Pert.3 IAT 6 ABCD FUSA UINIB Hari/Tgl : Rabu/09.03.2022 Pengampu : Usman Alnas CORAK TAFSIR SEBELUM DAN SETELAH FILSAFAT A. PENDAHULUAN Penafsiran al-Quran senantiasa mengalami perubahan selaras perja- jalan waktu. Faktor waktu, tempat dan kebutuhan kepada tafsir al-Qur an dari waktu ke waktu tidak sama. Ada dua hal paling tidak yang meng alami perubahan ; konten dan metode penafsiran. Corak, warna penaf- siran al-Quran merupakan objek formal yang selalu lengket dengan tu – juan penafsiran. Perbedan yang sifatnya alamiyah juga sudah direko- mendasikan oleh pakar metodologi tafsir, seperti تفاوت الصحابة فى التفسيرperbedaan kemampuan secara personal para shahabat Nabi saw. (1) Pembahasan selanjutnya akan menyajikan dua fase perbedaan tafsir ; tafsit sebelum era filsafat dan era sesudahnya.
B. TAFSIR SEBELUM ERA FILSAFAT
Telah unum diketahui, bahwa pada waktu Nabi Muhammad saw.ma sih hidup, para sahabat selalu merujuk pada beliau dalam penafsiran al- Quran, ayat-ayat tertentu secara parsial pada persoalan yang mereka hadapi. Waktu itu proses turunnya wahyu masih berlangsung. Setelah wafatnya Rasulullah saw.sejumlah persoalan mulai mun- (2) cul, para shahabat harus mandiri untuk menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi, maka mulailah muncul upaya ijtihadi dalam meme- cahkan berbagai persoalan. Tentu saja hasil ijtihad belum tentu semua sama karena banyak hal yang melatarinya. a.l : - Kemampuan intelektual (IQ) yang berbeda. - Perbedaan pemahaman terhadap kandungan al-Quran. - Pengetahuan tentang asbab al- nuzul, mawathin al-nuzul dan tawa rikh al-nuzul. - Penguasaan kosa kata bahasa al-Quran. - Faktor kedekatan dan lama masa bergaul dengan Rasul saw. (3) Sejarah penafsiran al-Quran dimulai dengan menafsirkan ayat-ayat al- Quran dengan al-Quran oleh Rasul saw sendiri, dan atau dengan hadits, sunnah baik qauliyah, fi’liyah atau taqririyah. Era shahabat penafsiran al Quran berlanjut dengan ijtihad. Yang semula disebut Tafsir Nabi maka di era shahabat disebut Tafsir Sahabiy. Penafsiran mulai berkembang pe sat, sehingga disadari atau tidak bercampurlah hadits shahih dengan Is- railiyyat. //Israiliyyat sdh dipelajari pd semester sebelum ini//. Para shahabat Nabi saw.di samping menghimpun hadits mereka juga menghimpun data dari ahli kitab yang baru memeluk Islam. Tercatatlah nama spt: Abdullah ibn Salam, Ka’ab al-Ahbar, Wahab ibn Munabbih dan Abd al- Malik ibn Abd Aziz ibn Juraij. (4) Pada periode awal, masa Rasul saw.dan shahabat penafsiran al-Quran belum ditulis. Sama halnya dengan tidak ditulinya hadits atas titah Ra – sul ; jangan kalian tulis dari aku selain al-Quran. Hal ini beralasan takut nya akan tercampur al-Quran dengan hadits. Penafsiran shahabat ter – hadap al-Quran hanya merujuk pada inti kandungan al-Quran. Namun, menurut al-Zahabi, pada hal-hal tertentu shahabat perlu mendiskusi – kan maksud sebagian ayat al-Quran. Periode shahabat dilanjutkan oleh priode “Tabi’in”, generasi kedua Islam. Munculnya mufassir periode tabi’in berkait erat dengan berakhir nya periode shahabat yang menjadi guru para tabi’in. Mufassir di (5) kalangan tabi’in banyak yang menyebar ke berbagai daerah kekuasaan Islam sekaligus menjadi guru-guru tafsir di daerah mereka. Al-Qaththan mengatakan, perkembangan tafsir pada masa ini lebih berkembang pesat dari pada masa shahabat. Sebagian ulama mengata kan periode ini bersamaan dengan pengkodifikasian hadits secara resmi berawal pada masa pemerintahan Umar ibn Abd al-Aziz (99-101 H). Taf sir di kala itu ditulis bergabung dengan penulisan hadits-hadits dan di – himpun dalam satu bab seperti bab-bab hadits. Mufassir periode ini telah memunculkan berbagai aliran penafsiran, terutama masalah madzhabiyah, serta banyaknya penafsiran yang bersumber dari isra (6) Iliyyat. Maka sumber-sumber tafsir saat itu semakin banyak : al-Quran, al-Hadits, Aqwal al-shahabah, Ahl al-Kitab, Tafsir tabi’in yang bersum- ber dari shahabat. (Lihat Manna’Khalil Qaththan ; Mabahits fi Ulum al- Quran). Pada masa ini pula muncul “Madaris al-Tafsir”, pusat-pusat kajian taf- sir, spt: 1) di Makkah oleh Ibn Abbas, 2) Madrasah Kuffah (Iraq) oleh Ibn Mas’ud, 3) Madrasah al-Madinah al-Munawwarah oleh Ubay ibn Ka’ab. Ciri utama tafsir periode ini ; 1) banyak Israiliyyat dan Nashraniyyat. 2) Penafsiran bersumber dari periwayatan dan talaqqiy pada daerah-da erah tertentu. 3) Mulai muncul pertentangan mazhab sehinggan ti- (7) dak objektif lagi karena sdh bertendensi mazhab. 4) Perbedaan penda pat antar tabi’in sudah mulai menyebar. (Merajut Sejarah Perkem- bangan Tafsir Masa Klasik, h.219) Pada masa tabiin sudah ada bibit-bibit perselisihan dalam tafsir dise- babkan : 1) Fanatisme mazhab 2) Aliran pollitik 3) Masuknya kaum zindik, yang merusak Islam dari dalam. Selanjutnya periode Kodifikasi Tafsir. Dimulai dengan penyusunan ki tab-kitab tafsir secara khusus, dimulai oleh al-Farra’ (w.207 H) dengan kitabnya Ma’ani al-Quran. Pembukuan tafsir dimulai pada akhir pemerintahan Bani Umaiyyah dan awal pemerintahan Abbasiyyah. (8) C. TAFSIR SETELAH FILSAFAT Proses transformasi intelektual Islam ke dunia Barat terjadi secara perlahan dan memakan waktu yang cukup panjang (Syamsu Nizar, 2005, h.139, dalam ; S.Suyanta, Transformasi Intelektual Islam ke Barat, Pusat Jurnal UIN Ar-Raniri, Aceh, 2011, h.25). Transformasi intelektuaĺ Islam tidaklah mudah dan memakan waktu yang panjang. Kendala paling besar adalah dari persoalan teologis, dok- trin Kristen yg tlh lama didominasi oleh penafsiran2 kaum gereja yg se ringkali berbenturan dg realitas dan norma ilmu pengetahuan.(ibid,25) Di sisi lain, banyak faktor yang mendukung transformasi intelektu- (9) al Islam ke Barat, baik secara internal maupun eksternal. Faktor inter nal adalah sifat keterbukaan umat Islam terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Dari aspek eksternal ada beberapa faktor pendukung : 1. Terpecahnya beberapa institusi Kristen ortodoks. 2. Penaklukkan Alexander Yang Agung, yg menyebabkan tersebarnya il mu pengetahuan dan kebudayaan Yunani ke Persia dan India, yg pa- da akhirnya kedua wilayah ini menjadi wilayah kekuasaan Islam. 3. Peran Univetsitas Alexanderia oleh kekaisaran Persia di Akademi Jun di Sapur, selama abad keenam mampu memadukan ilmu pengeta- huan India, Grecian, Syiria, dll. (10) 4. Peran para penerjemah Hebrew ( Yahudi) yg telah menerjemahkan ilmu pengtahuan dan filsafat Yunani ke dlm bahasa Hebrew dan Arab. Sebaliknya stlh Islam memiliki kebudayaan tinggi, mereka menjadi trans misi ilmu pengetahuan dari dunia Islam ke dunia barat. (Ibid, 26). D. PERAN HERMENETIK. Hermenetik juga dipandang sebagai kajian mengenai prinsip dan me tode yang dengannya sebuah teks di masa lalu ditafsirkan untuk mene mukan artinya yang relevan dengan konteks saat ini. Hermenetik meng kaji problem, metode dan tujuan interpretasi atau penafsiran. Menutut Zaimul Am; Tafsir Filsafat dan Bibel, UIN Jkt 2018, bahwa ilmu ini (11) untuk menemukan makna sejati teks dengan akurat dan mencakup fak tor-faktor seperti sejarah, budaya, keragaman kultur, bahasa dan jarak waktu antara perumusan isi naskah, penafsir, konteks, dsb. Hermene- tik juga dipañdang sebagai ilmu bantu dalam merumuskan kaedah, prin sip dan metodologi untuk menafsirkan agama, kitab suci, maupun hu – bungannya dèngan masyarakat. Kajian tafsir Hermenitik dewasa ini sudah berjalan sedemikian rupa, tapi untuk UIN imam Bonjol Padang, agaknya masih dalam tanda ta – nya. Semoga segera ada jawabannya. (12) E. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kesimpulan ; Tafsir al-Quran sudah mengalami lompatan yang sangat jauh dari tanah kelahirannya. Sudah mengalami pasang naik dan pasang surutnya sedemikian rupa. 2. Saran ; harus ada keterbukaan dan keluwesan cakrawala berpikir pe cinta al-Quran dan tafsir shg tidak cepat antipati terhadap pemba- haruan dan perkembangan, dalam hal ini kajian tafsir al-Quran. Padang, 09.03.202 Pengampu MK ; Usman Alnas. (13)