para mufasir merasa sangat memerlukan
ilmu-ilmu tentang bahasa Arab yang telah dibukukan, untuk menggambarkan makna-
makna dan menjelaskan maksud dari Al-Qur’an yang mulia. Sehingga sampailah pada

1
Rif‟at Syauqi Nawawi “Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh”, (Jakarta: Paramadina,2002),
hlm. xii
22
Bahary, Ansor “Tafsir Nusantara Studi Kritis Terhadap marah Labid Nawawi alBantani 2015,
hlm.176.

1
kondisi sebagaimana sekarang ini. Ilmu tafsir senantiasa akan terus tumbuh berkembang
dan bercabang sejalan dengan perkembangan kualitas keilmuan para mufasir dan ilmu-
ilmu pengetahuan modern.3

Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia tentu


memberikan andil yang besar terhadap perkembangan studi Islam, termasuk dalam studi
Al-Qur’an. Dalam studi Al-Qur’an Indonesia banyak melahirkan karya-karya dalam
tafsir Al-Qur‟an. Lahirnya suatu tafsir dengan beragam metodologi dan coraknya
mengindikasikan behwa setiap tafsir memiliki karakteristik yang berbeda-beda.4

Corak penafsiran Al-Qur’an tidak lepas dari perbedaan, kecenderungan, interest,


motivasi mufasir, perbedaan misi yang diemban, perbedaan kedalaman (capacity) dan
ragam ilmu yang dikuasai, perbedaan masa, lingkungan serta perbedaan situasi dan
kondisi, dan sebagainya. Kesemuanya menimbulkan berbagai corak penafsiran yang
berkembang menjadi aliran yang bermacam-macam dengan metode-metode yang
berbeda-beda.5

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan ilmu tafsir ?
2. Siapa saja tokoh-tokoh pengembang ilmu tafsir ?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui bagaimana sejarah perkembangan ilmu tafsir.
2. Mengetahui tokoh-tokoh pengembang ilmu tafsir.

3
Ali Hasan Ar-Ridl “Sejarah dan Metodologi Tafsir,( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994),
hlm.10.
4
M.Nurdin Zuhdi, “Hermeneutika Al-Qur‟an”, (Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga), hlm,243.
5
A.H.Sanaky, Hujair, “ Metode Tafsir (Perkembangan Metode Tafsir mengikuti Warna atau
Corak Mufassirin)” Al-Mawarid, 2008, hlm.265.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Tafsir


1. Tafsir Pada Masa Rasulullah SAW dan Sahabat
Pada saat Al-Qur’an diturunkan, Rasulullah SAW yang berfungsi
sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan kepada sahabat-sahabatnya
tentang arti dan kandungan Al-Qur’an. Khususnya menyangkut ayat-ayat yang
tidak dipahami atau samar artinya. Keadaan ini berlangsung sampai dengan
wafatnya Rasulullah SAW. Walaupun harus diakui bahwa penjelasan tersebut tidak
semua kita ketahui akibat tidak sampainya riwayat-riwayat tentangnya atau karena
memang Rasulullah SAW sendiri tidak menjelaskan semua kandungan Al-Qur’an.
Pada masa Rasulullah SAW para sahabat menanyakan persoalan-
persoalan yang tidak jelas kepada beliau, maka setelah wafatnya Rasulullah SAW
mereka terpaksa melakukan ijtihad, khususnya mereka yang mempunyai
kemampuan semacam Ali bin Abi Thalib, Ibnu ‘Abbas, Ubay bin Ka’ab dan Ibnu
Mas’ud.
Sementara itu, ada pula sahabat yang menanyakan beberapa masalah
khususnya sejarah nabi-nabi atau kisah-kisah yang tercantum dalam Al-Qur’an
kepada tokoh-tokoh Ahlul-Kitab yang telah memeluk agama Islam, seperti
Abdullah bin Salam, Ka’ab Al-Ahbar dan lain-lain. Hal inilah yang menjadi benih
munculnya Israiliyat.
Disamping itu para tokoh tafsir dikalangan sahabat yang disebutkan
di atas mempunyai murid-murid dari para tabi’in, khususnya di kota-kota tempat
mereka tingggal. Sehingga lahirlah tokoh-tokoh tafsir baru dari kalangan tabi’in di
kota-kota tersebut seperti :
a. Sa’id bin Jubair dan Mujahid bin Jabr di Makkah, yang ketika itu berguru
kepada Ibnu ‘Abbas.
b. Muhammad bin Ka’ab dan Zaid bin Aslam di Madinah, yang ketika itu
berguru kepada Ubay bin Ka’ab.

3
c. Al-Hasan Al-Bashriy dan Amir Al-Sya’bi di Irak, yang ketika itu berguru
kepada Abdullah bin Mas’ud.
Gabungan dari ketiga sumber di atas yaitu penafsiran Rasulullah
SAW, penafsiran sahabat-sahabat dan penafsiran tabi’in dikelompokkan menjadi
satu kelompok yang dinamai Tafsir bi Al-Ma’tsur. Masa ini dapat dijadikan periode
pertama dari perkembangan tafsir.
Berlakunya periode pertama tersebut dengan berakhirnya masa
tabi’in. Sekitar tahun 150 H merupakan periode kedua dari sejarah perkembangan
tafsir. Pada periode kedua ini, hadits-hadits telah bredar sedemikian pesatnya dan
muncullah hadits-hadits palsu dan lemah di tengah-tengah masyarakat. Sementara
itu perubahan sosial semakin menonjol dan timbulllah beberapa persoalan yang
belum pernah terjadi atau dipersoalkan pada masa Rasulullah SAW, masa para
sahabat dan pada masa tabi’in.
Pada mulanya usaha penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan
ijtihad masih sangat terbatas dan terikat dengan kaidah-kaidah bahasa seperti arti-
arti yang dikandung oleh satu kosakata. Namun sejalan dengan lajunya
perkembangan masyarakat, maka berkembang dan bertambah pula porsi peranan
akal atau ijtihad dalam penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an, sehingga bermunculanlah
berbagai kitab atau penafsiran yang beraneka raganm coraknya. Keragaman
tersebut ditunjang pula oleh Al-Qur’an yang keadaannya seperti dikatakan oleh
Abdullah Darraz dalam Al-Naba’ Al-Azhim : “ Bagaikan intan yang setiap sudutnya
memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut
yang lain dan tidak mustahil jika anda mempersilakan orang lain memandangnya,
maka ia akan terlihat lebih banyak dari apa yang anda lihat.”
Muhammad Arkoun, seorang pemikir Aljazair kontemporer menulis
bahwa : “ Al-Qur’an memberikan kemungkinan-kemungkinan arti yang tak
terbatas. Kesan yng diberikan oleh ayat-ayatnya mengenai pemikirn dan penjelasan
pada tingkat wujud adalah mutlak. Dengan demikian ayat selalu terbuka (untuk
interpretasi) baru, tidak pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal. “6

6
Dr.M.Quraish Shihab, M.A, “Membumikan Al-Qur’an”, (Bandung : Mizan, 1994), hlm. 72

4
2. Tafsir di Masa Tabi’in
Ada beberapa tempat yang oleh tabi’in dijadikan sebagai pusat
perkembangan ilmu tafsir. Para tokoh tabi’in mendapatkan qaul-qaul sahabat di
tiga tempat yaiyu : Makkah, Madinah dan Iraq.
Sebagaimana para sahabat, para tabi’in pun ada yang menerima
tafsir dengan ijtihad dan ada pula yang menolaknya. Tabi’in yang menolak
metode tafsir bi al-ijtihad adalah Sa’id Ibn al-Musayyab dan Ibnu Sirin. Sedang
Tabi’in yang membolehkannya seoerti Mujahid, ‘Ikrimah dan sahabat-
sahabatnya.
Para tabi’in juga memberikan perhatian yang sangat besar kepada
Israiliyat dan Nasraniyyat. Mereka menerima berita-berita dari orang-orang
Yahudi dan Nasrani yang masuk Islam, kemudian mereka memasukkannya
kedalam tafsir. Menurut keterangan yang ditulis Hamka, para Mufasir saat itu
sangat berbaik sangka kepada pembawa berita. Mereka menganggap orang
yang telah masuk Islam tidak mau berdusta. Oleh sebab itu, para mufasir saat
itu tidak mengoreksi lagi kabar-kabar yang mereka terima.

3. Tafsir Pada Masa Tadwin


Masa tadwin dimulai dari awal zaman Abbasiah, para ulama saat itu
mengumpulkan hadits-hadits yang mereka peroleh dari sahabat dan tabi’in. Mereka
menyusun tafsir dengan menyebutkan sepotong ayat, kemudian menyebutkan
riwayat dari para sahabat dan tabi’in. Namun demikian, ayat-ayat Al-Qur’an yang
ditafsiri ini masih belum tersusun sesuai dengan susunan mushaf.
Untuk memisahkan hadits-hadits tafsir dari hadits yang lain, para
ulama mengumpulkan hadits-hadits yang marfu’ dan hadits-hadits yang mauquf
tentang tafsir. Mereka mengumpulkan hadits bahkan dengan mengambilnya dari
berbagai kota. Diantara ulama yang megumpulkan hadits dari berbagai daerah
adalah : Sufyan Ibnu ‘Uyainah, Waki’ Ibnu Jarrah, Syu’bah Ibnu Hajjaj, Ishaq Ibnu
Rahawaih.
Pada akhir abad kedua barulah hadits-hadits tafsir dipisahkan dari
hadits-hadits lainnya dan tafsir disusun berdasarkan urutan mushaf. Meurut
penelitian Ibnu Nadim, orang yang pertama kali menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an
menurut tertib mushaf adalah Al-Farra’. Ia melakukannya atas permintaan Umar
Ibnu Bakir.

5
Pada masa Abbasiyah seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan berkembang pula ilmu tafsir. Para ulama nahwu seperti Sibawaihi dan
Al-Kisaiy meng’irabkan Al-Qur’an. Para ahli Nahwu dan bahasa menyusun kitab
yang dinamakan dengan Ma’ani Al-Qur’an.

4. Kodifikasi Tafsir
a) Periode I, yaitu pada masa Rasulullah SAW, sahabat dan permulaan masa
tabi’in. Dimana tafsir belum tertulis dan secara umum periwayatan ketika
itu tersebar secara lisan.
b) Periode II, bermula dengan kodifikasi hadits secara resmi pada masa
pemerintahan Umar bin Abdul Azis (99-101 H). Tafsir ketika itu ditulis
bergabung dengan penulisan hadits-hadits dan dihimpun dalam satu bab
seperti bab-bab hadits. Walaupun tentunya penafsiran yang ditulis itu
umumnya adalah Tafsir bi Al-Ma’tsur.
c) Periode III, dimulai dengan penyusunan kitab-kitab tafsir secara khusus dan
berdiri sendiri, yang oleh sementara ahli diduga dimulai oleh Al-Farra’(w.
207 H) dengan kitabnya berjudul Ma’ani Al-Qur’an.7

7
Ibid, hlm. 73

6
B. Tokoh-Tokoh Pengembang Ilmu Tafsir
1. Ibnu ‘Abbas
 Riwayat Hidup
Ia adalah Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin
Abdi Manaf al-Quraisyi al-Hasyimi, putra paman Rasulullah SAW. Ibunya
bernama Ummul Fadl Lubanag binti al-Haris al-Hilaliyah. Ia dilahirkan
ketika Bani Hasyim berada di Syi’b, tiga atau lima tahun sebelum hijrah,
namun pendapat pertama lebih kuat.
Abdullah bin Abbas menunaikan ibadah haji pada tahun Utsman
terbunuh, atas perintah Utsman. Ketika terjadi perang siffin ia berada di al-
Maisarah, kemudian diangkat menjadi gebenur Basrah dan selanjutnya
enetap disana sampai Ali terbunuh. Kemudian ia mengangkat Abdullah bin
al-Haris sebagai penggantinya menjadi gebenur Basrah, sedang ia sendiri
pulang ke Hijaz, ia wafat di Thaif pada 65 H. Namun pendapat terakhir
inilah yang dipandang sahih oleh jumhur ulama. Al-Waqidi menerangkan
tidak ada selisih pendapat diantara para imam bahwa Ibnu Abbas dilahirkan
di Syi’b ketika kaum Quraisy memboikot Bani Hasyim dan ketika Nabi
wafat ia baru berusia 13 tahun.

 Kedudukan dan Keilmuannya


Ibnu Abbas dikenal dengan julukan Turjumanul Qur’an (juru tafsir
Qur’an), Habrul Ummah (tokoh ulama umat), dan Ra’isul Mufassirin
(pemimpin para mufasir). Baihaqi dalam ad-Dala’il meriwayatkan dari Ibn
Mas’ud yang mengatakan : “Juru tafsir Qur’an paling baik adalah Ibnu
Abbas.” Abu Nu’aim meriwatkan keterangan dari mujahid, “adalah Ibn
Abbas dijuluki orang dengan al-bahr ( lautan ) karena banyanyak dan luas
ilmunya”. Ibn Sa’d meriwayatkan pula dengan sanad sahih dari Yahya bin
Sa’id al-ansari : Ketika Zaid bin Sabit wafat Abu Humairah berkata : “
Orang paling pandai umat ini telah wafat, dan semoga Allah menjadikan Ibn
Abbas sebagai penggantinya “.
Dalam usia muda, Ibn Abbas telah memperoleh kedudukan istimewa
dikalangan para pembesar sahabat mengingat ilmu dan ketajaman

7
pemahamannya, sebagai realisasi doa rasulullah kepadanya, dalam sebuah
hadist berasal dari Ibn Abbas dijelaskan :
“ Nabi pernah merangkulnya dan mendoakannya, ‘ Ya Allah,
ajarkanlah kepadanya hikmah.”
Dalam Mu’jam al-bagawi dan lainnya, dari Umar.
“Bahwa Umar mendekati Ibn Abbas dan berkata, sungguh saya
pernah melihat Rasululah mendoakanmu, lalu membelai kepalamu,
meludahi mulutmu dan berdoa, ‘Ya Allah, berilah ia pemahaman dalam
urusan agama dan ajarkanlah kepadanya ta’wil..’’’
Bukhari, melalui sanad Sa’id bin Jubair, meriwatkan dari Ibn Abbas,
ia menceritakan : Umar mengikutsertakan saya ke dalam kelompok tokoh-
tokoh tua perang badar. Nampaknya sebagian mereka merasa tidak senag
lalu berkata, “Kenapa anak ini diikutsertakan kedalam kelompok kami
padahal kami pun mempunyai anak-anak yang sepadan dengannya?’’Umar
menjawab, “Ia memang seperti yang kamu ketahui.” Pada suatu hari Umar
memanggil mereka dan memasukkan saya bergabung dengan mereka. Saya
yakin, Umar memanggilku agar bergabung itu semata-mata hanya untuk “
memperlihatkan “ saya kepada mereka. Ia berkata, “ Bagaimana pendapat
tuan-tuan mengenai firman Allah, Apabila telah datang pertolongan Allah
dan kemenangan ( an-Nasr [ 110 : 1 )? Sebagian mereka menjawab, “ Kita
diperintah untuk memuji Allah dan memohon ampunan kepada-Nya ketika
ia memberikan pertolongan dan kemengan kepada kita kita.” Sedang yang
lain bungkam, tidak berkata apa-apa, Lalu ia bertanya kepadaku, “
Begitulah pendapatmu, hai Ibn Abbas ?” “ Tidak “ jawabku. “ Lalu
bagaimana menurutmu?” tanyanya lebih lanjut. “ Ayat itu “, jawabku
“adalah pertanda ajal Rasululah yang diberitahukan Allah kepadanya. Ia
berfiman, Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan dan ini
adalah pertanda ajalmu ( Muhammad ), maka bertasbihlah dengan memuji
Tuhanmu dan mohon ampunlah kepada-Nya, Sesungguhnya ia Maha
Penerima taubat .” Umar berkata, “ Aku tidak mengetahui maksud ayat itu
kecuali apa yang kamu katakan .”

8
 Tafsirnya
Riwayat dari Ibnu Abbas mengenai tafsir tidak terhitung banyaknya
dan apa yang dinukil darinya itu telah dihimpun dalam sebuah kitab tapsir
ringkas yang campur aduk yang diberi nama Tafsir Ibnu abbas. Di
dalamnya terdapat bermacam-macam riwayat dan sanad yang berbeda-beda,
tetapi sanad paling baik adalah yang melalui Ali bin Abi Talhah al-Hasyimi
dari Ibnu Abbas. Sanad ini dipedomani oleh Bukhari dalam kitab sahih-nya.
Sedangkan sanad yang cukup baik jayyid adalah yang melalui Qais bn
Muslim al-Kufi dari Ata’ bin as-Sa’ib.8

2. Mujahid bin Jabr


 Riwayat Hidup
Nama lengkapnya adalah Mujaid bin Jabr al-Makki Abul Hajjaj al-
Makhzumi al-Muqri’, maula as-Sa’ib bin Abus Sa’ib. Ia banyak
meriwayatkan dari Ali, Sa’d bin Abi Waqqas, empat orang Abdullah, Rafi’
bin Khudaij, Aisyah, Ummu Salamah, Abu Hurairah, Suraqah bin Malik,
Abdullah bin as-Sa’ib al-Makhzumi dan lainnya. Sedang yang
meriwayatkan darinya adalah Ata’, ‘Ikramah, ‘Amr bin Dinar, Qatadah,
Sulaiman al-Ahwal, Sulaiman al-A’masy, Abdullah bin Kasir al-Qari’ dan
lain-lain. Ia dihahirkan pada 21 H. Pada masa khilafah Umar dan wafat pada
102 atau 103 H. Tetapi menurut Yahya al-Qattan, ia wafat pada 104 H.

 Kedudukannya
Mujahid adalah pemimpin atau tokoh utama mufasir generasi
tabi’in, sehingga ada yang mengatakan bahwa ia adalah orang yang paling
mengetahui tentang tafsir diantara mereka. Ia mengambil (belajar) tafsir dari
Ibn Abbas sebanyak tiga puluh kali. Diriwayatkan dari Mujahid bahwa ia
berkata : “ saya menyodorkan (belajar) mushaf kepada Ibn Abbas sebanyak
tiga kali. Saya berhenti pada setiap ayat untuk menanyakan pengertiannya,
berkenaan dengan apa serta bagaimana pula situasi saat ia diturunkan .”
Sehubungan dengan ini as-sauri berkata, :”jika datang kepadamu tafsir

8
Drs. Mudzakir As., “Studi Ilmu-Ilmu Qur’an”, (Bogor : Pustaka Lintera AntarNusa, 2011),
hlm.525

9
Mujahid, cykuplah itu bagimu.” Oleh karena itu kata Ibn Taimiyah “
Syafi’i, Bukhari dan ahli ilmu lainnya banyak berpegang pada tafsirnya.
Apabila as-Sauri mengatakan ,”Jika datang kepadamu tafsir dari
Mujahid, cukuplah itu bagimu”, ini tidak berarti bahwa kita harus
mengambil segala hal yang dinisbahkan kepadanya. Karena sebagai mana
perawi lain yng banyak dinukil orang, terkadang diantara para penukilnya
terdapat penukil yang lemah yang tidak dapat dipercaya. Oleh karena itu
penelitian seksama sampai mendapat kepastian akan keselamatan sanadnya
tetap diperlukan.9

3. At-Tabari
 Riwayat Hidup
Nama lengkapnya Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Khalid bin
Kasir Abu Ja’far at-Tabariat-Tabari, berasal dari Amol sedangkan lahir dan
wafat di Bagdad. Dilahirkan pada 224 H dan wafat pada 310 H. Ia adalah
seorang ulama yang sulit dicari bandingnya, banyak meriwayatkan hadits,
luas pengetahuannya dalam bidang penukilan dan pen-tarjih-an
(penyelesaian untuk memilih yang kuat), riwayat-riwayat serta mempunyai
pengetahuan yang luas dalam bidang sejarah para tokoh dan berita umat
terdahulu.

 Karya Tulisnya
At-Tabari mengarang kitab cukup banyak, antara lain :
a) Jami’ul Bayan fi Tafsiril Qur’an
b) Tarikhul Umam wal Muluk wa Akhbaruhum
c) Al-Adabul Hamidah wa Akhlaqun Nafisah
d) Tarikhur Rijal
e) Ikhtilaful Fuqaha
f) Tahzibul Asar
g) Kitabul Basit fil Fiqh
h) Al-Jami’ fil Qira’at
i) Kitabut Tabsir fil Usul

9
Ibid, hlm.526

10
 Tafsirnya
Kitabnya tentang tafsir, Jami’ul Bayan fi Tafsiril Qur’an, merupakan
tafsir paling besar dan utama serta menjadi rujukan penting bagi para
musafir bil Ma’sir. Ibn Jarir memaparkan tafsir dengan menyandarkannya
kepada sahabat dan tabi’in. Ia juga mengemukakan berbagai pendapat dan
mentarjihkan sebagian atas yang lain. Para ulama kompoten sependapat
bahwa belum pernah disusun sebuah kitab tafsirpun yang dapat
menyamainya. Ibn Jarir mempunyai keistimewaan tersendiri berupa istinbat
yang unggul dan pemberian isyarat terhadap kata-kata yang samar i’rabnya.
Dengan itulah, tafsir tersebut berada diatas tafsir-tafsir yang lain. Sehingga
Ibn Kasirpun banyak menukil darinya.10

4. Ibnu Katsir
 Riwayat Hidup
Ia adalah Isma’il bin Amr al-Quraisy bin Kasir al-Basri ad-
Dimaisyqi ‘Imadudin Abul Fida’ al-Muhaddis asy-Syafi’i .
Dilahirkan pada 705 H dan wafat pada 774 H, sesudah menempuh
kehidupan panjang yang sarat dengan keilmuan . ia adalah seorang ahli figh
yang sangat ahli, ahli hadist yang cerdas, sejarawan ulung dan mufasir
paripurna . Al-Hafiz Ibn Hajar menjelaskan, “ Ia adalah seorang ahli hadist
yang faqih . Karangan-karangannya tersebar luas diberbagai negeri semasa
hidupnya dan dimanfaatkan orang banyak setelah wafatnya .

 Karya Tulisnya
a) Al-Bidayah wan Nihayah dalam bidang sejarah, merupakan rujukan
terpenting bagi sejarawan .
b) Al-Kawakibud Darari dalam bidang sejarah, cuplikan pilihan dari
al-Bidayah wan Nihayah.
c) Tafsirul Qur’an al-Ijtihad fi Talabil Jihad
d) Jami’ul Masanid as-Sunanul Hadi li Aqwami Sunan dan
e) Al-Wadihun Nafis fi Manaqibil Imam Muhammad ibn Idris

10
Ibid, hlm 527

11
 Tafsirnya
Tentang tafsirnya ini Muhammad Rasyid Rida menjelaskan : tafsir
ini merupakan tafsir paling masyhur yang memberikan perhatian besar
terhadap apa yang diriwayatkan dari para mufasir salaf dan menjelaskan
makna-makna ayat dan hukum-hukumnya serta menjahui pembahasan i’rab
dan cabang-cabang balagah yang pada umumnya dibicarakan secara
panjang lebar oleh kebanyakan mufasir, juga menjahui pembicaraan yang
melebar pada ilmu-ilmu lain yang tidak diperlukan dalam memahami
Qur’an secara umum atau memahami huku dan nasihat-nasihatnya secara
khusus.
Diantara ciri khas atau keistimewaannya adalah ialah
perhatiannyayang cukup besar terhadap apa yang mereka namakan “tafsir
Qur’an dengan Qur’an”. Dan sepanjang pengetahuan kami, tafsir ini
merupakan tafsir yang paling banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat
yang bersesuaian maknanya, kemudian diikuti denagn (penafsiran ayat
dengan) hadits-hadits marfu’ yang ada relevansinya denan ayat (yang
sedang ditafsirkan) serta menjelaskan apa yang dijadikan hujjah dari ayat
ersebut. Kemudian diikuti pula denagn asar para sahabat dan pendapat
tabi’in dan ulama salaf sesudahnya.11

5. Fakhruddin ar-Razi
 Riwayat Hidupnya
Ia adalah Muhammad bin Umar bin al-Hasan at-Tamimi al-Bakri at-
Baristani ar-Razi Fakhruddin, terkenal dengan Ibnul Khatib asy-Syafi’i al-
Faqih.
Dilahirkan di Ray pada 543 H. Dan wafat di Harah pada 606 H Ia
mempelajari ilmu-ilmu diniah dan aqliah sehingga sangat menguasai ilmu
logika dan filsafat serta menonjol dalam bidang ilmu kalam. Mengenai
ilmu-ilmu tersebut ia telah menulis beberapa kitab, syarah dan ta’liqat,
sehingga ia dipandang sebagai seorang filosof pada mansya. Dan kitab-
kitabnya menjadi rujukan penting bagi mereka yang menamakan dirinya
sebagai filosof islam.

11
Ibid, hlm.528

12
 Karta Tulisnya
a) Mafatihul Gaib ( tafsir Qur’an )
b) Asrarut Tanzil wa Anwarut Ta’wil ( tafsir )
c) Ihkamul Ahkam
d) Al-Muhassal fi Usulil Fiqh
e) Al-Burhan fi Qira’atil Qur’an
f) Durratut Tanzil wa Gurratut Ta’wil fil yatil Mutasyabihat
g) Syahrul Isyarat wat Tanbihat li Ibn Sina
h) Ibtalul Qiyas
i) Syarhul Qanun li Ibn Sina
j) Al-Bayan wal Burhan fir Raddi ‘ala Ahliz Zaigi wat Tugyan
k) Ta’jizul Falasifah
l) RisalatulJauhar
m) Risalatul Hudus
n) Kitab al-Milal wan Nihal
o) Muhassalu Afkaril Mutaqqaddimin wal Muta’akhirinminal Hukama’
wal Mutakallimin fi ‘Ilmi kalam
p) Syarhul Mufassal liz Zamakhsyari

 Tafsirnya
Ilmu-ilmu aqliah sangat mendominasi pemikiran ar-Razi didalam
tafsirnya, sehingga ia mencampur adukkan dalamnya berbagai kajian
mengenai kedokteran, logika, filsafat dan hikmah. Ini semua mengakibatkan
kitabnya keluar dari makna-makna Qur’an dan jiwa ayat-ayatnya serta
membawa nas-nas kitab kepada persoalan-persoalan ilmu aqliah dan istilah
ilmiahnya, yang bukan untuk itu nas-nas tersebut diturunkan. Oleh karena
itu kitab ini tidak memiliki ruhaniah tafsir dan hidayah islam, sampai-
sampai sebagian ulama berkata,” Didalamnya terdapat segala sesuatu selain
tafsir itu sendiri ” . 12

12
Ibid, hlm 529

13
6. Az-Zamakhsyari
 Riwayat Hidupnya
Ia adalah Abul Qasim Mahmud bin Umar al-Khawarizmi az-
Zamakhsyari. Dilahirkan 27 Rajab 467 H di Zamakhsyar, sebuah
perkampungan besar dikawasan Khawarizm ( Turkistan ). Ia mulai belajar
dinegeri sendiri, kemudian melanjutkan ke Bukhara dan belajar sastra
kepada Syaikh Mansur Abi Mudar. Kemudian pergi ke Mekah dan menetap
cukup lama dan memperoleh julukan Jarullah ( tetangga Allah ). Dan
disana pula ia menulis tafsirnya, al-Khasysyaf ‘an Haqa ‘iqi Gawamidid
tanzil wa ‘Uyunil Aqawil fi Wujuhid Ta’wil, Ia meninggal dunia pada 538
H di Jurjaniah Khawarizm setelah kembali dari Mekah.

 Keilmuan dan Karyanya


Zamakhsyari adalah salah seorang imam dalam bidang ilmu bahasa,
Ma’ani dan Bayan. Bagi orang-orang yang membaca kitab ilmu nahwu dan
balagah tentu sering menemukan keterangan-keterangan yang dikutib dari
kitab Zamakhsyari sebagai hujjah. ia Mempunyai banyak karya dalam
bidang hadits, tafsir, nahwu, dan lain-lain. Diantaranya adalah :
a) al-Kasysyaf, tentang tafsir Qur’an
b) al-faiq, tentang tafsir hadits
c) al-Minhaj, tentang usul
d) al-Mufassal, tentang nahwu
e) Asasul balagah, tentang bahasa
f) Ru’usul Masa’ililFiqhiyah, tentang Fiqh

 Mazhab Fiqh dan Akidahnya


Zamakhsyari bermashab Hanafi beraqidah paham Mu’tazilah. Ia
mena’wilkan ayat-ayat Qur’an sesuai dengan mazhab dan akidahnya dengan
cara yang hanya diketahui oleh orang ahli dan menamakan kaum Mu’tazilah
sebagai saudara seagama dan golongan utama yang selamat dan adil.

14
 Tafsirnya
Kitab al-Kasysyaf karya Zamakhsyari adalah sebuah kitab tafsir
paling masyhur diantara sekian banyak tafsir yand disusun oleh mufasir bir-
ra’yi yang mahir dalam bidang bahasa. Al-Alusi, Abus su’ud,an-nasafi dan
para musafir lain banyak menukil dari kitab tersebut tetapi tanpa
menyebutkan sumbernya. Paham mu’tazilah dalam tafsirnyaitu telah
diungkapkan dan di teliti oleh ‘Allamah Ahmad an-Nayir yang dituangkan
dalam bukunya al-Intisaf. Dalam kitab ini an-Nayir menyerang
Zamakhsyari dengan mendiskusikan masalah akidah Mu’tazilah yang
dikemukakannya dan mengemukakan pandangan yang berlawanan
dengannya sebagaimana ia mendiskusikan masalah-masalah kebahasan. Al-
Maktabah at-Tijariyah Mesir telah menerbitkan al-Kasysyaf cetakan
terakhir yang diterbitkan oleh Mustafa Husain Ahmad dan diberi lampiran 4
buah kitab
a) Al-intisaf oleh an-Nayyir
b) Asy-syafi fi Takhriji Ahadisil Kasysyaf oleh al-Hafiz Ibn Hajar
al’asqalani
c) Hasyiyah Tafsir al-Kasysyaf oleh Syaikh Muhammad ‘Ulyan
al_marzuqi
d) Masyahidul Insaf ‘ala Syawahidil Kasysyaf juga oleh al Marzuqi

Kitab yang terkhir ini menunjukkan bahwa tafsir Zamakhsyari


mengandung akidah Mu’tazilah yang diungkapkan secara tersirat.13

13
Ibid, hlm 531

15
7. Asy-Syaukani
 Riwayat hidup
Nama lengkapnya adalah Qadi Muhammad bin Ali bin Abdullah
asy-Syaukani as-San’ani, seorang imam mujtahid, pembela sunnah dan
pembasmi bid’ah.
Dilahirkan pada 1173 H di kampung Syaukan dan dibesarkan di
San’a. Ia belajar Qur’an dengan sungguh-sungguh, menuntut ilmu dan
mendengarkan pelajaran dengan tekun dari ulama-ulama besar serta
menghafal tidak sedikit kitab matan tentang nahwu, saraf dan balagah, juga
menguasai ilmu usul dan tatacara meneliti dan berdebat sehingga ia menjadi
seorang imam yang layak mendapatkan acungan jempol. Sepanjang hayat ia
senantiasa bergelut dengan ilmu baik dengan membaca maupun dengan
mengajar sampai menemui ajalnya pada 1250 H.

 Mazhab dan Akidahnya


Syaukani mempelajari Fiqh Mazhab Imam Zaid sampai ia menjadi
tokoh kenamaannya, mengarang, berfatwa, dan kemudian belajar hadits
hingga mencapai tingkat yang lebih unggul dari orang sezamannya,
Akhirnya iapun melepaskan belenggu taqlid, menjadi pembela sunnah dan
menumbangkan musuh-musuhnya. Dalam pandangannya, taqlid adalah
haram dan untuk ini ia menulis sebuah risalah yang diberi nama al-Qaulul
Mufid fi Adillatil Ijtihad wat Taqlid.

 Karangannya
Ia mempumyai sebuah karangan bermutu dalam berbagai cabang
ilmu. Diantaranya
a) Fathul Qadir, tentang Tafsir
b) Nailul Autar, sebuah syarah atas kitab Muntaqal Akhbar karya al-
majd Ibn Taimiyah, kakek Syaikul Islam Ibn Taimiyah. Sebuah
kitab hadits terbaik yang disusun menurut sistematika fiqh.
c) Irsyadul Fuhul, tentang Ushuk Fiqh
d) Al-Fathur Rabbani, kumpulan fatwanya

16
 Tafsirnya
Fathul Qadir karya asy-Syaukani adalah sebuah tafsir yang
menggabungkan antara riwayat dengan istinbat dan penalaran atas nas-nas
ayat. Dalam tafsir ini, asy-Syaukani banyak bersandar pada tokoh-tokoh
mufassir seperti an_Nahhas, Ibn ‘Atiyah dan al-Qurtubi. Tafsir ini, kini
banyak beredar diberbagai penjuru dunia Islam.14

14
Ibid, hlm. 532

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tafsir adalah salah satu upaya dalam memahami, menerangkan
maksud, mengetahui kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Upaya ini telah dilakukan
sejak masa Rasulullah SAW, sebagai utusan-Nya yang ditugaskan agar
menyampaikan ayat-ayat tersebut sekaligus menandainya sebagai mufassir
awwal (penafsir pertama). Sepeninggalan nabi hingga saat ini, tafsir telah
mengalami banyak perkembangan yang sangat bervariatif dengan tidak melepas
kategori masanya. Dan tak lepas keanekaragaman secara metode (manhaj
thariqah), corak (laun’) maupun pendekatan-pendekatan (alwan) yang
digunakan merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam sebuah karya tafsir
hasil manusia yang tak pernah sempurna.
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, para sahabat melakukan ijtihad
untuk mengetahui isi kandungan Al-Qur’an dan ada pula diantaranya yang
menanyakannya kepada tokoh-tokoh ahlul kitab yang telah masuk islam.
Tokoh-tokoh tafsir dari kalangan sahabat memiliki murid dari para tabi’in,
sehingga lahirlah tokoh-tokoh tafsir dari kalangan tabi’in di kota-kota seperti :
a. Sa’id bin Jubair dan Mujahid bin Jabr di Makkah, yang ketika itu berguru
kepada Ibnu ‘Abbas.
b. Muhammad bin Ka’ab dan Zaid bin Aslam di Madinah, yang ketika itu
berguru kepada Ubay bin Ka’ab.
c. Al-Hasan Al-Bashriy dan Amir Al-Sya’bi di Irak, yang ketika itu berguru
kepada Abdullah bin Mas’ud.

18
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penyusun menyadari masih banyak
kekurangan baik dari tulisan ataupun bahasan yang penyusun sajikan. Mungkin
karena keterbatasan sumber materi dan masih kurangnya kemampuan dari
penyusun. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran
yang membangun dari pembaca, yang dapat dijadikan acuan dalam pembuatan
makalah berikutnya.

19

Anda mungkin juga menyukai